Post on 03-Mar-2019
1
Asal Mula
Penatalayanan
Terhadap satu Teologi tentang:
PENATALANANAN PERSEPULUHAN PERSEMBAHAN
oleh Angel Manuel Rodriquez
3
Ditulis oleh Angel Manuel Rodriquez, ThD
Diedit oleh Patricia Valentino
Layout dan desain sampul oleh Evangeline G. Tayamora
Jenis huruf: 12/12 Bookman Old Style
Referensi Alkitab diambild ari Boly Bible, New International Version. Hak
cipta © 1984 International Bible Society. Dipakai dengan ijin dari
Zondervan Bible Publishers.
Dicetak oleh Philippines Publishing House
Untuk Departemen Penatalayanan
Divisi Asia Pasifik Bagian Selatan
Dicetak oleh Philippine Publishing House
Untuk Departemen Penatalayanan dari
Divisi Asia Pasifik Bagian Selatan
San Miguel II, Bypass, 4118 Silang, Cavite
Tel. no.: (623) 414.4000 * Fax no.: (632) 414.4001
Email: ssdmail@ssd.org
© 1994
General Conference Masehi Advent Hari Ketujuh
4
Departemen Pelayanan Gereja
12501 Old Columbia Pike
Silver Spring, MD 20904, USA
a b c d e f 98 97 96 95 94
Daftar Isi
Pendahuluan....................................................................................
Terhadap satu Teologi tentang Penatalayanan.................................
Melaksanakan - Diskusi......................................................
Penatalayanan dan Teologi tentang Persepuluhan...........................
Melaksanakan - Diskusi......................................................
Penatalayanan dan Teologi tentang Persembahan............................
Melaksanakan - Diskusi......................................................
Catatan Akhir
5
Prakata
Saat itu adalah persiapan untuk mengadakan Pertemuan
Penatalayanan dan Konsultasi Penatalayanan, pada tanggal 20-23 Maret
1994, di Cohutta Springs, Georgia, Amerika Serikat, dan Dr. Angel
Manuel Rodriguez, Wakil Direktur di Institut Penelitian Alkitab General
Conference, diminta untuk mempersiapkan dua dokumen—satu
mengenai Teologi Persepuluhan dan yang satu lagi mengenai Teologi
tentang Persembahan.
DR. Rodriguez mempunyai ketertarikan yang kuat terhadap
Penatalayanan, termasuk persepuluhan dan persembahan, selama
beberapa tahun. Disamping jadwalnya yang sibuk, Dr. Rodriguez
mengesampingkan tanggungjawab-tanggungjawab pribadinya dan
mendedikasikan beberapa minggu untuk tugas penatalayanan yang
penting ini. Presentasi di Cohutta Spring sangat luarbiasa.
Administrator-administrator dan direktur-direktur Penatalayanan
Gereha mendengar dengan penuh daya tarik kepada “usaha pertama” ini
untuk menyampaikan satu teologi secara tertulis tentang persepuluhan
dan persembahan.
Pada penutupan dari Pertemuan dan Konsultasi Penatalayanan
itu, Dr. Rodriguez telah diminta untuk mempersiapkan versi terakhir
6
dari dokumen-dokumen di atas sesegera mungkin, dan juga untuk
mengembangkan dokumen yang lain mengenai Teologi tentang
Penatalayanan. Pemimpin-pemimpin Gereja dan direktur-direktur
Penatalayanan mendesak untuk mencetak dan mendistribusikan
dokumen-dokumen ini secepatnya.
Ini adalah ringkasan latar belakang dari perkembangan dan
penerbitan dari Asal Mulanya Penatalayanan, yang berisikan ketiga
dokumen yang telah disebutkan di atas yang di tulis oleh Dr. Rodriguez.
Ketika Kebangkitan kembali Penatalayanan terjadi diberbagai
negara, adalah menjadi doa Dr. Rodriguez dan staf dari Pelayanan
Penatalayanan General Conference bahwa kehidupan kerohanian pribadi
anda akan semakin diperkaya, pemikiran anda akan dirangsang, dan
anda akan mengerti satu apresiasi yang baru dari pokok-pokok yang
penting yang menjelaskan hubungan yang unik antara Allah dan
manusia. Pada akhir dari bagian ini, anda akan menemukan pertanyaan
untuk dipertimbangkan yang telah dirancang untuk menuntun kedalam
diskusi yang lebih mendalam tentang masalah-masalah penting.
Don E. Crane, Wakil Direktur
Departemen Pelayanan Gereja GC.
7
Terhadap
satu Teologi tentang
Penatalayanan I. Pendahuluan
II. Aspek-aspek tentang Sifat Allah
A. Allah “Sudah Ada”
B. Allah Adalah Pencipta
C. Allah Kasih
III. Aspek-aspek dari Sifat Manusia
A. Manusia Adalah Ciptaan
B. Manusia Diciptakan Menurut Peta Allah
C. Manusia dan Penguasa Dunia
IV. Kejatuhan dan Dosa
A. Kebebasan Manusia
B. Dosa sebagai Pemberontakan: Menuntut
Kepemilikan.
8
C. Dosa sebagai Cinta Diri dan Perbudakan
V. Keselamatan dan Penatalayanan
A. Kristus: Gambaran dari Allah dan
Penatalayanan
B. Memulihkan Penatalayan-penatalayan
C. Pemulihan Peta Allah
D. Penatalayanan tentang Penciptaan dan
Penyingkapan.
VI. Rangkuman
9
TERHADAP SATU TEOLOGI
TENTANG PENATALAYANAN
I. Pendahuluan
Manusia adalah makhluk ciptaan yang memiliki rasa ingin tahu
yang terlibat di dalam satu pencarian arti yang secara terus menerus.
Obsesi ini dengan arti bukanlah semata-mata satu usaha untuk
mengerti kesatuan fungsional dan struktural dari alam semesta tetapi
lebih daripada satu kepedulian yang mengganggu untuk menemukan
tujuan demi keberadaan mereka. Hanya ada beberapa hal yang
cenderung untuk meningkatkan pengertian yang tajam terhadap
kepentingan di dalam manusia lebih daripada rasa ingin tahu mereka
yang tidak stabil di dalam menemukan alasan dari keberadaan mereka.
Teologi Alkitab memberitahukan kepada kita bahwa asal mula kita
terletak di dalam tindakan keilahian dari penciptaan bahwa kita telah
ditempatkan di planet ini oleh seorang Pencipta yang penuh kasih. Dia
mengisi kehidupan kita dengan arti melalui, diantara hal-hal lain,
memungkinkan kita untuk membantu Dia di dalam mengurus planet
ini. Konsep Alkitabiah tentang penatalayanan adalah pada pokoknya
suatu usaha untuk menerangkan pertanyaan tentang tujuan daripada
hidup kita melalui menyediakan satu pengertian tentang diri sendiri
10
yang khusus berdasarkan pada satu hubungan pribadi dengan Pencipta
dan Penebus dari ras manusia.
Di dalam dokumen ini kita akan memeriksa pentingnya teologi
dari konsep ini dan menempatkan pengertian tentang diri sendiri ini
didalam teologi Alkitabiah. Apa yang menjadi akar dari teologi yang
memelihara konsep dari penatalayanan? Bagaimana penatalayanan
berhubungan kepada pandangan Alkitabiah tentang Allah, dan
penebusan melalui Kristus? Kita akan menelusuri akar teologi yang
menyediakan kandungan dalam mana pandangan dan pengertian
tentang keberadaan manusia ini dikandung dan dipelihara.
Ada paling kurang empat garis utama dari analisa yang dapat
ditelusuri dalam mencari dasar teologi dari penatalayanan, yaitu: (1)
sifat Allah; (2) sifat manusia; (3) Kejatuhan dan dosa; dan (4)
keselamatan. Kita akan secara singkat menelusurinya dari pandangan
penatalayanan.
II. Aspek-aspek dari sifat Allah
Sifat Allah terselubung dalam misteri. Filsuf-filsuf dan ahli-ahli
ilmu agama telah mencoba untuk menembus misteri ini sedikitnya, dan
jika mungkin, berhasil. Wahyu Tuhan sendiri di dalam Kitab Taurat
telah memancarkan beberapa terang pada pemahaman mengenai sifat
Allah tetapi itu berlanjut menjadi, dan akan tinggal, jauh di depan
pengertian kita. Mari kita melihat kepada beberapa aspek dari wahyu
Tuhan sendiri dari pandangan penatalayanan.
A. Dia “Telah Ada.”
Kapanpun Alkitab membawa kita kepada dunia yang awal dan
mula-mula, beberapa pernyataan keagamaan dibuat secara implisit dan
eksplisit. Salah satu yang paling penting adalah Allah “telah ada.” Hal ini
secara implisit terdapat di dalam Kejadian 1:1 “Pada mulanya Allah
11
menciptakan langit dan bumi.” Dia ada, sebelum dia menciptakan. Di
dalam Yohanes 1:1 konsep ini dijelaskan secara eksplisit: “Pada mulanya
adalah Firman.” Sebelum semua dibawa ke dalam eksistensinya, Allah
telah ada.
Keberadaan Ilahi ini berarti pertama, bahwa Allah itu kekal. Tidak
pernah ada waktu dimana Allah datang pada eksistensinya. Jika kita
bertanya apa yang ada sebelum permulaan, jawabannya tersedia dalam
catatan Alkitabiah yang adalah “Allah.” Jika Dia telah ada sebelum
semuanya yang lain dibawa kepada eksistensinya, maka itu adalah tidak
mungkin untuk menerima sebagai dalil suatu sumber melalui mana
Allah datang kepada eksistensi-Nya.
B. Allah Adalah Pencipta.
Allah memperkenalkan diri-Nya kepada kita di dalam Alkitab
sebagai Pencipta (Kejadian 1:1). Jikalalu kita tahu bahwa dari mulanya
Dia “sudah ada” itu oleh karena kita diberitahukan bahwa Dia adalah
Pencipta. Allah sebagai Pencipta adalah “konsep yang paling mendasar
yang dapat kita miliki tentang Allah. Yaitu, penciptaan adalah kegiatan
dari Allah dengan memakai apa yang kita maksudkan sebagai firman
‘Allah.’”¹ Sesungguhnya, adalah tidak mungkin bagi kita untuk berbicara
tentang misteri Allah—bahwa Dia “sudah ada”—terpisah dari kenyataan
bahwa Dia dalah Pencipta kita. Visi kita tentang Allah membentang luas
ketika kita melihat kepada Dia sebagai Pencipta langit dan bumi, dan
seluruh alam semesta.
1. Pencipta Yang Tidak Dapat Dibandingkan.
Allah sebagai Pencipta berarti bahwa tidak seorangpun yang sama
seperti Dia di dalam menciptakan alam semesta. Dia sesungguhnya
berbeda dari ciptaan-Nya. Dia adalah Seorang yang Kekal tanpa asal
mula., tetapi ciptaan mempunyai asal mula; Dia ada dengan sendirinya
tetapi makhluk ciptaan-Nya memiliki asal mulanya yang tergantung
12
kepada keseimbangan ekologi yang tepat, air, sinar matahari, oksigen,
dll. Allah adalah berdiri sendiri tetapi ciptaan bergantung kepada Dia
untuk kehidupan mereka. Ciptaan-ciptaan terbatas; hanya Allah yang
tidak terbatas di dalam diri-Nya sendiri.
Yesaya menghadapkan kepada bangsanya pertanyaan retorika
yang sangat tajam dari bibir Tuhan: “Kepada siapakah kamu hendak
menyamakan Aku, hendak membandingkan dan mengumpamakan Aku,
sehingga kami sama?” (Yesaya 46:5). Pertanyaan tersebut ditujukan
kepada mereka yang tergoda kepada penyembahan berhala. Tuhan
seakan-akan menentang umat-umat-Nya: “Apakah kamu telah
menemukan seorang yang seperti Aku dialam semesta yang telah
diciptakan ini?” Jika itulah masalahnya, Aku siap untuk dibandingkan
dengannya.” Kemudian Dia menambahkan, “Ingatlah hal-hal yang
dahulu sejak dari purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada
yang lain; Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku.” (Yesaya
46:9).Tentang spesies yang hebat hanya ada satu tipe yang unik. Tidak
ada satupun dari dalam dunia yang telah diciptakan ini dapat
mengambil tempat-Nya atau mengatakan bahwa dia sama dengan Dia.
Tuhan adalah yang “unggul, Seorang yang tidak dapat dibandingkan.”²
2. Pencipta Teramat Sangat
Allah sebagai Pencipta berarti bahwa Dia terlebih penting daripada
alam semesta yang telah diciptakan; Dia bukanlah bagian dari alam
semesta yang diciptakan. Menurut Kejadian 1 Allah menciptakan
melalui Firman-Nya. Ciptaan melalui kata-kata yang diucapkan
menunjuk kepada Allah sebagai seorang yang amat penting yaitu yang
mengantarai kegiatan yang kreatif melalui firman sementara Dia tetap
berada diluar daripada ciptaan itu. Tentunya, oleh karena itu, sangatlah
tidak masuk akal untuk mencari Allah didalam dunia yang telah
diciptakan. Penciptaan terjadi dari yang tidak ada menyangkal
keabsahan dari panteisme. Alam semesta yang telah diciptakan tidak
13
ditembusi oleh keilahian. Allah Pencipta tidak dapat dibatasi oleh
ciptaan-Nya. Kenyataan ini telah disadari oleh Salomo selama
pentahbisan kaabah. Dalam doanya dia berkata, “Tetapi benarkah Allah
hendak diam di atas bumi? Sesungguhnya langit, bahkan langit yang
mengatasi selaga langitpun tidak dapat memuat Engkau.” (1 Raja-raja
8:27).
3. Pencipta itu Tetap Ada.
Allah sebagai Pencipta berarti bahwa Dia mau untuk masuk
kedalam dunia yang telah diciptakan. Para ahli sarjana menunjukkan
bahwa sementara Kejadian 1 menyaksikan kepada Allah teramat sangat,
Kejadian 2 menyaksikan kepada keberadaanNya. Didalam Kejadian
pasal 2 Allah dijelaskan seperti hadir didalam ciptaan melalui interaksi
penuh dengan Adam dan Hawa.
Keberadaan Allah adalah sangat diperlukan untuk pemeliharaan
dari ciptaan. Pemeliharaan dari ciptaan Allah tersebut secara langsung
bergantung pada kepedulian dan perhatianNya untuk ciptaan itu. Oleh
karena itu, keperluan yang sangat akan Allah untuk tetap tinggal
diantara dunia yang telah diciptakanNya pada saat kegiatan-Nya yang
kreatif itu diselesaikan. Istirahat Ilahi pada hari yang ketujuh
merupakan penunjukkan dengan tepat kepada fakta yang penting ini.
(Kejadian 2:2, 3).
Kejadian memberikan keterangan bahwa penciptaan adalah
menjadi milik lingkungan dari ruang dan waktu. Allah melebihi ruang
itu. Namun, Dia telah memilih untuk masuk kedalam ruang itu,
kedalam dunia yang telah Dia ciptakan untuk ciptaan-Nya. Dia
menciptakan satu hitungan waktu dalam mana Dia dapat membuat diri-
Nya tersedia kepada ciptaan-Nya. Tentu saja, Allah tetap menjadi
Seorang yang selalu ada. Keberadaan-Nya tidak menyangkal
kemahakuasaan-Nya. Allah bersedia merendahkan diri untuk masuk
14
kedalam ciptaan-Nya, dan membuatnya menjadi jelas bahwa Dia tidak
meninggalkannya.
4. Pencipta tersebut adalah Pemilik
Allah sebagai Pencipta berarti bahwa Dia memiliki alam semesta
dan segala sesuatu yang ada didalamnya. Dia adalah Tuhan atasnya
dan menugaskan tugas yang khusus kepada setiap unsur dari ciptaan
(seperti: Kejadian 1:14, 26, 29; 2:15, 16). Kepemilikan Allah atas dunia
ini didasarkan pada kegiatan-Nya yang kreatif. Pemazmur menulis:
“Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang
diam didalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya diatas lautan
dan menegakkannya diatas sungai-sungai” (Mazmur 24:1, 2) . Allah
berkata, “Sebab punya-Kulah segala binatang hutan, dan beribu-ribu
hewan digunung. Aku kenal segala burung diudara, dan apa yang
bergerak dipadang adalah dalam kuasa-Ku.” (Mazmur 50: 10, 11). Allah
bukan saja pemilik dari benda-benda yang ada didalam dunia dan dari
segala yang hidup yang memenuhinya, tetapi kepemilikan-Nya adalah
sejagad raya. “Punya-Mulah langit, punya-Mulah juga bumi, dunia serta
isinya Engkaulah yang mendasarkannya. (Mazmur 89:12). “Pemazmur
mengetahui bahwa seluruh alam semesta ini ada didalam tangan-Nya.
Dia adalah sebagai penguasa bagi dunia ini.”³
Allah sebagai Pencipta adalah satu konsep yang sangat diperlukan
didalam perumusan teologi dari kepemilikan. Sifat Allah yang tidak
dapat dibandingkan, keunikan-Nya, menyatakan Dia sebagai satu-
satunya Pribadi yang kepadanya kita bertanggungjawab dan melayani.
Alam semesta ini tidak dijalankan oleh kekuatan yang bertentangan
yang kepada mana kita sama-sama terbeban untuk melayani. Hanya
ada satu pencipta dan Dia mengharapkan kesetiaan kita yang eksklusif.
Kelebihan Allah adalah satu penolakan dari setiap usaha untuk
mendasari praktek penatalayanan kita pada pendapat-pendapat
15
panteistik. Dunia alamiah bukanlah sebuah perluasan atau manifestasi
dari keilahian. Panteisme tidak dapat menyediakan sebuah dasar
teologia untuk penatalayanan dari dunia oleh karena itu ditolak oleh
Alkitab.
Keberadaan Allah menyaksikan kepada fakta bahwa penciptaan
Allah adalah selaras dengan kebutuhan dari kepedulian dan perhatian-
Nya supaya dapat berfungsi secara harmonis. Pencipta adalah juga
Pemberi hidup dari dunia. Kehadiran Allah yang rendah hati didalam
dunia memberikan ruang bagi manusia untuk berpartisipasi dengan Dia
didalam pengelolaan dan pemeliharaan dari ciptaan-Nya (Kejadian 2:15)
Kepemilikan Allah sebagai Pencipta harus mengingatkan kita
secara terus menerus dari batas daripada fungsi kita didalam dunia.
Adalah aspek ini yang menjelaskan, mungkin lebih baik daripada yang
lainnya, sifat daripada seorang penatalayan. Manusia tidak akan pernah
menjadi pemilik tetapi seorang pengelola.
C. Allah Adalah Kasih
Kasih kelihatannya digunakan didalam Alkitab untuk menjelaskan
pokok inti dari Allah. Pernyataan Yohanes, “Allah adalah kasih” (1
Yohanes 4:7, 8), adalah satu dari keterangan-keterangan yang sangat
penting dari sifat Allah didalam Alkitab. Rasul membuat pernyataan
tersebut di dalam konteks dari kematian Kristus yang disucikan.
Menurut dia, pekerjaan Kristus menunjukkan pokok yang sangat inti
dari Allah: “Dia adalah kasih.” Kasih ini adalah memberikan diri sendiri
dan sifat tidak cinta diri sendiri yang secara total dan absolut. (Yohanes
3:16). Tidak ada suatupun yang diluar dari Allah yang dapat bergerak
atau memaksa Dia untuk mengasihi. Kenyataannya, tidak
membutuhkan motivasi dari luar oleh karena adalah sifat Allah untuk
mengasihi. Kasih ini tidak didasarkan pada sebuah kebutuhan yang
disarankan didalam mengasihi orang juga tentang satu kerinduan yang
ditawarkan melalui raut wajah yang menarik didalam orang-orang yang
16
dikasihi.”� Adalah pengertian tentang kasih Allah yang menuntun Paulus
untuk berkata, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita,
oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa”
(Roma 5:8)
Allah adalah kasih berarti bahwa setiap tindakan-Nya berasal dan
dimotivasi oleh kasih. Pemilihan didasarkan pada kasih-Nya (Ulangan
7:7, 8) demikian juga dengan penebusan (Yesaya 43:4; 63:9). Dia
mengasihi bukan hanya umat-Nya (Ulangan 33:3), tetapi orang asing
(10:18). Wahyu dari kasih Allah menjangkau sampai ke-kedalaman
dimensi dari arti didalam penjelmaan, pelayanan, kematian, dan
kebangkitan dari Yesus. Kasih-Nya kepada orang berdosa tidak
dimotivasi oleh kesengsaraan dari keadaan mereka yang penuh dosa,
tetapi melalui fakta bahwa Allah adalah kasih dan adalah fakta yang
besar ini yang menggerakkan Dia untuk mengasihi orang-orang berdosa
dan bukan dosa-dosa mereka.� Agar supaya kasih Allah dapat
mengekspresikan dirinya sendiri, orang yang lain dibutuhkan. Kasih
muncul diantara individu yang menerima, memberi, dan merespon. Ini
menimbukan pertanyaan yang penting tentang sifat kasih Allah sebelum
penciptaan. Cinta yang tidak mementingkan diri sendiri adalah sebuah
kemungkinan hanya bila ada orang lain yang kepadanya kasih itu dapat
diekspresikan. Sebelum penciptaan, bilamana Allah “sudah ada”, dan
Dia sendirian. Apakah kasih-Nya pada saat itu adalah kasih yang
mementingkan diri sendiri? Apakah sifat Allah diubah setelah Dia
menciptakan makluk yang pintar yang sanggup untuk menerima dan
memberikan kasih? Para ahli teologia Kristen telah memberikan satu
jawaban tidak yang tegas sebagai sebuah jawaban kepada pertanyaan-
pertanyaan tersebut. Alkitab mengatakan hanya tentang seorang Allah
yang adalah kasih. Kasih yang tidak cinta diri sendiri, oleh karena,
menjadi milik dari sifat kasih yang kekal dari Allah. Sifat-Nya tidak
pernah mengalami perubahan; Dia adalah apa yang telah ada: “Kasih.”
17
Para ahli teologia Kristen telah memberikan argumentasi dengan
benar bahwa kasih yang tidak cinta diri sendiri telah menemukan
ekspresi yang kekal didalam Allah didalam misteri daripada Trinitas.
Hubungan antara Bapa, Anak, dan Roh Kudus telah disyaratkan oleh
pokok inti daripada kasih yang cinta diri yang sudah umum kepada
masing-masing mereka ( Yohanes 14:31; 5:20). 6 Kasih yang tidak cinta
diri membutuhkan pertemuan dari orang yang berbeda itulah yang
sesungguhnya kita temukan didalam misteri dari satu Allah didalam
tiga. Sepanjang kekekalan Bapa mengasihi Anak dan Roh, Anak
mengasihi Bapa dan Roh, dan Roh mengasihi Bapa dan Anak.�
Allah yang sama yang mengasihi telah menciptakan alam semesta.
Kasih-Nya yang kekal menggerakkan Dia untuk mencipta: “Pekerjaan
penciptaan adalah satu manifestasi dari dari kasih-Nya.”� Penciptaan itu
adalah baik oleh karena telah diciptakana oleh seorang Allah yang
penuh kasih (Kejadian 1:31). Kenyataan yang luarbiasa ini adalah
pribadi dan tidak cinta diri sendiri.
Satu pengertian yang jelas tentang kasih Allah melindungi
penatalayanan dari jatuh kedalam sebuah model yang legalitas. Seorang
penatalayan yang setia bukanlah seseorang yang mencari untuk
memotivasi Allah untuk mengasihi dia. Kasih Allah itu kekal dan
menerangkan cara yang alami yang Dia rasakan dan tindakan-tindakan
terhadap penciptaan-Nya. Penatalayanan menemukan kekuatan
motivasi dan modelnya didalam kasih yang peduli dan tidak cinta diri
sendiri dari Allah.
III. Aspek-aspek dari Sifat Manusia
Mungkin benar untuk mengatakan bahwa manusia adalah
indikasi yang terbesar dan ciptaan yang penuh misteri didalam alam
semesta yang kita kenal ini. Kita, tidak seperti makhluk ciptaan lainnya
diatas planet ini, sanggup untuk merasa diri kita sendiri sebagai yang
18
luarbiasa dan sangat mempesona. Misteri dari keberadaan kita didalam
alam semesta ini menjadi mutlak tidak dapat dimasuki jika kita
mengabaikan informasi tentang asal usul kita yang telah disediakan
kepada kita melalui pewahyuan khusus Allah didalam Alkitab. Kita
harus menyelidiki data-data tersebut.
A. Manusia Adalah Ciptaan
Kejadian 1:27: “Allah menciptakan manusia . . . pria dan wanita
diciptakanNya mereka.” Ini adalah sebuah pernyataan tentang
kepentingan yang tinggi didalam perumusan dari sebuah antropologi
Alkitabiah. Manusia adalah makhluk-makhluk ciptaan; kita adalah
bagian dari dunia yang telah diciptakan ini. Pertama, ini berarti bahwa
kita mempunyai satu awal. Kita tidak kekal; kita bukanlah milik
keilahian. Model keberadaan kita adalah sesungguhnya berbeda dari
yang dimiliki Allah. Allah selalu “ada” tetapi kita datang dan masuk
kedalam keberadaan itu. Peranan kita didalam alam semesta adalah
salah satu dari makhluk ciptaan.
Kedua, manusia adalah makhluk yang terbatas. Keberadaan
mereka adalah satu hasil dan didalamnya kurang dalam hal mencukupi
diri sendiri. Kita bukanlah makhluk yang dapat mengisi diri sendiri yang
dapat menghasilkan sumber-sumber keberadaan sendiri untuk
memelihara diri sendiri. Karena kita diciptakan, kita juga dapat
dikembalikan kepada ketidak-beradaan kita, keberadaan kita dapat
berakhir. Namun demikian, walaupun pemeliharaan dari keberadaan
kita adalah benar-benar diluar dari diri kita sendiri, maka kita
diharapkan untuk bekerja bersama Pencipta didalam pemeliharaan dari
kehidupan kita. Kita, oleh karena itu, adalah penatalayan dari
kehidupan.
19
Ketiga, dengan melihat manusia sebagai ciptaan-ciptaan berarti
bahwa mereka berada didalam waktu dan ruang. Kedua hal ini
dinyatakan didalam kisah penciptaan. Adam dan Hawa diciptakan pada
hari yang keenam, selama satu pembagian waktu yang khusus. Mereka
dari awalnya diatur oleh waktu. Mereka diciptakan didalam sebuah
tempat yang khusus—yaitu, taman. Sesungguhnya, tempat tersebut
adalah benar-benar peristirahatan dari dunia yang telah diciptakan.
Rumah mereka dalah tanaman dan tumbuhan, peristirahatan dari alam
semesta. Jika tempat dimana kita diciptakan dihancurkan, maka
keberadaan kita akan kacau. Penatalayanan dari penciptaan adalah
sangat penting dan vital.
Manusia hidup didalam waktu. Peristiwa dan tindakan bergantian
satu dengan yang lain; apa yang menjadi milik masa lalu, dan adalah
tidak mungkin bagi kita untuk kembali dan menghidupkannya lagi.
Hanya saat sekarang inilah, dan umurnya hanya bisa dalam urutan
detik oleh karena itu secara tetap diubah kedalam masa lampau. Kita
selalu memiliki masa depan, apa yang belum ada. Oleh karena ada
waktu masa depan, maka manusia hidup didalam pengharapan, terus
menghadapi tantangan dari pengembangan diri sendiri. Karena itu
waktu adalah, salah satu dari aspek penting yang sangat dibutuhkan
dari alam semesta yang telah diciptakan ini. Waktu membentuk,
merubah, dan memodifikasi kita. Cara kita menggunakannya
menentukan kepada satu tingkat yang lebih besar siapa kita jadinya.
Pengelolaan waktu yang tepat tidak dapat diragukan lagi adalah satu
daripada tanggungjawab-tanggungjawab kita yang sangat serius. Hidup
didalam waktu dan ruang adalah bukan satu batas tetapi lebih daripada
model agar supaya menjadi apa yang kita pilih.
Akhirnya, untuk mencari satu makluk ciptaan berarti bahwa kita
tidak berasal dari kekuatan impersonal didalam dunia yang telah
diciptakannya ini, tetapi hasil dari suatu tindakan kreatif dari kasih.
Keberadaan kita adalah satu manifestasi dari kasih Allah yang tidak
20
mementingkan diri sendiri, satu tindakan kemurahan. Kita telah
diciptakan oleh Dia oleh karena didalam kasih-Nya Allah melihat bahwa
semuanya adalah baik. Kasih, kemurahan Ilahi, dan kebebasan
membawa kedalam beradanya satu makluk ciptaan yang pintar yang
adalah bagian dari dunia yang telah diciptakan namun berbeda.
Makhluk yang mampu untuk menerima dan memberikan kasih.
A. Manusia Diciptakan dalam Gambar Allah
Keunikan dari ras manusia ini terdapat didalam fakta bahwa kita
telah diciptakan dalam gambar Allah (Kejadian 1:27). Penciptaan Adam
dan Hawa tidak mengikuti pola yang sama yang digunakan oleh Allah
didalam menciptakan dunia ini. Dia berfirman dan alam dunia ini jadi.
Didalam kasus yang khusus ini, kata-kata mendahului keberadaan. Di
dalam kasus Adam dan Hawa, kata-kata yang diucapkan tidak hadir.
Suara Allah diarahkan kepada mereka setelah penciptaan mereka
(Kejadian 1:29, 30; 2:16). Mereka diciptakan sendirian oleh Allah sebagai
sasaran dari Firman-Nya. Dengan kata lain, manusia adalah makhluk
ciptaan yang kepadanya Allah dapat berhubungan, yaitu yang dapat Dia
tujukan sebagai orang-orang. Hanya mereka, didalam dunia yang telah
diciptakan, dapat berhubungan dengan Allah didalam konteks pribadi.
Aspek dari sifat manusia ini membuatnya mungkin bagi kita untuk
menjadi mitra dengan Allah didalam penatalayanan.
Selama berabad-abad para ahli telogia telah mendiskusikan
tentang arti dari gambar Allah didalam manusia. Saran-saran yang
berbeda-beda telah diberikan, tetapi saat ini kelihatanny ada satu
kesepakatan yang umum tentang kepercayaan bahwa gambar Allah itu
bukanlah sesuatu yang kita miliki tetapi sesuatu tentang siapa kita.9
Gambar Allah didalam kita tidak terdapat didalam satu aspek dari
kepribadian kita tetapi didalam totalitas dari seluruh kemanusiaan kita.
21
Pada penciptaan gambar Allah dicerminkan didalam setiap aspek dari
Adam dan Hawa. Kita akan menelusurinya dari satu pandangan secara
keseluruhan.
1. Suatu Keadaan Fisik
Hal pertama yang kita catat tentang keadaan manusia adalah
bahwa dia (pria atau wanita) adalah sebuah struktur fisik yang dapat
dirasakan oleh mata dan dijamah oleh orang lain. Jika keseluruhan
orang itu diciptakan didalam gambar Allah, maka tubuh secara fisik
harus menunjukkannya: “Pada mula pertama manusia diciptakan dalam
rupa Allah, bukan saja didalam tabiat, tetapi didalam bentuk dan
roman.”��
Fakta yang nyata bahwa Allah menciptakan kita sebagai suatu
bentuk fisik menunjukkan bahwa tubuh manusia itu baik, jadi menolak
pandangan dualisme dari antropologikal Gerika yang menyangkal nilai
daripada tubuh manusia. Pemeliharaan terhadap tubuh adalah satu
tanggungjawab rangkap dua tentang Allah dan manusia. Dia
menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan Adam dan Hawa untuk
mempertahankan tubuh mereka didalam kondisi yang sempurna dan
menugaskan mereka satu diet yang spesifik yang mana mereka
diharapkan untuk memakannya. (Kejadian 1:29).
Penatalayanan dari tubuh kita didasarkan pada kenyataan bahwa
Allah telah menciptakan kita sebagai makluk secara fisik. Tubuh kita
bukanlah sesuatu yang kita miliki tetapi sesuatu tentang apa kita
adanya.�� Tubuh dan apa adanya kita adalah sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan. Allah mau supaya kita mengurusnya untuk kemuliaan bagi-
Nya. (1 Korintus 6:20).
2. Suatu Keadaan Rohani
Manusia adalah sesuatu yang lebih dari sekedar sesuatu. Kita
memiliki kapasitas untuk mendengar kepada Allah dan untuk
22
menjawab. Rupanya, tidak ada makluk ciptaan yang lain diplanet ini
yang kelihatannya memiliki kemampuan tersebut. Ada bahasa milik
berasama yang dapat dimengerti diantara Allag dan manusia yang
memungkinkan mereka untuk masuk kedalam persekutuan dan untuk
membentuk satu hubungan yang penuh arti.
Manusia secara esensial adalah orang-orang yang rohani. Kita
mulai mengerti diri kita sendiri khususnya di dalam konteks dari
hubungan kita dengan Allah. Hubungan yang pertama yang telah
dibangun oleh Adam dan Hawa adalah dengan Pencipta mereka. Ketika
Adam diciptakan, Hawa belum ada, dan ketika Hawa diciptakan, Adam
belum tidak hadir. Gambar yang pertama yang masing-masing mereka
dapatkan adalah hanya satu, Pencipta mereka. Setiap hubungan yang
lain ditentukan oleh satu yang utama dan terpisah dari itu mereka tidak
akan dapat mengerti diri mereka sendiri atau ciptaan yang lainnya.
Tetapi pertemuan antara Allah dan manusia tidak saja dibatasi
pada saat penciptaan. Mereka membutuhkan Allah untuk penghidupan
mereka dan untuk kepuasan kebutuhan dari satu hubungan pribadi
dengan Dia. Semenjak saat itu, Allah yang sukar dipahami itu
memutuskan untuk tinggal dengan mereka didalam waktu dan ruang.
Adalah didalam kehendak Allah yang penuh belas kasihan untuk datang
dan tinggal dengan kita sehingga penatalayanan dari kehidupan
kerohanian kita sesungguhnya akan lahir.
3. Suatu Keadaan Intelektual
Allah memberikan kepada Adam dan Hawa kemampuan rasional
melalui mana mereka dapat menghasilkan dari pengertian yang lebih
dalam tentang Dia, diri mereka sendiri, dan dunia yang telah
dicipatakan. Melalui satu alasan yang benar-benar telah dikuduskan,
manusia akan mampu untuk mengontrol emosi dan belas kasihan
mereka, untuk belajar, dan untuk mengembangkan semua jenis
ketrampilan.
23
Didalam taman Eden Allah menugaskan Adam pekerjaan yang
menuntut penggunaan dari kapasitas intelektualnya (Kejadian 2:15).
Khususnya, Allah meminta Adam untuk memberikan nama kepada
beinatang-binatang (2:19-20). Didalam Alkitan sebuah nama adalah
suatu hal yang sangat amat penting oleh karena itu adalah cerminan
dari tabiat daripada orang yang memilikul nama tersebut. Memberikan
nama kepada binatang menunjukkan secara langsung bahwa Adam
harus mengamati dan menganalisa tingkah laku mereka agar supaya
dapat memberikan nama kepada mereka dengan tepat. Ini adalah
sebuah penelitian ilmu pengetahuan tentang alam. Dia sedang
menjelajahi ciptaan Allah, mengaturnya, mengerti keteraturan dan
keharmonisannya. Dia sedang meletakan ketrampilan dan bakat yang
Allah telah berikan kepadanya pada pelayanan Allah dan alam.
Disanalah dasar teologia untuk penatalayanan dari talenta-talenta kita
ditempatkan. Allah memberkati kita dengan kapasitas untuk
mengembangkan ketrampilan-keterampilan dan untuk mendapatkan
pengetahuan yang baru dan ini harus diletakkan kedalam pelayanan-
Nya.
4. Suatu Keadaan Sosial
Manusian tidak dapat muncul dengan penuh arti didalam
keterbelakangan yang total. Kapasitas kita untuk berinteraksi dengan
orang lain adalah sebuah manifestasi dari kenyataan bahwa kita telah
diciptakan oleh Allah didalam gambar-Nya. Itu telah disarankan bahwa
Kejadian 1:27 menunjuk kepada aspek dari gambar Allah didalam kita:
“Maka Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, menurut
gambar Allah diciptakannya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-
Nya mereka.” “Manusia” adalah suatu bentuk jamak dari orang-orang,
satu kesatuan yang dibentuk oleh seorang pria dan seorang wanita.
Beberapa ahli ilmu pengetahuan telah menemukan didalam bentuk
jamak tersebut satu manifestasi dari gambar Allah. Pria dan wanita
24
adalah gambar oleh karena mereka bersama adalah satu.�� Satu bentuk
jamak menerangkan tentang “manusia” dan Allah. Ide pokoknya adalah
bahwa gambar Allah didalam “manusia” mencakup bentuk jamak yang
memungkinkan untuk hubungan antar-manusia didalam satu cara yang
“sama” sehingga bentuk jamak didalam Allah membuat kemungkinan
akan hubungan-hubungan antar-manusia. Manusia, seperti Allah,
adalah makluk yang rasional oleh karena kasih yang benar selalu
membutuhkan orang lain untuk mengekspresikan dirinya.
Terpisah dari hubungan kita dengan Allah, salah satu interaksi
sosial yang terpenting terjadi diantara struktur keluarga. Allah telah
menginstruksikan Adam dan Hawa tentang hubungan yang fundamental
ini, menjelaskan kepada mereka sifat daripada perkawinan itu.
Perkawinan memiliki satu tujuan kesatuan (Kejadian 2:24) dan proaktif
(1:28). Kesatuan didalam cinta dapat menjangkau dimensinya yang
penuh didalam perkawinan. Pada saat yang bersamaan Allah telah
memberikan kepada manusia kesempatan untuk berkontribusi bersama
Dia didalam mengabadikan ras manusia. Ini adalah hasil daripada sifat
sosial kita dan, khususnya, tentang insteraksi dan komitmen didalam
cinta antara pria dan wanita. Adalah dari insteraksi sosial yang positif
didalam keluarga sehingga kemungkinan akan hubungan-hubungan
yang lebih jauh yang penuh arti dengan orang dapat berkembang.
Sebagai makluk sosial, kita secara khusus bertanggungjawab
terhadap penatalayanan dari pengaruh sosial kita didalam rumah
tangga, di gereja secara lebih besar. Memperlakukan orang lain dengan
rasa hormat, perhatian, dan cinta adalah sebuah ujian terhadap
penatalayanan dari kehidupan sosial kita. Nilai-nilai dan prinsip-prinsip
dari komitmen kita kepada Tuhan harus mempunyai pengaruh yang
langsung dan positif pada insteraksi sosial kita.
C. Manusia dan Penguasa Dunia
25
Menurut Kejadian 1:28, Adam dan Hawa harus menaklukkan
dunia dan berkuasa atas fauna. Jadi hal ini menjelaskan hubungan
mereka kepada sisa daripada penciptaan itu. Tidak diragukan lagi,
didalam tugas itu gambar Allah dinyatakan didalam cara yang khusus.
Allah telah memberikan kepada manusia kekuasaan dan otoritas:
“Setiap manusia yang diciptakan menurut citra atau peta Allah
dikaruniakan dengan kuasa yang serupa dengan Khalik-Nya—
kepribadian daya pikir dan perbuatan.”��
Kata kerja ‘untuk berkuasa” digunakan didalam Perjanjian Lama
untuk menandakan kekuasaan dari raja erhadap rakyatnya.�� Didalam
Kejadian kuasa ini diberikan kepada manusia dan dibatasi hanya
kepada dunia binatang.�� Kita bertanggunjawab disini “untuk
memerintah alam sebagai seorang raja yang baik hati, bertindak sebagai
wakil Allah terhadap meeka dan oleh karena itu memperlakukan mereka
dengan cara yang sama sebagaimana Allah yang telah menciptakan
mereka.”16 Bukti bahwa manusia adalah vegetarian meunjukkkan
bahwa kehancuran dari kehidupan binatang bukanlah maksud didalam
pemberian kekuasaan atas mereka.�� Kekuasaan itu adalah satu yang
positif, berhubungan dengan “menyelamatkan kesejahteraan dari setiap
makluk hidup yang lain dan membawa janji dari masing-masing kepada
hasil yang baik.��
Kata kerja “menaklukkan” tanah itu harus dimengerti didalam
konteks Kejadian 2:5. 15 sebagai pemeliharan tanah. Pendapat tentang
menggunakan kekuasaan untuk mengeksploitasi alam diatur melalui
konteks dalam mana kebaikan dari penciptaan itu harus dimengerti
didalam termilologi dan keserasiannya yang sempurna dan persatuan.
Manusia tidak boleh melawan aturan yang telah dibuat oleh Allah tetapi
menghormati dan menghidupkannya.
