Post on 08-Jul-2016
description
3.0 Asuhan Keperawatan Teori, Diagnosa Dan Intervensi
1. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan
sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk,
lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang
perlu didapati adalah sebagai berikut :
1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah,
pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea /
takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala,
paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung
dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang
berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik
lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang
mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga
sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat
mempengaruhi prognosa klien.
3. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya
GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski
yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
a. Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi
20
maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing.
Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinana karena
aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
b. Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi
rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi
menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi
dengan bradikardia, disritmia).
c. Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi
adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka
dapat terjadi :
1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori).
2) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
4) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
21
d. Blader
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
e. Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,
muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera.
Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
f. Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese,
paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena
imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan
antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu
dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
4. Pemeriksaan Diagnostik:
1) CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2) Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
3) X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
4) Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
5) Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
22
5. Prioritas perawatan:
1. Memaksimalkan perfusi/fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
4. Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana
pengobatan, dan rehabilitasi.
23
2 . Diagnosa Keperawatan:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif.
Obstruksi trakeobronkhial.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi
dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan
keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit
rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
6. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
7. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi.
Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
24
3. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran
darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia
(hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi
motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi Rasionala) Tentukan faktor-faktor yg
menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
b) Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
c) Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.
d) Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
e) Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
a) Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan intensif.
b) Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
c) Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).
d) Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
e) Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus.
20
f) Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.
g) Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
h) Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
i) Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.
j) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
k) Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif, antipiretik.
Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.
f) Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.
g) Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
h) Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
i) Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
j) Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
k) Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,. Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi. Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.
21
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera
pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.
Tujuan:
Mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
Bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi Rasionala) Pantau frekuensi, irama,
kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.
b) Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
c) Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
d) Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
e) Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
f) Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
a) Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
b) Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan napas buatan atau intubasi.
c) Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.
d) Mencegah/menurunkan atelektasis.
e) Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.
f) Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.
22
g) Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
h) Lakukan ronsen thoraks ulang.
i) Berikan oksigen.
j) Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.
g) Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi.
h) Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau bronkopneumoni.
i) Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.
j) Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
23
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit
rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan
nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas
sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi Rasionala) Berikan perawatan aseptik dan
antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
b) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
c) Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).
d) Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum.
e) Berikan antibiotik sesuai indikasi
a) Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.
b) Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
c) Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.
d) Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk menurunkan resiko terjadinya pneumonia, atelektasis.
e) Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.
24
d. Pola kebersihan diri/ personal hygine
No Pemenuhan personal hygine Sebelum sakit Sesudah sakit
1. Frekuensi mencuci rambut 1x/hari -
2. Frekuensi mandi 2x/hari 1x diseka
3. Frekuensi gosok gigi 2x/hari -
4. Memotong kuku Jika panjang -
5. Ganti pakaian 2x/hari 2x/hari
e. Merokok : tidak
f. Alkohol : tidak
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
PENGKAJIAN SPIRITUAL:
Kebiasaan beribadah
a. Sebelum sakit : kadang-kadang
b. Sesudah sakit : kadang-kadang
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Tanggal 18 Juli 2011
1. Pemeriksaan darah:
Jenis Hasil Normal SatuanGDA 118 80-125 mg/dlBun 21 <20 mg/dlCreatinin 1,10 0,5-1,2 mg/dlSGOT 58 <37 u/lSGPT 41 <34 u/lAlbumin 3,8 3,5-5 gr/dlGlobumin 3,3 2,55-3,32 gr/dl
BT 3’00” (HN:2-9,5 menit)
CT 13’55” (HN:6-17 menit)
25
2. CT Scan: head Ct Scan/ potongan axial/OML interval/slice 10mm
Hasil Bacaan:
- Subgaleal haematoma di daerah peritalis D dan temporalis S
- Subdural hygroma (DD : atrofi cerebri focal), di daerah fronto temporalis
D & S
- Tak tampak gambaran khas perdarahan, infact, massa, cerebri dan
cerebella
- Pada window tulang tak tampak fracture
2. Foto Rontgen
Hasil: OF Cruris sinistra dan CF Antebraci dextra
TERAPI YANG TELAH DIBERIKAN:
Nama Obat DosisAmpicilin 1 gr 3x1grKetorolac 3x1 ampulKutoin 3x1 ampulManitol 3x1 ampulInfuse D5 /2 NS 1500cc/24jam
DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN:
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral
2. Pola nafas tidak efektif
3. Gangguan rasa nyaman nyeri
4. Resiko tinggi infeksi
5. Kerusakan mobilitas fisik
Kediri, 19 Juli 2011
Tri Prasetyo S.Kep
26
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah1. DS: -
DO:KU lemah, Klien tampak gelisah, Kesadaran somnolen, GCS: 3 3 4, mual -, muntah -, pupil anisokor, sclera anemis, hematom -TD:110/70 mmHg N:80x/iS:37,50C RR:24x/iCT Scan tanggal 18 Juli 2011 : Subgaleal hematom didaerah peritalis dextra dan temporalis sinistra
Trauma kepala
Odema otak
TIK
Aliran darah ke otak
O2
Gangguan perfusi jaringan cerebral
2. DS: -DO: KU lemah, Kesadaran
somnolen, rhonci +, wheezing -, batuk -, cuping hidung +, mual -, muntah -, sianosis +, terpasang O2 nasa kanul 4 LpmTD:110/70 mmHg N:80x/iS:37,50C RR:24x/i
Kerusakan Sel Otak
Tahanan Vaskuler
Tek. Hidrostatik
Difusi O2 Terhambat
Gangguan Pola Napas
Pola nafas tidak efektif
3. DS : -DO:
P: jika dibuwat gerak/tersentuh
Q: seperti ditusuk-tusuk, grimace:+
R: Cruris sinistra dan Antebraci dextra
S: mengganggu aktivitas, skala:8
T: hilang timbulTD:110/70 mmHg N:80x/iS:37,50C RR:24x/i
OF Cruris sinistra dan CF Antebraci dextra
perubahan fragmen tulang
luka pada jaringan lunak
nyeri
Gangguan rasa nyaman nyeri
4. DS:-DO: OF Cruris sinistra dan
CF Antebraci dextra terbungkus spalk & kasa, turgor:baik, dolor:-,
Code entry
rusaknya jaringan
Resiko tinggi infeksi
27
kalor:-, fungsilaesa:-, bersih:+, bau:+TD:110/70 mmHg N:80x/iS:37,50C RR:24x/i
respon radang
pontensial terinfeksi kuman
Resiko infeksi
5. DS : -DO: OF Cruris sinistra dan
CF Antebraci dextra, sedikit begerak, reflek motorik menghindari nyeri, pergerakan sendi terbatas, ADL dibantu keluarga, Kekuatan otot
TD:110/70 mmHg N:80x/iS:37,50C RR:24x/i
Trauma Kepala
rusaknya neoron motorik bawah, sel anterior yang besar pada benda kelabu
pada medulaspinalis
OF Cruris sinistra dan CF Antebraci dextra
perubahan kekuatan
otot,tonos dan aktifitas reflek
Kerusakan mobilitas fisik
28
Daftar Pustaka
Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu
Bedah XI – Traumatologi , Surabaya.
Asikin Z. (1991). Simposium Keperawatan Penderita Cidera kepala
Penatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas. (Jakarta).
Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah.
Jakarta : Pusdiknakes.
Doenges, M. E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Harsono. (1993) Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Kariasa I Made. (1997). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Cedera
Kepala. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Jakarta.
Long; BC and Phipps WJ. (1985). Essensial of Medical Surgical Nursing : A
Nursing process Approach St. CV. Mosby Company.
Luckman, Sorensen, (1992), Medical Surgical Nursing; a Psychophysiologic
Aproach, (3 rd Ed). Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (1993), Fundamental of Nursing; Concept, Proces,
and Practice (3 rd Ed.). St. Louis : Mosby Year Book.
29
Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
EGC, Jakarta.
Tabrani. (1998). Agenda Gawat Darurat. Penerbit Alumni. Bandung.
30
31