Penaklukkan manusia atas alam menyatakan satu fungsi yang
penting dari manusia sebagai gambar Allah: Mereka adalah wakil Allah
didalam dunia yang telah diciptakan. Kita telah dikatakan bahwa
26
manusia telah “ditempatkan, sebagai wakil Allah, terhadap keteraturan
dari makluk yang lebih rendah. Mereka tidak dapat mengerti atau
mengenak kemahakuasaan dari Allah, namun mereka diciptakan
dengan kemampuan untuk mencintai dan melayani manusia.”19 Allah
mendelegasikan kepada Adam dan Hawa, sebagai wakil-wakil-Nya,
tanggungjawab untuk mengatur penciptaan yang sisa. Allah telah
menunjuk manusia untuk menjadi penatalayan dari dunia.�°
Perintah untuk menaklukkan dunia menunjukkan sesuatu
tentang alam dari ciptaan itu. Itu mengsyaratkan sebuah pengertian
yang non-mitologi tentang sifat mitologi-mitologi Kuno yang sering
mengatakan tentang pohon-pohon ilahi, sungai-sungai, binatang-
binatang, bumi, dll. Bilamana ditentang oleh mereka, manusia tidak
akan menjelajahi mereka tetapi tunduk kepada mereka. Pendapat
semacam ini tidak berdasarkan pengertian alkitbiah: “tidak ada bumi
yang hebat, juga binatang-binatang hebat, juga konstelasi yang hebat,
atau bidang yang lain yang secara mendasar yang tidak dapat diakses
oleh manusia.”²¹ Tidak ada yang lebih unggul kepada manusia didalam
keteraturan yang telah tercipta.
Penguasaan manusia terhadap penciptaan secara langsung bahwa
alam ini terbatas yang bergantung kepada pemeliharaan dari manusia.
Unsur-unsur dari ketergantungan ini kelihatannya menjadi milik dari
alam ciptaan. Ketergantungannya ialah, tentunya, bersama. Alam
tergantung pada peraturan yang seperti raja dari orang-orang yang
penuh kasih sayang agar supaya dapat menunjukkan hasilnya,
kebesarannya, dan keindahannya. Tetapi keberadaan manusia adalah
secara intrinsik berhubungan kepadanya. Allah telah menetapkan
bahwa keberadaan merea harus menjadi saling bergantung, walaupun
secara pasti bahwa mereka berdua bergantung kepada Dia.
Kami dpat menyimpulkan bahwa dari perspektif Allah manusia
adalah penatalayan-penatalayan dari dunia alami. Ini sangat mungkin
oleh karena tidak ada kehebatan atau kekudusan didalam alam. Konsep
27
ini adalah tentang arti yang sangat besar untuk orang-orang yang
merasa tertarik diadlam masalah-masalah ekologi. Perhatian kita
terhadap kesejahteraan dari planet bukanlah untuk didasarkan
perkiraan kekudusannya, tetapi pada kenyataan bahwa Allah telah
menunjuk orang sebagai penatalayan-penatalayan dari dunia tersebut.
IV. Kejatuhan dan Dosa
Sering sangat sulit bagi kita untuk dapat memahami, atau bahkan
membayangkan, satu waktu didalam sejarah daripada planet ini ketika
pernah ada satu kemarmonisan diatas bumi. Maksud ilahi adalah
bahwa manusia, disatukan kepada allah didalam komitmen yang tidak
terbagi kepada Dia, akan terus berkuasa terhadap dunia ini,
menjelajahinya dan memeliharanya didalam semua keindahan dan
keagungannya. Adalah jelas bahwa penatalayanan adalah sejak semula
milik dari Allah yang dimaksudkan dan dirancang untuk misi dari ras
manusia terhadap planet kita. Maksudnya adalah untuk menjelaskan
tanggungjawab yang mendasar dari keluarga manusia terhadap Allah
dan terhadap aturan keteraturan yang telah dicipatakan. Tetapi dosa
mengganggu rencana ilahi.
A. Kebebasan Manusia
Dosa dan kebebasan didalam teologi Kristen adalah sangat saling
berhubungan. Cerita Alkitab tentang kejatuhan menyediakan dukungan
untuk konklusi ini. Tanggungjawab penciptaan adalah bahwa manusia
diciptakan sebagai agen-agen yang bebas. Didalam konteks ini
kebebasan mungkin berarti bahwa mereka memiliki kemampuan untuk
menjadi apa yang Allah maksudkan kepada mereka. Mereka bebasa
untuk menyadari diri mereka sendiri, untuk membuat potensi mereka
menjadi berhasil sebagai ciptaan-ciptaan Allah. Oleh karena itu,
28
kebebasan manusia adalah satu realitas hanya bila manusia akan
berada didalam hubungan yang harmonis dengan Allah. Adalah kepada
tipe kebebasan ini bahwa Kejadian 2:26, 17 menyatakan: “Lalu Tuhan
Allah memberi perintah ini kepada manusia: ‘Semua pohon dalam
taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon
pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu janganlah kaumakan
buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.’”
Kedua ayat ini menjelaskan sifat kebebasan yang sebenarnya dan
membangun batas-batasnya. Kita memiliki satu perintah yang positif,
dan permisif untuk dapat diikuti dengan satu batasan. Adam dan Hawa
bebas untuk makan dari pohon mana saja didalam taman yang
memusakan kebutuhan mereka akan makanan. Tuhan telah
menyediakan semuah kebutuhan dasar mereka, dan melalui mendengar
kepada printah-Nya, kehidupan dapat terjamin. Larangan, “Jangan
kamu makan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang
jahat”, didalam satu pengertian membuat mereka waspada terhadap
kebebasan meeka. Mereka memiliki kebebasan untuk menolak
bersekutu dengan Allah. Adam dan Hawa bebas untuk mengatakan,
“tidak” kepada Allah dan kepada kehidupan yang berasal daripada-Nya.²²
Tanpa kemungkinan tersebut, Adam dan Hawa tidak bebas tetapi
seperti orang yang dipenjara di atas planet ini. Mereka telah diciptakan
untuk hidup diatas dunia ini tanpa alternatif atau tanpa jalan keluar.
Allah meciptakan mereka tanpa berkonsultasi dengan mereka, tanpa
memberikan kepada mereka kebebasan untuk memutuskan apakah
mereka mau untuk diciptakan. Sebenarnya, hal seperti ini tidak akan
akan mungkin, oleh karena kebebasan memilik menuntukkan dengan
nyata keberadaan dan kesadaran. Allah dengan sangat sederhana
menciptakan mereka yang telah memberikan kepada mereka kebebasan
untuk mengatakan “Ya” atau “tidak” kepada-Nya dan kepada kehidupan.
Maksud Allah yang sesungguhnya kepada manusia untuk memilih
kehidupan dan persekutuan dengan Dia. Semenjak saat itu, perintah
29
yang negatif. Tujuannya adalah untuk mempertahankan Adam dan
Hawa tetap hidup melalui pilihan mereka tentang karunia kehidupan.
Kebebasan mereka telah diuji: “Mereka dapat saja menurut dan hidup,
atau tidak menurut dan binasa.”�� Adalah menjadi tanggungjawab
mereka untuk memutuskan apakah untuk kembali kepada kehampaan
atau menikmati hidup dan kebebasn yang tidak pernah berakhir
didalam keselarasan, penurutan, dan kepercayaan total didalam
Pencipta.
Nama dari pohon dimana Adam dan Hawa tidak diperbolehkan
untuk memakannya adalah sebuah pohon yang sangat menarik, “pohon
pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.” Banyak saran telah
diberikan sehubungan dengan arti dari paragrap itu �� tetapi itu
mungkin harus diinterpretasikan didalam terminologi dari Kejadian
3:22, “Berfirmanlah Tuhan Allah: ‘Sesunggughnya manusia itu telah
menjadi salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat.’”
Mengetahui tentang yang baik dan yang jahat adalah satu bentuk
pengetahuan yang menjadi milik yang eksklusif dari Allah. Paragrap itu
tidak menandakan kemampuan untuk mengetahui segala sesuatu oleh
karena manusia tidak pernah diciptakan untuk menjadi Maha Tahu.
Apa yang ditekankan oleh paragrap tersebut adalah kemungkinan bagi
manusia untuk memutuskan oleh diri mereka sendiri apa yang menjadi
kepentingan mereka dan apa yang tidak.�� Kelihatannya paragrap itu
digunakan untuk menerangkan ide tentang otonomi moral dan
penambilan keputusan yang absolut tanpa merasa bertanggungjawab.
Allah berkata kepada Adam dan Hawa bahwa untuk memiliki
pengalaman tersebut adalah untuk menolak Dia dan untuk memilih
kematian. Pohon itu adalah, oleh karena itu, sebuah simbol dari
penetapan diri sendiri dan kebebasan total yang akan menuntun dengan
tidak ditawar-tawar kepada kematian oleh karena itu akan menjadi satu
penolakan dari karunia kehiduan. Dalam pokoknya, ini akan menjadi
pemberontakan yang besar terhadap Allah.
30
]
B. Dosa sebagai Pemberontakan: Menuntut Kepemilikan
Ular, yang adalah binatang yang sangat pandai didalam taman,
telah menjadi sebuah alat kejahatan (Kejadian 3:1). Ini sangat
mengejutkan oleh karena dia adalah satu dari ciptaan Allah yang baik
(1:31). Adalah sangat menarik untuk dicatat bahwa selama
pemandangan penghakiman dijelaskan didalam Kejadian 3:9-14 Allah
meminta kepada Adam dan Hawa untuk menjelaskan tingkah laku
mereka dan memberikan alasan untuk hal itu. Namun, tidak ada
pertanyaan yang diberikan kepada ular. Tidak ada pembicaraan antara
Allah dan ular itu oleh karena tidak ada yang perlu dijelaskan; dosa
adalah tidak dapat dijelaskan, yang tidak masuk akal. Dosa hanya dapat
dituduh dan itulah sesungguhnya apa yang Allah telah lakukan.
Ular, didalam percakapannya dengan Hawa, menantangnya
dengan satu kemungkinan akan satu pengertian yang baru dan satu
pandangan yang baru tentang dunia. Pekabarannya dalah permohonan
dan bersifat bujukan. Dia memperkenalkan dirinya dengan sebuah
pertanyaan yang memaksa Hawa untuk bereaksi. Kata-kata Allah telah
diputarbalikkan dan Hawa memutuskan untuk membela Dia, namun
didalam proses Hawa menjadi tidak aman. Ular menjadi semakin lebih
agresif dan bertentangan dengan pernyataan Allah secara terbuka
tentang hasil dari memakan buah dari pohon pengetahuan tentang yang
baik dan yang jahat. (3:4, ).
Menurut ular, kematian adalah bukan sebuah ancaman kepada
ciptaan oleh karena ciptaan itu tidak akan mati. Tetapi ciptaan itu akan
berpindah dari satu tingkat yang lebih rendah kepada satu tingkat
keberadaan yang lebih tinggi. Dengan memakan buah dari pohon
pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, dia berdebat, akan
membuka satu pemandangan yang baru tenatng pengertian diri sendiri
31
kepada Hawa dan suaminya. Dia akan selangkah lebih dekat kepada
ilahi; kenyataannya dia akan menjadi seperti Allah, mengetahui yang
baik dan yang jahat. “Betul, kata ulat itu, “engkau akan memiliki satu
pengertian diri sendiri, engkau dapat menjadi tuan bagi dirimu sendiri,
dan engkau dapat menjadi sumber dari kehidupanmu sendiri.”
Ular itu kemudian melanjutkan dan menanyakan kebaikan Allah
melalui mengusulkan bahwa Allah membatasi kenikmatan hidup yang
sepenuhnya dari Adam dan Hawa melalui meminta mereka untuk
bergantung kepada-Nya. Mereka dapat memperoleh satu dimensi
keberadaan yang baru melalui otonomi dan bebas dari Allah. Yang perlu
mereka lakukan adalah menolak peran mereka sebagai penatalayan-
penatalayan Allah dan menjadi pemilik-pemilik kehidupan.
Hawa ingin untuk bertumbuh, untuk mengembangkan dirinya
sendiri, dan dengan sepenuhnya menyadari potensinya. Adalah Tuhan
yang menempatkan kerinduan didalam hatinya untuk memiliki hikmat.
Tetapi Hawa dan suaminya salah menggunakan kebebasan mereka dan
melangkahi batan-batas mereka. Mereka berdua menolak status mereka
sebagai penatalayan-penatalayan Allah agar supaya dapat menjadi
pemilik-pemilik. Mereka memakan buah dari pohon itu, bukan karena
mereka menolak karunia kehidupan yang diberikan oleh Allah, tetapi
oleh karena mereka ingin untuk memberikan dan menikmatinya
didalam kebebasan yang total dari Allah. Mereka menjadi tertarik untuk
melanggar keadaan mereka sebagai ciptaan dan mau menjadi seperti
Allah. Mereka telah tertipu oleh ular oleh karena apa yang telah
ditawarkan oleh mereka adalah tidak benar. Dan dalam kenyataannya
mereka telah memilih kematian dan bukan kehidupan. Didalam
memakan buah tersebut, kemanusian hilang penatalayanannya dari
dunia.
C. Dosa sebagai Cinta Diri Sendiri dan Perbudakan
32
Keputusan dari Adam dan Hawa adalah sebuah tindakan
pemberontakan yang membawa kekacauan kedalam dunia yang
mempengaruhi keharmonisan dari penciptaan. Setelah dosa mereka, hal
pertama yang mereka alami adalah rasa malu dihadapan satu dengan
yang lain. Mereka melihat kepada satu dengan yang lain sebagai orang-
orang asing dan secara konsekwensi kehidupan sosial mereka tidak lagi
sama. Gangguan kerohanian internal dicerminakn didalam penolakan
terhadap satu dengan yang lain.
Kami memahami hal utama yang lain melalui tubuh. Kehidupan
sosial dan interaksi adalah tidak mungkin diluar daripada tubuh.
Merasa malu ketika menghadapi orang lain berarti bahwa hubungan
antar pribadi tidak lagi harmonis. Adam dan Hawa menginginkan
otonomi penuh, bebasa dari Allah, tetapi mereka tidak menyadari bahwa
kerinduan seperti itu akan juga berarti kebebasan dari satu dengan
yang lain. Rasa cinta diri sendiri telah lahir didalam hati mereka dan
mulai dari saat itu dan seterusnya itu akan menjadi tabiat dari ras
manusia.
Sangatlah menarik, walaupun menuntut kekebasan dari Allah,
namun Adam dan Hawa masih bertanggungjawab kepada-Nya atas
tindakan-tindakan mereka. Mereka bersembunyi dari Tuhan oleh karena
mereka telah menjadi penatalayan-penatalayan yang tidak setia. Tuhan
menghakimi mereka dan mendapati mereka bersalah (Kejadian 3:8-19).
Tuhan selalu melihat kepada manusia sebagai penatalyanan-
penatalayan oleh karena Dia telah menunjuk mereka untuk menjadi
penatalayan-penatalayan. Sebuah alam yang telah rusak dan cinta diri
tidak akan dapat membenarkan penolakan dari peranan tersebut.
Oleh karena dosa mereka Adam dan Hawa telah menjadi budak
dosa. Paulus telah menunjukkan bahwa manusia menjadi budak dari
orang yang mereka pilih untuk taati (Roma 6:16). Bangsa manusia
memilih untuk melayani dosa dan diperbudak oleh-nya (6:17), berada
didalam kekuasaannya dan ditawan oleh hukum dosa (7:14, 23).
33
Manusia tidak dapat menuruti hukum Allah; adalah tidak mungkin bagi
mereka untuk menyenangkan Allah (Roma 8:7, 8). Ada satu
ketindaksanggupan yang mendasar didalam mereka untuk melayani
Allah. Sifat manusia menjadi rusak sampai kepada intinya, membawa
satu sifat permusuhan terhadap Allah (8:7), menjadi lemah, dan dengan
satu kecendrungan alami kepada dosa. Sifat ini, dimiliki oleh dosa, yang
mengendalikan bangsa manusia (8:9). Oleh sebab perbudakan ini
kepada dosa, adalah tidak mungkin kepada manusia untuk menjadi
penatalayan Allah yang setia.
Dosa, sebagai satu pemberontakan terhadap Allah, bukan saja
membawa cinta diri sendiri dan perbudakan tetapi itu juga
mempengaruhi gambar Allah didalam manusia. “Karena semua orang
telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” (Roma 3:23).
Sebagai satu hasil dari dosa, maka sifat spiritual dan moral kita telah
rusak. Dalam kenyataannya, tidak ada aspek dari kemanusiaan yang
tidak terjamah oleh dosa. Namun, gambar itu belun seutuhnya
terhapuskan (Kejadian 9:6).26 Adalah benar bahwa manusia telah
“mencacati gambar Allah” didalam jiwa mereka melalui cara hidup yang
rusak,�� tetapi jejak dari semuanya itu masih tinggal pada jiwa.��
Pengrusakand ari gambar tersebut berarti bahwa alam itu sendiri “telah
menjadi sasaran frustrasi . . . .keterikatan . . . kehilangan” (Roma 8:20,
21).
Peranan manusia sebagai penatalayan-penatalayan dari Allah
telah rusaks ecara drastis melalui dosa. Dosa, sebagai pemberontakan
terhadap Allah, menjadi ciri dari manusia yang memproklamirkan diri
sebagai pemilik dari segala sesuatu dan secara khusus tentang
kehidupan mereka sendiri yang mereka coba untuk pertahankan melalui
usaha-usaha mereka sendiri. Sejak saat itu, mereka menjadi budak dari
dosa dan tidak mampu untuk menjadi apa yang Tuhan inginkan kepada
mereka. Pemulihan manusia kepada status semula mereka sebagai
penatalayan-penatalayan Allah akan menuntut satu rencana yang akan
34
menyampaikan masalah-masalah pemberontakan, cinta diri sendiri,
perbudakan, dan pemulihan dari gambar Allah.
V. Keselamatan dan Penatalayanan
Kita telah mencatat bahwa penatalayanan didalam Perjanjian
Lama brawal dengan karunia penciptaan dan kehidupan. Allah
menciptakan manusia dengan pepandaian kehidupan manusia dan
menugaskan kepadanya peran dalam mewakili Dia didalam dunia ini.
Penatalayanan didalam Perjanjian Baru menemukan dasarkan didalam
karunia Allah akan keselamatan melalui Kristus. Didalam kedua kasus
ini, dia yang memberi adalah Tuhan dan dia yang menerima dan
mengatur adalah penatalayan tuhan yaitu yang telah diciptakan dan
diciptakan kembali melalui dan didalam Kristus.
A. Kristus: Gambar Allah dan Penatalayan
Untuk membebaskan planet ini dai kuasa dosa, Allah
membutuhkan seorang penatalayan yang setia, seorang yang dapat
mewakili Dia dengan tepat sebagai gambar-Nya didala suatu dunia telah
terasing dari-Nya. Ini terjadi didalam Kristus Yesus.
Beberapa pasal didalam Perjanjian Baru menunjuk kepada Yesus
sebagai gambar Allah. Salah satu yang sangat terkenal adalah Kolose
1:15: “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih
utama dari segala yang diciptakan.” Ayat ini menyinggung kepada
Kejadian 2:16 dimana Adam dan Hawa dijelaskan sebagai gambar allah
yang mewaliki Dia kepada urutan yang lebih rendah dari penciptaan.29
Sekarang, adalah Kristus yang dijelaskan sebagai gambar Allah. Judul
“Yang utama dari yang diciptakan” digunakan untuk menunjukkan
supremasinya sebagai wakil Allah. Itu menekankan keunikan sebagai
seorang wakil dari penciptaan dan sebagai Tuhan atasnya.�° Didalam
35
konteks dari Kolose wakil Allah didalam Kristus adalah sesungguhnya
satu pewahyuan dari Allah kepada ciaptaan-ciptaan-Nya. Pemikiran ini
dengan jelas ditunjukksn didalam 2 Korintus 2:2 dimana ekspresi
“gambar Allah” menekankan fungsi dari Kristus sebagai yang
memberikan pernyataan tentang kemuliaan Allah. Dia memakai gambar
Allah bukan sebagai sesuatu yang telah diberikan kepada-Nya tetapi
sebagai apa yang Dia adalah sebagai pokoknya. Kristus adalah
sepenuhnya Allah, “cahaya kemuliaan allah dan gambar wujud Allah
dan menopang yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan”
(Ibrani 1:3).
Manusia Yesus ini, gambar Allah, adalah penatalayan Allah.
Yohanes menyatakan, “Bapa mengasihi Anak dan telah menyerahkan
segala sesuatu kepada-Nya” (3:35). Memnyerahkan segala sesuatu
kepada seseorang berarti memberikan kepadanya kekuasaan dan
otoritas terhadap mereka.�� Ditempat yang lain Yesus menyaksikan,
“Segala sesuatu telah diberikan kepada-Ku oleh Bapa-Ku” (Matisu
11:27; Lukas 10:22). Bapa mempercayakan kepada Yesus
tanggungjawab-tanggungjawab bahwa Dia akan memenuhinya sebagai
seorang penatalayan yang setia dan Putra. Hubungan tersebut telah
berpusat didalam kasih bersama. Referensi didalam ayat-ayat tersebut
adalah terutama kepada pekerjaan Yesus sebagai Juruselamat. Ini
adalah pekerjaan yang sangat penting yang pernah ditugaskan oleh
Allah kepada setiap penatalayan-Nya; Dia menugaskannya kepada
Putra-Nya sendiri.
Kristus, sebagai seorang penatalayan Allah, sedang mengatur
kepada-Nya rencana Allah untuk menyatukan segala sesuatu di dalam
dan melalui Kristus. Rencana itu “dinyatakan didalam Kristus (Epesus
1:11). “Kerelaan” diterjemahkan dari bahasa Gerika eis oikonomian = lit.,
“untuk administrasi.” Kata oikonomia adalah kata benda bahaga Gerika
yang biasanya diterjemahkan “Penatalayanan, administrasi.” Paulus,
didalam buku Epesus, kelihatannya menyarankan bahwa Kristus
36
“adalah penatalayan melalui siapa Allah sedang melakukan rencananya
untuk dunia—sebuah rencana yang sedang dalam pelaksanaan dan itu
akan dicapai ketika waktu telah mencapai kegenapannya (lit., ‘dalam
kepenuhan waktu’).�� Kritus, sebagai penatalayan, berkuasa atas
“rumah Allah,” gereja (Ibrani 3:6); tetapi juga memberikan rekonsiliasi
kepada alam semesta (Kolose 1:20).
Yesus menyerahkan diri-Nya sendiri kepada Bapa dan dengan
penurutan mengikuti perintah-perintah-Nya sehubungan dengan
bagaimana menjalankan rencana keselamatan (Yohanes 17:2, 4). Dia
dalah seorang penatalayan yang setiap yang tetap loyal kepada Allah
dimana Adam dan Hawa telah gagal. Sementara Adam dan Hawa
mencari kekebebasan dari Allah melalui mencoba untuk menjadi
seperti-Nya, Kristus adalah “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak
mengnggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan
mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriny-Nya
dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Pilipi 2:6-8).
Kristus adalah seorang penatalayan yang unik oleh karena,
supaya dapat mempertahankan kehidupan dari mereka yang percaya
kepada-Nya, Dia memberikan hidup-Nya kepada mereka (Roma5:6). Dia
telah memberikan segala sesuatu yang Dia miliki agar supaya dapat
mempertahankan kehidupan dari bangsa manusia yang untuknya dia
diberikan tanggungjawab sebagai penatalayan Allah. Ini tidak
diharapkan dari penatalayan Allah yang lain. Ketika Musa menawarkan
dirinya sendiri untuk mati bagi bangsa Israel, Allah menolak tawarannya
(Keluaran 32:31, 32). Tugas ini dipertahankan untuk manusia-Allah,
Yesus Kristus, Putra Allah. Dia, yang adalah kaya, menjadi miskin
“supaya melalui kemiskinan-Nya kita dapat menjadi kaya” (2 Korintus
8:9).Di dalam kitab Pilipi Paulus menunjuk kepada pengalaman yang
sama dengan menyatakan Kristus “mengosongkan diri-Nya” (2:7).
37
Kristus mengosongkan dirinya dari hak untuk menggunakan keilahian-
Nya dan gantinya menyerahkan diri-Nya sendiri kepada kehendak Bapa-
Nya.�� Ini adalah peranan-Nya didalam kehidupan sama seperti Dia
memenuhi tanggungjawab-Nya sebagai penatalayan Allah.
B. Memulihkan Penatalayan-penatalayan
Seorang Kristen adalah seorang yang telah mengakui dan
menerima bahwa Kristus adalah gambar Allah yang sesungguhnya dan
yang sekarang mau untuk menyesuaikan diri dengan gambar tersebut.
Tetapi sebelum hal itu dapat terjadi, pengasingan yang disebabkan oleh
dosa harus disingkirkan. Pribadi harus dipulihkan untuk berdamai
dengan Allah, menerima fungsinya yang tepat didalam dunia, berhenti
berjuang dengan penuh cinta diri untuk mempertahankan dirinya
sendiri, dan diselamatkan dari kuasa dosa yang membuatkan tidak
mungkin untuk menjadi seorang penatalayan Allah yang setia.
Semuanya ini akan dapat terjadi hanya melalui Kristus yang
mendamaikan kita dengan Allah, membuat pembenaran kita oleh iman,
dan menyelamatkan kita dari kuasa dosa.
Roh pemberontakan itu terletak di inti dari sifat kita yang telah
jatuh hanya dapat dikalahkan melalui pekerjaan Kristus yang membuat
rekonsiliasi kita mungkin dengan Allah. Rekonsiliasi adalah sebuah
manifestasi dari kasih Allah yang tidak cinta akan diri-Nya sendiri
(Roma 5:8-10). Didalam Kristus, Allah telah mendamaikan dunia kepada
diri-Nya sendiri (2 Korintus 5;19). Ini kelihatannya berarti bahwa oleh
karena pekerjaan dari Kristus, Allah telah mengesampingkan murka-Nya
terhadap kita sebagai orang-orang berdosa dan membuatnya mungkin
untuk pendamaian kita dengan Dia.�� Melalui mengambil inisiatif Allah
menyatakan kasih-Nya, dan melucuti roh pemberontakan kita dan
memanggil kita untuk berdamai dengan Dia (5:20). Ini dapat terjadi oleh
karena Allah membuat Kristus, “Dia yang tidak mengenal dosa dibuat-
38
Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh
Allah” (5:21).
Disalib Allah telah menunjukkan kepada kita bahwa tidak ada
alasan untuk berperang dengan Dia oleh karena Dia selalu mengasihi
kita. Rekonsiliasi adalah sebuah pengakuan dan penerimaan tentang
tempat kita dialam semesta ini. Adalah penolakan kita akan bagian kita
tentang ide apa saja atau usaha untuk merebut otoritas Allah atau
tuntutan-Nya tentang kepemilikan. Paulus memperkenalkan diskusinya
tentang arti dari rekonsiliasi didalam Kolose dengan mengatakan,
“Karena didalam Dialah [Kristus] telah diciptakan segala sesuatu, yang
ada disorga dan yang ada dibumi, yang kelihatan dan yang tidak
kelihatan, baik singgasana maupun kerajaan, baik pemerintah maupun
penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.”(1:16).
Penciptaan dilakukan oleh Allah melalui Kristus dan oleh karena itu
segala sesuatu menjadi milik Juruselamat. Bahkan lebih lagi, dialah
satu-satunya yang menyatukan alam semesta ini (1:17). Namun, adalah
Dia yang telah mengambil tempat kita, mati diatas kayu salib oleh
karena pemberontakan kita, memungkinkan pendamaian kita dengan
Allah (2 Korintus 5:14, 15, 21; Epesus 2:3-5). Rekonsiliasi menyatakan
dengan sangat jelas satu pengakuan tentang kepemilikan Allah atas
alam semesta dan peranan kita sebagai penatalayan-penatalayan dari
Tuhan. Mereka yang telah didamaikan “supaya mereka yang hidup,
tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati
dan telah dibangkitkan untuk mereka.” (2 Korintus 5:15).
Hidup untuk diri kita sendiri adalah manifestasi dari sifat cinta
diri kita yang membuatnya secara praktis tidak mungkin untuk menjadi
penatalayan Allah. Karena Adam dan Hawa telah jatuh kedalam dosa,
manusia secara terus menerus berusaha untuk mempertahankan hidup
mereka melalui usaha-usaha mereka sendiri. Dimensi dosa seperti ini
telah dihadapi oleh Kristus. Sifat cinta diri sendiri membuat kita tidak
efektif dalam menjadi pengurus-pengurus dari berkat-berkat Allah oleh
39
karena apapun yang kita terima dari Allah kita sumbangkan kepada diri
kita sendiri agar supaya merasa aman dan untuk meyakinkan bahwa
kita akan sanggup untuk menikmati hidup di planet kita sendiri. Cinta
diri seperti ini tidak memperhatikan orang lain oleh karena kita
seutuhnya terobsesi dengan pemikiran akan mempertahankan diri
sendiri.
Solusi kepada kondisi manusia yang penuh dosa ini ditemukan
didalam kematian Kristus yang penuh pengorbanan di atas kayu salib
yang memungkinkan kita untuk dibenarkan oleh iman didalam Dia
(Roma 3:21-26). Pmebenaran berarti bahwa kita telah dibebaskan
didalam pengadilan Allah oleh karena Kristus telah mengambil tempat
kita, mati untuk kita. Pemeliharaan terhadap hidup kita tidak algi
menjadi tanggungjawab kita melainkan tanggungjawab Allah. Allah
melalui Kristus telah memberikan kepada kita kebebasan hidup sebagai
satu karunia dari kemurahan (5:18). Sebelum datang kepada Kristus
kita secara rohani telah mati didalam dosa-dosa kita dan bersalah
(Epesus 2:1). Tetapi melalui Kristus Allah membuat kita hidup melalui
pewahyuan daripada kamurahan-Nya: “Sebab karena kasih karunia
kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi
pemberian Allah.” (2:8).
Kematian Kritus yang penuh pengorbanan telah menunjukkan
bahwa kasih yang penuh pengorbanan diri sendiri mengalahkan
kejahatan. Kristus telah memberikan hidup-Nya agar supaya dapat
memelihara hidup kita menunjukkan dengan jelas bahwa hidup
dipelihara bilamana itu diserahkan kepada Allah didalam satu
hubungan yang penuh kepercayaan dan kasih (Matius 16:25). Terpisah
dari Kristus tidak ada kehidupan didalam kita ( Yohanes 6:53; 10:10).
Hanya melalui pembenaran oleh iman sehingga kita memiliki kehidupan
(Roma 5:18). Secara konsekwensi, pusat daripada kehidupan kita tidak
lagi diri kita sendiri tetapi Kristus. Sekarang, kita hidup untuk Dia dan
untuk kemuliaan-Nya (Roma 6:10-11). Paulus menjelaskan, didalam
40
bahasa yang sangat gamblang, meninggalkan takhta cinta diri sendiri
didalam kehidupannya melalui pekerjaan Kristus di kayu salib, berkata:
“Aku telah disalibkan dengan kristus tetapi bukan aku sendiri yang
hidup, melainkan Kristus yang hidup didalam aku. Dan hidupku yang
kuhidupi sekarang didalam daging, adalah hidup didalam iman oleh
Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk
aku.” (Galatia 2:20).
Akhirnya, kebebasan kita dari kuasa perbudakan dosa adalah
nyata oleh karena allah, didalam Kristus, telah menyelamatkan kita
darinya. Yesus berkata, “Karena Anak manusia juga datang bukan
untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan
nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”(Markus 10:45). Dosa
membuat kita menjadi budak-budak, tidak mampu untuk melayani
Allah dan orang lain (Roma 6:6), dan ditakdirkan untuk kematian yang
kekal (6:23). Di salib kita telah dibebaskan dari dosa dan kematian:
“Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka
Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam
keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu
iblis yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan jalan demikian Ia
membebaskan mereka yang hidupnya perhambaan oleh karena
takutnya kepada maut.” (Ibrani 2:14, 15). Allah didalam Kristus telah
membayar harga penebusan kita dengan “melainkan dengan darah yang
mahal, yaitu darah Krstus yang sama dengan darah anak domba yang
tak bernoda dan tak bercacat.” (1 Petrus 1:19).
Mereka yang percaya kepada Kristus menjadi milik-Nya. Paulus
menulis kepada orang-orang Korintus, “dan bahwa kamu bukan milik
kamu sendiri; sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas
dibayar. Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu” (1 Korintus
6:19, 20). Penebusan berarti kita tidak lagi berada dibawah kuasa dosa
sebab kehidupan kita telah “dibeli kembali” oleh Allah melalui Kristus.
Kehidupan kita bukanlah milik kita tetapi Allah telah memberikan
41
kepada kita kebebasan untuk mengatur mereka dengan tepat agar
supaya dapat menjadi apa yang dari mulanya Dia rencanakan bagi
kita—yaitu, penatalayan-penatalayan-Nya. Ini akan mungkin terjadi
melalui karunia dari Roh Kudus yang telah diberikan oleh Allah kepada
mereka yang percaya didalam Kristus. Mereka “tidak hidup menurut
sifat berdosa mereka tetapi menurut Roh” (Roma 8:4). Individu-individu
seperti ini telah menetapkan pikiran mereka pada apa yang diinginkan
oleh alam” (8:5) oleh karena Roh hidup didalam mereka (8:9).
Satu teologia dari penatalayanan adalah didasarkan bukan hanya
pada konsep dari penciptaan dan apa yang Allah rencanakan bagi kita,
tetapi juga pada keselamatan melalui Kristus yang membuatnya
mungkin bagi kita, dengan tidak mengingat dosa kita, untuk menjadi
apa yang Allah maksudkan bagi kita. Melalui kekuatan injil Allah tidak
melakukan kerusakan yang disebabkan oleh disa (Roma 1:16-17).
Melalui rekonsiliasi didalam Kristus pemberontakan kita terhadap
Kristus berakhir dan kita mengakui Allah sebagai Pencipta, Pemberi
Hidup, Pemelihara, dan Pemilik dari alam semesta. Sekali lagi kita
menemukan tempat kita yang tepat didalam rencana Allah untuk
menjadi seorang hamba dari Allah yang penuh kasih dan bukan pemiliki
yang tidak sah dari dunia dan dari kehidupan kita. Melalui pembenaran
oleh iman kepedulian kita yang buta untuk mempertahankan hidup
sendiri berakhir melalui mengakui bahwa didalam Kristus kehidupan
kita telah dijamin secara gratis oleh seorang Allah yang penuh kasih.
Sifat cinta diri sendiri itu berakhir di salib melalui pewahyuan tentang
kasih pengorbanan Allah. Penebusan memulihkan kebebasan dari kuasa
dosa kepada kita, membuatnya mungkin bagi kita, melalui kuasa yang
memerintah dari Roh, untuk menjadi penatalayan-penatalayan Tuhan
yang setia. Kita mencapai tingkat yang tertinggi dari kesadaran akan diri
sendiri melalui pelayanan kepada Allah dan kepada orang lain.
C. Memulihkan Peta Allah
42
Adalah melalui pekerjaan Kristus dan dengan kuasa dari Roh
sehingga peta Allah harus di pulihkan didalam kita. Adalah merupakan
maksud Allah selalu bahwa orang-orang berdosa “harus memenuhi peta
dari Putranya” menjadi saudara-saudara-Nya (Roma 8:29). Kata kerja
menyesuaikan menunjuk kepada penyucian sebagai “persesuaian yang
berkembang maju kepada Kristus, yang adalah eikon [gambar] dari
Allah, sehingga menjadi satu pembaharuan yang berkembang maju dari
umat percaya kedalam keserupaan dengan Allah.”�� Ini dengan sangat
jelas dinyatakan didalam 2 Korintus 3:18 dimana kita dijelaskan sebagai
“maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam
kemuliaan yang semakin besar.” Diri yang baru daripada umat percaya
“yang telah dibaharui didalam pengetahuan didalam rupa dari
Penciptanya.” (Kolose 3:10). Pemulihan yang penuh darpada rupa
Kristus didalam kita adalah penting bagi kita adalah bahwa rupa itu
telah di bentuk kembali didalam kita sekarang didalam Kristus, dan
konsekwensi tersebut telah dibaharu kepada fungsi yang semula sebagai
penatalayan-penatalayan Allah.
Tanggungjawab yang terpenting dari penatalayan-penatalayan
Kristen didalam Perjanjian Baru adalah pengaturan yang tepat dari
kasih karunia Allah, yaitu untuk mengatakan, proklamasi daripada injil
(1 Korintus 9;17; Epesus 3:2, 9), atau tentang “perkara rahasia dari
Allah” dinyatakan kepada kita didalam Kristus (1 Korintus 4:1). Kita,
sama seperti Kristus, berpartisipasi dalam pengaturan akan rencana
Allah tentang keselamatan (Kolose 1:25). Ini bukan saja
memproklamasikan kabar baik, tetapi juga mengidupkan
permintaannya yang menyucikan demi kehidupan kita.
Sebagai tambahan, kita juga adalah kasih karunia Allah. Didalam
satu pengertian ini adalah bagian daripada pengaturan akan kasih
karunia Allah oleh karena didalam gereja Kasih karunia-Nya
menunjukkan dirinya sendiri khususnya didalam memberikan kasih
karunia kepada setiap umat percaya (1 Petrus 4:10). Didalam
43
menempatkan penatalayanan ini menunjukkan dirinya sendiri melalui
satu disposisi untuk melayani orang lain. Ketika Petrus memanggil
masyarakat Kristen untuk mengatur dengan setia kasih karunia yang
diberikan oleh Allah, dia menyarankan bahwa kita adalah penatalayan-
penatalayan dari segala sesuatu yang kita meiliki oleh karena semuanya
telah diberikan kepada kita oleh Allah. Semua kepemilikan Kristen
harus diatur untuk kemuliaan Allah. Ini akan mencakup segala sesuatu
yang Allah telah berikan kepada kita pada saat penciptaan termasuk
tubuh kita (1 Korintus 6:19-20) dan sumber-sumber keuangan kita
(lihat dua pasal berikutnya). Orang-orang Kristen yang yakin bahwa
segala sesuatu diciptakan dan ditebus oleh Allah melalui Kristus dan,
oleh karena itu, segala sesuatu menjadi milik Tuhan, tidak akan pernah
merasa dirinya sendiri sebagai pemilik, tetapi selalu sebagai penatalayan
Allah dan Kristus.
D. Penatalayanan tentang Penciptaan dan Apokaliptis
Penekanan Perjanjian Baru tentang eskatologi apokaliptis yang
mengumumkan kehancuran dari orang-orang jahat dan terbakarnya
dunia (2 Petrus 3:8-10), dapat cendrung untuk menyarakan bahwa
tanggungjawab kita sebagai penatalayan Allah tidak mencakup sati
perhatian yang pasti bagi dunia secara alami. Mengapa harus kita peduli
tentang yang akan dibinasakan oleh Allah pada akhir?
Kesimpulan seperti itu akan menjadi sebuah kesalahan yang
serius dan mengerikan. Kita harus mencatat bahwa Perjanjian Baru
menjeskan Allah sangat serius didalam dunia alami. Dia memberi
makan burung-burung di udara, yang tidak menabur dan menuai
(Matius 6:26), memperhatikan kehidupan dari burung (10:29), dan
memakaikan rumput yang diladang dengan keindahan (6:28-30). Tidak
satupun didalam Alkitab adalah dunia alami dijelaskan sebagai pada
dasarnya dalah jahat. Sebaliknya, semua itu baik oleh karena Allah
menciptakannya. Kepedulian Allah untuknya adalah patut dicontohi
44
bagi penatalayan-penatalayan-Nya. Mereka harus memperlakukan
dengan rasa hormat dan penuh perhatian apa yang menjadi milik
Tuhan. Hanya orang-orang jahat yang merusak dunia ini, dan Tuhan
akan menghancurkan mereka pada waktunya (Wahyu 11:18).
Kebakaran secara apokaliptis terhadap dunia alami harus
dimengerti sebagai sebuah tindakan dari penebusan yang menuntun
kepada pembaruan dari penciptaan dan bukan sampai kepada
kepunahanya. Itu adalah satu titik transisi dari satu dunia yang telah
terinfeksi oleh dosa kepada satu dunia yang bebas dari dosa itu. Itu
bukanlah sebuah penyangkalan akan alam tetapi satu penegasan
kembali tentang kebaikannya. Pengalaman tentang alam dapat
dibandingkan dengan kekuatan-kekuatan kejahatan. Mereka akan
seluruhnya dibinasakan, akan dimusnahkan dari alam semesta Allah,
tanpa setiap kemungkinan akan satu penciptaan kembali. Mereka akan
dituduh oleh karena pada pokoknya adalah jahat. Tidak demikian
dengan dunia alami. Pemusnahan yang terakhir adalah kebebasannya.
Paulus didalam Roma 8:19-22, menggambarkan dunia alami dan
menunjukkan bahwa oleh karena solidaritasnya dengan manusia, maka
itu telah dipengaruhi oleh pengalaman mereka didalam dua cara.
Pertama, itu telah “terinfeksi” oleh dosa yang dibawa oleh manusia
kedalam dunia. Itu menjadi sasaran kepada frustrasi tetapi “bukan oleh
pilihannya sendiri” (ayat 20). Oleh karena itu, alam adalah amoral tetapi
terperangkap didakan konsekwensi dari doa manusia. Sekarang berada
pada satu situasi terikat dan membusuk ( ayat 19). Kedua, alam hidup
didalam pengaharapan akan pemenuhan janji dari penebusan dimasa
yang akan datang yang akan dialami oleh manusia pada eskaton.
Kristus datang untuk membawa kebebasan kepada mereka yang percaya
didalam dia dan bersama dengan mereka alam menatap kedepan kepada
menikmati akan kebebasan. Alam tidak mengharapkan satu partisipasi
masa depan didalam kehancuran yang kekal dari orang-orang jahat
tetapi lebih kepada “kebebasan kemuliaan dari anak-anak Allah” (ayat
45
21). Bagi Paulus, keadaan alam sekarang ini adalah sebuah transitori
yang akan memiliki akhir “didalam kebebesan dari penciptaan kepada
kebebasan yang dinantikan oleh anak-anak Allah.”36
Pengharapan apokaliptis juga mencakup dunia alami.
Pembebasan umat-umat Allah mencakup didalamnya pembebasan dari
dunia secara alami. Perspektif yang positif dari alam ini adalah sebuah
kekuatan motivasi untuk penatalayan-penatalayan Kristen untuk peduli
kepada dunia alami dan untuk bertindak dengan penuh tanggungjawab
dihadapan Allah melalui memelihara dan melindunginya. Takdir mereka
secara misterius terjalin.
VI. Rangkuman
Eksplorasi kita tentang marti teologi dari penatalayanan telah
dimulai dengan satu diskusi tentang sifat Allah. Sebelum segala sesuatu
ada, Dia sudah ada. Ini berarti bahwa Dia adalah kekal dan mencukupi
diri sendiri. Fungsi kita sebagai penatalayanan bukanlah untuk
memperkaya atau menyediakan kebutuhan-kebutuhan-Nya oleh karena
Dia dapat mencukupi diri sendiri. Penatalayanan adalah kesempatan
untuk bermitra dengan Allah dan misterius dan maha mulia ini. Sebagai
Pencipta Dia Unik, Tidak dapat Dibandingkan, Teramat Sangat, Tetap
Ada, dan Pemilik. Adalah kepada Allah inilah kita bertanggungjawab
sebagai penatalayanan-penatalayanan. Kuasa-Nya yang amat sangat
melindungi penatalayanan dari memandang alam sebagai ilahi
sementara keberadaan-Nya menunjukkan kepedulian untuk penciptaan
dan membuatnya mungkin bagi kita untuk menjadi penatalayan-
penatalayan. Allah sang Pencipta adalah Pemilik yang mengingatkan kita
bahwa kita pernah harus menuntut kepemilikan. Allah dijelaskan juga
sebagai “kasih.” Penatalayanan akan merusak dirinya sendiri jika
dimengerti sebagai usaha dari penatalayan untuk mendapatkan kasih
Allah. Allah mengasihi kita oleh karena Allah adalah kasih. Kasih-Nya
46
menjadi sebuah model untuk diikuti oleh penatalayan ketika dia
mengatur pemberian-pemberian Allah.
Diskusi kita tentang sifat manusia menunjuk bahwa kita adalah
ciptaan dari Allah. Didalam pemeliharaan hidup kita, kita bekerja
bersama dengan Allah. Kita adalah penatalayan dai kehidupan kita.
Karena kita hidup didalam waktu dan ruang kita juga adalah
penatalayan-penatalayan dari waktu dan lingkungan kita. Kita telah
diciptakan didalam gambar Allah. Gambar ini adalah apa adanya kita
dan menemukan ekspresi didalam setiap aspek dari kebeadaan kita.
Kita adalah, oleh karena itu, penatalayan dari tubuh kita, dari
keehidupan kerohanian kita, dari kesanggupan mental dan intelektual
kita, dan dari kehidupan sosial kita. Diciptakan didalam gambar Allah,
kita diberikan kekuasaan atas alam. Kita dijadikan untuk
bertanggungjawab untuk mengaturnya untuk Tuhan sebagai wakil-
wakil-Nya.
Doktrin alkitbiah tentang dosa menunjuk kepada fakta bahwa
fungsi kita sebagai penatalayan-penatalayan dari Allah sangat
dikecewakan dengan serius oleh dosa. Dosa sebagai pemberontakan
berarti bahwa manusia menuntut kepemilikan dari kehidupan mereka
dan atas dunia. Ini muncul didalam satu kepedulian yang cinta diri dan
untuk memelihara diri sendiri. Kita menjadi budak dosa dan tidak
sanggup untuk berfungsi sebagai hamba-hamba yang setia dari Tuhan.
Doktrin keselamatan melalui Kristus menjelaskan bagaimana kita
dipulihkan kepada fungsi kita yang semula tentang penatalayan Allah.
Didalam sebuah dunia yang terasing dari Allah, Dia telah mengirimkan
Anak-Nya sebagai penatalayan yang sesungguhnya yaitu dia yang pada
intinya adalah “gambar Allah” didalam dunia yang penuh dengan dosa
ini. Kristus menjadi penatalayan didalam rencana keselamatan. Agar
supaya dapat memelihara kehidupan dari mereka yang percaya kepada-
Nya, Dia telah memberikan hidup-Nya sendiri untuk mereka. Kematian-
Nya yang penuh pengorbanan mendamaikan kita dengan Allah,
47
membuatnya menjadi mungkin untuk membawa kepada akhir dari
pemberontakan kita terhadap Pencipta, Dia yang sekali lagi dikenal
sebagai Pemilik dan sesungguhnya dan satu-satunya dari alam semesta
dan kehidupan kita. Kepedulian kita yang cinta diri sendiri untuk
memelihara hidup kita sendiri tiba pada akhirnya ketika kita menerima
kematian Kristus sebagai alat dari pembenaran kita. Allah didalam
Kristus adalah satu-satunya yang memelihara kehidupan kita dan kita
dapat percaya kepada-Nya dan mengesampingkan sifat cinta diri kita
sendiri. Bebas dari kuasa perbudakan dosa adalah satu kenyataan oleh
karena Kristus telah menebus kita darinya diatas kayu salib. Kita
menjadi milik-Nya melalui penebusan. Sekarang melalui kuasa
penyucian dari Roh kita dapat diubah kedalam rupa dari Putra Allah;
kita dapat ditetapkan kembali sebagai penatalayan-penatalayan Allah.
Salah satu dari tanggungjawab-tanggungjawab kita yang utama
sebagai penatalayan-penatalayan Allah adalah penatalayanan dari Injil,
yang termasuk mengkhotbahkannya dan menyerahkan hidup kita
kepadanya. Tetapi kita juga adalah penatalayan-penatalayan dari semua
pemberian Allah kepada kita. Kita adalah penatalayan-penatalayan yang
spesial terhadap alam. Eskatologi apokaliptis tidak dapat mengurangi
kepedulian kita untuk dunia alami. Kita memandang kedepan kepada
perwujudan tentang kebebasan kita dari kehadiran dosa dan kepada
pemulihan dari dunia alami.
48
Terhadap satu Teologi
tentang Penatalayanan
MELAKSANAKAN DISKUSI TENTANG PENATALAYANAN
1. Apa reaksi anda secara keseluruhan kepada gerakan
terhadap membentuk satu “teologi tentang
penatalayanan”?
Apakah anda setuju dengan empat analisa untuk dasar
teologi dari penatalayanan? Saran-saran apa yang anda
miliki? (Ini barulah permulaan! Kami sangat menghargai
tanggapan/reaksi/ide-ide anda secara tertulis.
2. Apa hubunganya Allah “yang telah ada” dengan dasar-
dasar alkitabiah tentang penatalayanan?
3. Mendiskusikan perbedaan-perbedaan yang esensial
antara Allah sebagai Pencipta dan makulk ciptaan-
Nya?
4. Bagaimana pemilihan kemanusiaan dimotivasi oleh
kasih Allah?
5. Ciri-ciri unik apa yang dimiliki oleh orang-orang oleh
karena kita diciptakan didalam “gambar Allah”?
49
6. Jelaskan bagaimana kalimat “dan biarlah mereka
berkuasa” menjelaskan kekuasaan dan otoritas yang
diberikan kepada manusia oleh Allah?
7. Diskusikan bagaimana konsep tentang dosa dan
kebebasan terhubungkan dengan sangat dekat
didalam teologi Kristen dan sejarah kekudusan.
8. Oleh karena pemberontakan Adam dan Hawa
terhadap Allah, tabiat dosa apa yang diwariskan oleh
bangsa manusia?
9. Apa hubungannya antara penatalayanan dan doktrin
dari keselamatan didalam Kristus?
10. Diskusikan apakah itu adalah satu kepedulian yang
legitimasi tentang penatalayan-penatalayan Allah
untuk diperhatikan didakan kepedulian dari dunia
alami?
11. Apakah dunia alami tersebut tercakup didalam
pengharapan apkaliptis?
12. Jelaskan penatalayanan alkitabiah didalam kata-
katamu sendiri.
Materi tambahan berikut tentang persepuluhan dan topik-topik yang
berhubungan telah diterbitkan oleh Pelayanan Gereja General
Conference selama tahun 1991 – 1994; Prinsip-prinsip Kehidupan, Sistem
Keuangan MAHK, Saat-saat Memberikan Persepuluhan, Penatalayanan
dan Perencanaan Strategis.
50
Terhadap satu Teologi
tentang Persepuluhan
I. Pendahuluan
II. Persepuluhan didalam Perjanjian Lama
A. Kejadian 14: Persepuluhan Abraham
B. Kejadian 28:10-22: Persepuluhan Yakub
C. Perundang-undangan Persepuluhan
1. Imamat 27:30-33
2. Bilangan 18:21-32
3. Ulangan 12:6, 11, 17; 14:22-29; 26:12-15
D. Ayat-ayat Perjanjian Lama yang lainnya
1. 2 Tawarikh 3:4-6, 12
2. Amos 4:4
3. Nehemia 10:38-39; 12:44; 35:5, 12
52
PENATALAYANAN DAN
TEOLOGI TENTANG PERSEPULUHAN
I. Pendahuluan
Penelitian ini akan memeriksa bukti alkitabiah yang menjelaskan
tentang sistim memberi persepuluhan, dalam usaha untuk menjelajahi
karakteristiknya yang esensial dan isi teologianya. Para ahli alkitab telah
menunjukkan sedikit ketertarikan didalam meneliti tentang sistim
memberikan persepuluhan dari orang Israel. Kebanyakan penelitian
tentang pokok ini telah dikendalikan oleh kepedulian kritikal dan
sejarah (yang membentuk kembali pembembangan historis dari sitem
dan mencatat sumber-sumber yang berbeda) lebih daripada dengan
kepentingan teologia.�� Kita harus melakukan pendekatan kepada teks
didalam bentuk kanonnya, memberikan perhatian yang khusus kepada
motivasi teologinya.
Adalah merupakan fakta yang telah dikenal bahwa memberikan
persepuluhan bukanlah praktek eksklusif dari orang israel. Catatan-
catatan, sebagai contoh, dari kota Ugarit (abad ke-14 BC) menunjukkan
bahwa penduduknya membayar persepuluhan ke-kaabah, sejenis pajak,
dan bahwa raja juga menerima satu pajak kerajaan (satu persepuluhan)
dari rakyat.��
Dokumen-dokumen Neo-Babilon dari abad ke-16 BC juga
menunjukkan bahwa memberikan persepuluhan adalah sati praktek di
Babilon. Persepuluhan tersebut diberikan ke-kaabah dan raja sendiri
yang mengharapkan persepuluhan tersebut.39 Persepuluhan itu
dikumpulkan dari semuah barang-barang termasuk, gandumn, janji,
rami, wijan, minyak, bawang putih, wol, pakaian, lembu, domba,
53
burung, kayu, dan barang-barang hasil perak dn emas. Memberikan
persepuluhan juga dikenal dan dipraktekkan diantara orang-orang
Persia, Gerika, dan Roma.��
Asal mula dari praktek yang telah menyebar luas ini tidak
diketahui oleh para ahli sejarah. Alkitab tidak mendiskusikannya dan
ketika memberikan persepuluhan disebutkan untuk pertama kali, hal
itu kelihatan telah menjadi sebuah praktek yang sudah biasa.
Meskipun demikian, kita mengetahui bahwa “sistim memberikan
persepuluhan menjangkau kembali sampai kepada jaman Musa. . . .
Bahkan sejauh pada jaman Adam.”�� Sistim, seperti yang dinyatakan
didalam Perjanjian Lama, adalah “bersifat ketuhanan sejak mulanya;��
itu diberikan oleh Allah kepada manusia. Memberi persepuluhan
kelihaannya dihubungkan dengan manusia didalam keadaanya yang
telah jatuh.
Berikutnya kita akan memeriksa ayat-ayat alkitab dalam mana
memberikan persepuluhan di diskusikan atau disebutkan. Kita akan
menekankan ide-ide teologia yang berhubungan denganya dan
tujuannya. Kemudian kita akan menyatukan ide-ide dan konsep-konsep
tersebut untuk menyediakan sebuah gambaran yang lebih luas tentang
pengertian alkitabiah tentang memberikan persepuluhan.
II. Memberikan Persepuluhan didalam Perjanjian Lama
A. Kejadian 14: Persepuluhan Abraham
Kejadian 14 adalah sebuah pasal unik didalam sejarah kenabian
yang dapat mengijinkan kita menjadi berkenalan dengan sebuah sapek
yang penting tentang kehidupan Abraham sebagai seorang pemimpin
militer. Diantara hamba-hambanya terdapat kelompok prajurit yang
terlatih dengan baik.
Namun, tujuan daripada Kejadian 14 adalah bukan sekedar untuk
menjelaskan kemampuan kepemimpinan Abraham pada waktu perang,
54
tetapi untuk menyatakan satu dimensi yang labih penting dari
karakternya dan karakter-karakter dari mereka yang disebutkan
didalam tulisan tersebut. Melalui tindakan dan tingkah laku mereka,
tujuan dan motivasi dari hati mereka dinyatakan, dan kita akan mampu
untuk merasakan satu pertentangan yang ditandai antara Abraham dan
Melkizedek pada satu sisi, dan raja-raja pada sisi yang lain.
Perbedaan-perbedaan antara kedua kelompok tersebut telah
ditetapkan oleh komitmen atau kurangnya komitmen kepada Allah Yang
Maha Tinggi. Mereka yang tidak melayani Dia dianggap sebagai tamak
dan memikirkan diri sendiri, seutuhnya dimiliki dan dikendalikan oleh
hati mereka yang cinta diri sendiri, mengakui tidak ada otoritas yang
lain selain daripada diri mereka sendiri. Tidak ada tempat didalam hati
mereka untuk rasa terima kasih dan kurang didalam pengakuan akan
keterbatasan mereka sebagai ciptaan dari Tuhan.
Abraham dan Melkizedek memperlihatkan satu roh yang sangat
tidak cinta diri sendiri didalam kisahnya. Keduanya mempunyai
kesamaan didalam satu perkara yang penting: mereka menyembah Allah
Maha Tinggi dan mengakui-Nya sebagai Pencipta langit dan bumi. Itu
adalah didalam penempatan teologia ini bahwa memberikan
persepuluhan diperkenalkan didalam cerita.
Kejadian 14 membicarakan mengenai harta kekayaan, dan
kehilangan dan mendapatkan kembali harta benda. Kota-kota dibagian
lembah berada dibawah pengendalian politik dari Kedarlaomer selama
dua belas tahun. Kebijaksanaan perluasan kekuasaannya dan
kerinduannya membawa dia untuk menaklukkan orang lain perihal
harta benda mereka,,sang raja memperkaya dirinya sendiri dan memberi
makan hatinya yang cinta diri sendiri didalam proses tersebut.
Setelah dua belas tahun dari penderitaan, penduduk dari kota-
kota tersebut memutuskan untuk memberontak namun dapat dengan
mudah dikalahkan. Raja Kedarlaomer dan sekutu-sekutunya menyerang
dan menundukkan mereka, dan mengambil makanan dan harta benda
55
dari raja Sodom dan dari Lot. Sebagian orang, termasuk Lot, dibawah
sebagai tawanan.
Abraham diberitahu tentang peristiwa ini dan memutuskan untuk
ikut campur untuk membebaskan Lot. Dia menyerang dan mengalahkan
raja-raja tersebut, membebaskan para tawanan, dan mengembalikan
semua harta benda yang telah mereka ambil dari Lot dan raja Sodom.
Ketika dalam perjalanan kembali, raja-raja dari Sodom dan Salem keluar
untuk menemui dia. Abraham memberikan persepuluhan dari barang-
barang rampasan kepada Melkizedek, dan memberikan kepada raja
Sodom segala sesuatu yang telah diambil daripadanya.
Kebiasaan memberikan persepuluhan disebutkan disini didalam
satu cara yang sederhana, menyarankan bahwa memberikan
persepuluhan adalah telah menjadi bagian daripada kehidupan dan
pengalaman agama Abraham. Ini bukanlah sesungguhnya hal yang
pertama kali dia mengembalikan persepuluhannya kepada hamba Allah.
Ketika kita membaca cerita tersebut, kita menyadari akan
beberapa unsur penting sehubungan dengan kebiasaan dari
memberikan persepuluhan dibawa kedalam fokus:
1. Persepuluhan diberikan Berdasarkan pada Pendapatan.
Setelah mengalahkan musuh, harta rampasan dari perang itu
menjadi milik Abraham, termasuk apa yang telah diambil dari Lot, dan
raja Sodom, dan para tawanan. Abraham dapat saja keluar dari
pengalaman ini dengan sangat kaya. Namun, keputusannya untuk maju
untuk berperang bukan dimotivasi oleh kepedulian yang cinta diri
sendiri tetai lebih kepada satu kerinduan untuk menyelamatkan Lot.
Sifat Abraham yang tidak cinta diri ditunjukkan didalam bunyi
cerita dalam dua cara. Pertama, dia mengembalikan kepada raja Sodom
apa yang telah diambil darinya oleh Kedarlaomer. Sebelum Abraham
pergi berperang, dia telah berjanji kepada Allah bahwa apabila dia
berhasil, dia akan mengembalikan segala sesuatu kepada raja Sodom
56
oleh karena dia tidak tertarik didalam keuntungan pribadi secara
langsung maupun tidak langsung dari pengalaman ini.
Kedua, Abraham mendemonstrasikan sifatnya yang tidak cinta diri
sendiri melalui memberikan satu persepuluhan dari segala sesuatu
kepada raja Salem. Ayat tersebut menyatakan dengan jelas bahwa dia
“memberikan persepuluhan dari segala sesuatu” (14:20). Agak sukar
untuk mengetahui apa yang termaktup didalam ayat tersebut. Mungkin
saja, adalah benar untuk memberikan konklusi bahwa dia tidak
memberikan persepuluhan berupa harta benda dari raja Sodom.
Rupanya, Abraham tidak pernah mempertimbangkan semuanya itu
adalah sebagai miliknya. Jika itulah masalahnya, dia mengembalikan
persepuluhan pada rampasan perang yang dia perhitungkan menjadi
miliknya. Ini adalah pendapatan yang baru baginya. Catat bahwa kata
kerja yang digunakan disini adalah “memberi” (nathan). Persepuluhan
tersebut bukanlah miliknya, dan dia mengembalikannya kepada Tuhan.
2. Penerima dari Persepuluhan.
Cerita tersebut menyatakan siapa yang harus menerima
persepuluhan. Melkizedek bukanlah hanya seorang raj, tetapi juga
adalah iman Tuhan. Dia dan Abraham menyembah Allah Maha Tinggi
(yang dikenal sebagai Yahweh oleh Abaraham). Masih ada beberapa
orang Kanaan yang masih menyembah Allah yang benar, dan
Melkizedek adalah satu dari mereka.
Ketika Abraham pulang membawa kemenangan dari pertentangan
tersebut, Melkizedek pergi untuk menyambut dia dan menyediakan
baginya. Dia menyediakan sebuah pesta besar untuk Abraham. Sebagai
tambahan, dia memberkati Abraham. Melkizedek telah dipilih oleh Allah
untuk berfungsi sebagai seorang imam dan menjadi perantara dari
berkat Allah. Segere setelah berkat-berkat itu Abraham memberikan
persepuluhan. Adalah didalam perannya sebagai imam Melkizedek
57
menerima persepuluhan, dan atas dasar yang sama Abraham
memberikannya kepadanya.
Persepuluhan dikembalikan kepada sebuah instrumen yang
ditunjuk oleh Allah untuk melayani Dia dan umat-umat-Nya sebagai
imam. Dengan memberikan persepuluhan kepada imam ini, Abraham
secara mutlak mengakui kesucian daripada persepuluhan. Itu
dikembalikan kepada seorang yang dipilih oleh Allah untuk menjadi
alat-Nya yang kudus. Hanya dia yang dapat menangani hal-hal yang
kudus.
3. Dasar Teologia untuk Persepuluhan.
Ceritanya menyediakan konsep-konsep teologia tertentu yang
memancarkan terang tentang arti dari memberi persepuluhan. Konsep-
konsep ini, yang menggaris bawahi kebiasaan memberikan
persepuluhan, menyarankan bahwa membeikan persepuluhan bukanlah
satu pemandangan yang terisoler didalam pengalaman keagaam
seseorang, tetapi bahwa itu menjadi milik dari pengertian teologia dari
dunia disekitar kita dan peranan kita didalamnya.
a. Allah adalah Pencipta.
Ide ini adalah sangat penting sehingga disebutkan dua kali
didalam cerita tersebut. Melkizedek dan Abraham menunjuk kepada
Allah sebagai ‘Pencipta langit dan bumi.” Allah yang memohon didalam
berkat adalah sang Pencipta.
Kata Ibrani yang diterjemahkan “Pencipta” (qanah) berasal dari
akar kata yang berarti “untuk mendapatkan, memiliki (menekankan
pada kepemilikan).” Seseorang dapat memiliki sesuatu melalui
membuat, menciptakan atau mendapatkannya. Didalam cerita ini, kata
qanah kelihatanya mengekspresikan ide-ide penciptaan dan
kepemilikan. Segala sesuatu yang ada dilangit dan bumi adalah milik
58
Tuhan oleh karena Dia yang telah menciptakannya. Kepemilikan Allah
didasarkan pada kegiatan-Nya sebagai Pencipta.
Ini menyarankan bahwa realitas yang paling pokok adalah
persatuan; kita tidak diharapkan untuk menjawab kuasa-kuasa
spiritual yang berbeda, hanya kepada sang Pencipta. Kesetiaan kita
tidak boleh dibagi dinatara tuhan-tuhan yang berbeda-beda, oleh karena
hanya ada satu Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu.
Tanpa konsep alkitabiah tentang penciptaan, memberikan
persepuluhan kurang memiliki arti yang kuat. Abrahan memberikan
persepuluhan oleh karena Allah-nya adalah pencipta langit dan bumi.
Dia mengakui kepemilikan Allah melalui pengakuan dari mulutnya,
“Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi” (Kejadian 14:22), dan
melalui tindakannya dengan mengembalikan persepuluhan kepada
Melkizedek.
b. Allah adalah Dia yang Memberkati.
Sebagaimana kita telah tunjukkan, bahwa Melkizedek memenuhi
tanggungjawab seorang imam melalui memberkati Abraham. Secara
teologi, berkat mendahului memberikan persepuluhan. Tanpa berkat
yang menahului ini, memberikan persepuluhan yang sesungguhnya
tidaklah mungkin.
Berkat Allah adalah selalu satu ekspresi dari kasih dan perhatian-
Nya bagi kita. Memberikan persepuluhan adalah satu pengakuan akan
kebaikan Tuhan dan, oleh karena itu, adalah selalui sebuah response
dan bukan sebuah pendahuluan.
Abraham benar-benar sadar akan fakta bahwa seorang yang
membuat dia menjadi kaya adalah Tuhan. Dia telah dibujuk didalam
pikirannya sendiri bahwa jaminan keuangannya tidak bergantung pada
kekuasaan seseorang, tetapi pada berkat-berkat Allah. Ketika raja
Sodom berkata kepadanya (dalam nada yang meminta, “Ambillah barang
rampasan itu, tetapi sudilah mengembalikan kepadaku semua orang-
59
orangku,” Abraham segera bertindak, “Saya tidak mau mengambil apa-
apa untuk saya sendiri.” (Lihat Kejadian 14:21-14) Melkizedek keluar
untuk bertemu dengan Abraham untuk membagikan makanan dan
suatu berkat; raja Sodom pergi untuk meminta bahwa paling kurang
sebagian daripada harta kekayaannya dikembalikan kepadanya. Secara
teknis, barang-barang raja Sodom telah menjadi milik Abraham. Teapi
Abraham memberikan segala sesuat kembali kepadanya untuk dua
alasan. Kita telah mencatat alasan yang pertama: Abraham
mengumumkan sebuah sumpah dihadapan Tuhan berjanji untuk
mengembalikan segala sesuatu yang menjadi milik raja. Kedua,
Abraham tidak ingin raja itu akan berkata, “Saya telah membuat dia
menjadi kaya.” Dalam cara ini, Abraham sedang melindungi kehormatan
Allah.
Nabi itu telah tahu bahwa kekayaannya adalah hasil dari berkat-
berkat Allah, dan dia tidak mau mengijinkan siapa saja untuk
melemahkan atau mengganggu pendirian tersebut. Abraham menolak
kekayaan lebih daripada mengaburkan kebaikan Allah melalui
menerimanya. Implikasinya adalah bahwa perhatian Abraham yang
terutama adalah bukan materi miliknya atau kesejahteraan ekonomi,
tetapi hubunganya dengan Tuhan. Itulah dimana kehendaknya untuk
memberikan persepuluhan berawal.
c. Allah Memelihara Kehidupan Manusia.
Cerita itu menyarankan bahwa memberikan persepuluhan adalah
termotivasi secara teologi. Didalam kasus yang spesifik ini,
persepuluhan Abraham adalah “satu pengakuan bahwa adalah Allah
Yang Maha Tinggi yang telah memerikan kepada dia kemenangan.” (ayat
20).�� Imam tersebut, dalam berkat, memuji Allah oleh karena Dia telah
mengalahkan musuh-musuh dengan memberikan mereka kedalam
tangan Abraham. Peranan dari Abraham tidak disangkal, tetapi
kemenangan adalah kepada Allah.
60
Memberikan persepuluhan didasarkan bukan hanya pada fakta bahwa
Allah memberkati Abraham, tetapi juga pada fakta bahwa Dia
memelihara dia melalui mengalahkan musuh-musuh. Implikasinya
adalah bahwa kehidupan itu mudah rusak sehingga itu tidak dapat
dipelihara oleh usaha-usaha manusia. Ada kekuatan-kekuatan yang
mengancam kehidupan manusia dan hanya Allah yang dapat dengan
tepat dan secara efektif mengalahkan mereka. Pendirian ini adalah
sangat dinamis sehingga itu terwujud didalam tindakan Abraham dalam
hal memberikan persepuluhan. Sejak saat itu, memberikan
persepuluhan mengekspresikan fakta bahwa kehidupan adalah bukan
milik kita tetapi itu selalu kepunyaan Tuhan (bukan oleh karena Dia
menciptakan kita, tetapi oleh karena Dia memelihara kita didalam satu
dunia yang penuh dengan dosa dan kematian).
Menurut Kejadian 14, memberikan persepuluhan adalah satu
penolakan terhadap sifat cinta diri sendiri. Kuasa yang memperbudak
ini memerintah terhadap mereka yang tidak bergaul dengan Tuhan, dan
memimpin mereka untuk mengeksploitasi dan merusak orang lain
didalam mengejar kekayaan. Abraham memberikan persepuluhan oleh
karena dia telah menolak sifat cinta diri sendiri sebagai kekuatan yang
menguasai hidupnya.
Pada tingkat yang lebih dalam, kebiasaan memberikan
persepuluhan dari Abraham didasarkan pada pendirian yang teguh
bahwa Allah adalah Penicpta dan Pemilik dari segala sesuatu didalam
alam semesta—Dia yang memberkati dan memelihara hidup.
Pengalaman Abraham membuat jelas bahwa Tuhan telah memilih
pribadi-pribadi yang spesifik untuk mengantarai pemindahan dari
persepuluhan dari para penyembah kepada Dia. Seorang Imam
menerimanya dalam kasus yang khusus ini, dan didalam kasus-kasus
yang lain yang telah dicatat didalam Perjanjian Lama. Abraham telah
mengembalikan persepuluhannya kepada seorang dari instrumen yang
telah ditunjuk Allah.
61
B. Kejadian 28:10-22: Persepuluhan Yakub
Referensi kedua untuk memberikan persepuluhan didalam Alkitab
ditemukan di dalam Kejadian 28:22, dimana kita membaca bahwa
Yakub meninggalkan rumah dan menuju Haran untuk menyelamatkan
hidupnya. Diantara Bersyeba dan Haran dia mendapat pengalaman
dengan Tuhan yang menopang dia sepanjang sisa hidupnya.
Tuhan muncuk kepada Yakub didalam sebuah mimpi, menyatkan
diri-Nya sendiri sebagai seorang Allah yang penuh perhatian dan kasih
dan mau untuk memberkati, menuntun dan melindungi kepala keluarga
itu. Sebagai jawaban kepada pewahyuan ilahi tersebut, Yakub membuat
satu janji dan berjanji untuk mengembalikan satu persepuluhan dari
segala sesuatu yang Allah telah berikan kepadanya.
Konteks dari komitmen ini untuk memberikan persepuluhan
menyediakan konsep yang mendasar dan penuh arti yang akan
menolong kita didalam membuka sejumlah ide-ide teologi yang
berhubungan.
1. Komitmen Yakub kepada Allah
Sebelum Yakub membuat janji untuk memberikan persepuluhan,
dia berkata, “TUHAN akan menjadi Allah saya.” (28:21). Selama dalam
mimpi itu, Tuhan berjanji untuk memberikan kepada Yakub sejumlah
barang oleh karena kasih-Nya yang berkemurahan. Tuhan
menampakkan diri-Nya sebagai Allah dari Abraham dan Isakh, tetapi
tujuan-Nya yang sebenarnya adalah untuk menjadi Allah Yakub juga
(ayat 13). Tetapi itu adakah keputusan Yakub dan dia memutuskan
untuk menurut kepada Allah.
Komitmen kepada Tuhan didalam sebuah hubungan kasih
mendahului memberikan persepuluhan oleh karena persepuluhan
adalah hubungan kepada Tuhan yang tidak dapat dipisahkan; itu
adalah milik-Nya. Persepuluhan didasarkan atas satu pengakuan
62
tentang ikut campur tangan pemeliharaan Allah didalam kehidupan dari
seseorang. Tanpa pengalaman dan komitmen yang mendahului itu, akan
berkurang tujuan dari persepuluhan itu dan menjadi tidak relevan atau
tidak berarti.
2. Perhatian Allah kepada Yakub
Didalam mimpi itu, Allah menjelaskan diri-Nya sebagai Dia yang
menyediakan segala kebutuhan Yakub. Janji yang khusus dinyatakan
didalam satu cara yang khusus apa yang akan diberikan Tuhan kepada
Yakub.
a. Keturunan (Lihat Kejadian 28:14)
Yakub mengadakan perjalanan sendirian tetapi itu akan berubah
dimasa yang akan datang. Keturunannya, kata Tuhan, “akan seperti
debu tanah dibumi.” Melalui dia, janji yang telah diberikan kepada
Abraham akan dipenuhi. Implikasinya adalah bahwa manusia
penghasilan manusia berada didalam tangan Tuhan, bukan dibawah
pengendalian dari hukum dari perkembang-biakan manusia.
b. Perlindungan (Lihat Kejadian 28:15).
Janji akan perlindungan menyatakan bahwa Yakub hidup didalam
sebuah lingkungan yang bermusuhan dan bahwa dia sendiri tidak
mampu untuk memelihara dirinya. Dia dijanjikan apa yang dia
perlukan: tuntunan ilahi. Jadi itu menekankan batas-batas dari
kekuasaan manusia dan kebutuhan untuk bergantung pada satu kuasa
yang lebih lebih dari kuasa manusia. Pemeliharaan hidup adalah
sesungguhnya didalam tangan Tuhan.
c. Tanah (Lihat Kejadian 28:13)
Tanah adalah salah satu dari begitu banyak pemberian yang telah
diberikan Tuhan kepada umat-Nya. Tanah menyediakan mereka sebuah
63
identitas dan memang demikian, sampai sejumlah besar, satu sumber
dari kekayaan dan keamanan keuangan. Janji ini menyatakan bahwa
tanah adalah milik Tuhan, bukan milik manusia, dan bahwa Allahlah
yang menyediakan jaminan keuangan.
d. Harta Benda (Kejadian 28:20).
Allah berjanji kepada Yakub bahwa Dia akan menyediakan roti
dan pakaian untuknya. Ini pasti akan memberikan ketenangan pikiran
kepada pengembara yang kesepian ini.
Melalui janji-janji ini, Tuhan menyatakan diri-Nya sendiri kepada
Yakub sebagai Seorang yang adalah pusat dari keamanan manusia,
sumber yang utama dan satu-satunya dari berkat-berkat yang benar.
Dia memiliki segala sesuatu dan membagi-bagikannya kepada setiap
orang sesuai dengan kehendak-Nya yang penuh kasih. Allah adalah
Pemilik, tetapi Dia memiliki satu disposisi yang alami untuk
membagikan dengan orang lain. Perhatikan betapa ide ini ditekankan
dalam cara janji-janji itu dibuat: Tuhan adalah selalu yang menjadi
pokok.
“Aku akan memberikan kepadamu tanah.”
“Aku akan bersama-sama dengan engkau.”
“Aku akan memelihara engkau.”
“Aku akan membawa engkau kembali ketanah ini.”
“Aku tidak akan meninggalkan engkau.”
“Aku akan melakukan apa yang telah Aku janjikan.”
Disini Allah menjelaskan diri-Nya sebagai Seorang yang memiliki
kuasa yang dibutuhkan oleh Yakub untuk menyadari dirinya sendiri,
untuk menjadi apa yang seharusnya. Ini adalah kuasa dari kehadiran
Allah yang pengasih didalam hidupnya.
64
Kemudian Yakub berkata, “Dan saya akan memberikan kepada
TUHAN sepersepuluh dari segala sesuatu yang TUHAN berikan kepada
saya” (28:22). Dia menyadari bahwa apapun yang dia peroleh dimasa
yang akan datang akan selalu menjadi satu pemberian Allah. Dia tidak
pernah akan memiliki apapun juga kecuali apa yang Tuhan telah
berikan kepadany. Baginya, persepuluhan akan menjadi suatu ekspresi
rasa terima kasih, satu pengakuan bahwa dia tidak memiliki apapun.
3. Yakub Membuat sebuah Sumpah.
Sumpah adalah sebuah tindakan yang hikmat yang olehnya
seseorang ditetapkan untuk mengambil Allah secara serius,
mengarahkan hidup seseorang kepada firman-Nya. Itu adalah satu cara
dalam mengekspresikan iman didalam Tuhan. Didalam sumpahnya,
Yakub tidak bernegosiasi dengan Allah atau mencoab untuk menyuap
Dia. “Tuhan telah menjanjikan kepadanya kemakmuran, dan sumpah
ini adalah ungkapan hati yang dipenuhi dengan rasa terima kasih untuk
jaminan dari kasih dan kemurahan Allah.”��
Melalui sumpah itu, Yakub layak kepada janji-janji Allah. Dalam
kenyataannya, “sumpahnya cocok dengan janji-janji tersebut.”�� Segala
sesuatu yang dia sebutkan didalam sumpah itu, Yakub sangat serius
terhadap Allah, dan menerima tawaran kemurahannya.
Memberikan persepuluhan adalah bagian dari sumpah. Namun,
jika persepuluhan itu adalah milik Tuhan, kalau demikian mengapa
harus membuat sumpah dan berjanji untuk mengembalikannya kepada
Dia? Beberapa alasan dapat diberikan:
a. Melalui membuat sumpah Yakub mengakui bahwa
persepuluan adalah milik Tuhan. Jika tidak, dia mungkin saja tergoda
untuk mempertimbangkannya sebagai bagian dari pendapatnya dan
mengembalikan kepada Allah kapanpun dia merasakannya. Dalam satu
65
pengertian, sumpah ini adalah sebuah kesaksian kepada kudusnya
persepuluhan tersebut.
b. Melalui membuat sebuah sumpah Yakub mengekspresikan
keputusannya yang bebas untuk mengembalikan persepuluhan kepada
Tuhan. Allah tidak memaksa dia untuk memberikan persepuluhan.
Sumpah-sumpah didalam Alkitab selalu adalah tindakan yang sukarela
didasarkan pada bekerjanya Roh pada hati dari pribadi. Sumpah Yakub
berarti bahwa dia telah memilih secara sukarela untuk mengembalikan
kepada Tuhan apa yang adalah milik-Nya.
c. Melalui membuat sebuah sumpah Yakub menerima
tantangan Allah untuk percaya kepada-Nya atau untuk menguji Dia
(maleaski 3:10) Allah membuat janji-janji yang spesifik kepada Yakub
dengan mengharap bahwa dia akan menerima dan percaya mereka. Ini
dituntut dari Yakub satu pertalian kedalam hubungan kepercayaan dan
percaya diri didalam Tuhan.
Satu sumpah adalah satu tindakan yang hikmat yang seseorang
tunjukkan tentang percaya dalam Tuhan. Dalam satu pengertian adalah
iman bertumbuh kedalam kematangan. Didalam kasus Yakub,
memberikan persepuluhan adalah bagian dari komitmennya didalam
iman kepada Tuhan. Sumpahnya menjelaskan bahwa berkat-berkat
Allah mendahului memberikan persepuluhan dan bahwa, memberikan
persepuluhan bukanlah satu cara untuk mendapatkan hati Allah.
4. Penyembahan Yakub
Persepuluhan disebutkan didalam cerita ini adalah didalam satu
konteks perbaktian. Itulah yang dimaksud dengan perbaktian—suatu
respons dengan rasa hormat kepada kehadiran Allah. Tempat dimana
dia mendapatkan mimpi menjadi suatu tempat pengembahan, sebuah
66
rumah dari Tuhan. Memberikan persepuluhan adalah satu unsur
didalam tindakan penyembahan.
Suatu bacaan tentang ayat 21 dan 22 dari pasal 28 menunjukkan
bahwa sumpah Yakub mencakup tiga komponen dasar: (a) Komitmen
kepada Tuhan (“Tuhan akan menjadi Allahku”); (b) Menyembah Dia
(tempat itu menjadi “sebuah pusat pemujaan”); (c) Memberikan
persepuluhan (didasarkan atas apa yang telah Allah berikan kepadanya).
Persepuluhan akan sangat penuh arti hanya didalam penempatan
teologia tersebut.
Satu unsur yang terpenting didalam cerita ini adalah fakta bahwa
memberikan persepuluhan didahului oleh satu pewahyuan dari Allah
sebagai se-Orang yang penuh kepedulian dan kasih sayang, selalu mau
untuk memberkati dan memelihara kehidupan dari hamba-Nya. Yakub
menemukan bahwa setiap berkat spiritual dan materi ditemukan
didalam Tuhan dan bahwa Dia memiliki sebuah disposisi alami untuk
memberkati dengan limphanya.
Menurut cerita ini, adalah mungkin benar untuk menyimpulkan
bahwa memberikan persepuluhan adalah didasarkan pada sebuah etika
dari mengikuti teladan. Allah adalah Pemberi yang agung dan Yakub
meniru-Nya bilamana Yakub memberikan persepuluhan. Dalam satu
pengertian bahwa ini sama dengan perintah Sabat. Berhenti bekerja
pada hari Sabat adalah didasarkan pada fakta bahwa allah berhenti
pada hari itu. Didalam memenuhi akan perintah tersebut, kita meniru
Dia.
Etika untuk meniru semacam itu menjadi satu kemungkinan
hanya setelah seseorang menerima Allah sebagai Tuhan pribadinya. Itu
akan meliputi satu penyerahan penuh dari kehidupan pribadi dan
kepemilikan dari Tuhan. Memberikan persepuluhan menghidupkan
secara terus menerus pengalaman didalam kehidupan orang tersebut.
Jika sebuah sumaph dilibatkan, itu oleh karena hubungan dengan
Tuhan adalah suatu hubungan yang formal dan komitmennya adalah
67
permanen. Sebagai satu tindakan penyembahan, memberikan
persepuluhan akan memperbaharui kemauan kita yang tetap untuk
menyerahkan hidup kita kepada sumber dari semua berkat,
menegaskan kembali komitmen kita yang tidak bersyarat kepada Allah.
Didalam pengertian tersebut, memberikan persepuluhan adalah sebuah
representasi yang kongkret dari perjanjian.
C. Perundang-undangan dalam Memberikan Persepuluhan
Tuhan memasukkan memberikan persepuluhan kedalam undang-
undang perjanjian bangsa Israel, menjadikan sebagai bagian dari
pengalaman keagamaan rakyat itu sebagai satu bangsa. Beberapa
hukum didalam Pentateuch menunjuk kepada kebiasaan-kebiasaan
memberikan persepuluhan. Maksud daripada peraturan-peraturan
tersebut adalah untuk menjelaskan apa yang harus diberikan sebagai
persepuluhan, untuk menerangkan proses yang harus diikuti ketika
memberikan persepuluhan, untuk menjelaskan kegunaan dari
persepuluhan, dan untuk menyatakan fungsi teologia dan sosial dari
persepuluhan. Kita akan melanjutkan dengan memeriksa perundang-
undangan tersebut.
Imamat 27:30-33. Imamat pasal 27 berbicara tentang pemberian-
pemberian yang diserahkan—yaitu, pemberian-pemberian yang telah
dijanjikan oleh Tuhan melalui sebuah sumpah atau melalui
menghknsekrasikannya kepada Dia. Pemberian-pemberian ini
mencakup persembahan-persembahan untuk membayar nazar dari
orang-orang dlam bentuk jumlah-jumlah yang sudah ditetapkan dari
perak (vayar 1-8); janji akan binatang (ayat 9-13) penyerahaan akan
harta kekayaan atau tanah (ayat 14-24); undang-undang yang melarang
(ayat 28, 29). Pasal ini juga mencakup undang-undang yang mengatur
penebusan dari anak sulung dan persepuluhan (ayat 26, 27, 30, 33)46
68
Tujuan dasar daripada pasal tersebut adalah untuk menjelaskan
sumber-sumber yang utama dari pendapatan untuk pelayanan kaabah
dan imam-imam.�� Mendanai kaabah adalah merupajan satu bagian
yang terpenting dari sitim perbaktian Israel oleh karena melaluinya
rakyat menunjukkan kebahagiaan dan rasa terima kasih mereka karena
Allah diam diantara mereka.
Walaupun memberikan persepuluhan bukanlah sebuah
persembahan sukarela, tetapi itu termasuk diantara persembahan-
persembahan yang telah didedikasikan oleh karena itu juga adalah satu
sumber dari pendapatan untuk pada pendeta. Disamping itu,
persembahan-persembahan sebagai peringatan dapat ditebus dan, pada
tingkat tertentu, demikian juga dengan Persepuluhan. Oleh karena itu,
adalah sangat masuk akal untuk memasukkan persepuluhan kedalam
diskusi tentang persembahan-persembahan sebagai peringatan.
Perundang-undangan yang spesifik dari memberikan persepuluhan ini
menyatakan beberapa fakta yang penting.
a. Memberikan Persepuluhan Didasarkan pada Pendirian
Teologia.
Persepuluhan adalah milik Tuhan dan oleh karena itu
persepuluhan itu kudus. Itu tidak akan menjadi kudus oleh karena
sebuah sumpah atau sebuah tindakan pentahbisan. Itu adalah secara
sederhana kudus oleh karena memang sifatnya adalah kudus; itu
adalah milik Tuhan. Tidak seorangpun kecuali Allah yang memiliki hak
atasnya. Tidak seorangpun dapat mentahbiskannya kepada Allah oleh
karena perspuluhan tidak akan pernah menjadi bagian dari harta
kekayaan seseorang.
Didalam satu pengertian, persepuluhan adalah sama seperti
Sabat. Keduanya adalah kudus bagi Tuhan (qodesh la YHWH, Keluaran
16:23; Imamat 27:30). Allah menginvestasikan mereka dengan
kekudusan, dan sekarang itu adalah bagian daripada sifat mereka.
69
Keduanya dapat menjadi ujian bagi kesetiaan kepada Tuhan dan kepada
janji oleh karena Tuhan meletakan mereka pata pembagian kita bahkan
walupun tidak satupun dari keduanya dalah milik kita. Kita dapat
menajiskan mereka melalui menggunakan mereka dalam cara yang
tidak senonoh.
b. Persepuluhan Didasarkan pada Pertambahan dari
Kekayaan.
Perundang-undangan menuntut persepuluhan semua hasil bumi:
gandum dan buah-buahan. Itu juga diterapkan kepada pertambahan
dari “kambing domba.” Terjemalan harafiah daripada frase tersebut
adalah “lembu jantan dan domba”, tetapi didalam Imamat itu
dierangkan sebagai “kawanan ternak dan kawanan domba.” (Imamat
1:10).�� Ini bertambah dalam hasil dan kehidupan adalah merupakan
hasil daripada berkat-berkat Allah kepada umat-Nya (Imamat 26:3-5).
Persepuluhan adalah sebuah pengakuan pada pihak dari bangsa Israel
bahwa segala sesuatu yang mereka miliki datangnya dari dan milik
Tuhan. Pengakuan ini terletak pada inti daripada perjanjian tersebut.
Persepuluhan menjadi sebuah kesaksian yang tetap kepada perjanjian
dan kepada kesetiaan bangsa kepada terhdapnya.49
c. Penebusan dari Persepuluhan
Persepuluhan dari hasil ladang dapat dutebus dengan
menggantikannya dengan sesuatu yang sama (mungkin perak) ditambah
satu biaya dari 20 persen. Persepuluhan dari kawanan ternak dan
kawanan domba tidak dapat ditebus.
Penebusan yang disebutkan disini tidak boleh disalah tafsirkan
dengan kebiasaan-kebiasaan yang salah tenatng menahan persepuluhan
dengan maksud untuk membawakannya kemudian dan menambah dua
puluh persen lagi kepadanya. Apa yang menetapkan perundang-
70
undangan ini adalah bahwa karena persepuluhan dibayar dalam bentuk
“mungkin ada kasus dalam mana seorang membutuhkan gandum untuk
ditanam, dan akan lebih baik membayar dalam bentuk uang daripada
dalam bentuk gandum. Dibawah kondisi-kondisi inilah, dia adapat
menebus persepuluhan tersebut dengan memiliki gandum itu dan
membayar jumlah ini ditambah seperlima.”�� Tidak dinyatakan didalam
Imamat 27 bahwa persepuluhan dapat ditahan.
d. Persepuluhan Bukan untuk Dimanipulasi.
Kita diperintahkan untuk membawa persepuluhan kepada Tuhan.
Setiap usaha untuk memanipulasi sistim terebut didalam usaha untuk
mendapatkan keuntungan pribadi adalah ditolak oleh perundang-
undangan ini. Bangsa Israel tidak akan mengontrol atau mempengaruhi
didalam cara apapun dalam hal memilih persepuluhan dari kawanan
domba dan kawanan ternak. Setiap binatang yang kesepuluh yang akan
lewat dibawah tongkat sang gembala adalah milik Tuhan. Orang
tersebut tidak akan “mengambil barang dari yang buruk atau membuat
pengganti” (Imamat 27:33). Kualitas binatang tidak boleh dikontrol sama
sekali.
Imamat 27 menjelaskan persepuluhan sebagai yang kudus bagi
Tuhan. Itu juga akanmenghubungkan memberikan persepuluhan
dengan pemberian-pemberian yang telah diberika kepada kaabah agar
supaya dapat membiayainya dan pengurus-pengurusnya. Itu adalah
mungkin satu-satunya alasan untuk menebusnya; melalui penebusan,
uang tunai (perak) disediakan kepada kaabah. Perundang-undangan ini
tidak menyatakan dengan jelas bagaimana persepuluhan harus
digunakan didalam kaabah. Penekananya adalah pada sifat daripada
persepuluhan tersebut dan tanggungjawab dari pribadi untuk
membawakannya kepada Tuhan.
71
2. Bilangan 18:21-32.
Bilangan pasal 18 menjelaskan tanggungjawab dari imam-imam
dan orang-orang Lwei sebagai penjaga-penjaga kaabah. Menjaga kaabah
dan mengurus kebutuhan-kebutuhan dari bangsa adalahs ebauh
pekerjaan penuh waktu. Suku Lewi tidak memiliki warisan diantara
bangsa Israel; Tuhan adalah warisan mereka. Allah adalah yang
menyediakan kebutuhan-kebutuhan mereka. Tujuan utama dari
Bilangan pasal 18 adalah untuk menunjuk kepada “arti yang olehnya
aturan-aturan kepengurusan . . . . harus dipeliharan.”��
Tuhan menugaskan pemberian-pemberian yang bangsa itu
berikan kepada-Nya kepada Harun. Ini termasuk bagian dari yang maha
kudus (ayat 9,10) dan persembahan-persembahan yang kudus (ayat 11-
19). Dia juga mendapat untung dari persepuluhan tersebut (ayat 25-
32).��
Pendapatan daripada orang-orang Lewi adalah persepuluhan yang
dikembalikan oleh orang Israel kepada Tuhan (ayat 21:24).
Persepuluhan didiskusikan disini didalam konteks dari kaabah dan
secara langsung duhubungkan dengan pekerjaan dari imam-imam dan
orang-orang Lewi.
a. Sifat dari Persepuluhan.
Bilangan pasal 18 tidak menunjuk kepada persepuluhan secara
eksplisit sebagai satu pemberian yang kudus kepada Tuhan.
Persepuluhan mungkin tercakup didalam frase “persembahan yang
kudus dari bangsa Israel” (ayat 32 atau mungkin itu menunjuk secara
eksklusif kepapa persepuluhan, tetapi itu tidak mutlak pasti.
Meskipun demikian, perspuluhan dijelaskan sebagai yang
“dipersembahkan oleh orang Israel sebagai suatu persembahan kepada
Tuhan” (ayat 24). Kata yang diterjemahkan “dipersembahkan” (rûm) yang
berarti “dipisahkan, (diambil dan dipersembahkan.” “Suatu
persembahan” (terûmâh) kelihatannya menunjuk kepada sesuatu yang
72
menandakan (diasingkan) sebagai sebuah persembahan diluar kaabah
dan kemudian dibawah ke-kaabah dan dipersembahkan kepada
Tuhan.�� Jika interpretasi tersebut benar, maka persepuluhan adalah
persembahan yang diasingkan dirumah dan kemudian dikembalikan di
kaabah kepada Tuhan.
Dengan menjelaskan persepuluhan sebagai sebuah persembahan,
maka kekudusannya sedang dinyatakan. Kenyataanya bahwa itu adalah
sebauh persembahan bukan berarti bahwa itu adalah sesuatu
disukarelakan; Tuhan memang menuntutnya dari manusia.��
Perundang-undangan ini tidak menjelaskan apa yang harus
dipersepuluhkan. Ada sebuah ucapan yang kebetulan tentang “gandum”
dan anggur” (ayat 27) tetapi teks tersebut tidak membatasi memberikan
persepuluhan hanya kepada hal-hal tersebut (lihat ayat 28, 29).
b. Penggunaan Persepuluhan
Persepuluhan adalah milik Tuhan tetapi Dia menugaskannya
kepada orang-orang Lewi (ayat 21). Keputusan ini didasarkan pada
kenyataan bahwa orang-orang Lewi tidak menerima warisan apapun
diantara orang-orang Israel dan secara konsekwensi tidak memiliki satu
carapun dalam pemeliharaan. Fungsi mereka adalah untuk melayani
didalam kaabah dan untuk melindungi kekudusannya. Tuhan
memberikan kepada mereka persepuluhan sebagai pengganti (ayat 21;
heleph) atau suatu upah ( ayat 31; sakar) untuk pekerjaan mereka
didalam kaabah.
Ingat bahwa didalam memberikan persepuluhan, orang-orang
Israel tidak membayar orang-orang Lewi untuk pelayanan mereka.
Mereka hanya mengembalikan persepuluhan tersebut kepada Tuhan
dalam bentuk persembahan. Adalah Tuhan yang memutuskan
bagaimana untuk menggunakannya. Dan Tuhan memutuskan untuk
memberikannya kepada orang-orang Lewi.
73
Pentingnya prosedur ini ditemukan didalam kenyataan bahwa
kualitas dari pelayanan yang dilakukan oleh orang-orang Lewi kepada
bangsa Israel tidak mempengaruhi kebiasaan memberikan persepuluhan
dari bangsa itu sama sekali. Mereka mengemabalikan persepuluhan
mereka kepada Tuhan dan Dia memberikannya kepada orang-orang
Lewi. Ide ini diulangi sampai tiga kali didalam pasal tersebut (ayat 21,
24, 25).
Pendekan yang sama ini juga digunakan sehubungan dengan
persepuluhan yang ditugaskan kepada para imam (ayat 28, 29). Orang-
orang Lewi diperintahkan untuk memberikan satu persepuluhan dari
persepuluhan yang dikembalikan kepada Tuhan, tetapi itu adalah
Tuhan yang menentukan bagaimana itu harus digunakan. Persepuluhan
dari orang-orang Lewi adalah untuk Tuhan, dan bukan satu
pembayaran yang dibuat kepada para imam untuk pelayanan mereka:
“engkau harus membeirkan sepersepuluh dari presepuluhan itu sebagai
persembahan milik Tuhan” (ayat 25). Pemeliharaan imam-iman bukan
berada didalam tangan orang-orang Lewi, tetapi dari Tuhan.
Persepuluhan ini telah dipilih dari bagian yang terbaik dari
persepuluhan dari orang-orang Israel (ayat 29), dengan cara demikian
menghindari setiap usaha pada pihak dari orang-orang Lewi untuk
memanipulasi proses tersebut.
Menurut Bilangan pasal 18, persepuluhan ditetapkan oleh Tuhan
kepada orang Lewi dan imam-imam sebagai pengganti untuk kerja
mereka yang panuh waktu didalam kaabah atas nama bangsa Israel.
Persepuluhan dibawa kepada Tuhan, dan bukan pembayaran untuk
pelayanan dari orang Lewi dan ima-imam. Kenyataannya, persepuluhan
tidak pernah muncul sebagai pembayaran untuk pelayanan yang
diterima.
3. Ulangan 12:6, 11, 17; 14:22-29; 26:12-15.
74
Ulangan pasal 12 berurusan dengan pentingnya penyembahan
kepada Allah pada satu kaabah pusat—sebuah tempat yang dipilih oleh
Tuhan. Ke-tempat ini bangsa Israel diharapkan untuk membawa
korban-korban, persembahan, dan persepuluhan mereka (ayat 6, 11).
Didalam ayat 12-17 kita menemukan perintah-perintah yang
berhubungan kepada penggunaan persepuluhan yang kita tidak dapat
temukan didalam perundang-undangan lainnya. Bangsa Israel
diperintahkan untuk tidak makan persepuluhan mereka di tempat
mereka sendiri tetapi untuk membawanya kepada kaabah pusat. Mereka
memakannya di hadapan Tuhan (ayat 18). Seluruh anggota keluarga
diperbolehkan untuk makan.
Perundang-undangan yang dicatat didalam pasal 14:22-27 lebih
jauh mengembangkan ide-ide tersebut. Ulangan pasal 14 berurusan
dengan “yang mana boleh dimakan dan yang mana tidak boleh
dimakan.”�� Persepuluhan dari gandum, anggur baru, dan minyak
disebutkan diantara makanan-makanan yang dapat dimakan (ayat 22-
23). Orang-orang Israel dituntut untuk membaya persepuluhan ini ke-
kaabah dan memakannya dihadapan Tuhan.
Jika kaabah pusat terlalu jauh, maka orang-orang diijinkan untuk
menukar persepuluhan tersebut dengan perak. Sekali mereka mencapai
kaabah, mereka membawakan apapun yang mereka suka bersama
dengan perak tersebut. “Engkau dan seisi rumahmu harus memakannya
disana dihadapan Tuhan dan bersukacita” (ayat 26). Di dalam
melakukan hal ini, mereka tidak boleh mengabaikan orang-orang Lewi—
mereka harus membagi makan dengan mereka.
Adalah nyata bahwa ada perbedaan-perbedaan yang nyata antara
perundang-undangan ini dan yang ditemukan didalam Imamat dan
Bilangan. Perbendaan-perbedaan yang terpenting adalah:
a. Didalam kitab Ulangan persepuluhan dibebankan hanya
75
pada gandum, anggur, dan minyak sementara didalam
perundang-undangan yang lain semua hasil bumi dan
pertambahan dari kambing dan domba harus
dipersepuluhkan.
b. Walaupun persepuluhan yang didiskusikan didalam
Ulangan dituntut oleh Tuhan, itu adalah milik dari keluarga
yang membawakannya ke-kaabah. Kitab Imamat dan
Bilangan berbicara tentang satu persepuluhan yang secara
eksklusif menjadi milik Allah, dan yang diberikan oleh Dia
kepada orang Lewi dan Imam-imam.
c. Persepuluhan didalam kitab Ulangan adalah untuk
digunakan oleh orang israel untuk satu jamuan
persekutuan keluarga untuk dimakan di kaabah pusat.
Perundang-undangan yang lain tidak mengijinkan hal
terebut. Mereka membatasi dalam hal memakan
persepuluhan kepada orang Lewi, imam-imam dan keluarga-
keluarga mereka yang bersangkutan.
Konklusi tersebut kelihatannya tidak dapat dielakkan bahwa kita
sedang berurusan disini dengan dua tipe persepuluhan. Itu tidak
kelihatan memungkinkan untuk mensejajarkan apa yang kita miliki
didalam Ulangan dengan perundang-undangan didalam Imamat dan
Bilangan.56 Tradisi dari Rabi-rabi menyebutkan persepuluhan yang
dicatat didalam Imamat “persepuluhan pertamaa” dan yang terdapat
didalam Ulangan “persepuluhan kedua.”
Untuk menyulitkan masalah bahkan lebih jauh, Ulangan 14:28,
29 dan 26:12-15 menyebutkan satu persepuluhan yang harus diberikan
didalam tahun yang ketiga. Persepuluhan ini adalah dari hasil bumi dan
harus disimpan dikota-kota. Tujuannya adalah bahwa “orang-orang Lewi
76
. . . . dan orang asing, mereka tidak lagi memiliki ayah dan para janda
yang tinggal dikota-kotamu dapat datang dan makan dan dipuaskan.”
(14:29).
Apakah ini adalah persepuluhan yang ketiga? Sebagian orang
telah menginterpretasikannya sebagai persepuluhan yang ketika, tetapi
yang lain bahwa perundang-undangan ini menjelaskan satu penggunaan
yang berbeda dari persepuluhan yang kedua setiap tiga tahun.
Interpretasi yang terakhir ini mungkin saja benar. Selama dua tahun
persepuluhan yang kedua dibawakan ke-kaabah dan dimakan disana
oleh orang-orang Israel tetapi “setiap tahun ketiga . . . . persepuluhan
yang kedua ini harus digunakan di rumah, dalam menjamu orang-orang
Lewi dan orang-orang miskin.”��
Persepuluhan yang kedua ini adalah juga didasarkan pada
pendirian bahwa adalah Allah yang telah memberkati bangsa Israel
(12:6, 7). Namun, tujuannya adalah untuk mengajarkan penghormatan
kepada Tuhan (14:22) dan untuk menyediakan bagi orang-orang yang
membutuhkan (26:12). Persepuluhan ini kelihatannya adalah seuatu
persepuluhan “amal” didalam teokrasi bangsa Israel.
D. Ayat-ayat Perjanjian Lama Yang Lain
Ada beberapa tempat yang lain didalam Perjanjian Lama dimana
persepuluhan disebutkan. Kita akan memeriksa mereka untuk
menjelajahi kontribusi mereka kepada sifat dan teologi dari memberikan
persepuluhan.
1. 2 Tawaraikh 31:4-6, 12.
Persepuluhan disebutkan disini didalam konteks dari
pembaharuaan keagamaan yang diumumkan oleh Hezekiah. Dibawah
kepemimpinannya kaabah dibersihkan dan ditahbiskan kembali (2
Tawarikh 29), paskah dirayakan (2 Tawaraikh 30), dan dia memohon
kepada bangsa itu untuk menyediakan kepada imam-imam dan orang-
77
orang Lewi melalui membawa hasil pertama mereka dan persepuluhan
ke-kaabah (2 Tawarikh 31). Dibawah pemerintahan Ahaz, raja Yehuda
sebelumnya, pintu-pintu kaabah ditutup, yang membawa suatu akhir
daripada pelayanan penyembahan. Didalam kemurtadan bangsa itu,
rakyat berhenti membawa perepuluhan mereka ke-kaabah.
Apa yang dinyatakan didalam Tawarikh 31 tentang memberikan
persepuluhan adalah ringkas dan setuju dengan apa yang kita temukan
didalam Imamat dan Bilangan.
a. Persepuluhan diminta dari semua hasil bumi dan dari
pertambahan kawanan domba dan ternak (ayat 5, 6)
b. Persepuluhan dijelaskan sebagai atau disebutkan sebagai
sebuah “persembahan” (terûmâh). Ini adalah kata yang sama
yang digunakan didalam Bilangan untuk menunjuk kepada
persepuluhan dan menyarankan bahwa persepuluhan
dikembalikan kepada Tuhan.
c. Persepuluhan digunakan untuk menyediakan bagi yang
membutuhkan dari orang-orang Lewi dan imam-imam agar
supaya dapat “mendedikasikan diri mereka sendiri kepada
Hukum dari Tuhan” (ayat 4).
d. Memberikan persepuluhan mendahului berkat Allah dan,
oleh karena itu, diakui bahwa semua orang telah diberikan
kepada mereka oleh Tuhan ( ayat 10).
Kemungkinan, unsur yang baru sehubungan dengan
persepuluhan didalam cerita ini disediakan oleh konteksnya.
78
Kemurtadan menuntun kepada hampir kepada satu penolakan
tentang memberikan persepuluhan yang tidak dapat ditawar-tawarkan.
Ahaz menyimpulkan bahwa yang memberkatinya bukanlah Tuhan tetapi
dewa-dewa orang Aram ( 2 Tawarikh 28:23) dan, secara konsekwen, dia
dan bangsa Yehuda berhenti membawa persepuluhan mereka kepada
Tuhan.
2. Amos 4:4
Ada dua pusat pemujaan didalam kerajaan bagian utara—yang
satu berada di Bethel, dan yang lainnya berada di Gilgal. Tidak
diragukan lagi, ini adalah pusat-pusat penyembaan berhala, tetapi
didalam kotbahnya Amos secara terang-terangan menyerang dosa dari
beragama secara formal—penampilan tindakan kegamaan di pusat-
pusat tersebut yang tidak memiliki pengaruh praktis pada kehidupan
dari setiap pribadi. Bangsa dan pemimpin-pemimpin mereka telah
memisahkan kepedulian keagamaan dari moralitas dan keadilan.
Amos menjelaskan semangat keagamaan dari rakyat itu sebagai
penuh dosa, dan secara tajam mengundang mereka untuk terus
menjalankan ritual-ritual mereka agar supaya dapat meningkatkan
keberdosaan mereka. “Datanglah ke Betel dan lakukanlah perbuatan
jahat, ke-Gilgal dan perhebatlah perbuatan jahat! Bawalah korban
sembelihanmu pada waktu pagi, dan persembahan persepuluhanmu
pada hari yang ketiga.!”��
Amos menyatakan bahwa semakin rakyat itu datang ketempat-
tempat ritual dan semakin bersemangat didalam menjalankannya maka
maka semakin “berlipat ganda kehadiran ditempat-tempat itu, semakin
mereka terus berbuat pelanggaran.”59 Agama tanpa etika, moralitas, dan
keadilan adalah sebuah tindakan pemberontakan terhadap Allah.
Pengganti dari persembahan-persembahan pemujaan untuk keadilan
terhadap yang tertindas” adalah suatu tindakan penuh dosa.60 Semangat
79
keagamaan tidaklah perlu menjadi satu manifestasi dari rasa kasihan
yang sebenarnya.
Amos berkata persepuluhan menjadi sangat tidak berarti jika itu
tidak disertai dengan satu pengalaman keagamaan yang memiliki satu
pengaruh yang utama pada tingkah laku sosial dan kepedulian dari
orang tersebut kepada orang lain. Sebuah kehidupan beragama yang
formal atau legalistik merampok memberikan persepuluhan dari artinya
yang hakiki.
3. Nehemia 10:38; 12:44; 13:5, 12
Nehemia 10”38, 39 membentuk bagian dari sebuah upacara
pembaharuan perjanjian. Sebuah komunitas kecil orang Yahudi yang
telah kembali ke Yerusalem bertemu bersama-sama dengan pemimpin-
pemimpin untuk membacakan Mukum Musa (Nehemia 8), untuk
mengakui dosa-dosa mereka (nehemia 9), dan untuk memperbaharui
perjanjian dengan Tuhan (Nehemia 10). Persepuluhan disebutkan
diantara pengaturan-pengaturan perjanjian tersebut. Semala upacara
tersebut, orang-orang Yeahudi menyerhkan diri mereka untuk membawa
persepuluhan mereka kepada Tuhan. Orang-orang Lewi, didampingi oleh
para imam, pergi kekota-kota untuk mengumpulkan persepuluhan dari
rakyat dan mengambil kurang lebih sebagian daripadanya untuk
penyimpanan di kaabah.61
Perundang-undangan ini dengan cermat mengikuti perintah-
perintah yang ditemukan didalam Bilangan. Persepuluhan tersebut
adalah untuk orang-orang Lewi, tetapi mereka memberikan
sepersepuluh daripadanya kepada imam-imam (10:38). Itu dinyatakan
secar spesifik bahwa satu persepuluhan dikumpulkan dari hasilng
ladang (ayat 39), tetapi itu tidak perlu mengeluarkan satu persepuluhan
dari pertambahan ternak dan kawanan domba, karena rakyat ingin
untuk melakuan apa yang “dituntut oleh hukum” (12:44).
80
Referensi untuk persepuluhan didalam 10:38, 39 diikuti oleh
komitmen rakyat untuk memelihara pelayanan-pelayanan didalam
kaabah: “Kami tidak akan membiarkan rumah Allah kami (ayat 39).
Dengan memberikan persepuluhan mereka, mereka menunjukkan
kepedulian mereka terhadap kaabah, yang menjadi tempat kediaman
Allah. Mereka ingin untuk terus mendapat untung dari pengampunan
Allah yang penuh kemurahan melalui pelayanan pengantaraan dari para
imam.
Dikemudian hari, Nehemia mengangkat satu kelompok orang-
orang Lewi untuk bertanggungjawab atas bilik-bilik di kaabah. Mereka
mengumpulkan persepuluhan dari kota-kota (Nehemia 12:44). Sistem
yang dibuat oleh Nehemia berjalan dan mendapat dukungan dari orang-
orang Yahudi.
Adalah pada titik ini didalam cerita tersebut bahwa sebuah rincian
ditambahkan: “Sebab Yehuda bersukcita sebab para imam dan orang-
orang Lewi yang bertugas” (ayat 44). Lihat bahwa alasan rakyat untuk
memberikan persepuluhan bukan karena mereka merasa senang
dengan hasil pekerjaan dari imam-imam. Mereka memberikan
persepuluhan oleh karena, menurut hukum, bahwa apa yang Tuhan
harapkan dari mereka. Mereka, begitu juga dengan imam-imam dan
orang-orang Lewi, sedang memenuhi kehendak Allah dan hasilnya
adalah sukacita didalam Tuhan. Tentunya, ini bukan berarti bahwa
orang-orang Yahudi tidak tertaril didalam apa yang sedang terjadi
didalam kaabah.
Setelah dua belas tahun di Yerusalem, Nehemia kembali ke Persia
(ca. 432.BC). Segera setelah kepergiannya, kondidi kerohanian dari
bangsa itu mulai memburuk. Imam-imam mulai kehilangan pandangan
akan penggilan mereka yang tinggi. Eliashib, yang menjadi kepada dari
bilik-bilik persepuluhan itu, menginjinkan Tobiah, seorang Amon, untuk
tinggal di salah satud ari bilik itu didalam kaabah, dan menajiskannya
13:4-5). Pada waktu itu, Sabat tidak dipelihara dengan baik (13:15);
81
rakyat berhenti memberikan persepuluhan (13:10); orang-orang Lewi
meninggalkan tempat mereka di kaabah dan pergi bekerja diladang
(13:10).
Nehemia kembali secara tidak diharapkan ke Yerusalem dan sadar
akan kejatuhan kerohanian dari rakyat dan pemimpin-pemimpin
mereka. Berikutnya dia memanggil orang-orang Lewi kembali ke-kaabah
dan meminta rakyat untuk mengembalikan persepuluhan mereka
kepada Tuhan.
Kegagalan rakyat untuk membawa persepuluhan mereka kepada
Tuhan dipengaruhi oleh apa yang sedang terjadi didalam kaabah
dibawah kepemimpinan dari imam-imam.62 Kenyataannya bahwa
kaabah dinajiskan dan bahwa persembahan telah disalah gunakan
“cendrung untuk mematahkan kebebasan daripada rakyat. Mereka telah
kehilangan semangat dan gairah, dan menjadi malas untuk membayar
persepuluhan mereka. Perbendaharaan dari rumah Tuhan kurang
dalam persediaannya.”63 Pembaharuan nehemia “memberikan inspirasi
kepada rakyat dengan percaya diri dan semua bangsa Yehuda membawa
persepuluhan mereka” kepada Tuhan.64
Apakah sikap dari bangsa tersebut benar? Apakah dapat
dibenarkan bagi mereka untuk mendapatkan kembali persepuluhan
atau berhenti memberikan persepuluhan oleh karena korupsi yang
terjadi diantara imam-imam? Tentunya tidak. Nehemia tidak akan
memaafkan sikap daripada bangsa itu tetapi mengingatkan mereka
tentang komitmen mereka kepada kaabah (10:39). Dia memanggil
patugas-petugas atau pemimpin-pemimpin dari rakyat itu. Ini bukanlah
dari imam-imam. Kata “petugas” (seganim) menunjukkan pegawai kecil,
seperti pemimpin-pemimpin kampung.”65 Didalam memanggil dan
memarahi pemimpin-pemimpin ini yang mewakili rakyat, Nehemia
memarahi rakyat karena tidak mengembalikan persepuluhan mereka ke-
rumah Tuhan. Kata kerja Ibrani yang diterjemahkan “untuk memarahi”
adalah merupakan sebuah kata sah yang keran (rib). Itu berarti “untuk
82
memperdebatkan, bertengkar (secara umum, dengan kata-kata,
persungutan, pernyataan yang tegas, menyalahkan).”65 Tuhan
mengharapkan keduanya yaitu imam-imam dan rakyat untuk
memenuhi tanggungjawab mereka yang sama.67
Kegagalan dari pihak imam-imam dan orang-orang Lewi ini harus
diperbaiki. Nehemia memilih empat orang yang dapat dipercaya untuk
bertanggungjawab terhadap bilik-bilik yang juga bertanggungjawab
“untuk mendistribusikan persediaan kepada saudara-saudara mereka”
(13:13). Pembaharuan ini memulihkan rasa percaya rakyat kepada
pemimpin-pemimpin mereka.
Didalam buku Nehemia, ditunjukkan bahwa memberikan
persepuluhan memaksakan satu tanggungjawab bukan hanya pada
pemberi, tetapi juga kepada penerima. Allah mengharapkan mereka
yang mengelolah persepuluhan untuk mengaturnya dengan tepat.
Walaupun ada sikap yang tidak tepat pada pihak mereka yang dipilih
oleh Allah untuk memimpin umat-Nya bisa saja melemahkan kaum
awam, didalam cara apapun tidak dapat membenarkan sikap untuk
tidak mengembalikan persepuluhan kepada Tuhan.
4. Maleaki 3:8-10
Didalam ayat yang terkenal ini, penolakan untuk memberikan
persepuluhan diinterpretasikan sebagai penyelewengan terhadap harta
kekayaan Allah—satu perampokan. Mereka di Israel yang tidak
memberikan persepuluhan atau memberikan sebagian persepuluhan
(frase “bawakan seluruh persembahan persepuluhan” [ayat 10] dapat
diinterpretasikan didalam dua cara, merampas Allah dari apa yang
menjadi milik-Nya.
Tuduhan ini adalah sesuatu yang sangat serius. Salah
menggunakan apa yang menjadi milik Tuhan adalah merupakan
kejahatan yang serius di Israel dan diseluruh Timur Dekat kuno. Ayat
ini dibentuk melampaui setiap keragu-raguan yang masuk akal bahwa
83
persepuluhan bukanlah bagian dari pendapatan seseorang. Benar, itu
telah menjangkau kita dalam bentuk pendapatan, tetapi itu tidak
pernah akan menjadi milik kita. Untuk mempertimbangkannya secara
sederhana menjadi pendapatan pribadi, agar supaya dapat
menggunakannya seperti yang kita inginkan, itu berarti merampok
Allah.
Kita teleh melihat bahwa persepuluhan digunakan oleh Allah
untuk menyediakan makanan untuk imam-imam dan orang-orang Lewi.
Itu juga ditekankan disini didalam ayat 10. Jika rakyat salah
menggunakan persepuluhan, maka imam-imam dan orang-orang Lewi
akan menderita, tetapi tindakan rakyat yang penuih dosa yang dibuat
terhadap Tuhan. Adalah Allah, bukan orang-orang Lewi, merampas apa
yang secara eksklusif menjadi milik-Nya.
Pada tingkat yang lebih dalam, masalahnya bahkan menjadi lebih
serius. Dengan tidak membawa persepuluhan mereka kepada Tuhan,
rakyak itu membuat sebuah pernyataan agama yang penting. Mereka
menyangkal pemeliharaan dan kepedulian Allah yang penuh kasih
terhadap mereka. Mereka merampas penurutan dan kemuliaan yang Dia
patut terima sebagai Seorang yang memelihara mereka. Kurangnya iman
didalam Tuhan dikutip oleh Maleaki:
“Kamu berkata, 'Percuma saja berbakti kepada Allah. Apa gunanya
melakukan kewajiban kita terhadap TUHAN Yang Mahakuasa, atau
menunjukkan kepada-Nya bahwa kita menyesali kesalahan kita?”
(Maleaki 3:14)
Mereka menuduh Allah karena tidak memenuhi bagian daripada
janji-Nya, tetapi Tuhan menjawab, “Kamu merampok aku.”
Bagai satu bangsa yang tidak komit kepada Tuhan, memberikan
persepuluhan adalah benar-benar sebuah tantangan. Mereka hanya
percaya kepada diri mereka sendiri untuk memelihara diri mereka
84
sendiri. Didalam situasi yang khusus ini, kondisi keuangan dari bangsa
tersebut adalah genting dan mereka memperhitungkan memberikan
persepuluhan tidak perlu. Adalah untuk pribadi seperti demikian Tuhan
telah berkata, “Ujilah aku” (ayat 10). Ini adalah sebuah panggilan untuk
melangkah maju didalam imam untuk melakukan apa yang harus
dilakukan, percaya didalam janji-janji berkat Allah (ayat 10-12). Didalam
proses tersebut, Tuhan mengharapkan ima mereka untuk bertumbuh
kepada titik dari percaya sepenuhnya kepada Dia, mengakui bahwa
keamanan keuangan mereka ditemukan hanya didalam Dia.
Panggilan ilahi kepada iman ini menjadi tidak berarti tanpa satu
pengalaman pertobatan. Undangan untuk berhenti merampok Allah
diperkenalkan oleh sebuah panggilan pertobatan: “Kembalilah
kepadaku” (ayat 7). Persepuluhan yang jujur adalah hanya sebuah
kemungkinan bagi mereka yang mengembalikan kepada Tuhan didalam
iman—percaya kepada-Nya.
Bahkan untuk mengerti dengan lebih baik tentang dakwaan
Maleaki terhadap orang Israel tentang masalah persepuluhan, kita
harus meletakkan ayat ini pada konteks sejarah dan keagamaan.
Biasanya secara umum dipercaya bahwa Maleaki bernubuat
selama masa Ezra dan Nehemia. Karena kondisi kerohanian dari rakyat
dan pemimpin-pemimpin mereka dijelaskan didalam cara yang sama
didalam Maleaki dan Nehemia 13, sejumlah sarjana telah menyimpulkan
bahwa Maleaki bernubuat selama masa Nehemia pergi ke Persia (ca. 432
BC atau segera setelah itu).68 Seperti yang telah kita lihat, ini adalah
satu periode dari kerusakan kerohanian di Yerusalem. Maleaki
menjelaskan situasinya dengan lebih terperinci daripada Nehemia
didalam dua kotbahnya terhadap keimamatan. Salah satunya tercatat
didalam 1:6-14 dan yang lainnya tercatat didalam 2:1-9.
Serangan yang pertama terhadap keimamatan didasarkan pada
kurangnya rasa hormat mereka pada Tuhan (1:6). Mereka telah
membawa korban yang tercemar kepada Dia, korban yang bercacat (1:8)
85
dan bahkan yang sakit (1:13). Bahkan seorang gubernurpun tidak akan
menerima pemberian-pemberian seperti itu (ayat 8). Imam-imam juga
dituduh oleh karena mereka mempertimbangkan pekerjaan mereka
sebagai satu beban yang berat dan, oleh karena itu, tidak mengikuti
aturan-aturan yang tepat (ayat 12).
Ayat yang kedua mengingatkan imam-imam supaya dengar
kepada Tuhan (2:1). Mereka tidak mengatur rakyat dengan tepat dan
juga melanggar panggilan mereka kepada keimamatan (2:7, 8). Mereka
menjalankan cara yang curang, sebuah bentuk perbaktian yang hanya
dari luar saja.
Kita akan tergoda untuk memberikan pertanyaan, “Apakah orang-
orang seperti ini layak untuk menerima persepuluhan?” Tetapi
pertanyaan tersebut tidak diberikan oleh nabi tersebut. Allah
menugaskan para imam itu dengan tanggungjawab yang spesifik dan
mereka dihakimi berdasarkan tanggungjawab-tanggungjawab tersebut
dan pada perlaksanaan mereka yang tepat. Rakyat diharapkan untuk
memenuhi apa yang Tuhan perintahkan supaya mereka lakukan, dan
Dia tidak memaafkan pelanggaran terhadap hukum tentang
persepuluhan berdasarkan pada kegagalam dari keimamatan tersebut.
Itu menjelaskan mengapa Maleaki sanggup pada sisi yang satu untuk
menuduh dosa daripada imam-imam, dan pada sisi yang lain masih
menuntut rakyat itu untuk membawa persepuluhan mereka ke-kaabah.
Maleaki meneguhkan kembali apa yang tersisa yang diajarkan
oleh Perjanjian Lama tentang sifat dan tujuan dari memberikan
persepuluhan. Persepuluhan adalah milik Tuhan. Dia menggunakannya
untuk memelihara imam-imam dan orang Lewi, dan tidak seorangpun
memiliki hak untuk menahannya untuk dirinya sendiri. Merampas Allah
adalah satu dosa yang dibuat terhadap Tuhan, bukan terhadap kaabah
dan keimamatan. Karena itu, persepuluhan dituntut oleh Tuhan
meskipun ada kerusakan kerohanian dari orang-orang yang mendapat
86
untung daripadanya. Dalam waktu-Nya sendiri Dia akan memanggil
mereka untuk mempertanggungjawabkannya.
III. Memberikan Persepuluhan Didalam Perjanjian Baru
Perjanjian Baru sangat sedikit berbicara tentang persepuluhan,
namun apa yang Perjanjian Baru katakan adalah sangat berarti bagi
orang-orang Kristen. Tidak ada perintah yang eksplisit untuk
memberikan persepuluhan didalam Perjanjian Baru, namun tidak ada
juga penolakan terhadap sistim ini.
Diskusi yang terpanjang tentang persepuluhan didalam Perjanjian
Baru dicatat didalam Ibrani 7:1-10. Penulis sedang menganalisa
pertemuan antara Abraham dan Melkizedek, dan membuat ide-ide
teologi tertentu didalam argumentasinya. Kenyataannya bahwa Abraham
mengembalikan persepuluhannya kepada Melkizedek diambil sebagai
bukti yang jelas dari superioritas dari keimamatan dari Melkizedek atas
orang-orang keturuan Harun. Ayat ini mengisyaratkan bahwa
memberikan persepuluhan adalah sebuah praktek yang diurapi oleh
ilahi. Tidak ada penolakan terhadap memberikan persepuluhan, hanya
sebuah pengakuan yang implisit tentang nilai dan artinya.
Referensi yang lain kepada persepuluhan ditemukan didalam Injil.
Yesus menyebutkannya didalam Lukas 18:12 dalam konteks dari
perumpamaan tentang orang Parisi dan penagih pajak. Mereka berdua
pergi ke-kaabah untuk berdoa: Orang Parisi dengan semangat
pembenaran diri sendiri, penagih pajak dengan kerendahan hati mencari
kemurahan Allah. Orang Parisi menyebutkan tentang sepersepuluh dari
segala sesuatu yang dia telah terima sebagai bukti dari rasa kealiman
yang besar.
Yesus menyalahkan pembenaran diri sendiri dari orang Parisi.
Ketika tindakan-tindakan keagamaan digunakan untuk meninggikan
diri sendiri, mereka akan kehilangan nilai-nilai mereka dan menjadi
87
fromalitas yang kosong. Memberikan persepuluhan digunakan oleh
orang Parisi sebagai satu alat untuk memperoleh kemurahan Allah.
Menurut Yesus, itu bukanlah maksud daripada memberikan
persepuluhan. Kemurahan Allah adalah sebuah pemberian yang cuma-
cuma yang diterima didalam iman dan kerendahan hati. Orang yang
berpikir bahwa dia telah membayarnya akan pergi dengan tangan
kosong. Penagih pajak, yang mengaggap dirinya sebagai seorang berdosa
yang besar dan dalam kebutuhan akan kemurahan Allah, menerima
kemurahan tersebut. Orang Parisi salah menggunakan persepuluhan
didalam pengalaman keagamaannya.
Persepuluhan juga disebutkan didalam Matius 22:23 dan yang
sama juga didalam Lukas 11:42. Yesus menyalahkan orang-orang
Parisis karena terlalu ekstrim didalam memberikan persepuluhan,
namun mengabaikan “keadilan dan kasih dari Allah” (11:42). Atau,
seperti yang dijelaskan oleh Matius, “menolak hal yang lebih penting
daripada hukum—keadilan, kemurahan, dan kesetiaan” (22:23). Yesus
sedang mengumandangkan pakabaran Amos: semangat keagamaan dan
satu komitmen keapada keadilan, kemurahan, dan kasih harus
dipelihara secara bersama-sama. Kemudian dia menambahkan: “Engkau
harus mempraktekkan yang terkemudian tanpa harus mengabaikan
yang lainnya [persepuluhan].” Ini adalah sebuah pengesahan yang jelas
tentang persepuluhan pada pihak Yesus.69 Dalam menyetujuai
memberikan persepuluhan, “dia menilainya tidak cukup tentang dirinya
sendiri.”��
Yesus tidak pernah menolak persepuluhan itu sendiri tetapi
menyalahkan penyagunaannya. Dia menjelaskannya dalamkata tentang
apa maksud yang sebenarnya: sebuah jawaban terhadap kamurahan
Allah yang mengubahkan.
Paulus tidak menyebutkan persepuluhan didalam tugasnya
kerasulannya. Namun demikian, dia mengangkat masalah tentang
persediaan bagi mereka yang mengkotbahkan injil, “Tidak tahukah
88
kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat
penghidupan dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani
mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu (1 Korintus 9:13).
Paulus menunjuk secara tegas kepada sistim memberikan
persepuluhan pada Perjanjian Lama. Dia manggariskan satu paralel
antara imam-imam dan orang-orang Lewi dan mereka yang sedang
memproklamirkan injil. Pokok pikiran yang dia perdebatkan adalah
bahwa pekerja-pekerja injil harus dipeliharai kehidupan mereka dalam
cara yang sama seperti yang telah dilakukan dalam sistim keimamatan.
Apa yang sesungguhnya penting adalah bahwa yang dijelaskan oleh
Paulus sebagai seuatu perintah langsung kepada gereja dari Tuhan
sendiri. Rasul itu mengatakan kepada gereja bahwa sehubungan dengan
persepuluhan (menurut Tuhan), “kita tidak boleh melakukan lebih
kurang dari apa yang dituntut oleh hukum orang-orang Yahudi”�� Jadi,
secara implisit dia mengesahkan pemberian persepuluhan oleh orang-
orang Kristen.
Bagi orang-orang Kristen, memberikan persepuluhan bukanlah
hanya sebuah praktek dari jaman Perjanjian Lama dengan tidak
memiliki relevansi bagi umat-umat percaya, tetapi bagian dari
pengertian Kristen tentang penatalayanan yang sesungguhnya. Dalam
kenyataannya, “praktek memberikan persepuluhan dari orang Kristen
bertumbuh dari tradisi Ibrani dan darisanalah kita menemukan artinya
yang kaya.”��
Dalam hal memberikan persepuluhan, Perjanjian Baru
menunjukkan satu kesesuaian dengan prinsip Perjanjian Lama dalam
hal mengembalikan kepada Allah seper-sepuluh dari segala sesuatu
yang kita peroleh dan mengingatkan kita tentang tujuan dan artinya.
Perjanjian Baru menyalahkan memberikan persepuluhan sebagai satu
manifestasi dari pembenaran diri sendiri dan menantang umat-umat
percaya untuk mempraktekkan keadilan, kemurahan dan kasih, juga.
Tujuan dasar dari memberikan persepuluhan tetap sama: Tuhan
89
menggunakannya untuk menyediakan kepada mereka yang
mendedikasikan hidup mereka untuk memproklamasikan injil.
Pengertian teologia dari memberikan persepuluhan didalam perjanjian
Lama terletak pada dasar dari memberikan persepuluhan Kristen.
IV. Ringkasan dan Konklusi
Perjanjian Lama menyediakan satu dasar teologi untuk
memberikan persepuluhan yang membuat praktek ini sesuatu yang
memperkaya didalam kehidupan umat-umat percaya. Unsur pertama
didalam dasar ini adalah persepsi dan pengertian tentang Allah sebagai
Pencipta dari langit dan bumi. Didalam konteks memberikan
persepuluhan, tujuan dari pernyataan ini bukan untuk menekankan
kuasa Allah yang besar tetapi kepemilikan-Nya dari alam semesta.
Kosmos yang menjadi milik satu Orang, Dia yang menciptakan segala
sesuatu. Setiap ciptaan yang menuntut kepemilikan dalam cara apapun
adalah merampas hak Allah.
Aspek yang kedua dari orang tersebut dan pekerjaan Allah yang
menyediakan satu dasar teologia untuk memberikan persepuluhan
adalah kepedulian, tuntunan, dan pemeliharaan kasihnya terhadap kita.
Pencipta tidak meninggalkan ciptaan-Nya kepada kuasa kejahatan.
Didalam sebuah dunia yang bermusuhan karena dosa dan kematian,
Dia masih menjadi Pemiliki dari mereka yang menolak kejahatan agar
supaya dapat memelihara kehidupan kita. Kepedulian pemeliharaan ini
mengesahkan pekerjaan penebusan Allah melalui mana kita dipulihkan
kepada satu persekutuan penuh dengan Dia didalam Kristus. Kejahatan
telah dikalahkan melalui Kristus dan sekarang kita dapat ikut serta
didalam kemenangan-Nya. Kehidupan telah disediakan bagi kita melalui
Putra, dan adalah juga melalui Dia kita menerima berkat-berkat Allah
dan semua kebutuhan kita terpenuhi. Segala sesuatu adalah milik
Allah, bukan saja melalui penciptaan, tetapi juga melalui penebusan.
90
Kuasa pemeliharaan-Nya berlangsung terus untuk memberikan
kehidupan kepada alam semesta. Tidak ada aspek kehidupan manusia,
tidak ada kebutuhan yang mungkin perlukan, yang tidak dapat Dia
sediakan kepada kita.
Sifat daripada persepuluhan dapat dengan tetap dinyatakan
didalam satu frase: Itu kudus. Kekudusan menunjuk kepada yang unik,
berbeda, dan oleh karena itu adalah milik dari Dia yang Kudus. Tidak
ada seorangpun seperti Dia di alam semesta ini oleh karena Dia adalah
Pencipta. Karena persepuluhan adalah kudus, kita tidak dapat
menahannya tetapi harus mengembalikannya kepada Allah. Dari suatu
pandangan manusia, persepuluhan adalah bagian dari pendapatan kita,
dan bahkan sesuatu yang kita peroleh melalui pekerjaan dan usaha
kita. Namun disini dasar teologia menjadi relevan bagi kita melalui
mengingatkan kita bahwa segala sesuatu yang kita miliki asalnya dari
Tuhan. Kita bertanggungjawab untuk mengelolah semua pemberian
yang telah Dia berikan kepada kita, kecuali sepersepuluh tersebut, yang
adalah secara eksklusif milik-Nya dan harus dikembalikan kepada-Dia.
Persepuluhan telah diberkati dengan kekudusan oleh Allah.
Persepuluhan mempunyai beberapa tujuan yang penting. Pertama,
melalui persepuluhan Allah mengijinkan umat-umat-Nya (bukan saja
imam-imam) untuk berurusan dengan kekudusan, untuk menangani
yang menjadi milik-Nya. Didalam satu pengertian ini adalah sebuah
demokratisasi dari satu fungsi imam. Ketika berurusan dengan
kekudusan, kita ditantang untuk menjadi kudus. Panggilan Allah
kepada umat-umat percaya didasarkan secara terpisah pada sebuah
etika tentang imitasi. Dia berkata kepada umat-umat-Nya, Engkau
harus dikuduskan bagi-Ku oleh karena Aku, Tuhan, adalah kudus”
(Imamat 20:26). Memberikan persepuluhan membuat sati kontribusi
terhadap tujuan yang mulai itu oleh karena didalam pemberian kita kita
sedang meniru Allah. Didalam proses, diri sendiri harus ditaklukkan
dan kasih Allah memenuhi hati manusia.
91
Kedua, karena persepuluhan adalah kudus, itu menjadi sebuah ujian
kesetiaan untuk setiap orang. Sebagi sebuah ujian oleh karena itu
menetapkan satu batas kepada kebebasan kita melalui memanggil
perhatian kita kepada ketergantungan kita kepada Allah. Bukan segala
sesuatu yang dapat kita akses adalah milik kita. Seperti yang telah kita
nyatakan sebelumnya, bahwa persepuluhan adalah sebuah ujian oleh
karena itu adalah bagian dari pendapatan kita dan, oleh karena itu kita
dapat diuji untuk menahannya untuk diri kita sendiri, dengan demikian
melanggar kekudusannya. Dalam satu pengertian persepuluhan adalah
sama dengan pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat
didalam Taman Eden. Adam dan Hawa bebas untuk makan dari semua
pohon didalam taman kecuali satu. Pohon itu menjadi ujian kepada
kesetiaan mereka kepada Allah.
Ketiga, memberikan persepuluhan mengingatkan kita tentang
perjanjian kita dengan Tuhan, tentang penyerahan total tanpa syarat
kepada kehendak-Nya yang penuh kasih. Didalam hubungan perjanjian
tersebut, Allah menjadi Allah kita dan kita menjadi umat-Nya; Dia
diakui sebagai Juruselamat kita, yaitu Dia yang akan memberkati kita.
Didalam hubungan kita, kita dengan penuh kerendahan hati mengakui
bahwa semua yang kita miliki adala milik-Nya dan bahwa kebutuhan
kerohanian dan ekonomi kita akan dipenuhi oleh Dia. Persepuluhan
adalah sebuah lambang atau sebuah peringatan tentang komitmen total
kepada Tuhan. Ketika mengulurkan tangan kita dan dengan penurutan
memberikan persepuluhan kita pada pundi-pundi persembahan selama
jam pelayanan perbaktian, kita sedang memberikan kepada Tuhan satu
fraksi dari hidup kita sebagai satu pemberian dari konsekrasi total kita
keapda Dia.
Kita dapat dengan mudah menyimpulkan bahwa memberikan
persepuluhan adalah sebuah kesaksian kepada satu hubungan yang
percaya dan penuh yang dibangun dengan Tuhan dan Juruselamat kita.
Itulah sebabnya mengapa pribadi-pribadi didalam Alkitab berhenti
92
memberikan persepuluhan ketika hubungan mereka dengan Tuhan
terputus melalui kemurtadan.
Akhirnya, memberikan persepuluhan memiliki tujuan tambahan
yang ditugaskan oleh Allah (dan bukan oleh manusia). Melaluinya, Allah
memenuhi segala kebutuhan dari mereka yang Dia panggil untuk
menjadi pendeta-pendeta-Nya. Allah adalah satu-satunya yang
menentukan cara bagaimana persepuluhan tersebut harus digunakan.
Ini memiliki implikasi yang serius bagi mereka yang dengan setia
mengembalikan persepuluhan-persepuluhan kepada Tuhan. Kita tidak
boleh menyimpulkan bahwa persepuluhan adalah sebuah pembayaran
yang dibuat untuk pelayanan yang diterima dari seorang pendeta. Itu
akan segara membuka pintu untuk komersialisasi dari persepuluhan.
Dibawah situasi-situasi seperti ini, pribadi-pribadi mungkin merasa
bebas untuk menggunakan persepuluhan “untuk membayar” hanya
mereka yang pelayanannya diinginkan atau diharapkan. Jika demikian,
kita akan menggunakan persepuluhan untuk mengendalikan kualitas
dar- produk yang kita inginkan. Ini akan sangat bertentangan dengan
inti, sifat dan tujuan daripada persepuluhan tersebut. Persepuluhan
harus selalu dikembalikan kepada Tuhan oleh karena itu kudus dan
adalah Dia yang menginvestasikannya atau menetapkannya dalam hal
bagaimana untuk menggunakannya—bukan kita.
Oleh karena itu, adalah tidak dapat diterima untuk berhenti
memberikan persepuluhan berdasarkan pada satu keadaan kegagalan
dari pendeta-pendeta Allah. Jika umat-umat Allah memiliki sifat seperti
itu, Dia mengur mereka dengan sangat keras, menuduh mereka sebagai
merampok Dia. Dan bahkan menahan persepuluh agar supaya untuk
memotivasi satu reformasi didalam gereja menjadi satu pelanggaran
terhadap tujuan Allah dengan persepuluhan tersebut. Itu bukanlah hak
kita untuk menentukan oleh diri kita sendiri bagaimana dan untuk
maksud apa untuk menggunakan persepuluhan itu.
93
Sehingga, kita harus menyatakan bahwa pendeta-pendeta Allah
mempunyai tanggungjawab yang agung sebagai penerima-penerima dari
persepuluhan-persepuluhan. Tuhan mengharapkan mereka untuk
memenuhi tanggungjawab-tanggungjawab mereka dalam sebuah cara
yang efisiensi yang menyediakan bagi kebutuhan-kebutuhan dari gereja
dan untuk memproklamirkan injil. Rencana Allah bagi gereja-Nya adalah
agar pendeta-pendeta tan anggota-anggota memenuhi tugas-tugas
mereka secara tepat. Segala sesuatu harus dilakukan untuk mencoba,
sebanyak mungkin, untuk agar semua orang “Yehuda” disenangkan
dengan pelayanan dari pemimpin-pemimpin kerohanian mereka.
94
Penatalayanan dan
Teologi tentang
Persepuluhan
MENGIKUTI-SEPANJANG DISKUSI UNTUK MEMBERIKAN
PERSEPULUHAN DIDALAM PERJANJIAN LAMA
1. Analogi apa yang seseorang dapat peroleh dari kenyataan
bahwa berkat Melkizedek mendahului persepuluhan
Abraham? (Lihat Kejadian 14).
2. Apa yang ditunjukkan oleh sumpah Yakub kepada Tuhan?
(Lihat Kejadian 28:10-22)
3. Apa tujuan dari perundang-undangan peresepuluhan
seperti yang dinyatakan didalam Imamat 27:30-33?
4. Didalam Bilangan 18:21-32, apa pentingnya kata kerja rum
(yang diterjemahkan “memberikan”) dan kata terumah (yang
diterjemahkan “sebuah persembahan”)?
5. Diskusikan perbedaan-perbedaan yang berarti diantara
perundang-undangan persepuluhan yang ditemukan
didalam Ulangan, dan perundang-undangan persepuluhan
yang ditemukan didalam Imamat dan Bilangan. Kinklusi apa
yang dapat ditarik dari perbedaan-perbedaan ini?
6. Diskusikan artinya persepuluhan sebagai bagian daripada
95
pembaharuan perjanjian dalam jaman Nehemia. (Lihat
Nehemia 10:38, 39; 12:44; 13:5, 12).
7. Didalam Maleaki, apa penyataan keagamaan yang penting
yang sedang dibuat oleh rakyat dalam hal tidak
membawa persepuluhan mereka kepada Tuhan?
MENGIKUTI-SELAMA DISKUSI UNTUK PERSEPULUHAN DIDALAM
PERJANJIAN BARU
1. Dari suatu diskusi yang terlama tentang persepuluhan
didalam Perjanjian Baru (Ibrani 7:1-10), konklusi apa yang
dapat dibuat sehubungan dengan keimamatan dari
Melkizedek?
2. Diskusikan dasar-dasar teologi untuk memberikan
persepuluhan seperti yang dibuktikan didalam Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru.
3. Apa tujuan kerohanian yang penting yang dapat ditemukan
didalam sistim memberikan persepuluhan?
Materi tambahan berikut tentang persepuluhan dan topik-topik yang
berhubungan telah diterbitkan oleh Pelayanan Gereja General
Conference selama tahun 1991 – 1994; Prinsip-prinsip Kehidupan, Sistem
Keuangan MAHK, Saat-saat Memberikan Persepuluhan, Penatalayanan
dan Perencanaan Strategis.
96
Penatalayanan dan
Teologi tentang
Persembahan
I. Pendahuluan
II. Persembahan di dalam Perjanjian Lama
A. Akhir Masa Berlaku dari Persembahan Berkorban
B. Korban-korban sebagai Persembahan-persembahan
1. Persembahan yang Bakaran
2. Persembahan Pendamaian
C. Persembahan-persembahan yang lain
D. Persembahan-persembahan Khusus
III. Persembahan-persembahan dalam Perjanjian Baru
A. Yesus dan Persembahan-persembahan
1. Persembahan-persembahan dan Peribadatan
2. Persembahan-persembahan dan Hubungan-
97
hubungan antar Pribadi.
3. Persembahan-persembahan dan Komitmen
kepada Tuhan.
4. Psersembahan dan Kebajikan Hati Yang
sesungguhnya.
5. Persembahan dan Pelayanan Kristen
B. Paulus dan Persembahan
1. Kengganan Paulus untuk menerima
Persembahan
2. Paulus sebagai Penerima Persembahan
3. Paulus dan Pengumpulan
C. Persembahan dalam Kisah Para Rasul
1. Persembahan untuk orang miskin
2. Persembahan Khusus
IV. Rangkuman dan Konklusi
98
PENATALAYANAN DAN
TEOLOGI TENTANG PERSEMBAHAN
I. Pendahuluan
Penelitian tentang agama-agama kuno menyarankan bahwa dalam
interkasi diantara manusia dan ilahi, membawa suatu persembahan
kepada dewa-dewa merupakan aspek kuasa dari ketaatan pribadi.
Sepanjang Timur Dekat kuno tipe persembahan yang berbeda-beda
dibawakan kepada dewa-dewa oleh manusia yang mencari berkat-
berkatnya, perlindungannya, pengampunannya dan tuntunannya.
Dalam kebanyakan kasus persembahan-persembahan tersebut
dibayangkan sebagai arti tentang memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari
dewa-dewa agar supaya dapat memenangkan atau mempertahan
kesukaan mereka.�� Perhatian yang semakin meningkat untuk
menyampaikan persembahan berupa materi kepada dewa-dewa adalah
sesutu yang universal.
Agama Akitabiah bukanlah sebuah pengecualian didalam bidang
ini mengenai praksi peribadatan. Tentunya, persembahan memainkan
peranan yang penting dalam pelayanan dikaabah dari Perjanjian Lama
dan didalam peribadatan Kristen dari Perjanjian Baru. Kita akan
menjelajahi didalam artikel ini kekayaan dari materi alkitabiah tentang
subjek ini. Dalam beberapa kasus kita akan memberikan perhatian
kepada terminologi yang digunakan untuk menunjuk kepada
persembahan-persembahan, namun kepentingan utama kita akan
difokuskan pada tipe yang berbeda dari persembahan yang disebutkan
didalam Alkitab. Kita akan mengutamakan penjelajahan dari teologia
utama atau ide-ide keagamaan yang berhubungan dengan
persembahan-persembahan tersebut agar supaya dapat meringkaskan
99
unsur-unsur dasar dari teologi dan praktek-praktek dari persembahan
didalam Alkitab.
II. Persembahan di dalam Perjanjian Lama
Perjanjian Lama menyebutkan persembahan lebih sering daripada
persepuluhan. Didalam sebuah buku yang menarik didalam perbaktian
tentang Allah yang benar, persembahan memiliki tempat dan fungsi
yang sangat nyata. Peribadatan dan persembahan secara praktek tidak
dapat dipisahkan didalam Perjanjian Lama.
Didalam apa berikut ini kita akan mendiskusikan tipe yang
berbeda dari persembahan yang disebutkan didalam Perjanjian Lama.
A. Akhir Masa Berlaku dari Persembahan Korban
Persembahan berkorban dan penebusan berhubungan satu
dengan yang lain didalam sistim Perjanjian Lama dari peribadatan. Masa
berakhir dari persembahan yang utama adalah persembahan dosa
(Imamat 4) dan persembahan bersalah (Imamat 5), disebut
“persembahan-persembahan” didalam Bilangan 5:9 dan 18:8. Kata
Ibrani yang digunakan disana adalah terûmâh, sebuah kata benda yang
mungkin berasal dari kata akar kata kerja rûm = “penting,” yang satu
dari kata bentuk kata kerjanya berarti “menyumbang,
mengesampingkan.” Ini menandakan satu pemberian atau satu
persembahan yang dikesampingkan untuk Tuhan diluar dari kaabah,
dan kemudian dibawa masuk kedalam kaabah dan diberikan kepada
Tuhan.��
Kuasa penebusan dari persembahan-persembahan ini tidak
terletak didalam keadaan korban itu sendiri tetapi didalam Allah yang,
dari kemurahan-Nya, menugaskan fungsi tersebut kepada mereka
(Imamat 17:11). Dengan kata lain, kemanjuran daripada penyuciannya
100
terletak didalam kemauan Allah untuk mengampuni dosa-dosa dari
umat-umat-Nya (Lihat Imamat 4:26, 31).
Persembahan korban penebusan kelihatannya memiliki fungsi
yang terbatas. Dalam kenyataanya bahwa satu-satunya fungsi mereka
adalah untuk menunjuk kepada Allah sebagai satu-satunya Orang yang
dapat menebus dosa. Perjanjian Lama sendiri menyaksikan kepada
ketidakmanjuran yang besar dari persembahan penebusan untuk
membawa pengampunan dan pada saat yang bersamaan
mengidentifikasikan satu-satunya alat yang efektif tentang penyucian.
Daud mengakui bahwa dosanya tidak dapat dihapuskan melalui
persembahan korban dari binatang (Mazmur 51:16). Satu-satunya
harapannya adalah bergantung sepenuhnya kepada kasih dan belas
kasihan Allah yang tidak pernah gagal (ayat 1, 2). Bilama itu datang
kepada penebusan dari kehidupan manusia, tidaka da korban binatang
yang cukup berharga untuk melaksanakannya: “Tidak ada manusia
yang dapat menebus kehidupan orang lain atau memberikan kepada
Allah penebusan untunya—tebusan untuk kehidupan sangat mahal,
tidak ada pembayaran yang cukup—sehingga dia dapat hidup terus
menerus dan tidak melihat kematian” (Mazmur 49:7-9).��
Adalah tidak mungkin bagi seorang manusia untuk membawa
persembahan kepada Allah yang cukup mahal untuk menebus diri
mereka sendiri. Allah adalah satu-satunya yang dapat menyediakan
persembahan tersebut, dan Dia telah melakukannya. Yesaya telah
meramalkan pekerjaan masa depan dari Mesias yaitu yang, walaupun
ditolak oleh umat-umat-Nya, adalah merupakan persembahan
penebusan Allah yang disediakan oleh Dia untuk penebusan mereka.
Tuhan membuat “kehidupannya satu persembahan bersalah” (Yesaya
53:10); dia menanggung dosa dari banyak orang dan dihitung diantara
pemberontak-pemberontak (ayat 12) agar supaya dapat menyatakan
mereka sebagai orang-orang benar (ayat 11).
101
Apa yang tidak dapat dilakukan oleh persembahan manusia dapat
dilakukan oleh persembahan ilahi. Ini dikembangkan lebih jauh didalam
Perjanjian Baru dimana kita diberitahukan bahwa adalah tidak mungkin
bagi darah korban untuk menghapus dosa dari penyembah-penyembah
(Ibrani 10:4). Ini hanya memungkinkan melalui darah Kristus (10:14).
Paulus menyatakan bahwa Allah memberikan dia sebagai satu korban
penyucian, melalui iman dalam darahnya” (Roma 3:25). Kristus sendiri
yang mengantarai misinya seperti memberikan “hidupnya sendiri
sebagai satu tebusan untuk banyak orang” (Markus 10:45).
Pentingnya pengertian tentang persembahan-persembahan
penebusan ini adalah secara mendasar untuk satu teologi alkitabiah
tentang persembahan. Pertama, Allah dijelaskan disini seakan mau
untuk memberi, sebagai seorang “penawar.”Ini menyediakan batasan
teologi untuk cara memberi manusia. Cara memberi dari manusia harus
mengikuti model dari cara memberi ilahi. Dibandingkan kepada berapa
banyak Allah memberi, umat-umat-Nya memberi sangat sedikit kepada-
Nya.76 Tetapi apa yang penting bagi kita untuk mengerti adalah bahwa
kita diharapkan untuk membawa suatu persembahan kepada-Nya oleh
karena Dia sendiri telah memberikan suatu persembahan atas nama
kita.
Kedua, tidak satupun dari persembahan-persembahan kita
mempunyai fungsi penebusan. Kiota tidak memiliki apapun yang dapat
kita bawa kepada Tuhan untuk membuat kita dapat diterima dihadapan
Dia, dan kita tidak perlu untuk melakukan seperti itu oleh karena Allah
telah menyediakan satu-satunya persembahan yang melaluinya
penebusan dapat dicapai. Persembahan kita tidak harus dipandang
sebagai usaha pada pihak kita untuk mendapatkan simpati, kasih atau
pengampunan Allah. Inilah fungsi yang eksklusif dan tidak dapat
disangkal dari Allah mempersembahkan Kristus untuk kita. Motivasi
dari pemberian kita tidak harus untuk membuat diri kita kelihatan
misterius dihadapan Tuhan. Dalam kenyataannya, apa yang membuat
102
persembahan kita dapat diterima oleh Allah adalah persembahan korban
dari Anak-Nya yang menyucikan pemberian kita.
B. Korban sebagai Persembahan
Selain daripada persembahan dosa dan salah ada persembahan
korban lainnya sebagai tambahan kepada fungsi penebusan yang
memiliki tujuan teologia dan beragama. Dua diantaranya adalah tentang
nilai khusus dari penelitian kita, yaitu persembahan yang dibakar
(Imamat 1) dan persembahan pendamaian (Imamat 3). Kita akan
menerangkan tentang aspek non-penebusan dari persembahan-
persembahan ini.
1. Persembahan Yang Dibakar (Imamat 1:3-17)
Tidak satupun bagian daripada persembahan ini diberikan kepada
imam atau kepada orang yang membawa persembahan; keseluruhan
korban itu dibakar diatas mezbah, secara total berserah kepada Tuhan
(Imamat 1:9). Para Sarjana telah mendeteksi didalam korban ini satu
ekspresi ritual tentang kerelaan daripada para penyembah untuk
menyerahkan atau untuk mengabdi seluruh hidup mereka kepada Allah.
Dia, sebagai Tuhan mereka, memiliki hak penuh atas mereka, dan
persembahan ini adalah sebuah tindakan melambangkan penyerahan
seutuhany kepada Dia.��
Korban bakaran ditunjukkan didalam bahasa Ibrani sebagai
sebuah qorbân = “mempersembahkan,” dari kata kerja qârab = “datang
dekat, mendekati.” Ini adalah kata jenerik yang digunakan untuk
menandakan berkorban dan persembahan yan lain yang dibawa oleh
orang Israel kepada Tuhan (Lihat Imamat 22:18; Bilangan 7:3, 12-17;
15:4; 31:50). Itu dapat diterjemahkan sebagai “yang dibawa dekat,
diberikan, dipersembahkan.”�� Sebuah persembahan adalah, oleh karen
itu, sesuatu yang dipindahkan dari lingkungan manusia kepada
103
lingkungan Tuhan; melalui membawanya dekat kepada Dia itu telah
menjadi milik-Nya.
Tentang kepentngan yang khusus bagi kita adalah kenyataan
bahwa binatan yang berbeda dapat diterima sebagai korban untuk
persembahan bakaran. Binatang tersebut didaftar atas dasar nilai
keuangan mereka. Yang sangat mahal disebutkan lebih dahulu, seekor
lembu muda, dan diikuti oleh domba dan kambing (lihat Imamat 1:3,
10). Bahkan burung-burung, seekor merpati, atau burung dara dapat
dipersembahkan (ayat 14).
Dua perintah secara berurut disini. Pertama, sebuah
persembahan adalah sesuatu yang mahal kepada para penyembah.
Mereka sedang merampok diri mereka sendiri dari hal seekor binatang
yang mahal dan berguna melalui memberikannya kepada Tuhan.79 Daud
sangat mengerti prinsip ini dan menolak pendapat tentang memberikan
kepada Tuhan satu korban yang bukan miliknya (2 Samuel 24:24).
Kedua, Allah tidak mengharapkan setiap orang untuk memberikan
jumlah yang sama. Menyebutkan korban dari yang termahal sampai
dengan yang kurang mahal membuatnya mugkin bagi setiap orang
untuk membawakan sesuatu kepada Tuhan. Tuhan akan menerima
beberapa orang yang membawa seekor lembu dan yang lain seekor
membawa domba atau seekor kambing, tergantung pada kondisi
keuangan mereka. Yang termiskin diantara semuanya dapat membawa
seekor burung (lihat Imamat 5:7; 12:8).�� Implikasi teologianya adalah
bahwa Allah mempertimbangkan kecondongan hati yang terdalam dari
sipemberi, dan bahwa kerelaan untuk menyemabah Dia lebih memiliki
nilai daripada nilai uang dari persembahan tersebut.�� Pengalaman hati
seseorang akan dinyatakan didalam membawa kepada Tuhan yang
terbaik yang seorang dapat mempersembahkan.
Disamping fungsi penebusan daripada persembahan korban ini,
dua alasan lainnya diberikan untuk membawanya kepada Tuhan.
Imamat 22:17-20 menjelaskan satu pemenuhan nazar persembahan dan
104
satu persembahan sukarela. Sebuah persembahan sebagai nazar
dibawakan setelah pemenuhan dari sebuah sumpah. Seseorang
menyampaikan permintaan kepada Tuhan dan dengan hikmat berjanji
untuk memberikan persembahan nazar setelah menerima jawaban
kepada doa tersebut.�� Dalam membawa persebahan ini adalah
merupakan satu suasana yang gembira, selama dalam keadaan tersebut
orang itu menunjukkan rasa terima kasih kepada Tuhan yang telah
menjawab doa-doa (lihat Mazmur 61:8; Nahum 1:15).�� Korban bakaran
dapat juga merupakan korban sukarela. Itu dibawakan kepada Tuhan
“dari ketaatan, bukan oleh karena aturan atau janji;�� sebuah
pernyataan tentang kasih kepada Allah.
Berdasarkan komentar kita sebelumnya kita dapat menyimpulkan
bahwa suatu persembahan adalah satu pernyataan yang jelas tentang
komitmen sepenuhnya dari orang tersebut kepada Tuhan yang
dibawakan kepada Dia sebagai ungkapan terima kasih dan cinta. Itu
harus dibawakan ke-pusat perbaktian dan diberikan kepada mereka
yang ditunjuk oleh Allah untuk menerimanya. Seseorang diharapkan
untuk membawakan yang terbaik yang dapat dia berikan berdasarkan
pada sumber-sumber keuangan seseorang.
2. Persembahan Pendamaian (Imamat 3:1-17)
Persembahan pendamaian harus dibedakan dari persembahan
bakaran dalam beberapa cara. Korban persembahan dapat berupa
seekor domba betina atau domba. Binatang betina biasanya lebih mahal.
Semua baging dari kprban persembahan diberikan kembali kepada
penyembah untuk dimakan didalam keluarga dan diantara teman-teman
(Imamat 7:11-21). Ketika membawa korban bakaran, orang tersebut
tidak mendapat bagian secara materi, tetapi dalam hal ini jika itu adalah
persembahan penadamaian, maka dia akan mendapat bagian. Ini akan
memungkinkan bagi satu kelompok untuk datang bersama-sama untuk
menyembah Allah.
105
Ada tiga tipe dari persembahan pendamaian: persembahan berupa
nazar, bebas, dan ucapan syukur (Imamat 7:12, 16). Semuanya adalah
persembahan-persembahan sukarela. Persembahan-persembahan itu
dapat dibawakan untuk memenuhi satu sumpah atau sebagai sebuah
tindakan ketaatan kepada Allah, sama dengan persembahan bakaran.
Unsur yang baru adalah aspek ucapan syukurnya. Kata Ibrani tôdãh =
“ucapan syukur” digunakan didalam Alkitab untuk menyatakan
pendapat tentang pujian, ucapan syukur dan pengakuan.��
Persembahan tersebut disampaikan setelah mengalami kelepasan dari
beberapa bahaya. Itu adalah “satu produk dari krinduan yang
spontanitas untuk melakukan satu hal secara umum menyatakan
ucapan syukur seseorang untuk berkat-berkat yang telah dinikmati.”�6
Suasananya haruslah gembira (Ulangan 27:7; Mazmur 95:2).��
Sejumlah unsur yang baru diperkenalkan disini untuk
menjelaskan arti daripada persembahan didalam Perjanjian Lama.
Pertama, persembahan ini dapat berupa keuntungan materi bagi mereka
yang memberikannya. Seperti yang telah kita perhatikan, sebagian besar
daripadanya diberikan kembali kepada pemberi untuk memfasilitasi
penyembahan secara kelompok dengan anggota-anggota keluarga dan
sahabat-sahabat. Semua ikut mengambil bagian atai berpartisipasi
dengan persembahan yang dibawakan oleh salah seorang dari mereka.
Kedua, persembahan itu bisa berupa sebuah kendaraan untuk
mengucapkan syukur dan pujian kepada Allah atas berkat-berkat dan
kuasa-Nya untuk melepaskan dari kejahatan. Itu adalah merupakan inti
sebuah pernytaan ucapan syukut kepada perjanjian Allah.
C. Persembahan-persembahan Yang Lain.
Beberapa jenis persembahan yang lain disebutkan didalam
Perjanjian Lama. “Persembahan makan” disebut didalam bahasa Ibrani
106
minchãh dan berarti “satu pemberian, tribut.” Didalam Imamat ini
adalah sebuah kata secara teknis digunakan untuk menandakan satu
persembahan sereal dibuat dari tepung yang baik dimasak atau tidak
dimasak dan dicampur dengan minyak (Imamat 2:1-10). Itu diberikan
kepada Tuhan, tetapi Dia memberikan sebagian besar daripadanya
kepada imam-imam yang bertugas.
Didalam Perjanjian Lama, kata minchãh menandakan sebuh
pemberian yang diberikan kepada seorang yang lebih berkuasa yang
diakui sebagai tuan atau penguasa terhadap orang yang membawa
permberian tersebut (lihat Yudas 3:15; 2 Samuel 8:2, 6). Dengan
membawa minchãh = “persembahan makan” kepada Allah orang Israel
sedang menyatakan didalam bahasa ritual bahwa Yahweh adalah Tuhan
perjanjian mereka dan mereka adalah subjek-Nya.�� Kenyataannya
adalah bahwa itu adalah suatu persembahan padi-padian dapat
mengatakan bahwa buah-buah dari hasil tanah diakui sebagai hasil dari
berkat-berkat dari Tuhan.89 Perhatikan, bagaimanapun, itulah yang
telah dibawakan bukan padia-padian tetapi tepung. Allah dan manusia
sedang bekerja bersama-sama, dan ketika manusia membawa suatu
persembahan mereka bukan saja mengakui pekerjaan dari Allah tetapi
juga mentabiskan pekerjaan mereka sendiri kepada Dia.90
Orang-orang Israel dituntut untuk membawa kepada Tuhan hasil
pertama dari tanah (Imamat 23:9-11; Bilangan 18:12-13; Ulangan 18:4;
26:1-11). Persembahan ini secara intinya adalah satu persembahan
ucapan syukur yang diberikan kepada Tuhan untuk mendukung
keimamatan (Ulangan 18:3-5).91 Kenyataanya bahwa itu disebut hasil
pertama yang menyatakan bahwa itu adalah hasil yang terbaik dari
tuaian (Bilangan 18:12; Keluaran 23:19). Itu juga menunjukkan bahwa
Allah adalah yang pertama didalam hidup daripada penyembah-
penyembah. Orang Israel tidak memberikan dari kelebihan.92 Sebelum
mereka mulai menikmati tuaian mereka memisahkan hasil pertama
untuk Tuhan (Imamat 23:14).93
107
Persembahan ini adalah sebuah pengakuan tentang kenyataan
bahwa kesuburan dari tanah berada didalam tangan Tuhan dan bahwa
Dia adalah “sumber dari kelimpahan”94 dan pemilik dari tanah (Ulangan
26:10).95 Penekanan teologi dari pesembahan ini adalah pada kebaikan
Tuhan yang telah menjanjikan tanah dan hasilnya kepada bangsa
tersebut, dan menepati janji-Nya (Ulangan 26:3, 8-10).96 Orang Israel
merayakan dengan penuh sukacita kesetiaan Allah yang dinyatkan
didalam pemberian tanah dan didalam berkat-berkat dari penuaian
(Imamat 23:11).97 Didalam konteks ini sebuah referensi kepada
penebusan dari Mesir tentang kepentingan yang khusus oleh karena itu
mendahului pemberian Allah akan tanah kepada bangsa tersebut dan
adalah dasar atas mana didasarkan persembahan dan pemberian yang
bangsa itu bawakan kepada Allah (Ulangan 26:8-10).
Membawa persembahan ini ke-kaabah adalah sungguh suatu
suasana yang penuh sukacita (Ulangan 26:11). Ini adalah suatu
pengalaman secara kolektif dari bangsa itu, orang-orang Lewi, dan
orang-orang asing yang tinggal diantara mereka terlibat didalam
merayakan kenyataan bahwa Allah telah memberikan kepada mereka
materi-materi itu. Persembahan ini adalah suatu ekpresi dari luar dari
sebuah iman besar didalam Tuhan dan tentang perasaan keagamaan
yang dalam perihal ucapan syukur.98
Sebuah persembahan juga dituntut dari hasil rampasan perang
(Bilangan 31:29, 41, 52). Beberapa kata yang berbeda digunakan untuk
menandakan persembahan ini. Ini disebutkan sebuah mekes =
“Pemujaan atau lewi” (ayat 28, 37, 41), sebuah terûmãh = “sebuah
pemberian” (ayat 29, 52), dan sebuah qorbãn = “apa yang dibawa dekat”
(ayat 50). Dengan membagikan hasil rampasan perang dengan imam-
imam dan orang-orang Lewi, orang-orang Israel mengakui bahwa Allah-
lah yang memberikan kemenangan atas musuh-musuh mereka. Oleh
karena itu, persembahan itu adalah sebuah pernyataan tentang rasa
terima kasih untuk kemenangan.99
108
Tiga jenis persembahan yang didiskusikan didalam bagian ini
mengukuhkan apa yang kita telah temukan dan menambahkan
beberapa unsur yang baru kepada isi dan arti dari persembahan-
persembahan didalam Alkitab. Penyembaan, sukacita, rasa terima kasih,
dan ucapan syukur menjadi ciri dari semua persembahan walaupun
beberapa dari mereka dituntut persembahan. Allah diakui sebagai Dia
yang memberkati dan melindungi umat-Nay, pekerjaan mereka, dan
tanah mereka. Melalui persembahan-persembahan ini Allah dipuji
sebagai Tuhan atas Israel yang kepadanya harus dibawakan yang
pertama dan yang terbaik dari hasil tuaian. Dia diproklamirkan sebagai
pemilik dari tanah dan yang telah memenuhi janji-janji yang telah
dibuat kepada umat-Nya melalui memberkati mereka dengan tanah dan
tuaian.
D. Persembahan Khusus.
Suatu persembahan khusus adalah persembahan yang dibawa
kepada Tuhan untuk satu maksud tertentu. Contoh yang terbaik dari
persembahan ini didalam Perjanjian Lama adalah persembahan yang
dikumpulkan untuk membangun kaabah. Tuhan menuntutnya dari
setiap pribadi (Keluaran 25:2), namun, itu haruslah berupa
persembahan bebas (36:3). Memberi haruslah menjadi pernyataan dari
sikap dari dalam dalam mana pusat dari kepribadian dari setiap pribadi
harus dilibatkan. Hanya mereka yang “hatinya tepat” (nadab =
“terdorong, memberikan dengan sukarela”) untuk memberi harus
membawakan persembahan ini (Keluaran 25:2; 35:5). Keadaan hati juga
dinyatakan melalui frase “yang hatinya terangkat” (Keluaran 35:21) atau
“yang rohnya tepat” (ayat 29). Tuntutan Tuhan adalah untuk
menemukan didalam hati dari orang lain sebuah jawaban yang positif,
dan itu terjadi. Secara konsekwensi mereka membawakannya dalam
bentuk sebuah persembahan dari emas, perak, tembaga, batu-batu
permata, tenunan, kain lenan, kulit binatang, kayu, minyak zaitun, dan
109
rempah-rempah (Keluaran 25:207). Setiap orang, pria dan wanita,
membawakan sesuatu dari harta kekayaan mereka (Keluaran 35:5);
dalam kenyataannya, mereka membawa lebih dari yang diperlukan
(Keluaran 36:6-7).
Persembahan yang khusus ini disebut sebuah terûmãh, suatu
pemberian yang didedikasikan kepada Allah dan kemudian dibawa
kepada Tuhan. Semua persembahan tersebut dibawa ke-tempat pusat
dan diberikan kepada Musa yang bertanggungjawab untuk membagikan
dan mengatur mereka untuk proyek yang dimaksudkan.
Ketika kelompok buangan yang pertama siap untuk kembali ke-
Yerusalem di tahun 539 BC, tetangga-tetangga mereka menyediakan
pemberian-pemberian, persembahan bebas, untuk digunakan didalam
membangun kembali kaabah (Ezrah 1:6). Di tahun 457 BC Ezrah
kembali dengan kelompok buangan lainnya. Kali ini, raja, penasehatnya
dan pegawai-pegawainya, dan orang-orang Yahudi memberikan suatu
sumbangan (terûmãh = “pemberian) untuk mendukung pelayanan
kaabah (8:25). Ezrah menjaga dengan baik catatan-catatan dari
persembahan ini (8:26-30).
Kapanpun kaabah itu perlu untuk diperbaiki, suatu persembahan
dikumpulkan dari rakyat untuk maksud itu. Didalam 2 Tawarik 24:6, 9
persembahan seperti itu disebut suatu masêth. Kata benda ini
didasarkan pada kata kerja nãsã’ yang berarti “untuk mengangkat,
membawa,” yang menyarankan bahwa kata benda itu menandakan
sebuah pemberian atau persembahan sebagai “sesuatu yang dibawa
kepada seseorang yang lain,” dalam kasus ini itu adalah Tuhan.�°° Pada
masa pemerintahan Raja Yoas, ketika kaabah sedang diperbaiki, sebuah
peti diletakan diluar kaabah untuk mengumpulkan persembahan ini.
Alkitab menyatakan bahwa orang-orang membawa persembahan ini
dengan bebas dan penuh sukacita. (2 Tawarikh 24:10).�°�
Suatu persembahan yang khusus dituntut oleh Tuhan selama
peresmian dari mezbah dan kaabah (Bilangan 7). Setiap suku mengirim
110
pemberian mereka (qorbãn, ayat 3 melalui wakil-wakil mereka.
Pemberian-pemberian mereka terdiri dari korban binatang, peralatan
dari emas dan perak, tepung, dan dupa, yang dibutuhkan untuk
memulai pelayanan kaabah.�°� Orang-orang Israel bertanggungjawab
untuk menyediakan sumber-sumber yang cukup untuk menjalankan
pelayanan di kaabah, dan mereka memenuhi tanggungjawab tersebut
melalui persembahan-persembahan mereka.
Tiga kali dalam satu tahun orang-orang Israel mengadakan
perjalan ke Yerusalem untuk merayakan pesta Roti Tak Beragi, pesta
Mingguan, dan pesta Kaabah (Ulangan 16:16). Pada masing-masing
suasana ini mereka diharapkan untuk membawa kepada Tuhan suatu
persembahan yang disebut mattãnãh = “suatu pemberian,” dari kata
kerja nãthãn = “untuk memberikan,” yang menandakan diantara hal-hal
yang lain suatu pemberian yang diberikan oleh seorang ayah kepada
anaknya (lihat Kejadian 25:6) dan pemberian Allah tentang keimamatan
kepada Harun (Bilangan 18:7; bandingkan ayat 6 dan 29). Adalah terlalu
sering suatu pemberian didesak dengan suatu keadaan hati yang baik
dan penuh kasih dari seseorang terhadap orang lain (bandingkan
dengan Ester 9:22).
Didalam konteks dari tiga persembahan ini Ulangan 16:16-17
membuat beberapa pernyataan yang penting. Pertama: “Tidak
seorangpun yang akan datang kehadapan Allah dengan tangan kosong”
(ayat16). Persembahan mempunyai tempat didalam perbaktian secara
kelompok. Bilamana datang kehadapan Allah umat-umat harus
membawakan sesuatu kepada-Nya sebagai sebuah kesaksian kepada
penerimaan akan berkat-berkat-Nya. Ini harus menjadi persembahan
bebas (ayat 10), menyatakan kegembiraannya atas perlindungan dan
kepedulian Allah. Prinsip yang kedua: “Masing-masing kamu harus
membawa suatu pemberian sesuai dengan cara Tuhan Allah-mu telah
memberkatimu” (ayat 17). Sebuah terjemahan secara literal tentang
bagian akhir daripada kalimat itu akan berbunyi, “sama seperti berkat
111
dari Tuhan Allah-mu, yang telah Dia berikan kepadamu.” Jumlah dari
persembahan itu akan berbeda dari seorang kepada yang lainnya sebab
itu akan didasarkan prinsip proporsional—jumlah mencerminkan
(secara proporsional kepada) berapa banyak Tuhan telah memberkati
pribadi tersebut. Unsur yang ketiga: “. . . . yang telah Dia berikan
kepadamu” (lihat ayat 17), menunjukkan bahwa pemberian ilahi
mendahului dan memungkinkan manusia untuk memberi. Ayat ini
menunjukkan bahwa Allah memberikan berkat-berkat-Nya kepada
setiap orang dan bahwa ketika seorang datang kehadapan-Nya, orang
itu akan selalu mempunyai satu alasan dan sesuatu untuk diberikan
kepada Tuhan (bandingkan dengan Yekezkiel 46:5,11).
Adalah menarik untuk dicatat bahwa persembahan khusus yang
baru saja kita diskusikan, demikian juga dengan persembahan-
persembahan yang lain, dituntut oleh Allah, dan namun itu semua
adalah merupakan pernyataan yang bebas dari sukacita dan rasa terima
kasih. Kelihatannya seakan-akan Allah sedang menggunakan sistim
persembahan itu untuk mengajarka orang-orang Israel bagaimana
untuk menunjukkan sukacita, rasa terima kasih, dan banyak perasaan
yang lain kepada Dia sebagai satu tindakan perampokan (Maleaki 3:6-8).
Ini mungkin didasarkan pada prinsip bahwa jika Allah memberkati
bangsa itu, Dia mempunyai hak terhadap suatu pemberian tentang rasa
terima kasih dari mereka melalui mana Dia telah diakui sebagai Tuhan
mereka. Didalam cara inilah Dia melindungi mereka dari jatuh kedalam
dosa penyembahan berhala yang mengerikan. Untuk merampok Dia
mengenai persembahan akan menjadi serupa dengan suatu penolakan
akan akan Ketuhanan-Nya atas mereka, memberikan semua berkat
yang diterima daripada-Nya kepada kuasa-kuasa yang lain. Mereka yang
kepada siapa Yahweh adalah satu-satunya Allah akan secara sederhana
memberikan persembahan kepada Dia. Suatu persembahan
mengisyaratkan sebuah komitmen pribadi yang kuat. Tidaklah
mengejutkan bagi kita untuk mendapati sebuah hubungan diantara
112
satu pembaharuan spiritual dan suatu peningkatan didalam
persembahan (2 Tawarikh 31:10-14).
Perjanjian Lama menunjuk kepada satu waktu bilamana rajapraja
dan kekuasaan-kekekuasaan asing akan membawakan pemberian-
pemberian atau persembahan-persembahan kepada Tuhan (lihat
Mazmur 68:29; 76:11; Yesaya 18:7). Kata Ibrani untuk persembahan ini
adalah shay = “pemberian, hadiah,” dan menandakan sebuah
persembahan yang diberikan oleh yang berkuasa dan yang kaya kepada
Dia yang dikenal sebagai Tuhan kemenangan atas alam semesta.�°�
Persembahan khusus yang telah kita diskusikan kelihatannya
untuk menekankan didalam suatu cara khusus pentingnya keadaan
hati yang dalam dari pribadi yang mendorong dia untuk memberi suatu
persembahan yang bebas. Keadaan hati ini, ditemani oleh parasaan
sukacita, rasa terima kasih, ucapan syukur, dan penyembaan,
mewujudkan dirinya sendiri didalam tindakan yang nyata dalam hal
membawa persembahan kepada Tuhan. Didalam tindakan ini Dia diakui
dan dinyatakan sebagai Tuhan atas kehidupan dari mereka yang
menyembah Dia dan sebagai pemilik dari tanah dan hasilnya. Daud
merangkumkan konsep ini dengan baik ketika dia menulis: “Aku dan
rakyatku ini sesungguhnya tak dapat memberikan apa-apa kepada-Mu,
karena segalanya adalah pemberian-Mu dan apa yang kami berikan ini
adalah kepunyaan-Mu juga” (1 Tawarikh 29:14).���
III. Persembahan Didalam Perjanjian Baru
Hanya ada beberapa referensi terhadap persmbahan didalam
Perjanjian Baru, walaupun kata kerja “untuk memberikan” (didômi)
digunakan secara berlebihan. Apa yang secara khusus memberikan
kesan adalah bahwa sekitar 25 persen dari waktu kata kerja didômi
digunakan, itu tetap memiliki Allah sebagai subjeknya.��� Allah adalah
satu-satunya yang memberikan kepada kita makanan setiap hari (Lukas
113
11:3), hujan, hasil ladang, makanan (Kisah Para Rasul 11:18),
kemenangan (1 Korintus 15:57), kemurahan (1 Petrus 5:5), kasih (1
Yohanes 3:1), hikmat (Yakobus 1:5), Roh Kudus (Yohanes 3:34); Kisah
Para Rasul 5:32), karunia-karunia rohani (1 Korintus 12:7-10), sebuah
keturunan (Kisah Para Rasul 20:32), kerajaan (Lukas 12:32), dan hidup
kekal (1 Yohanes 5:4). Didalam satu cara yang khusus dan unik Allah
telah memberikan Putra-Nya (Yohanes 3:16), Roti Kehidupan (6:32),
yang telah memberikan hidup-Nya untuk menebus kehidupan kita
(Matius 20:28; 1 Timotius 2:6), melalui memberi “diri-Nya sendiri untuk
dosa-dosa kita” (Galatia 1:4).
Allah dan Kristus dijelaskan didalam Perjanjian Baru sebagai
Pemberi Yang Agung yang memperkaya manusia dari kasih karunia
mereka. Semenjak saat itu, Kristus sanggup untuk menantang
pengikut-pengikut-Nya untuk memberi secara bebas oleh karena mereka
telah menerima dengan bebas juga (Matius 10:8). Tujuan dari cara
memberi orang Kristen adalah bukan untuk menyediakan bagi
kebutuhan-kebutuhan Allah sebab Allah tidak membutuhkan apapun
(Kisah Para Rasul 17:25). Cara memberi kita membuat kita lebih suka
Tuhan kita.
A. Yesus dan Persembahan
Yesus memerintahkan pengikut-pengikut-Nya sehubungan dengan
sifat dan roh dari memberi yang benar. Injil menyediakan bagi kita
beberapa kejadian didalam kehidupan-Nya dimana Dia memeberikan
pokok yang penting ini. Kami telah mengelompokkan mereka dibawah
sub-sub judul yang berbeda.
1. Persembahan dan Perbaktian
Ketika Yesus lahir suatu persembahan dibawakan kepadanya oleh
suatu kelompok orang yang tidak diharapkan. Beberapa orang yang
bukan Yahudi datang dari Timur untuk bertemu dengan Dia dan
114
memberikan kepada-Nya pemberian-pemberian dari emas, dupa, mur
(Matius 2:1-11). Orang-orang Majus ini adalah kelompok orang
terpelajar yang datang dari Timur, kaya, berpengaruh disebut mágoi =
“magi.” Secara umum mereka dikenal sebagai ahli perbintangan dan ahli
dalam menafsir mimpi-mimpi.106 Matius mengenal mereka sebagai
orang-orang yang terpelajar yang mampu untuk mengenal tanda-tanda
dari kelahiran Yesus dan memang demikian, mereka pergi mencari
dia.��� Mereka telah mempelajari Kitap-kitap Ibrani dan percaya kepada
nubuatan tentang Mesias yang ditemukan disana (lihat Bilangan 24:17).
Orang-orang magi ini tidak datang untuk bertemu dengan Yesus
dengan tangan kosong tetapi mereka membawa bersama mereka
pemberian-pembeian kepada raja yang baru itu. Kata dôron =
“pemberian, pesembahan” adalah bahasa Yunani yang sama dengan
kata qorbân didalam bahasa Ibrani, yang digunakan didalam Perjanjian
Lama untuk menunjukkan kepada pemberian-pemberian dari
persembahan-persembahan korban (lihat Ibrani 5:1). Didalam kasus
yang khusus ini pemberian-pemberian ini adalah tentang
penghormatan. Mereka telah datang, menurut kata-kata mereka sendiri,
“untuk menyembah dia” (Matius 2:2). Tindakan menyembah dapatlah
dimengerti sebagai “menandakan penghormatan dan kepatuhan” kepada
raja Mesias.��� Tetapi didalam konteks dari Matius “Yesus adalah
manifestasi dari kehadiran Allah (Matius 1:23), Putra Allah (2:15)
didalam satu pengertian yang unik, dan oleh karena itu dialah satu-
satunya yang harus di sembah.”109
Didalam ayat ini, persembahan/pemberian yang mahal
berhubungan dengan konsep-konsep tentang penyembahan,
penghormatan, dan kepatuhan. Pemberian-pemberian tersebut adalah
ekspresi yang nyata dari perasaan-perasaan dan sikap-sikap. Melalui
persembahan-persembahan mereka magi tersebut sedang mengakui
keagungan dan superioritas dari Raja Israel yang agung ini.
115
2. Persembahan dan Hubungan-hubungan antar Pribadi
Yesus, sama seperti nabi-nabi Perjanjian Lama, tidak memisahkan
ketaatan agama, dinyatakan melalui membawa persembahan kepada
Tuhan, dari interaksi etika dan sosial. Suatu persembahan bukan saja
mencerminkan keadaan damai dengan Allah tetapi juga perjanjian
seseorang dengan masyarakat. Hidup dalam keharmonisan dengan
orang lain adalah prasyarat yang sangat untuk suatu persembahan. Ini
kelihatan seperti apa yang Yesus maksudkan ketika dia berkata: “Oleh
sebab itu, kalau salah seorang di antara kalian sedang
mempersembahkan pemberiannya kepada Allah, lalu teringat bahwa ada
orang yang sakit hati terhadapnya, hendaklah ia meninggalkan dahulu
persembahannya itu di depan mezbah, lalu pergi berdamai dengan orang
itu. Sesudah itu, dapatlah ia kembali dan mempersembahkan
pemberiannya kepada Allah.” (Matius 5:23-24). Suatu persembahan
akan kehilangan nilainya sebagai sebuah pernyataan kasih dan rasa
terima kasih kepada Allah jika itu datang dari hati yang sedang
beperang dengan orang lain. Dimensi vertikal dan horisontal dari
pengalaman keagamaan kita saling memotong didalam tindakan
penyembahan melalui suatu persembahan.
Aspek yang lain dari hubungan diantara persembahan dan
bagaimana kita menghubungkannya kepada orang lain terdapat didalam
kritik Yesus tentang kebiasaan orang-orang Yahudi mengenai Corban
(marlus 7:10-12). Seorang dapat memberikan kepada Tuhan harta
kekayaannya menjadikannya tidak tersedia kepada setiap anggota yang
lain dari keluarga. Dengan berargumentasi bahwa itu dapat menjadi
satu pelanggaran dari sebuah sumpah untuk menggunakan harta
kekayaan atau harta milik untuk mengurangi kebutuhan-kebutuhan
mereka,��° seorang dapat membangun sebuah kasus untuk
mengabaikan orangtua seseorang. Yesus menegor praktek-praktek ini,
dengan mengatakan bahwa itu melanggar hukum yang kelima. Prinsip
yang dicontohkan disini kelihatan untuk menjadi seorang penatalayan
116
yang baik juga berarti menyediakan kepada kebutuhan-kebutuhan dari
saudara-saudari kita. Dengan kata lain, pemberian kita kepada Allah
harus diseimbangkan dengan tanggungjawab kita kepada keluarga kita
oleh karena mempedulikan mereka dan menyediakan kebutuhan-
kebutuhan kita adalah bagian dari pengalaman keagamaan kita.
3. Persembahan dan Komitmen Kepada Tuhan
Dalam memberikan suatu persembahan kepada Tuhan bukanlah
secara otomatis suatu cerminan dari komitmen kita yang sepenuhnya
kepada Dia. Sorang janda yang miskin membawa suatu persembahan
bebas ke-kaabah kemungkinan sebagai sebuah pernyataan tentang ras
terima kasih dan kasih kepada Allah (Lukas 21:1-4). Orang kaya juga
membawa persembahan bebas mereka. Yesus membandingkan dan
menilai persembahan mereka dan memilih persembahan janda tersebut
sebagai satu pemberian yang benar. Mata-Nya menilai bahwa orang kaya
memberikan “dari apa yang tersisa dari milik mereka; janda itu
memberikan dari apa yang tidak dia miliki.”��� Mereka berdua
memberikan untuk memelihara pelayanan dikaabah, tetapi bagi orang
kaya itu, memberikan persembahan seperti itu adalah sebuah formalitas
keagamaan yang dapat dipuaskan dengan satu minimum, sebuah tanda
mata, bukan dari apa yang dapat mereka berikan, tetapi apa yang
mereka ingin berikan. Itu bukan suatu ekspreasi dari komitmen pribadi
yang mendalan kepada Allah.
Ini akan membangun kembali sebuah prinsip yang ditemukan
didalam Perjanjian Lama dan didalam sebagian Perjanjian Baru:
Bukanlah jumlah yang diberikan tetapi tingkat komitmen seseorang
kepada Tuhan yang membuat persembahan tersebut dapat diterima
dihadapan-Nya. Jand itu ingin untuk memberikan persembahan dan dia
mambawakan satu-satunya harta benda yang ia miliki, dua uangh
logam yang tidak berharga, dengan kepercayaan bahwa Allah akan
memelihara dia. Pemberiannya didasarkan atas satu keputusan; dalam
117
kenyataannya, itu didasarkan atas iman dalam mana rasa terima kasih
dan cintanya untuk Allah diteguhkan. Itu berasal dari kedalaman
keadaanya. Bagi orang kaya, memberi tidak memiliki arti yang
mendalam, itu adalah sebuah pengalaman yang dangkal, sebuah
formalitas dalam mana iman dalam Allah menjadi pasif.
4. Persembahan dan Kebaikan hati yang Benar
Apa yang baru saja kami nyatakan mengusulkan bahwa kebaikan
hati yang benar adalah lebih dari sekedar membagi atau memberi. Itu
ada hubungannya dengan kondisi yang paling dalam dari seseorang,
kekuatan kerohanian dari cinta seseorang untuk Allah. Pengertian ini
tidak mencakup sifat cinta diri sendiri dari tindakan memberi tersebut.
Mencari pengakuan diri sendiri melalui persembahan kita adalah
sesungguhnya tidak sesuai dengan kebaikan hati yang benar. Yesus
menyatakan dengan jelas bahwa kita harus memberi dengan tidak
mengharapkan upah dari orang lain, dan, oleh karena itu, pemberian
kita harus benar-benar rahasia (Matius 6:1-4). Dia melarang kita untuk
mencariperhatian kepada kebaikan hati kita ��� oleh karena itu adalah
sebuah “transaksi” pribadi diantara pribadi dengan Allah. Yesus
menolak sifat cinta diri sendiri sebagai satu motivasi dalam memberi
oleh karena itu akan menodai persembahan itu. Kebaikan hati tidak
akan muncul didepan orang banyak; itu akan terjadi “dihadapan Allah
yaitu Dia . . . yang akan membuat umum, upah dan menghukum
perbuatan-perbuatan rahasia didalam penghakiman yang terakhir.”���
Memberi harus datang dari sebuah hati yang ingin memberi dan harus
menjadi satu jawaban yang alami untuk mencintai dan iman didalam
Allah (Lukas 6:30). Itu tidak kurang daripada sebuah ekspresi tentang
penyangkalan diri yang dibuat untuk kepentingan dari Kerajaan Allah.���
Ketika suatu persembahan diberikan didalam roh itu, itu akan menjadi
satu recminan didalam kehidupan manusia, tentang pemberian Allah
yang tidak terbatas (lihat Matius 10:8; 8:4).
118
5. Persembahan dan Pelayanan Kristen
Yesus mengatakan keapda murid-murid bahwa adalah menjadi
tanggungjawab dari komunitas umat-umat percaya untuk menyediakan
kebutuhan-kebutuhan mereka: “Sebab orang yang bekerja, sudah
seharusnya dijamin kebutuhannya.” (Matius 10:10). Kata yang
diterjemahkan “pekerja” adalah ergátês, yang digunakan dalam Yunani
sekoler untuk manandakan seseorang yang bekerja untuk upah.���
Didalam Perjanjian Baru itu digunakan didalam beberapa kasus untuk
menunjuk keapda rasul-rasul dan guru-guru (lihat 2 Timotius 2:15).
Layak kelihatannya untuk menekankan bahwa pribadi harus menerima
upah yang sesuai.��6 Matius menyebutkan upah trophé (hurufiah
“makanan”), yang mana didalam konteks ini dapat dimaksudkan dengan
“dukungan”��� atau dijamin kebutuhannya.” Ayat yang paralel didalam
Lukas 10”7 menggunakan kata misthos = “gaji, pembayaran.” Adalah
dari ucapan Yesus ini abhwa gereja mendapatkan otoritasnya untuk
mendukung pelayanan injil melalui persembahan dari anggota-anggota
gereja.
Ajaran Yesus tentang persembahan meletakkan penekanan yang
utama pada motivasi untuk memberi. Peribadatan menyediakan
suasana untuk persembahan tentang penghormatan dan kepatuhan
melalui mana Ketuhanan Kristus diakui. Pemberian kita adalah sebuah
pernyataan tentang komitmen kita yang sepenuhnya kepada Dia
didasarkan pada iman dan percaya kepada-Nya, sebuah keputusan hati
dan bukan formalitas. Memberi bukan harus dimotivasi oleh suatu
kerinduan akan mengakuan diri sendiri oleh karena sifat cinta diri
sendiri dan suatu persembahan yang dapat diterima tidak cocok.
Pemberian-pemberian dan persembahan kita harus datang dari suatu
hari yang penuh dengan rasa terima kasih dan cinta yang dimana
perhatian utamanya adalah untuk mempromosikan kerajaan Allah.
Pribadi seperti ini berada dalam keadaan damai dengan orang lain dan
menyediakan bagi kebutuhan-kebutuhan dari keluarga mereka. Didalam
119
gereja, persembahan harus digunakan untuk mempromosikan misi dari
gereja.
B. Paulus dan Persembahan
Didalam Perjanjian Baru, Paulus, lebih daripada penulis lainnya,
satu-satunya yang mendiskusikan teologi tentang persembahan. Dia
melakukan hal ini dalam tiga konteks utama. Yang pertama adalah
selama diskusinya tentang keengganan pribadinya untuk menerima
persembahan-persembahan. Yang kedua dalah ketika dia
mendiskusikan reaksinya terhadap persembahan yang dikirimkan
kepadanya yang dia tidak mohonkan atau harapkan. Dan yang ketiga
adalah didalam ayat-ayat dimana dia berurusan dengan pengumpulan
untuk orang-orang miskin di Yerusalem.
1. Keengganan Paulus untuk Menerima Persembahan
Paulus menolak haknya terhadap dukungan keuangan mengenai
pelayanannya oleh anggota-anggota gereja. Dalam tulisannya kepada
orang-orang Tesalonika, dia menekankan fakta bahwa dia bekerja untuk
menyediakan kebutuhan-kebutuhan pribadinya dan tidak menerima
persembahan-persembahan dari mereka. Secara spesifik, dia
menyatakan, “Kami melakukan itu bukan karena kami tidak berhak
menuntut supaya kalian menolong kami, tetapi karena kami mau
menjadi teladan bagimu.” (2 Tesalonika 3:9). Paulus membenarkan
keputusannya dalam menetapkan sebuah contoh bagi mereka yang
tidak mau bekerja untuk menghidupi kehidupan mereka sendiri.���
Alasan lain yang dia sediakan untuk dirinya sendiri adalah untuk
mendemonstrasikan bahwa tidak ada kerakusan didalam dirinya (1
Tesalonika 2:6-9; bandingkan dengan Kisah Para Rasul 20:33-35).119
Pada saat itu Paulus merasa bahwa menerima uang dapat menjadi
sebuah batu sandungan didalam jalan injil, yang mungkin berarti bahwa
120
dia tidak mau memberikan kesan bahwa dia sedang mengambil
keuntungan dari gereja (lihat 2 Korintus 11:9; 12:14-18).��°
Meskipun demikian, Paulus menyadari akan fakta bahwa dia
memiliki hak terhadap dukungan keuangan dari gereja (2 Tesalonika
3:9). Didalam 1 Tesalonika 2:6 dia mengatakan kepada gereja, “Sebagai
rasul Kristus kami dapat menjadi beban bagimu.” Dia membela hak ini
dalam kalimat yang keras didalam 1 Korintus 9:1-18. Sebagai seorang
rasul, dia berpendapat, dia memiliki hak yang sama yang dimiliki oleh
rasul-rasul yang lain, hak-hak yang telah diakui oleh orang-orang
Korintus dalam kasus dari rasul-rasul yang lainnya.��� Dia
membenarkan hak kerasulannya untuk dukungan dari gereja-gereja
dengan beberapa ilustrasi yang didasarkan pada penggunaan
pandangan umum: Tidak ada anggota tentara yang harus membiayai
dirinya sendiri di dalam angkatan perang; tidak ada petani yang
menanam anggur di kebunnya lalu tidak makan hasil anggur dari kebun
itu; tidak ada gembala yang memelihara domba, lalu tidak minum susu
dari domba-dombanya itu(ayat 7).
Paulus juga memohon kepada yang berwewenang dari Perjanjian
Lama, mengutip Ulangan 25:4 dan membuat konklusi, “Kami sudah
menabur benih rohani di dalam hidupmu. Maka kalau kami menuai
berkat-berkat kebendaan dari kalian, apakah itu berarti kami menuntut
terlalu banyak dari kalian?” (1 Korintus 9:11, 2). Untuk ini dia
menambahkan sebuah argumentasi dari pelayanan kaabah: Orang-
orang Lewi didukung dengan persepuluhan, dan para imam didukung
dengan persepuluhan daripada persepuluhan dan bagian-bagian dari
persembahan korban yang dibawa ke-mezbah (ayat 13). Paulus sedang
menggunakan hukum Perjanjian Lama tentang persepuluhan sebagai
sebuah model untuk cara memberi orang Kristen.��� Menurut Paulus,
peraturan-peraturan Perjanjian Lama didukung oleh Yesus sendiri:
“Begitu juga Tuhan sudah menentukan bahwa orang yang
memberitakan Kabar Baik itu harus mendapat nafkahnya dari
121
pemberitaan itu.” (ayat 14). Kalimat “dengan cara yang sama”
menyatakan bahwa aturan Perjanjian Lama adalah benar bukan hanya
untuk orang Yahudi tetapi juga untuk orang-orang Kristen.��� Tohan
memerintahkan gereja untuk menggunakan aturan yang sama untuk
mendukung pelayanan dari gereja. Kata kerja “untuk memerintah”
adalah sebuah terjemahan dari diatássõ yang berarti “untuk
memerintah,” “untuk mengeluarkan sebuah perintah” atau “untuk
berkuasa dengan.”��� Itu menandakan suatu deklarasi yang resmi atau
yang berwewenang, didalam kasus ini dari Tuhan.
Penolakan Paulus untuk menerima persembahan bukanlah
sebuah penolakan terhadap praktek-prakek alkitabiah yang didukung
oleh Tuhan dan yang telah menjadi sebua praktek yang telah diterima
didalam gereja untuk mendukung pelayanan injil (lihat 1 Petrus 5:2).
Dia sedang menggunakan kebebasannya untuk menyatakan injil tanpa
pengeluaran kepada orang-orang Korintus agar supaya dapat
melindungi integritas dari pelayanan kerasulannya.
2. Paulus sebagai Penerima dari Persembahan
Tidak semua gereja-gereja bukan Yahudi menerima keputusan
Paulus untuk bekerja didalam memproklamsikan injil tanpa menerima
pembayaran. Meskipun dengan keenggananya, gereja-gereja di
Makedonia mendukung dia sementara dia berada di Korintus (2
Korintus 11:9). Tertulis didalam Pilipi 4:10-19 bahwa Paulus
menganalisa pengaruh dan arti dari kebaikan hati dari orang-orang
Makedonia.
Sementara berada didalam penjara Paulus menerima kunjungan
dari Efaproditus, seorang utusan dari gereja-gereja di Makedonia. Dia
membawa bersamanya suatu persembahan dari gereja-gereja untuk
Paulus. Didalam suratnya kepada orng-orang Pilipi Paulus
mendiskusikan pentingnya persembahan ini dan menyatakan beberapa
hal penting.
122
Pertama, Persembahan dari Makedonia dalah sebuah pernyataan
tentang kepedulian atau ketertarikan didalam Paulus sebagai seorang
pengkhotbah Injil (Pilipi 4:10). Kata kerja phroneô diterjemahkan
“diperhatikan” adalah suatu kata yang sukar yang diterjemahkan
kedalam bahasa Inggris. Kata itu menggabungkan ide-ide tentang
memikirkan dan simpati atau keterikatan emosional,��� kemampuan
berpikir dan kemauan.��6 Itu bukan berarti secara sederhana
memikirkan seseorang tetapi untuk secara tulus tertarik dan mau untuk
melakukan sesuatu untuk orang tersebut. Tipe perhatian ini mencari
sebuah kesempatan untuk mengekspresika dirinya sendiri dalam suatu
cara yang lebih nyata. Persembahan dari orang-orang Makedonia
bukanlah hasil dari sebuah ledakan emosional, tetapi didasarkan pada
analisa rasional, pada pengakuan akan sebuah kebutuhan yang nyata
didalam seseorang dengan siapa mereka terikat secara spiritual dan
emosional dan dengan misi siapa mereka dapat kenali. Mereka peduli
terhadap Paulus didalam pikiran dan tindakan, dan persembahan itu
adalah bukti tentang satu perhatian yang dalam.��� Ini akan mengatakan
bahwa sebuah persembahan haruslah menjadi pernyataan dari suatu
perhatian dan ketertarikan yang serius didalam kesejahteraan dari
gereja dan didalam memenuhi misinya.
Kedua, melalui persembahan ini orang-orang Makedonia ikut
berpartisipasi didalam kesusahan Paulus (Pilipi 4:14). Kesusahan
tersebut adalah pencobaan yang dialami oleh Paulus didalam
mengkhotbahkan injil. Kata kerja sunkoinõneõ berhubungan dengan
kata benda koinonia = “persekutuan, partisipasi,” dan berarti “untuk
berpartisipasi/membagi dengan seseorang.” Ide dasar daripada kata
kerja dan kata benda ini aalah “untuk memiliki sesuatu yang sama
dengan seseorang yang lain,” membuatnya mungkin bagi mereka untuk
persatuan dan persekutuan.��� Orang-orang Makedonia ikut
berpartisipasi didalam kesukaran Paulus, menjadikannya sebagai
kesukaran mereka dan mengambil sesuatu dari diri mereka sendiri dan
123
agar supaya dapat memberikan suatu persembahan. Paulus ikut
berpartisipasi dengan kesejahteraan mereka melalui menerima
persembahan mereka. Jadi mereka bersatu didalam tujuan dan
pengalaman. Persebahan menjadi dan menciptakan suatu ikatan
simpati dan kasih diantara umat-umat percaya. Pelayanan Paulus
menjadi pelayanan mereka juga.129 Orang-orang Makedonia menjadi
teman sekerja dengan Paulus didalam penderitaan dan ketika dia
dipernjarakan, walaupun mereka dipisahkan dari dia bermil-mil
jauhnya. Mereka telah mengambil sebagian dari bebannya menjadi
beban mereka dengan pengertian dan kepedulian yang murni dan
mendalam yang mengekspresikan dirinya sendiri didalam tindakan yang
membangun atas nama rasul-rasul, dan oleh karena itu atas nama
injil.���
Ketiga, persembahan dari orang-orang Makedonia telah
ditambahkan kepada rekening mereka (Pilipi 4;17). Adalah penting
untuk mencatat bahwa bagi Paulus nilai dari persembahan ini bukan
didasarkan pada kenyataan bahwa itu memenuhi kebutuhan yang dia
miliki, tetapi lebih kepada keuntungan yang terkandung bagi orang-
orang Makedonia itu sendiri.��� Kebanggaan/kelebihan/hasil didalam
rekening mereka semakin bertambah, meningkat. Paulus sedang
menggunakan bahasa komersil untuk menjelaskan berkat-berkat rohani
yang diterima oleh mereka yang memberi. Invenstasi materi
menghasilkan deviden spiritual yang besar didalam kehidupan daripada
pemberi-pemberi.���
Kempat, pemberian dari orang-orang Makedonia kepada Paulus
adalah sebuah pemberian yang dapat diterima kepada Tuhan (Pilipi
4:18). Penerima yang sebenarnya dari persembahan ini adalah Allah,
bukan Paulus. Paulus menyatakan ide ini dengan menunjuk kepada
persembahan didalam bahasa berkorban: itu adalah suatu dupa yang
harum, suatu korban yang berterima dan menyenangkan kepada Allah.
Persembahan itu telah ditiadakan, jadi untuk berbicara, dari sudut
124
kebiakan hati sekuler dan diinterpretasikan didalam makna daripada
kepentingan spiritualnya. Itu bukan saja mengikat mengikat mereka
kepada Paulus tetapi juga membantu untuk memperkuat hubungan
mereka dengan Allah. Sebuah prinsip yang penting terkandung disini:
“Apapun yang telah dilakukan untuk hamba secara nyata telah
dilakukan untuk Tuan; apapun yang telah diberikan kepada seorang
anak Allah diberikan kepada Allah sendiri.” (bandingkan dengan Matius
10:40-42).��� Dukungan kepada pelayanan evanggelisasi dan misi dari
gereja melalui persembahan seseorang adalah selalu merupakan
pengalaman rohani.
Kelima, Persembahan dari orang-orang Makedonia menyaksikan
kepada kenyataan bahwa Allah menyediakan kebutuhan dari sipemberi
(Pilipi 4:19). Gereja-gereja yang ada di Makedonia tidak kaya didalam
harta kekayaan (2 Korintus 8:2); namun mereka memberi. Pilipi 4:19
kelihatannya adalah me rupakan sebuah doa dan suatu pernyataan
tentang fakta, suatu ekspresi tentang kepercayaan didalam kepedulian
Allah akan umat-umat-Nya.��� Mereka yang memberikan persembahan
tidak terlalu berlebihan dalam memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
mereka sendiri sebab kasih Allah yang penuh kuasa cukup untuk
memelihara mereka. Melalui menunjuk kepada Allah sebagai seorang
Pemberi, Paul sedang menunjukkan bahwa motivasi yang benar untuk
cara memberi dari manusia adalah untuk menyempatkan disana. Allah
menyediakan bagi orang-orang Makedonia dan menggunakan mereka
untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan Paulus.
Paulus menerim persembahan ini dan enggan dan kemudian
memberitahukan orang-orang Makedonia bahwa dia telah menerimanya:
“Saya sudah menerima semuanya--malah lebih daripada cukup” (ayat
18). Disini dia menggunakan kata yang lain dari transaksi dunia bisnis.
Kata kerja apechô = “aku telah menerima” berarti “aku telah menerima
secara penuh dan menggunakannya sebagai sebuah tanda bukti. Pada
jaman Perjanjian baru kata kerja ini ditulis pada bagian bawa dari
125
sebuah tanda terima untuk menunjukkan bawa jumlah tersebut telah
diterima atau dibayar secara penuh.��� Disini didalam ayat 18 “Paulus
menyatakan berapa jumlah untuk sebuat tanda terima untuk
pengumpulan yang telah dikirimkan oleh gereja di Pilipi kepada dia.”136
Implikasinya adalah bahwa mereka yang memberikan persembahan
harus diberitahukan bahwa persembahan tersebut telah diterima,
dicatat, dan digunakan seperti yang semestinya. Disini kita menemukan
sebuah unsur pertanggungjawaban dari mereka yang telah menerima
persembahan tersebut.
3. Paulus dan Pengumpulan: Suatu Persembahan Khusus
Teologi Paulus tentang persembahan muncul dalam cara yang
khusus didalam diskusi dan interpretasinya tentang pengumpulan yang
dia kumpulkan diantara gereja-gereja yang bukan Yahudi untuk gereja
yang berada di Yerusalem.��� Persembahan khusus ini adalah sangat
penting sehingga dia menyebutkannya beberapa kali didalam suratnya
(Roma 15:25-28; 1 Korintus 16:1-4; dan 2 Korintus 8, 9). Untuk
menjelaskan relevansi dan arti teologianya, kita akan meneliti konsep-
konsek dan prinsip-prinsip yang Paulus hubungkan dengan
persembahan.
a. Motivasi untuk Memberi.
Sebagai tambahan kepada kebutuhan-kebutuhan yang
sesungguhnya dari gereja di Yerusalem, Paulus menyediakan bagi kita
satu seri dari pernyataan yang kelihatan dapat memberikan satu teologi
dari motivasi untuk memberi kepada pengumpulan tersebut.
(1) Pemberian Kemurahan Allah.
Didalam 2 Korintus 8:1 Paulus menunjuk kepada orang-orang
Korintus kepada kemurahan Allah yang telah diberikan kepada gereja-
gereja di Makedonia yang menggerakkan mereka untuk berkontribusi
126
untuk pengumpulan tersebut. Ini dapat diinterpretasikan bahwa
kemurahan Allah bekerja didalam mereka menciptakan satu krinduan
untuk memberi, ��� atau bahwa kemurahan Allah yang menyelamatkan
menjangkau gereja-gereja sebagai sebuah pemberian melalui
pemberitaan inji. Didalam kasus yang terakhir ini kenyataan bahwa
Allah telah memberikan Anak-Nya sebagai sebuah tindakan kemurahan
demi keselamatan dari orang-orang Makedonia yang termotivasi untuk
memberi.139 Namun kedua ide ini adlaah benar didalam konteks
tersebut. Orang-orang Makedonia memberikan suatu persembahan oleh
karena kemurahan Allah memanifestasikan dirinya sendiri didalam
Kristus sebagai sebuah pemberian akan keselamatan dan bahwa
kemurahan yang sama sedang bekerja didalam hati mereka.���
(2) Teladan Kristus.
Didalam 2 Korintus 8:9 Paulus meringkaskan isi dari sebuah
pekabaran yang dia kembangkan didalam Pilipi 2:6-11: “Sebab kalian
mengetahui betul bahwa kita sangat dikasihi oleh Yesus Kristus Tuhan
kita. Ia kaya, tetapi Ia membuat diri-Nya menjadi miskin untuk
kepentinganmu, supaya dengan kemiskinan-Nya itu, kalian menjadi
kaya.” Kerinduan Kristus untuk memberikan segala sesuatu untuk
gereja adalah merupakan satu pewahyuan dari kasih yang maha mulia
yang harus memotivasi orang-orang Korintus untuk memberikan suatu
persembahan untuk orang miskin di Yerusalem.���
(3) Berkat-berkat Allah.
Paulus mengingatkan orang-orang Korintus bahwa kemurahan
Allah yang melimpah dapat menyediakan bagi mereka apa yang mereka
perlukan agar dapat menyanggupkan mereka untuk memberi (2
Korintus 9:8-11). Perhatikan bahwa memberi ilahi bermulanya dari
kemurahan Allah dan itu bukanlah sebuah reaksi pada pihak Allah
terhadap persembahan dari orang-orang Korintus; Allah tidak membayar
127
mereka.��� Berkat-berkat-Nya adalah tindakan kemurahan yang
menyediakan kesempatan bagi orang-orang Korintus untuk membagikan
apa yang mereka dengan penuh kemurahan telah terima dari Tuhan.
Berkat-berkat ilahi, Paulus berkata, hasil-hasil didalam autarkeia
= “mencukupi diri sendiri.” Allah akan menyediakan semua kebutuhan
mereka (ayat 8).��� Paulus menghubungakan kecukupan diri sendiri
dengan kekayaan ekonimi. Tetapi mencukupi diri sendiri baginya adalah
sebuah pemberian dari Allah dn bukan, sama seperti yang dipercayai
didalam beberapa sekolah filsafat yang kontemporer, hasil dari disiplin
ketergantungan yang sungguh-sungguh dari Allah dan didasarkan pada
suatu usaha untuk hidup harmonis dengan alasan.��� Didalam Pilipi
4:12, 13 dia menegakan kebebasan dari keadaan bagian luar atau
mencukupi diri sendiri atas dasar ketergantunganya kepada kuasa Allah
yang menguatkan dia.��� Paulus juga mengerti mencukupi diri sendiri
sebagai kesanggupan dari Allah “untuk berhubungan dengan lebih
efektif dengan orang lain, bukan untuk menarik diri dari mereka,”146
melalui menolong mereka ketika mereka membutuhkan. Paulus
kelihatannya mempertimbangkan kecukupan diri sendiri secara
keuangan sebagaimana yang dapat dicapai oleh karena kekayaan dan
kemurahan Allah bukanlah keperluan ekslusif satu sama lain. Menurut
dia “kekayaan harus dilihat sebagai sebuah pemberian dari kemurahan
hati Allah lebih daripada sebagai sebuah hasil dari pencapaian manusia
belaka.”��� Persembahan dari orang-orang Korintus harus dimotivasi
oleh pendirian bahwa adalah Allah yang menyediakan cukup untuk
mereka untuk dibagikan dengan orang lain. Didalam cara ini mereka
didorong untuk mengalahkan sifat cinta diri sendiri.
b. Memberi yang Direncanakan
Berkontribusi kepada pungutan haruslah bukan sesuatu tindakan
yang kebetulan tetapi sesuatu yang telah direncanakan dengan baik.
128
Paulus menyebutkan paling kurang tiga unsur penting didalam
pengaturan akan persembahan.
(1) Didasarkan pada Pendapatan Seseorang.
Paulus tidak menuntut suatu jumlah uang tertentu dari masing-
masing anggota gereja tetapi menggunakan satu prinsip alkitabiah
untuk digunakan oleh semua bilamana memutuskan berapa banyak
yang akan diberikan; “sesuai dengan apa yang ada padamu” (2 Korintus
8:11). Apa yang dimiliki oleh orang tersebut (ayat 12), itulah yang dapat
dikatakan, cara Tuhan telah memberkati pribadi masing-masing,
haruslah dengan kriteria itu digunakan didalam membuat keputusan (1
Korintus 16:2). Ini sesungguhnya adalah masalah pribadi.
(2) Pisahkan Dirumah
Ide tentang memisahkan dirumah jumlah yang akan diberikan
dikemukakan didalam 1 Korintus 16:2: “Pada hari pertama dari tiap-tiap
minggu hendaklah kamu masing-masing—sesuai dengan apa yang
kamu peroleh—menyisihkan sesuatu dan menyimpannya dirumah,
supaya jangan pengumpulan itu baru diadakan, kalau aku datang”
Kalimat “masing-masing kamu” dapat diterjemahkan secara hurufiah
“masing-masing kamu untuk dirinya sendiri,” dan mengemukakan
sesuatu yang dilakukan secara rahasia dirumah. Memisahkan
persembahan itu adalah urusan keluarga.��� Didalam Perjanjian Lama,
persembahan dipisahkan atau ditahbiskan dirumah dan dibawa ke-
kaabah diwaktu berikutnya. Keleihatannya inilah yang disarakan oleh
Paulus.
(3) Diberikan kepada Instrumen yang di Tunjuk.
Paulus sadar akan betapa pentingnya bagi anggota-anggota gereja
untuk mengetahui dan diyakinkan bahwa pungutan itu akan ditangani
dengan tepat. Satu salah pengaturan yang kebetulan dengan
129
persembahan itu akan merusak reputasinya sebagai seorang pemimpin
rohani dan akan memungkinkan munculnya tuduhan terhadap dia oleh
rasul-rasul palsu. Oleh karena itu, dia mengirim Titus, utusan
kerasulannya, yang ditemani oleh dua saudara yang dihormati didalam
gereja-gereja, ke- Korintus untuk memungut persembahan (2 Korintus
8:17-23; 9:3). Salah satu dari kedua saudara itu telah ditunjuk oleh
gereja-gereja untuk menemani Titus. Dia mewakili gereja-gereja yang
lain yang berpartisipasi didalam pemungutan itu (8:19). Kata Yunani
cheirotonein = “untuk memilih” berarti sejak pertama “untuk memilih
melalui menunjukkan tangan” dan dapat menyarankan bagaimana
orang ini dipilih.149 Saudara yang kedua mungkin telah dipilih oleh
Paulus atau gereja-gereja (lihat ayat 22). Orang ini telah diuji dan
menunjukkan bahwa dirinya dapat dipercaya.
Adalah kepada ketiga orang yang dapat dipercaya dan berkualitas
inilah persembahan tersebut diberikan. Mereka mewakili rasul dan
gereja-gereja, yang mengatakan bahwa persembahan tersebut bukan
diberikan kepada Paulus tetapi kepada gereja.
Keseluruhan persembahan itu harus dibawa ke Yerusalem oleh
orang-orang yang disetujui oleh gereja, orang-orang yang kepadanya
Paulus akan memberikan surta perkenalan (1 Korintus 16:3). Semuanya
ini telah dilakukan untuk menghindari kritik dan untuk melakukan apa
yang benar dan bukan saja dihadapan Tuhan tetapi juga dihadapan
mata dari orang banyak (2 Korintus 8:20-21).
Logistik daripada pungutan tersebut membantu beberapa sasaran.
Anggota-anggota gereja telah mengetahui kepada siapa mereka harus
memberikan persembahan. Sebagai tambahan, sebuah unsur dari
pertanggungjawaban ditampilkan; Paulus sangat berhati-hati untuk
menjelasknanya bahwa persembahan tersebut tidak akan disalah
gunakan atau disalah tempatkan. Sebagai seorang pemimpin gereja dia
bertanggungjawab dan berwewenang atas pungutan tersebut.
130
c. Sikap Terhadap Memberi.
Pungutan tersebut adalah sebuah persembahan yang bebas, tetapi
Paulus mengharapkan bahwa itu akan diberikan didalam roh yang
benar. Dia melakukan suatu usaha khusus untuk menjelaskan tentang
arti dan pentingnya dari persembahan tersebut.
(1) Memberi adalah sebuah Kesempatan
Rupanya Paulus tidak meminta orang-orang Makedonia untuk
ikut serta didalam pungutan tersebut oleh karena mereka adalah orang-
orang miskin. Namun, yang mengejutkan Paulus adalah bahwa mereka
memohon dan memaksa tentang “kesempatan untuk membagi didalam
pelayanan orang-orang kudus” (2 Korintus 8:4). Kata Yunani yang
diterjemahkan “kesempatan” adalah charis, yang biasanya
diterjemahkan “kemurahan,” dan disini itu berarti “tindakan
kemurahan,” yaitu, melakukan sesuatu yang diperhitungkan sebagai
suatu kesempatan.��� Bagi orang-orang Kristen adalah merupakan
suatu kesempatan untuk dapat menunjukkan sebuah tindakan
kemurahan kepada orang lain. Orang-orang Makedonia telah menerima
kemurahan dari Allah 92 Korintus 8:1), dan sekarang mereka
memperhitungkannya sebagau suatu kesempatan untuk mengijinkan
kemurahan itu memanisfestasikan dirinya sendiri melalui mereka
dengan cara menolong orang lain.
(2) Memberi dengan Kerelaan
Orang-orang Makedonia memberikan persembahan mereka
“seluruhnya dari milik mereka (2 Korintus 8:3). Paulus tidak meminta
mereka untuk memberi; mereka sendirilah yang berinisiatif untuk
memberi. Kata Yunani authaietos = “darim milik mereka” berarti “secara
sukarela.” Memberi haruslah menjadi sebuah keputusan sukarela dari
hati (2 Korintus 9:7). Memberi dari hati berarti bahwa persembahan itu
tidak diberikan dengan keengganan atau dengan paksaan. Kata lupê =
131
“enggan” biasanya diterjemahkan didalam Perjanjian Baru sebagai
“sakit, rasa sakit.” Disini hal ini menunjuk kepada mereka yang
memperhitungkan memberi sebagai sesuatu yang menyakitkan bagi
mereka tetapi mereka tidak berani untuk mengatakan tidak. Mereka
memberi, namun mereka melakukannya dengan penuh keengganan.
Kata anágkê = “paksaan” artinya bertindak dibawah pengendalian atau
pengaruh dari seseorang atau sesuatu selain daripada kemauan sendiri
seorang. Itu akan menyangkal unsur kebebasan didalam pokok dari
tindakan. Paksaan dapat menjadi hasil dari tekanan dari satu kelompok
atau dari seorang pemimpin, yang membuat orang tersebut merasa
bahwa dia tidak mempunyai pilihan tetapi hanya untuk memberi.
Memberi dengan penuh keengganan atau dengan dipaksa
ditentang oleh Paulus dengan sikap sukacita yang harus menandai
sipemberi (2 Korintus 9:7). Itu adalah isi hatinya yang terdalam,
keadaan yang positif dan bukan jumlah yang diberikan yang membuat
pemberian tersebut dapat diterima oleh Allah (2 Korintus 8:12).
(3) Memberi dengan Kebaikan hati
Berkat Allah yang melimpah harus menggerakkan orang-orang
Kristen untuk memberi dengan kebaikan hati (2 Korintus 9:11, 13). Kata
yunani aplòtês = “kebaikan hati” adalah sesuatu yang penting namun
sukar untuk diterjemahkan kedalam bahasa Inggris. Terjemahan yang
umumnya adalah “kesederhanaan, ketulusan.”
Kata ini sukar untuk diterjemahkan oleh karena kata itu
mengandung satu rangkaian arti yang diekspresikan didalam bahasa
Inggris oleh beberapa kata yang berbeda. Di dalam 2 Korintus 8:2, kata
yang digunakan untuk menjelaskan orang-orang Makedonai sebagai
orang-orang dengan “kesederhanaan, ketulusan, jujur, berterus terang,”
demikian juga dengan “kebaikan hati dan kebebasan.” Secara bersama-
sama kalimat ini mengekspresikan cita-cita kuno dari kehidupan yang
132
sederhana. Menurut cita-cita budaya ini, orang yang menghidupkan
kehidupan yang sederhana dapat diharapkan untuk menunjukkan
kebaikan hati didalam memberi mereka dan didalam keramah tamahan
mereka.���
Bagi Paulus kehidupan yang sederhana dan baik hati dari orang
Kristen adalah sebuah duplikat dari sikap mereka kepada Tuhan mereka
(2 Korintus 8:9). Pada sewaktu-waktu kebaikan hati ini
mengekspresikan dirinya sendiri melalui memberi lebih daripada yang
sanggup diberikan oleh seseorang (8:3), tetapi Paulus mengharapkan
orang-orang Korintus untuk memberi hanya menurut apa yang ada
pada mereka. Bahkan, mereka harus berusaha untuk lebih didalam
memberi, untuk melimpah didalam kemurahan memberi. (8:7).
(4) Memberi dan Memberi diri sendiri
Paulus sangat terkesan dengan keterlibatan yang tidak
diharapkan dari orang-orang Makedonia didalam pungutan dan
pemberian keadaan hati yang tidak cinta diri sendiri kepada kenyataan
bahwa “mereka terlebih dahulu memberikan diri mereka kepada Tuhan
dan kemudian kepada kita” (2 Korintus 8:5). Setiap persembahan
adalah, dalam satu pengertian, persembahan dari seorang pribadi dalam
pentahbisan kepada Allah dan didalam pelayanan kepada gereja-Nya
(“kita”). Sejak dari saat itu, suatu persembahan adalah perwujudan dari
sebuah keadaan hati, dari kerelaan kita untuk berserah dan
memberikan hidup kita kepada Tuhan.
d. Tujuan dari Pungutan
Tujuan yang sangat terutama dari pengutan adalah untuk
menghidupi kebutuhan materi dari gereja di Yerusalem (Roma 15:26; 2
Korintus 9:12). Tetapi ini bukanlah sebuah tindakan yang sederhana
mengenai kebaikan hati sosial. Paulus menunjuk kepadanya sebagai
133
“sebuah pelayanan” (leitourgia) dan walaupun kata itu digunakan di
dalam literatur Yunani untuk menandakan suatu pelayanan yang
ditunjukkan dengan pembiayaan seseorang didalam sebuah pengertian
yang bukan agama, konteks dari 2 Korintus 9:12 menunjukkan bahwa
itu telah digunakan oleh Paulus di dalam satu pengertian agama, yang
berarti “pelayanan, kebaktian.” Persembahan yang diberikan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan gereja di Yerusalem adalah sebuah
tindakan peribadatan kepada Tuhan.���
Tujuan yang kedua daripada pungutan adalah untuk memperkuat
persatuan dari gereja dan memberikan ekspresi kepadanya didalam
suatu cara yang lebih objektif. Itu adalah “sebuah ekspresi yang nyata
tentang persatuan orang Yahudi dan yang bukan Yahudi.”��� Orang-
orang Yahudi membagikan berkat-berkat spiritual mereka dengan
orang-orang yang bukan Yahudi, dan sekarang orang-orang bukan
Yahudi membagikan berkat-berkat materi mereka dengan orang Yahudi
(Roma 15:27). Hanya ada satu gereja, gereja universal, yang digolongkan
oleh satu roh persekutuan yang benar didalam Kristus. Paulus merasa
bahwa itu adalah perlu untuk gereja sedunia untuk menyatakan
persatuannya didalam pekabaran dan misinya, dan dia menemukannya
didalam persembahan ini suatu saluran yang melaluinya hal ini dapat
dicapai. Berkat-berkat materi dan rohani dari gereja-gereja yang dimiliki,
sejujurnya, kepada satu gereja dari Kristus.
Tujuan yang ketiga dari pungutan tersebut adalah untuk
mempromoasikan kesetaraan finansial (2 Kortintus 8:13-15). Ini adalah
kesetaraan yang dihasilkan oleh “keseimbangan dari kekurangan dan
kelebihan yang harus muncul diantara gereja-gereja.��� Konsep yang
digarisbawahi ini adalah satu dari kemitraan, koinonia, disarankan
didalam Kisah 2:44, 45.��� Adalah berguna untuk mengamati bahwa
Paulus mendasarkan argumentasinya pada sebuah pasal dari Perjanjian
Lama: “Ketika mereka menakarnya, ternyata bahwa orang yang
mengumpulkan banyak, tidak kelebihan, dan yang mengumpulkan
134
sedikit, tidak kekurangan. Masing-masing mengumpulkan sebanyak
yang diperlukannya.” (Keluaran 16:18). Panggilan untuk kesetaraan
didasarkan pada pengertian bahwa adalah Allah yang menyediakan apa
yang diperlukan. Melalui membagi-bagikan berkatnya, umat-umat
percaya bekerjasama dengan Allah didalam menciptakan kesetaraan
finansial didalam gereja. Mereka yang memiliki banyak harus
membagikan dengan mereka yang memiliki kurang “sehingga ada
kesetaraan” (2 Korintus 8”13). Pembagian kekayaan yang merata tidak
akan mungkin didalam dunia ini, tetapi itu harus menjadi suatu
kenyataan didalam gereja.
Tujuan yang keempat dari pungutan adalah untuk menyatakan
kasih Kristen. Ikut serta didalam pungutan adalah sebuah ujian dari
kejujuran dari kasih orang-orang Korintus (2 Korintus 8:8; bandingkan
dengan ayat 24). Ini sangat erat hubungannya dengan persatuan dari
gereja oleh karena kasih mengikat gereja itu bersama-sama didalam
Kristus. Persembahan menyediakan suasana untuk kasih untuk
bergerak dari konsep dunia atau ide ke-arena dari tingkah laku Kristen
sebagai suatu prinsip yan aktif. Orang-orang Korintus telah berjanji
untuk berpartisipasi didalam pungutan, tetapi belum melakukan janji
itu. Sekarang Paulus menantang mereka untuk mendemonstrasikan
kasih itu didalam tindakan (2 Korintus 9:1-5).
Tujuan yang kelima dari pungutan adalah untuk memuji Allah.
Paulus berkata bahwa persembahan itu adalah “untuk mengalirkan
didalam banyak ekpresi dari terima kasih kepada Allah (2 Korintus
9:12).156 Oleh karena itu akan memberkati umat-umat percaya di
Yerusalem, persembahan itu akan menyediakan suatu alasan untuk
memujui Allah (ayat 13). Tujuan utama dari setiap persembahan harus
memuliakan Allah oleh karena melalui kerelaan didalam hati manusia
untuk memberi. Kebaikan hati akan dihasilkan didalam tindakan dari
ucapan terima kasih kepada Allah (ayat 11).
135
Melalui mengingatkan mereka tentang kemurahan Allah, yang
telah mereka terima dengan Cuma-Cuma (tanpa bayar), melalui
menunjuk mereka kepada pengorbanan diri sediri dari Kristus, dan
melalui mayakinkan mereka tentang kasih Allah yang tetap yang
termanifestasi didalam berkat-berkat yang telah mereka terima setiap
hari, Paulus memotivasi orang-orang Korintus untuk memberikan
persembahan mereka. Bagi Paulus, memberi adalah sebuah kesempatan
oleh karena kemurahan Allah telah menggunakan mereka yang telah
memberi. Ni berarti bahwa sebuah persembahan harus diberikan dari
hati dan harus menjadi suatu pengalaman yang penuh sukacita. Itu
harus dengan kebaikan hati dalam cara yang khusus itu harus menjadi
satu tindakan dari memberi diri sendiri. Suatu persembahan menurut
Paulus, adalah suatu kekayaan untuk menyediakan kebutuhan-
kebutuhan dari gereja, tetapi itu juga mengkontribusikan kepada gereja
persatuan dan kesetaraan finansial. Melalui pungutan, kasih Kristen
ditunjukkan dan Allah yang harus dipuji. Persembahan tersebut harus
didasarkan pada situasi finansial dari keluarga, untuk dipisahkan
dirumah, dan kemudian diberikan kepada instrumen gereja yang
ditunjuk paa waktu yang telah ditetapkan. Pengelolaan yang tetap dari
dana itu diharapkan dari meerka yang menangani pungutan tersebut.
C. Persembahan didalam Kisah Para Rasul
Buku Kisah Para Rasul menyebutkan beberapa masalah keuangan
yang dihadapi oleh gereja kerasulan ketika gereja itu berkembang dan
bertumbuh untuk menjadi sebuah pergerakan dunia. Walaupun Kisah
Para Rasul tidak banyak bericara tentang persembahan, itu akan
berguna bagi tujuan kita untuk meneliti ayat-ayat yang berhubungan.
Ayat-ayat tersebut menunjukkan sebuah ketertarikan didalam
persembahan untuk orang-orang miskin dari gereja.
136
1. Persembahan untuk Orang Miskin
Menurut Kisah Para Rasul 2:44, anggota-anggota daripada gereja
kerasulan memiliki “segala sesuatu secara berasama;” dapat dikatakan,
harta kekayaan mereka adalah pada pelayanan dari gereja dan misinya.
Ini tidak dapat diartikan bahwa mereka menjual segala sesuatu yang
mereka miliki dan memberikan uang tersebut kepada gereja. Apa yang
dikatakan adalah bahwa ketika kebutuhan meningkat dari waktu
kewaktu maka mereka menjual sebagian dari harta kekayaan mereka
untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan dari orang lain (Kisah Para
Rasul 4:34, 35).��� Oleh karena itu, praktek ini buakanlah suatu
penolakan terhadap kepemilikan pribadi tetapi lebih kepada pengakuan
keseimbangan melalui suatu keadaan untuk melayani orang lain.��� Ini
adalah perlu oleh karena pada waktu itu sejumlah besar dari mereka
yang baru bertobat adalah orang-orang miskin. Praktek ini
kemungkinan adalah sebuah pemeliharaan secara terus menerus dari
kehidupan komunitas yang bersifat bersaudara dari Yesus dan murid-
murid-Nya (bandingkan dengan Lukas 8:3; Yohanes 12:4-6; 13:6-9).159
Dua contoh yang spesifik diberikan tentang praktek-praktek yang
diikuti oleh gereja. Barnabas mempunyai harta kekayaan yang
memutuskan untuk menjualnya dan membawa uang tersebut ke-gereja
untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan bagi orang miskin (kisah
Para Rasul 4:36-37). Dia menjual harta kekayaan itu dan membawa
uang tersebut kepada rasul-rasul. Contoh yang kedua adalah Ananias
dan Safira (5:1-11). Mereka membuat janji yang serupa, tetapi setelah
menjual bagian kekayaan mereka memutuskan untuk menahan
sebagaian dari uang itu secara rahasia untuk diri mereka sendiri.
Namun mereka ingin memberikan kesan bahwa mereka membawa
jumlah yang penuh kepada rasul-rasul.
Pengalaman dari Ananias dan Safira menyatakan beberapa aspek
yang penting tentang tipe persembahan ini. Pertama, sumbangan itu
bukan saja suatu tindakan sosial dari kebaikan hati tetapi sebuah
137
persembahan yang dibawa kepada Tuhan. Satu-satunya yang
sesunggunya telah menerimanya adalah Roh Kudus. Ini menjelaskan
mengapa Petrus berkata kepada mereka, “Engkau telah berdusta
terhadap Roh Kudus” (Kisah Para Rasul 5:3). Kedua, persembahan itu
adalah sesuatu yang sukarela; tidak seorangpun didalam cara apapun
dipaksa untuk menjual sebagiand ari harta kekayaannya. Rupanya,
setelah menjual herta kekayaan itu, Ananias dan Safira mempunyai
pilihan untuk menyimpan uang itu untuk diri mereka sendiri, jika
mereka jujur dengan rasul-rasul itu (Kisah Para Rasul 5:4).160 Ketiga,
sekali lagi kita menyaksikan kenyataan bawha didalam memberi suatu
persembahan motivasi yang benar adalah sebuah nilai yang utama.
Didalam kasus Ananias dan Safira, pengaturan tanah dimotivasi “oleh
suatu kerinduan untuk mendapatkan reputasi untuk kebaikan hati
lebih daripada sebuah perhatian yang murni untuk orang-orang yang
membutuhkan diantara mereka.”161 Sifat cinta diri mereka sendiri,
termanifestasi didalam sebuah perhatian yang tidak mau diatur untuk
keamanan finasial mereka, membawa mereka kepada pelanggaran
terhadap janji yang telah dibuat dengan Tuhan. Roh Kudus, yang
sedang memimpin umat-umat percaya dan gereja, ditolak oleh pasangan
ini dan sebagai hasilnya Dia menolak mereka juga. Akhirnya, kejadian
ini menunjukkan bahwa adalah benar dan penting untuk menjanjikan
persembahan kepada Tuhan, tetapi adalah sama pentingnya untuk
memenuhi janji-janji tersebut.
Prosedur yang diikuti didalam pemungutan dan pembagian atau
penggunaan persembahan sangat sederhana. Umat-umat percaya
memutuskan sendiri untuk menjual sebagian dari harta kekayaan
mereka dan berjanji untuk memberikan semua uang tersebut, atau
mungkin sebagian saja, kepada gereja. Uang tersebut diberikan kepada
rasul-rasul, yang bertanggungjawab untuk mengelolanya (Kisah Para
Rasul 4:37). Mungkin inilah sistem yang telah dibuat oleh gereja dan
diikuti oleh umat-umat percaya.
138
Ketika gereja mulai bertumbuh, itu telah menjadi mukti bahwa rasul-
rasul tidakd dapat mengatur keuangan gereja dan pada waktu yang
bersamaan mengabarkan injil sepenuhnya. Segera mereka menemukan
bahwa adalah tidak mungkin untuk melakukan kedua hal tersebut
secara bersamaan. Masalahnya menjadi semakin akut ketika
sekelompok orang bersungut bahwa beberapa janda telah diabaikan
didalam pembagian roti (Kisah Para Rasul 6:1-6). Ini menuntut
perbaikan dari proses administrasi, sehingga semua rasul bertemu
dengan murid-murid di gereja (anggota-anggota gereja) dan secara
bersama-sama mereka menyetujui sebuah rencana yang baru. Sebagai
hasilnya, tujuh pria dipilih untuk bertanggungjawab terhadap
pembagian roti. Didalam proses pemilihan itu mereka mancari pribadi-
pribadi yang “dikenal penuh dengan Roh Kudus dan hikmat” (Kisah Para
Rasul 6:3). Dengan kata lain, dua kualifikasi penting dituntut. Pertama,
mereka haruslah pemimpin-pemimpin rohani yang berserah kepada
Tuhan dan memiliki Roh; dan kedua, mereka diharapkan untuk
memiliki pengetahuan tentang bagaimana untuk berhadapan dengan
masalah-masalah adminitrasi, khususnya pengelolaan dana-dana
tersebut.162 Kombinasi dari kedua unsur ini menunjukkan bahwa
adminitrasi keuangan dari gereja bukanlah suatu masalah pembukuan
sekuler, tetapi itu adalah suatu masalah kerohanian yang dalam dan
esensial.
Beberapa konsep teologia yang penting berada pada dasar dari
persembahan dibawah pertimbangan. Karena konsep-konsep ini telah
didiskusikan sebelumnya didalam konteks dari persembahan yang lain,
kami akan menyebutkan mereka secara singkat disini. Persembahan
adalah sebuah aliran kamurahan dari Allah didalam hati dari umat-
umat percaya (Kisah Para Rasul 4:33). Implikasinya adalah bahwa,
didalam komunitas orang-orang Kristen, kemurahan Allah mengambil
bentuk dari sebuah perhatian yang serius terhadap orang-orang miskin
didalam gereja. Kemurahan-Nya menggerakkan mereka untuk memberi.
139
Sebagai tambahan, kita harus mengamati persepsi dari anggota-anggota
gereja tentang harta kekayaan mereka: “Tidak seorang pun dari mereka
menganggap bahwa apa yang dimilikinya adalah kepunyaannya sendiri.
Segala sesuatu yang ada pada mereka, mereka pakai bersama-sama.”
(Kisah Para Rasul 4:32). Konsep mereka tentang kepemilikan secara
radikal telah dimodifikasi melalui injil. Mereka tahu siapa pemilik yang
sesungguhnya. Akhirnya, sama seperti pemungutan yang dilakukan oleh
Paulus, persembahan itu adalah sebuah kesaksian kepada persatuan
dari gereja; mereka menjadi “satu didalam hati dan pikiran” (Kisah Para
Rasul 4:32). Mereka memiliki satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, dan
satu Allah (bandingkan dengan Epesus 4:4, 5)—mereka menjadi satu
didalam Kristus, dan ini telah didemonstrasikan “didalam kesiapan
mereka untuk memenuhi kebutuhan satu dengan yang lain.”163
Persatuan rohani menyatakan dirinya sendiri didalam manisfestasi
kasih yang nyata, dan didalam kasus yang khusus ini persembahan
telah memainkan peranannya.
2. Persembahan Khusus
Kisah Para Rasul 11:27-30 membuat referensi keapda satu
persembahan khusus yang dikirimkan oleh gereja Antiokia ke
Yerusalem. Ini adalah suatu persembahan sukarela yang lain. Nabi
Agabus telah meramalkan akan datangnya kelaparan yang parah
kepada Kekuasaan Roma dan ini menggerakkan gereja “untuk
menyediakan pertolongan bagi saudara-saudara yang tinggal di Yudea”
(Kisah Para Rasul 11:29). Ini adalah suatu dana khusus untuk
digunakan didalam keadaan darurat yang akan datang. Masing-masing
orang memberi apa yang dapat di berikan, dan persembahan tersebut
diberikan kepada Barnabas dan Saul untuk dibawakan kepada gereja
yang berada di Yerusalem. Persembahan itu dimotivasi oleh kasih
Kristus, mengekspresikan solidaritas dari persekutuan Kristen, dan
menunjukkan bahwa Allah telah meneriam orang-orang yang bukan
140
Yahudi kedalam gereja. Jemaat di Antiokia tidak memikirkan tentang
dirinya sendiri sebagai gereja yang terisolasi dari gereja induk di
Yerusalem. Mereka berpikir bahwa itu hanya suatu yang biasa yang
mereka kirim untuk menolong bagian yang lain dari tubuh itu yang
sedang menghadapi kesulitan.”164 Persembahan ini mungkin dapat
menyediakan bagi Paulus model teologi yang dia gunakan untuk
pemungutannya untuk gereja di Yerusalem.
Kisah Para Rasul mengatakan kepada kita bahwa anggota-anggota
gereja meletakkan harta kekayaan mereka pada pelayanan dari gereja.
Ini didasarkan pada pengertian mereka bahwa Allah adalah pemilik yang
sesungguhnya dari segala sesuatu yang mereka miliki. Kerelaan mereka
untuk memberi adalah hasil dari pekerjaan kemurahan Allah didalam
hati mereka. Mereka yang persembahannya dimotivasi oleh sifat cinta
diri sendiri ditolak. Persembahan itu diberikan kepada Allah walaupun
itu diterima oleh instrumen-instrumen kemanusiaan-Nya, yaitu rasul-
rasul. Pengelolaan daripada dana itu ditempatkan didalam tangan dari
orang-orang yang sanggup yang tahu tentang pengaturan dan yang juga
menjadi tokoh rohani di gereja.
IV. Ringkasan dan Konklusi
Kita telah meneliti satu jumlah yang baik tentang materi
alkitabiah yang berurusan dengan pokok pembicaraan tentang
persembahan dan sekaranglah waktunya untuk meringkaskan konklusi
kita. Setiap bagian yang kita pelajari membuat kontribusinya sendiri
kepada suatu pengertian yang lebih baik tenatng arti dari persembahan.
Didalam kebanyakan kasus kita telah mendeteksi sejumlah tema yang
digarisbawahi yang sering muncul didalam diskusi.
Dasar teologia dari praktek memberi persembahan kepada Tuhan
kelihatannya dibentuk oleh tiga konsep teologia utama yang saling
terkait. Yang pertama adalah soteriologi, yaitu, disposisi Allah yang tetap
141
dan penuh kasih untuk menyelamatkan manusia dari kuasa dosa.
Keselamatan adalah sebuah wahyu tentang kemurahan Allah dan
menjangkau kita sebagai sebuah pemberian yang tidak patut untuk
diterima oleh iman didalam Kristus. Pewahyuan diri Allah sendiri
menyingkap fakta yang tidak dapat disngkapkan bahwa Dia adalah
Pemberi yang Terbesar di alam semesta. Didalam Perjanjian Lama
kecondongan Allah untuk menyelamatkan termanifestasi didalam satu
cara yang khusus didalam Keluaran ketika Dia menyelamatkan umat-
umat-Nya dari kuasa perbudakan Mesir. Didalam Perjanjian Baru,
keselamatan Allah mencapai manifestasinya yang penuh didalam
pemberian akan Anak-Nya yang menjadi satu-satunya alat keselamatan.
Bapa dan Anak membuat kemurahan itu tersedia kepada mereka yang
melalui iman didalam Kristus menerima pemberian tersebut. Allah telah
menyediakan persembahan yang orang lain tidak dapat
menyediakannya. Cara memberi manusia adalah sebuah cerminan yang
pucat dari cara memberi milik Allah.
Unsur yang kedua di dalam dasar teologia adalah kesetiaan Allah
terhadap janji-janji-Nya, ketetapan dari firmanNya. Ketidakpastian akan
kata dan tindakan adalah asing bagi Makluk Kekal. Dia telah berjanji
untuk tinggal bersama dengan manusia, memperlengkapi mereka
dengan identitas dan menyediakan kebutuhan-kebutuhan mereka, dan
Dia telah memenuhi janji-janji-Nya. Tuhan itu adalah dapat dipercayai
dan dapat diandalkan. Ciptaan-ciptaan-Nya dapat mengandalkan-Nya
dan bersandar kepada-Nya. Ada kepastian di dalam karakter ilahi yang
membuat Tuhan dapat dipercaya. Dia setia terhadap Diri-Nya sendiri,
kepada karakter-Nya sendiri.
Unsur yang ketiga di dalam dasar teologia adalah Ke-Tuhanan dari
Allah. Allah yang telah menyelamatkan kita dengan cuma-cuma dan
yang setia terhadap janji-janji-Nya adalah juga Tuhan kita. Dia telah
masuk dalam hubungan perjanjian dengan kita, menerima kita sebagai
umat-umat-Nya dan kita menerima Dia sebagai Tuhan perjanjian. Ke-
142
Tuhanan-Nya tidak terbatas kepada luasanya masalah kerohanian,
tetapi juga termasuk didalam cara yang lebih nyata akan pengakuan
bahwa semua yang kita miliki adalah kepunyaan-Nya karena Dia yang
telah memberikannya kepada kita. Ke-Tuhanan Allah berarti bahwa Dia
adalah Pemilik tetapi bahwa dia secara alami memberikan apa yang
menjadi milik-Nya kepada umat-umat-Nya. Oleh karena itu, apapun
yang dimiliki umat-umat-Nya mencapai mereka sebagai satu pemberian
atau satu berkat dari Tuhan perjanjian.
Sebagai tambahan atas unsur-unsur yang lainnya, tiga dasar
teologia yang telah kita perbincangkan menyediakan motivasi untuk
cara memberi manusia. Manusia dipanggil dan ditantang untuk
memberi karena kasih karunia Allah telah terungkap sendirinya dalam
pemberian keselamatan yang cuma-cuma melalui Kristus. Orang-orang
Kristen mempunyai contoh luhur terhadap Allah dan Anak-Nya sebagai
panutan dari kebaikan hati. Cara memberi kita haruslah mengikuti
pencontohan ilahi. Dicipatakan dalam rupa Allah, manusia harus
meniru disposisi ilahi untuk memberi. Karena Allah memberi dengan
cuma-cuma, maka manusia sebaiknya juga harus memberi dengan
cuma-cuma.
Orang-orang Kristen telah dimotivasi untuk memberi karena Allah,
yang memegang janji-janji-Nya, yang secara terus menerus memberkati
dan melindungi umat-umat-Nya. Berkat-berkat itu mencapai kita dalam
cara yang berbeda-beda, tetapi Dia selalu memberkati kita. Allah, oleh
karena itu, bukanlah seorang yang telah memberi di waktu yang lalu
dan tidak akan memberi lagi. Adalah melalui pemberian-Nya yang sudah
ditetapkan bahwa Dia memelihara ciptaan-ciptaan-Nya. Kenyataan
bahwa Dia selalu secara konstan memberikan persediaan sebagai
sebuah panutan dan alasan untuk manusia agar mereka dapat
memberi. Sejak saat itu, tidak seorangpun harus datang untuk
menyembah dia dengan tangan kosong.
143
Pengakuan akan Ke-Tuhanan Allah seharusnya menjadi faktor
yang memotivasi di dalam cara memberi kita. Mereka yang merasa diri
mereka sendiri sebagai pemilik-pemilik tidak akan senang memberikan
dari cinta. Pengakuan akan kenyataan bahwa ada satu Tuhan yang
memerintah alam semesta dan memiliki segala sesuatu yang ada
didalamnya bersandar pada asal mulanya kebajikan. Allah mau
menggunakan kita dalam mengelola dan mendistribusikan milik-Nya. Di
dalam pengaturan teologia itu kita hanya dapat melihat diri kita sendiri
sebagai penatalayan-Nya yang dengan senang hati menggunakan apa
yang telah Dia berikan kepada kita untuk mempromosikan rencana-Nya.
Motivasi yang lain untuk memberi ditemukan di dalam pengakuan
bahwa Allah sedang bekerja melalui gereja-Nya untuk keselamatan umat
manusia. Dia menbawa gereja dan kabar injil kedalam kenyataan untuk
terus mengungkapkan kemuliaan-Nya kepada dunia. Mereka yang
berada di gereja kerasulan menemukan sukacita mereka yang terbesar
di dalam promosi pekerjaan Allah melalui persembahan-persembahan
mereka. Tidak ada yang lebih penting bagi orang-orang percaya daripada
pekabaran injil, dan mereka menghitungnya sebagai satu hak untuk
menjadi alat Tuhan dalam pekerjaan itu. Memberitahu kepada yang lain
bahwa Allah sedang mendamaikan dunia dengan diri-Nya di dalam
Kristus adalah sangat berarti sehingga pada beberapa waktu beberapa
orang kristen memberikan persembahan-persembahan melampaui
sumber penghasilan mereka.
Pada kesimpulannya, kita dapat mengatakan bahwa apa yang
memotivasi orang-orang Kristen untuk memberi persembahan-
persembahan adalah cinta mereka kepada Allah, suatu cinta yang tidak
mementingkan diri sendiri yang berfokus pada perhatian adalah Allah
dan saudara-saudara manusia. Memberi yang dimotivasi dengan
kehausan akan mengakuan diri sendiri tidak mendapat tempat didalam
kehidupan orang-orang Kristen. Yesus menantang orang-orang percaya
untuk memberi dengan diam-diam, tenang, dengan mengharapkan upah
144
mereka dari Allah. Sifat cinta akan diri sendiri menodai persembahan-
persembahan dan membuatnya tidak layak diterima oleh Tuhan. Tidak
seharusnya suatu persembahan diberikan untuk memperoleh atau
mendapat simpati, cinta atau pengakuan Allah. Hanyalah melalui
persembahan pengorbanan dari Kristus maka kita dapat diterima oleh
Allah.
Komentar yang terakhir ini menuntun kita secara logika kepada
definisi dari sebuah persembahan yang layak diterima. Beberapa unsur
muncul di dalam Alkitab untuk menolong kita mendefinisikan materi ini.
Pertama, sebuah persembahan yang layak diterima adalah sesuatu yang
merupakan pengungkapan tentang diri kita sendiri sebagai
persembahan kepada Allah. Di dalam pemberiaan-pemberian kita, kita
harus memberi diri kita sendiri kepada Allah, memperbaharui komitmen
kita kepada-Nya. Sebuah persembahan hauslah menjadi suatu
pengalaman keagamaan yang dalam karena itu adalah sebuah tanda
dari sebuah kehidupan yang sepenuhnya berserah kepada Tuhan.
Kedua, sebuah persembahan yang layak diterima adalah sebuah
kesaksian terhadap kenyataan bahwa Allah adalah yang pertama di
dalam kehidupan orang-orang percaya. Karena Dia telah dikenal sebagai
Tuhan, pemberian yang termahal dan yang terbaik dibawa kepada-Nya
berdasarkan sumber penghasilan orang tersebut. Persembahan tersebut
telah menjadi suatu ketaatan dan kepatuhan kepada Dia yang telah
menebus kita dan sekarang adalah Tuhan kita. Dengan memisahkan
persembahan sebelum menggunakan atau menginvestasikan uang
tersebut untuk hal lainnya, kita sedang mengatakan kepada Tuhan dan
kepada diri kita sendiri, “Tuhan, Engkau adalah yang pertama di dalam
hidup kami.”
Ketiga, sebuah persembahan yang layak diterima adalah sebuah
ungkapan dari iman di dalam kepedulian pemeliharaan Allah bagi kita.
Persembahan ini datang dari suatu hati yang percaya kepada Allah
yang memiliki pribadi yang menyediakan untuk kebutuhan-kebutuhan
145
kita seperti yang Dia melihatnya. Bilamana sebuah persembahan
diberikan dari suatu kelebihan seseorang, itu cendrung untuk menjadi
suatu formalitas, suatu tindakan ritual tanpa ketaatan. Iman di dalam
Allah selau mencari satu jalan untuk mengekspresikan dirinya sendiri,
untuk membuat dirinya sendiri penuh arti. Persembahan-persembahan
kita menyediakan satu kemungkinan jalur hubungan untuk
mengekspresikan iman kita di dalam satu keadaan dari perbaktian.
Keempat, sebuah persembahan yang layak diterima adalah suatu
perwujudan dari rasa terima kasih, ucapan syukur, sukacita dan kasih
dari orang yang menyembah. Ini semua adalah tanggapan-tanggapan
terhadap pengalaman akan kasih penebusan dan pemeliharaan Allah.
Didalam pemikiran alkitabiah keadaan yang paling dalam
menyingkapkan sifat dan tujuannya melalui tindakan-tindakan.
Respons prositif kepada kasih Allah mengungkapkan diri mereka sendiri
didalam berbagai cara yang berbeda didalam kehidupan dari orang-
orang percaya dan satu dari cara-cara itu adalah melalui suatu
persembahan yang nyata ditemani oleh pengakuan akan kebaikan dari
Tuhan. Suatu persembahan adalah bentuk perasaan kita yang terdalam
dan sikap terhadap kasih dibawa kedalam tindakan penyembahan.
Kelima, suatu persembahan yang dapat diterima adalah suatu
persembahan yang rela. Suatu persembahan tidak harus dibawa kepada
Tuhan jika disertai dengan keengganan dan paksaan, tetapi secara
sukarela. Kenyataan bahwa Tuhan mengharapkan dan menuntut kita
untuk memberikan persembahan tidak harus menuntun kita untuk
menyimpulkan bahwa ini adalah suatu beban yang lain bagi umat-umat
percaya. Allah mau kita untuk mengalami sukacita dari memberi yang
memperkaya kehidupan kita.
Keenam, seuatu persembahan yang dapat diterima mencerminkan
komitmen kita kepada pekabaran dan misi gereja. Karena kita percaya
bahwa Allah sedang menggunakan gereja-Nya untuk memproklamirkan
injil dan untuk mempersiapkan dunia untuk Kedatangan Kristus Yang
146
Kedua Kali, kita harus mau untuk meletakan sumber-sumber keuangan
kita kepada palayanan dari rencana Allah kepada manusia. Ini berarti
bahwa didalam memberikan persembahan kita kepada gereja kita
sesungguhnya sedang memberikannya kepada allah untuk
mempromosikan dan mengembangkan aspek yang terakhir dari rencana
keselamatan. Tidak ada pekerjaan yang lebih besar yang ditemukan di
atas bumi kepada mana kita dapat menyerahkan sumber-sumber yang
kita telah terima dari Tuhan kita.
Ketujuh, suatu persembahan yang dapat diterima adalah
persembahan yang datang dari suatu hati yang berdamai dengan Allah
dan orang lain. Tindakan perbaktian mengisyaratkan bahwa agama dan
etika tidak dapat dibagi atau dipisahkan dari satu dengan yang lain.
Menghadapi orang dengan tepat adalah juga suatu tugas keagamaan
sama saja dengan membawa persembahan kepada Allah. Didalam satu
cara yang khusus, memperlakukan orang lain dengan adil berarti
menyediakan untuk kebutuhan-kebutuhan daripada handai tolan kita.
Semangan untuk Allah dan pekerjaan-Nya tidak boleh menuntun orang-
orang Kristen untuk memberi persembahan kepada Tuhan yang akan
dihasilkan didalam pengabaian akan kebutuhan-kebutuhan dari
keluarga-keluarga mereka. Menyediakan bagi mereka adalah juga bagian
dari tugas keagamaan kita.
Akhirnya, suatu persembahan yang dapat diterima, walaupun
secara spontanitas, adalah pada waktu yang bersamaan sistematis. Kita
diharapkan untuk merencanakan cara memberi kita berdasarkan pada
pendapatan kita. Jumlah yang akan diberikan harus sudah dipisahkan
dari rumah, bersama dengan keluarga, dan kemudian dibawakan ke-
gereja dan diberikan kepada Tuhan. Ini akan melindungi kita dari
memberi yang didasarkan pada motivasi yang emosional.
Poin kita yang terakhir menimbulkan pertanyaan tenatng logistik
didalam sistim alkitabiah tentang persembahan. Alkitab menyediakan
penuntun-penuntun yang pasti di dalam pemungutan dan pengelolaan
147
persembahan. Telah kita sebutkan bahwa jumlah didasarkan pada
berkat-berkat yang diterima dari Tuhan dan bahwa itu harus dipisahkan
dari rumah. Sebagai tambahan, Allah dan gereja telah menunjuk alat-
alat yang spesifik (orang-orang) untuk menerima persembahan tersebut.
Itu harus diberikan hanya kepada mereka yang diakui oleh kmunitas
umat-umat percaya sebagai yang layak untuk menerima dan
mengelolanya. Tempat untuk membawakannya adalah kaabah atau
gereja dimana orang-orang berkumpul untuk menyembah Tuhan secara
kolektif. Ada beberapa bukti kepada kenyataan bahwa catatan yang
tepat disimpan dan bahwa persembahan telah digunakan untuk
maksud-maksud yang telah ditetapkan.
Alkitab menyebutkan beberapa tujuan spesifik untuk membawa
suatu persembahan. Pertama adalah untuk mendukung kebutuhan-
kebutuhan dari kaabah didalam Perjanjian Lama dan kebutuhan-
kebutuhan dari gereja dijaman Perjanjian Baru. Kadang kita
menemukan persembahan untuk pembangunan dan untuk perbaikan
dari kaabah, persembahan untuk orang miskin, dan persembahan
untuk mendukung pelayanan di kaabah dan pelayanan injil.
Persembahan-persembahan tersebut digunakan untuk membantu
mewujudkan misi dari gereja sebagai alat Allah didalam satu dunia yang
berdosa. Mereka juga membantu gereja setempat dan gereja sedunia
untuk tetap berfungsi.
Kedua, tujuan daripada persembahan adalah untuk memperkuat
persatuan gereja. Melalui persembahan-persembahan mereka umat-
umat percaya menunjukkan bahwa mereka berada didalam satu roh,
pekabaran, dan maksud. Melalui membantu sebuah proyek lokal maka
gereja sedunia dapat menemukan suatu suasana untuk
mengungkapkan persatuan yang mempertahankan mereka tetap
bersama. Beban dan kesukaran dari suatu jemaat menjadi beban dari
seluruh gereja. Semua umat-umat percaya diseluruh dunia mengenali
148
diri mereka sendiri dengan kebutuhan-kebutuhan dan kesukaran-
kesukaran dari mereka yang bekerja dalam tempat-tempat yang spesifik.
Ketiga, tujuan daripada persembahan adalah untuk menciptakan
kesetaraan finansial didalam gereja. Mereka yang memiliki banyak harus
membagi dengan mereka yang kurang memiliki. Berkat Allah dapat saja
berbeda dari satu orang kepada orang yang lain, namun Dia
mengharapkan mereka yang telah menerima banyak untuk menolong
Dia didalam menciptakan satu keseimbangan pembagian kekayaan.
Kesetaraan seperti ini akan dibawa kedalam pertimbangan apakah itu
kebutuhan-kebutuhan secara lokal atau sedunia.
Keempat, tujuan daripada persembahan adalah untuk memotivasi
orang untuk memuji Allah. Melalui persembahan kita roh berterima
kasih dipelihara didalam komunitas umat-umat percaya, dan Allah
dipuji untuk kebaikan hatinya tentang instrumen-instrumen-Nya.
Persembahan harus merangsang orang lain untuk memuji Allah yang
melalui kemurahan-Nya menciptakan satu roh kebebasan didalam hati
daripada pemberi-pemberi.
Kita harus lihat secara cepat pada sistim persembahan dari
perspektif Allah. Apa yang Allah sedang usahakan untuk dicapai
didalam umat-umat percaya melalui permintaan untuk persembahan?
Ada satu keuntungan spiritual yang kuat bagi mereka yang membawa
persembahan-persembahan mereka kepada Tuhan. Alkitab
menyarankan bahwa Allah menggunakan sistim persembahan untuk
mengajarkan umat-umat-Nya bagaimana untuk menyatakan kasih dan
rasa hormat mereka kepada Dia. Dia yang telah memanggil kita untuk
mengasihi-Nya dan mengasihi sesam manusia, membentuk, diantara
alat-alat yan lain, cara memberikan persembahan sebagai satu
kendaraan melalui mana kita mewujudkan kasih itu. Didalam cara ini
sifat cinta diri sendiri dikalahkan didalam hidup kita.
Alasan lain Allah menuntut persembahan adalah untuk
melindungi umat-umat-Nya dari penyembaan berhala. Dengan
149
membawa persembahan mereka kepada Dia mengingatkan mereka
bahwa Yahweh adalah Pemilik yang sesungguhnya dari segala sesuatu
dan bahwa Dialah yang tela memberkati mereka. Tanah bukanlah milik
Baan dan bukan Baal yang membuatnya mengahsilkan buah; tetapi
adalah Tuhan Yahweh. Setiap kali suatu persembahan dibawa kepada
Tuhan, penyembaan berhala sedang ditolah.
Akhirnya, Allah menuntut persembahan dari umat-umat-Nya
untuk memperkuat hubungan mereka dengan Dia. Ini adalah didalam
suatu perasaan pada sisi yang lain dari poin sebelumnya. Setiap
persembahan menyediakan kepada injil Allah suatu kesempatan untuk
menyerahkan diri mereka sendiri kepada Allah sekali lagi. Hubungan
yang telah dibangun dengan dia melalui tindakan kemuliaan-Nya dari
penebusan telah diperbaharui, dan ikatan kasih dipererat didalam satu
tindakan dari ketaatan pribadi.
150
Penatalayanan dan Teologi
tentang Persembahan
1. Diskusikan tujuan yang sebenarnya dibalik
“persembahan korban penebusan.”
2. Pelajaran-pelajaran apa yang dapat kita tarik dari
kenyataan bahwa binatang-binatang yang digunakan
untuk “persembahan bakaran” telah didaftar
berdasarkan pada nilai keuangan mereka?
3. Di dalam menyampaikan sebuah “persembahan
harian”, apa yang sedang diungkapkan?
4. Prinsip-prinsip kekal apa yang dapat ditarik dari
membawa kepada Allah hasil yang pertama dari
ladang?
5. Tiga prinsip apa yang diilustrasikan di dalam
“persembahan khusus” yang diharuskan untuk
dibawa oleh orang Israel tiga kali dalam setahun?
MENGIKUTI-SELAMA DISKUSI UNTUK PERSEMBAHAN DI DALAM
PERJANJIAN BARU
1. Diskusikan implikasi dari pernyataan: “mencari
151
pengakuan diri sendiri melalui persembahan kita
adalah sesungguhnya tidak tepat dengan kebaikan
hati yang sebenarnya.”
2. Apa yang berada dibalik keputusan Paulus untuk
meninggalkan haknya kepada dukungan finansial
untuk pelayanannya?
3. Diskusikan Pilipi 4:10-19. Meskipun keengganan
Paulus, mengapa gereja-gereja di Makedonia memaksa
untuk mendukung pelayanannya?
4. Daftarkan prinsip-prinsip rohani didalam teologi
Paulus tentang persembahan, seperti yang disebutkan
didalam Roma 15:25-28; 1 Korintus 16:1-4, dan 2
Korintus 8 dan 9.
5. Pelajaran apa yang dapat kita pelajari dari desakkan
Paulus bahwa orang-orang yang berkualitas dan dapat
dipercaya membawa persembahan orang-orang
Korintus ke-Yerusalem.
6. Didalam Kisah Para Rasul 4:32, apa yang telah kita
amati adalah persepsi dari anggota-anggota gereja
sehubungan dengan harta kekayaan pribadi mereka?
7. Apa tiga konsep teologi utama yang saling
berhubungan dibalik praktek dari membawa
persembahan kepada Tuhan?
152
8. Jelaskan suatu “persembahan yang dapat diterima”
kepada Allah.
9. Apa tujuan-tujuan yang spesifik untuk membawa
persembahan kepada Tuhan yang disebutkan oleh
Alkitab?
Materi tambahan berikut tentang persepuluhan dan topik-topik yang
berhubungan telah diterbitkan oleh Pelayanan Gereja General
Conference selama tahun 1991 – 1994; Prinsip-prinsip Kehidupan, Sistem
Keuangan MAHK, Saat-saat Memberikan Persepuluhan, Penatalayanan
dan Perencanaan Strategis.
153
Catatan-catatan Akhir
1 Langdon Gilkey, Maker of Heaven and Earth (Garden City, NY:
Doubleday, 1959), hal 83.
2 C J Labuschagne, The Incomparability of Yahweh in the Old
Testament (Leiden: E J Brill, 1966), hal 74. Kami harus tunjukkan
bahwa didalam Perjanjian Lama “karakteristik yang menguasai
menyebabkan Yahweh tidak dapat dibandingkan adalah
intervensi-Nya yuang penuh misteri didalam sejarah sebagai Allah
yang menebus” (Ibid, hal. 91). Namun demikian, kegiatan-Nya
sebagai Pencipta adalah faktor yang lain (Ibid, hal 108, 109); cf
Yesaya 40:18, 25.
3 Hans-Joachim Kraus, Mazmur 1-59: A Commentary (Minneapolis:
Augsburgh, 1988), hal 313.
4 J P Baker, “Love,” in New Dictionary of Theology, S B Ferguson; D F
Wright; dan J I Packer, eds (Downers Grove, IL: InterVarsity Press,
1988), hal 399.
5 Lihat A Nygren, Agape dan Eros (Philadelphia: Westminster, 1958),
hal. 77
6 On Love within the Godhead consult H W Hoehner, “Love,” didalam
Evangelical Dictionary of Theology, Walter A Alwell, ed. (Grnda
Rapids, MI: Baker, 1984), hal. 657.
7 This line of reasoning was originated by Augustine; lihat Karl
Burger, “Love,” didalam The New Schaff-Herzog Encyclopedia of
Religious Knowledge, S M Jackson, ed (Grand Rapids, MI: baker,
dicetak ulang 1977), vol 7, hal. 49.
8 E G White, Testimonies, vol 5, hal. 739.
154
9 Untuk sebuah diskusi yang unggul tentang doktrin alkitabiah dari
manusia dan arti dari rupa Allah, periksa G C Berkouwer, Man:
The Image of God (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1962), hal. 67-
118. Diantara para sarjana Advent yang telah mengarahkan
subjek ini adalah V N olsen, Man, the Image of God (Hangerstown,
MD: Review and Herald, 1988); dan M Veloso, El Hombre: Una
Persona Viviente (Santiago de Urile: Editorial Universitaria, 1990),
hal. 79-89.
10 E G White, The Great Controversy (Mountain View, CA: Pacific
Press, 1911), hal 644, 645.
11 Lihat John A T Robinson, The Body (London: SCM Press, 1952),
hal. 14.
12 Lihat K Barth, Church Dogmatics: The Doctrine of Creation, vol
3:1 (Edinburg: T & T Clark, 1958), hal. 195-201.
13 E G Whie, Education, ha. 17.
14 Lihat D jobling, “Dominion Over Creation,” The Interpreter’s
Dictionary of the Bible: Supplementary Volume, K Creim, ed
(Nashville, TN:Abingdon, 1976), hal 247.
15 Lihat H W Wolf, Anthropology of the Old Testament (Philadelphia:
Fortress, 1974), hal. 163.
16. G J Wenham, Kejadian 1 – 15 (Waco, TX:Word, 1987), hal. 33.
17 Cf Jobling, “Dominion,” hal. 247.
18 Wbrueggemann, Kejadian (Atlanta: john Knox, 1982), hal. 32.
19 E G White, Patriarchs and Prophets, hal. 45.
20 Cf Wolff, Antropology, hal. 162.
21 Ibid
22 Claus Watermann, Kejadian 1-11: A Commentary (Mineapolis:
Augsburgh, 1984), hal. 224, menulis: “Larangan yang membatasi
manusia mengepung dirinya sendiri dengan ancaman. Batasnya
dinyatakan didalm hukum, dan inilah kalimatnya, ‘Pada hari
155
engkau memakannya engkau akan mati.’ Ini bukanlah kenyataan
sebuah ancaman kematian, tetapi lebih kepada pernyataan yang
lebih jelas tentang batas yang memerlukan pendamping dari
kebebasan yang dipercayakan kepada manusia didalam perintah.
Untuk mengatakan tidak kepada Allah—dan inilah apa yang
diijinkan oleh kebebasan—adalah sesungguhnya untuk
mengatakan tidak kepada kehidupan; oleh karena hidup datang
dari Allah.”
23 E G White, Patriarchs and Prophets, hal. 53.
24 Untuk sebuah diskusi tentang opsion yang berbeda lihat
Westermann, Kejadian 1-11, hal. 242-248.
25 Victor P Hamilton, The Book of Genesis: Pasal 1-17 (Grand Rapids,
MI: Erdmans, 1990), hal. 166, menulis, “Apa yang dilarang kepada
manusia adalah kuasa untuk memutuskan untuk dirinya sendiri
apa yang terbaik dan apa yang tidak. Ini adalah sebuah
keputusan yang Allah tidak delegasikan kepada bumi.”
26 E g White, “E G White memberikan komentar: Roma,” didalam
Komentar Alkitab GMAHK, vol. 6, hal.1078.
27 E G White, Testimonies, vol 4, hal. 294.
28 E G White, Ministry of Healing, hal. 163.
29 Cf Peter Pokorny, Kolose: A Commentary (Peabody, MA:
Hendrikson, 1991), hal. 74.
30 Lihat Eduard Lohse, Kolose dan Philemon (Peabody, MA:
Hendrikson, 1984), hal. 155.Marcus Barth, Ephesian
31 Lihat Rudolf Schnackenburg, The Gospel According to John, vol 1
(New York: Seabury Press, 1968), hal.388.
32 Arthur Patzia, Epesus, Kolose, Pilemon (Peabody, MA: Hendrikson,
1984, hal. 155. Marcus Barth, Epesus 1-3 (Garden City, NY:
Doubleday, 1974), hal. 76, menterjemahkan bagian yang pertama
dari Epesus 1:10 sebagai, “bahwa dia harus mengatur hari-hari
156
pemenuhan.” Menurut dia, Kristus dijelasakan didalam ayat
sebagai seorang penatalayan Allah (hal. 86-89).
33 M Lattke, “Kenoo mengosongkan, menghancurkan,” didalam
Exegetical Dictionary of the New Pestament, vol 2, hal. 282,
menulis sehubungan dengan Kristus didalam 2 Korintus 8:9,
“bahwa kalimat itu berbicara tentang self-giving humility dan self-
denying impowerishment dari sikap makluk ilahi.”
34 Lihat Angel Manuel Rodriguez, “Salvation by Sacrificial
Substitution,” Journal dari Adventist Theological Society, vol 3
(1992), hal. 65-68.
35 C E B Cranfield, The Epistle to the Romans, vol 1 (Edinburgh: T &
T Clark, 1975), hal. 432.
36 H Balz, “Matiotes sia-sia, kekosongan, transitoriness,” didalam
Exegetical Dictionary of the New Testament, vol 2, hal. 397. Untuk
sebuah diskusi tentang hubungan yang erat diantara manusia
dan alam menurut Alkitab dan artinya bagi masyarakat moderen,
lihat Frank Moore Cross, “The Redemption of Nature,” Princeton
Seminary Bulletin, vol 10 (1989), hal. 04-104).
37 Untuk suatu evaluasi tentang penelitian-penelitian tersebut lihat
Menahem Herman, Tithe as a Gift: The Institution in the Pentateuch
and in Light of Mauso’s Presentation Theory (San Fransisco, CA:
Mellen Research universiy press, 1991), hal. 7-37.
38 Lihat Jacob Milgrom, Bilangan: The JPS Torah Commentary (New
York: Jewish Publication Society, 1990), hal. 432. Lihat juga Gary
A Anderson Korban dan Persembahan didalam Israel Kuno
(Atlanta, GA: Scholars press, 1987), hal. 78-80. Kami harus
sebutkan bahwa satu persepuluhan (pajak) dari kerajan yang
tidak beragama dikenal di Israel (lihat juga 1 Samuel 8:10-17;
Anderson, Ibid, hal. 81-82.
39 Jacob Milgrom, Cult and Conscience (Leiden E J Bill, 1976), hal.
157
58. Diskusi dari Milgrom didasarkan pada satu penelitian yang
disiapkan oleh M A Dndamayev, “Chramowaja Desjatina W Pozdnej
Babilonii, “Vestnik Drevney Istorii, (1965), 14-34. Lihat juga MA
Dandamayev, “Negara dan Kaabah di babilonia dalam Milenium
Pertama BC,” didalam State and Temple Economy in the Ancient
Near East, E Lipinsky, ed (Leuven: Departemen Orintalistick,
1979), hal. 593, 94.
40 Periksa J A MacCulloh, “Tithes,” Encyclopedia of Religion and
Ethics, diedit oleh James Hasting, vol 12 (Edinburgh: T & T Clark,
m.d.), hal. 347; W H D Rouse, “Tithes (Yunani),” Ibid, hal. 350, 51;
dan G Hawthorne, “Tithe,” New International Dictionary of New
Testament Theology, diedit oleh Colin Brown, vol 3 (Grand Rapids,
MI: Zondervan Publisher, 1978), hal. 851.
41 E G White, SDA Bible Commentary, vol 1, hal 1093 (Testimonies,
vol 3, hal. 393.
42 E G White, Testimonies, vol 3, hal. 388.
43 E E Carpenter, “Tithe,” International Standard Bible Encyclopedia,
vol 4, (Grand Rapids, MI: W B Eerdmans, 1988), hal. 862.
44 E G White, Patriarchs and Prophets, hal. 187.
45 Walter Brueggemann, Kejadian (Atlanta: John Knox, 1982), p. 248.
46 Tentang struktur yang umum dari pasal diperiksa, G J Wenham,
The Book of Leviticus (Grand Rapids, MI: W B Eerdmans, 1979),
hal. 336, 37.
47 Baruch A Levine, Imamat: The JPS Torah Commentary (New YorkL
Jewish Publication Society, 1989), hal. 192.
48 B Beck, “Baqar,” Theological Dictionary of the Old Testament, vol 2
(Grand Rapids, MI: W B Eerdmans, 1975), hal. 210.
49 Aspek tentang perspuluhan ini ditekankan oleh Herman, Tithe,,
hal. 60. Dia pergi terlalu jauh ketika dia berdebat bahwa
“perjanjian persepuluhan dari orang Lewi dijelaskan sebai satu
158
pembalasan yang sistematis dibawah perjanjian melalui mana
harta benda yang nyata ditukarkan untuk perlindungan ilahi”
(Ibid). Dia sedang mengkomersialkan perspuluhan. Alasan yang
mendasar yang diberikan didalam Imamat untuk memberikan
persepuluhan adalahbahwa persepuluhan itu kudus. Tentunya itu
mengisyaratkan berkat Allah, tetapi itu tidak akan menentukan
atau memaksa Allah untuk memberkati umat terebut.
50 SDA Bible Commentary, vol 1, hal. 818.
51 Philip J Budd, Bilangan, (Waco, TX: Word Books, 1984), hal. 201.
52 Lihat Milgrom, Bilangan, hal. 148-154.
53 Interpretasi ini diusulkan oleh J Milgrom, “Heave Offering,”
Interpreter’s Dictionary of the Bible Supplementary Volume
(Nashville, TN: abington, 1976), hal. 391.
54 Milgrom, diantara yang lain, telah berdebat untuk sifat mandatori
dari perepuluhan didalam Bilangan 18 (Bilangan, hal. 433).
55 Peter C Craigie, Ulangan (Grand Rapids, MI: W B Eerdmans, 1976),
hal. 229.
56 Interpretasi yang masih berlaku diantara pada sarjana yaitu
mereka yang menyangkal kepengarangan Mosaik dari Pentateuch
adalah bahwa kita sedang berurusan disini didalam Ulangan
dengan satu sumber ditulis setelah pembuangan, mencerminkan
sifat dan tujuan dari memberikan persepuluhan selama peeriode
itu. Mereka berargumentasi bahwa legislasi yang dicatat didalam
Imamat mengatur penggunaan persepuluhan selama pembuangan
atau segera sebelum pembuangan. Lihat Herman, Tithe, hal. 7-37.
57 E G White, Patriarchs and Prophets, hal. 530.
58 Hari yang ketiga yang disebutkan didalam ayat ini menunjuk
kepada hari yang ketiga setelah bangsa itu tiba di pusat
penyembahan; tetapi ini jauh dari kebenaran. Mungkin saja
praktek membeirikan persepuluhan tersebut didalam kerajaan
159
bagian utara yang sedikit berbeda dengan mereka yang ada di
Yehuda. Lihat Hans Walter Wolff, Yoel dan Amos (Philadephia:
Fortress Press, 1977), hal. 219.
59 Shalom M Paul, Amos, (Minneapolis: Fortress Press, 1991),. Hal.
139.
60 Wolff, Yoel dan Amos, hal. 219.
61 Kami tidak tahu prosedur yang diikuti didalam pembagian
persepuluhan kepada orang-orang Lewi. Nehemia 10:37, 38
memberikan kesan bahwa selama sesudah periode pembuangan
satu-satunya persepuluhan yang dibawakan ke kaabah adalah
persepuluhan dari persepuluhan orang-orang Lewi kepda imam,
dan bahwa persepuluhan itu sendiri disimpan dikota-kota dimana
Orang-orang Lewi dapt memperoleh apa yang mereka perlukan.
Namun demikian, kedua ayat itu tidaklah sejelas apa yang kami
inginkan oleh karena mereka kelihatan berada didalam tekanan
dengan sepasang ayat-ayat yang lainnya didalam Nehemia.
Didalam pasal 12:44 “bagian yang dituntut oleh hukum untuk
imam-imam dan orang-orang Lewi” dibawa ketempat penyimpanan
dari kaabah oleh pribadi-pribadi yang telah dipilih. Bagian-bagian
ini akan mencakup persepuluhan yang dikatakan oleh pasal 12:47
(orang-oran Israel mengesampingkan bagian untuk orang-orang
Lewi [sebagai tambahan kepada penyanyi dan penjaga gerbang],
dan orang-orang Lewi memisahkan bagian untuk keturunan
Harun”). Nehemia 13:5 menyaakan bahwa “persepuluhan dari
gandum, anggur baru, dan minyak menyediakan untuk orang-
orang Lewi, penyanyi dn penjaga gerbang, demikian juga dengan
pembagian kepada imam-imam” dan disimpan di dalam tempat
penyimpanan dikaabah. Lihat juga maleaki 3:10. Adalah sangat
memungkinkan bahwa Nehemia 10:38 secara sederhana
menyatakan bahwa orang-orang Lewi telah diinstruksikan untuk
160
membawa persepuluhan mereka (persepuluhan daripad
persepuluhan) ke-kaabah tetapi bangsa itu diijinkan untuk
membawa peersepuluhan meeka ke tempat pusat dikota masing-
masing mereka. Pasal yan lain kemudian akan menunjukkan
bahwa, kenyataannya, semua persepuluhan masuk kedalam
tempat penyimpanan kaabah. Dengan berkat demikian, seseorang
mungkin dapat menerka bahwa sebagian dari persepuluhan orang
Lewi, sebagai contoh persepuluhan dari binatang domba dan
mungkin sebagian lagi dari hasil bumi, disimpan ditempat pusat
diseluruh tanah itu (kota-kota orang Lewi) dan digunakan oleh
orang-orang Lewi seperti yang dibutuhkan. Mungkin tidak salah
untuk menyimpulkan bawha satu-satunya persepuluhan yang
disimpan dikaabah adalah persepuluhan dari gandum, anggur
baru dan minyak.
62 Lihat H G M Williamson, Ezra, Nehemiah (Waco: TX: Word books,
1985), hal. 387.
63 E G White, Prophets and Kings, hal 670.
64 Ibid.
65 D J Clines, Ezra, Nehemia, Ester (Grand Rapids, MI: W B
Eerdmans, 1984), hal. 120.
66 William L Holladay, A Concise Hebrew and Aramaic Lexicon of the
Old Testament (Grand Rapids, MI: W B Eerdmans, 1971), 338.
67 Raymond A Bowman menulis, “Rupanya itu dianggap bahwa itu
adalah tanggungjawab orang-orang Lewi untuk melayani, sama
seperti itu adalah milik orang-orang awam untuk dibagikan” (The
Book of Nehemiah,” Interpreter’s Bible, vol 3 [Nashville,
TN:Abingdon press, 1954]), hal. 810.
68 Lihat diantara yang lain, SDA Bible Commentary, vol 4, hal. 1121;
Ralph L Smith, Mikah-Maleaki (Waco, TX: Word Books, 1984), hal.
298; Elizabeth Achtemeier, Nahum-Maleaki (Atlanta: John Knox
161
Press, 1986), hal.171; Pieter A Verhoef, The Book of Hagai dan
Maleaki (Grand Rapids, MI: W B Eerdmans, 1987), hal 158.
69 Leiland Wilson, “The Old Testament and Tithe,” Baker’s Dictionary
of Practical Theology (Grand Rapids, MI: Baker Book House, 1967),
hal. 357.
70 Achtemeier, Maleaki, hal. 192
71 Wilson, “Tithe,” hal. 357. Untuk lebih jauh tentang 1 Korintus
9;13, lihat pasal berikut.
72 Ibid.
73 Untuk agama Babilon lihat Helmer Ringgren, Religions of the
Ancient Near East (Philadelphia: Westminster, 1973), hal. 81, 82,
109-20; dan untuk Mesir periksa Siegfried Morenz, Egyptian
Religion (Ithaca, NY: Cornell University Press, 1973), hal. 87, 88,
94-99.
74 Ini diusulkan oleh Jacob Milgrom, Imamat 1-16 (New York:
doubleday, 1991), hal. 474. Untuk diskusi tentang etimologi
tentang kata benda lihat Gary A Anderson, Sacrifices and Offerings
in Ancient Israel (Ithaca, GA:Scholars Press, 1987), hal. 137-44.
75 Semua kutipan Alkitab diambil dari New International Version.
76 Ini adalah konklusi yang dicapai oleh C. J. Labuschagne setelah
meneliti penggunaan dari kata kerja Ibrani nathan = “untuk
memberi” didalam Perjanjian Lama dan mendapati berapa sering
itu digunakan dengan Allah sebagai satu subjek dan manusia
sebagai objek dan berapa jarang itu disebutkan bahwa manusia
memberikan sesuatu keapda Allah. Lihat artikelnya “Ntn,” didalam
Theologisches Handworterbuch zum Alten Testement, diedit oleh E.
Jenni dan C. Westermann (Munchen: Chr kaiser Verlag, 1971-76),
vol 2, hal. 138-141 (selanjutnya disebut sebagai THAT).
77 Lihat John E. Hartley, Imamat (Dallas, TX: Word, 1992), hal. 24;
162
dan A. Noordtzij, Imamat (Grand Raoids, MI: Zondervan, 1982),
hal. 30-31.
78 Milgrom, Imamat, hal. 145.
79 Lihat G. J. Wenham, The Book of Leviticus (Grand Rapids, MI:
Eerdmans, 1979), hal.51.
80 Lihat Noordtzij, Imamat, hal. 40.
81 Bandingkan G. A. F. Knight, Imamat (Philadelphia: Westminster,
1981), hal. 17.
82 Lihat T. W. Cartledge, “Sumpah,” didalam The Interntional
Standard Bible Encyclopedia (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1986),
vol 4, hal. 998. (selanjutnya disebut sebagai ISBE)
83 Lihat Leonard J. Coppes, N_dar make a vow,” didalam Theological
Wordbook of the Old Testament, diedit oleh R. Laird harris
(Chicago, Il: Moody, 1980), vol 2, hal. 1309 (selanjutnya
disebutkan sebagai TWOT).
84 Roland de Vaux, Ancient Israel: Religious Institutions (New York:
McGraw-hill, 1961), vol 2, hal. 417.
85 Lihat G. Mayer, “Ydh,” didalam Theological Dictionary of the Old
Testament, vol 5, diedit oleh G. J. Botterweck dan Helmer Ringgren
(Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1974), hal. 428 (selanjutnya
disebut sebagai TDOT).
86 Noordtzij, Imamat, hal 83.
87 Lihat Ralph H Alexander, “Yadah mengaku, memuji, mengucap
syukur,” TWOT vol 1, hal 365.
88 Wenham, Imamat, hal. 69.
89 Harley, Imamat, hal. 30, setelah mendapati bahwa bagian dari
persembahan ini dibakar diatas mezbah disebut “satu peringatan,”
menyarankan bahwa kata tersebut membawa ide bahwa orang
yang melakukan persembahan ini sedang mengingat akan
163
kemurahan Allah didalam memberikan kepadanya makanannya
setiap hari.”
90 Lihat Knight, Imamat, hal. 18; dan R. K. Harrison, Imamat
(Downers Grove, IL: InterVarsity press, 1980), hal. 50.
91 Lihat Richard O. Rigsby, “Hasil Pertama,” didalam Anchor Bible
Dictionary, vol 2, diedit oleh David N. Freedman (New York:
Doubleday, 1992), hal 797 (selanjutnya disebut ABD).
92 Ronald Allen, “Bilangan,” didalam The Expositor’s Bible
Commentary, vos 2, diedit oleh Frank E. Gaebelein (Grand Rapids,
MI: Zondervan, 1990), menulis, “Disinilah dimana kita cendrung
untuk jatuh. Sering kita menemukan diri kita sendiri memberikan
dari kelebihan kita. Dan bilamana tidak ada kelebihan, kita tidak
akan memberi kepada Tuhan. Yan lainnya menemukan bahwa
ketika mereka memberikan kepada Allah, dari yang pertama dari
yang terbaik, mereka akan mendapat untung bahkan keuntungan
yang mereka tidak dapat antisipasi.” (hal. 85).
93 Suatu persembahan dari bagian yang pertama dari roti disebutkan
didalam Bilangan 15:18-21.
94 Baruch A. Levine, Bilangan, 1-20 (New York: Doubleday, 1993), hal
446.
95 Noodtzij, Imamat, hal 233.
96 Lihat J. A. Thompson, Ulangan (Downers Grove, IL: InterVarsity
Press, 1974), hal 254.
97 Lihat Peter C Craigie, The Book of Deuteronomy (Grand Rapids, MI:
Eerdmans, 1976), hal. 320.
98 Ucapan harus dibuat disini tentang hukum dari anak sulung
manusia dan binatang bahwa semua anak sulung adalah milik
Tuhan (Keluaran 22:29, 30). Ini bukanlah sebuah persembahan
melainkan suatu tuntutan yang resmi dari Tuhan (Imamat 27:26).
Anak sulung adalah milik Tuhan dan melalui memberikannya
164
kembali kepada Dia orang-orang Israel diingatkan tentang
penebusan mereka dari Mesir dan pemilihan mereka sebagai anak
sulung Allah (Bilangan 3:13; 8:17; Keluaran 4:22); yeremia 31:8,
9). Anak-anak sulung dari manusia dan dari binatang yang najis
harus ditebus (Keluaran 13:13; 34:20; Imamat 27:26, 27). Periksa
M. Tsevat, “Bechor,” TDOT vol 2, hal. 126.
99 Lihat Philip J. Budd, Bilangan (Waco, TX: Word, 1984), hal. 332-
333.
100 Walter C. Kaiser, “Nasa’”, TWOT vol 2, hal 602.
101 Persembahan ini mungkin telah dilembagakan oleh Musa. Lihat 2
Tawarikh 24:9 dan Keluaran 30:11-16; 38:25; cf Hehemia 10:32.
102 Lihat Levine, Bilangan, hal 247, 256.
103 Lihat Anderson, Sacrifices, hal. 34, 35.
104 Salah satu fungsi dari persepuluhan yang kedua didalam teokrasi
orang Israel sebagai satu alat untuk menolong orang miskin lihat
makalah kita “Penatalayanan dan Teologi tentang Persepuluhan.”
105 Lihat W. Popkes, “Didemi give,” didalam Exegetical Distionary of the
Old Testament, vol 1, diedit oleh Horst Balz dan Gerhard Schneider
(Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1990), hal. 321. (selanjutnya
disebut EDNT)
106 Lihat W. W. Buehler, “Wise men (NT),” ISBE vol 4, hal. 1084.
107 Lihat H. Balz, “Magos,” EDNT vol 2, 371.
108 Donald A Hagner, Matious 1-13 (Dallas, TX: Word 1993), hal. 28.
109 Ibid, hal. 28. Lihat Ulrich Luz, Matius 1-7: A Continental
Commentary (Minneapolis: Fortress Press, 1989), 137.
110 Lihat C. Brown, “Korban,” didalam The New International
Dictionary od New Testament Theology, vol 2, diedit oleh Colin
Brown (Grand Rapids, MI: Zondervanm 1976), hal.43 (selanjutnya
disebut) sebagai NIDNTT).
111 john Nolland, Lukas 18;35-24:53 (Dallas, TX: Word, 1993), hal.
165
979.
112 Lihar Robert H. Mounce, Matius (Peabody, MA: Hendrickson,
1985), hal. 53.
113 Luz, Matius, hal. 357, 358.
114 Lihat E. Earle Ellis, The Gospel of Luke (Grand Rapids, MI:
Eerdmans, 1966), hal. 115.
115 R. Heiligenthal, “Ergates,” EDNT vol 2, hal. 49
116 Lihat P. Trummer, “Axios,” EDNT vol 1, hl. 113.
117 Arti ini ditemukan didalam dokumen Yunani; Lihat James Hope
Moulton dan George Milligan, The Vocabulary of the New
Testament (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1930), hal. 643.
118 Ernest Best, Surat Pertama dan Kedua kepada orang-orang
Tesalonika (New York: harper and Row, 1972), menulis: “Di
Tesalonika poin Paulus adalah secara sederhana bahwa jika dia
adalah seorang misionaris memiliki hak untuk mempertahankan
dan bekerja untuk kehidupannya mengapa bukan orang-orang
Tesalonika yang tidak memiliki hak. Contoh, tentunya, bukanlah
penolakannya melainkan pekerjaan yang rutin. . . “(hal. 337).
119 lihat David J. Williams, 1 dan 2 Tesalonika (peabody, MA:
Hendrickson, 1992), hal. 39, dia menulis, “mungkin ini adalah
pengetahuan yang umum bahwa Paulus menerima pemberian-
pemberian dari Pilipi. Ini akan menuntun sebagian orang untuk
menyimpulkan bahwa dia sudah datang ke Tesalonika dengan
berharap akan tambahan lagi dari hal yang sama (cf Pilipi 4;15f). .
. . Dia memanggil Alah untuk menjadi saksi. . . bahwa yang rakus
tidak akan mendapat tempat didalam pelayanan misionaris.”
120 J. M. Evert, “Dukungan Keuangan,” dialam Dictionary of Paul dan
His Letters, diedit oleh Gerald f. Hawthorne d Ralph Martin
9Downers Grove, IL: interVarsity Press, 1993), hal. 296M
166
didiskusikan beberapa alasan untuk penolakan Paulus
(selanjutnya disebut sebagai DPL).
121 Lihat hans Conzelmann, 1 Korintus (philadelphia: Fortress press,
1975) hal, 152.
122 Lihat makalah kita, ‘Penatalayanan dan Teologi tentang
Persepuluhan.”
123 With Conzelmann, 1 Korintus, hal 157.
124 Lihar Gerhard Delling, “Diatasso,” didalam Theological Dictionary of
the New Testament, vol 8, diedit oleh Gerhard Kittle dan Herhard
Friedrich (Grand Rapids, MI: eerdmans, 1972), hal. 34, 35
(selanjutnya disebut sebagai TDNT).
125 Lihat Gerhard F. Hawthorne, Pilipi (Waco, TX:Word), hal. 22.
126 Lihat J. Goetzmann, “Phronesis,” NIDNTT vol 2, hal 617.
127 Lihat Gerog Bertram, “Phren,” NIDBTT vol2, hal 233.
128 Lihat P. T. O’Brien, “Persekutuan, Perjamuan, Membagi,” DPL, hal.
293.
129 Ibid, hal. 294.
130 Hawthorne, Pilipi, hal. 202.
131 Lihat F. F. Bruce, Pilipi (Peabody, MA: Hendrickson, 1983), hal.
154.
132 Hawthorne, Pilipi, hal. 206.
133 Ibid, hal. 206, 207.
134 Dengan Ralph P. Martin, Pilipi (Grand Rapids, MI: Eerdmans,
1976), hal. 168.
135 Lihat Moulton and Milliganm, Yunani, hal. 57, 58.
136 A. Horstmann, “Apecho,” EDNT vol 1, hal. 121.
137 Untuk rangkuman dari diskusi para sarjana tentang msalah
sejarah dan teologia yang berhubungan dengan pemungutan,
kami mengarahkan pembaca kepada S. McKnight, “Pungutan bagi
167
Orang-orang Kudus,” DPL, hal. 143-47. Itu menyediakan informasi
bibliograpi yang penting.
138 Lihat Victor P. Furnish, 2 Korintus (New York: Doubleday, 1984),
hal. 399, 413.
139 Lihat Hans Dieter Betz, 2 Korintus 8-9 (Philadelphia: Fortress,
1985), hal. 42.
140 Lihat Ralph P. martin, 2 Korintus )Waco, TX: Word, 1986), hal.
252, 53.
141 Betz, 2 Korintus, hal. 61.
142 Dengan Furnish, 2 Korintus, hal. 447.
143 Betz, 2 Korintus, hal. 110.
144 Lihat Frunish, 2 Korintus, hal. 448; G Kittel, “autakeia,” TDNT vol
1, hal. 466; B. Siede, “Akeo,” NIDNTT vol 3, hal. 727.
145 P. T. O’Brian, “Mysticism,” DPL, hal. 625.
146 Furnish, 2 Korintus, hal. 448.
147 Betz, 2 Korintus, hal. 110.
148 William F. Orr dan James A. Walther, 1 Korintus (New York:
Doubleday, 1976), hal. 356, menyarankan bahwa persembahan
adalah proporsional dan substansial dan bahwa memisahkannya
haruslah sebagai satu keluarga.
149 Lihat Furnish, 2 Korintus, hal. 422; dan Betz, 2 Korintus, hal. 74,
75.
150 Dengan Martin, 2 Korintus, hal. 254.
151 Betz, 2 Korintus, hal. 44, 45.
152 Lihat H. Balz, “Leitougia,” EDNT vol 2, hl. 34, 39.
153 Everts, “Keuangan,” hal. 299.
154 T. Holtz, “Isos,” EDNT vol 2, hal. 202
155 Furnish, 2 Korintus, hal. 419.
156 Lihat Martin, 2 Korintus, hal. 293.
157 Lihat David J. Williams, Kisah Para Rasul (Peabody, MA:
168
Hendrickson, 1985), hal. 93, 94.
158 Lihat French L. Arrington, Kisah Para Rasul (Peabdoym MA:
Hendrickson, 1988), hal. 54.
159 F. G. Untegassmair, “Koinos common,” EDNT vol 2, hal. 302.
160 Lihat Williams, Kisah Para Rasul, hal. 97.
161 Arrington, Kisah Para Rasul, hal. 57.
162 Dengan Williams, Kisa Para Rasul, hal. 118.
163 Ibid, hal. 92.
164 Arrington, Kisah Para Rasul, hal. 121.