Post on 02-Feb-2018
ARTIKEL ILMIAH
KEANEKARAGAMAN MIKROALGA DI BALAI BUDIDAYA AIR TAWAR
(BBAT) KECAMATAN SUNGAI GELAM JAMBI
Oleh:
Nurhasanah
A1C409066
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
APRIL, 2014
KEANEKARAGAMAN MIKROALGA DI BALAI BUDIDAYA AIR TAWAR
(BBAT) KECAMATAN SUNGAI GELAM JAMBI
Oleh:
Nurhasanah
NIM.A1C409066
(Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan P.MIPA FKIP Universitas Jambi)
ABSTRAK Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Kecamatan Sungai Gelam Jambi mempunyai peranan
memberikan pelayanan teknis kepada masyarakat dalam membangun dan mengembangkan
perikanan air tawar. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat permasalahan dalam pembudidayaan
ikan air tawar diantaranya adalah susahnya suplai air dan buruknya kualitas air sehingga
berdampak pada kematian ikan-ikan budidaya. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman mikroalga di BBAT
Kecamatan Sungai Gelam Jambi yang dijadikan sebagai sumber air bagi pembudidayaan ikan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2013 di waduk BBAT Kecamatan
Sungai Gelam Jambi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Rancangan
penelitian ini dilakukan dengan menentukan lokasi penelitian secara purposive sampling sesuai
dengan tata guna waduk di BBAT Kecamatan Sungai Gelam Jambi. Teknik pengambilan sampel
pada penelitian ini adalah secara vertikal. Analisis data pada penelitian ini meliputi analisis
kualitas air, menghitung volume air yang di saring, kelimpahan, indeks keanekaragaman,
keseragaman dan dominasi.
Berdasarkan hasil analisis sampel air di Waduk BBAT Kecamatan Sungai Gelam Jambi,
ditemukan 5 kelas dan 45 genus mikroalga yang terdiri dari kelas Chlorophyceae sebanyak 29
genus dengan persentase kelimpahan 77,5%, Euglenophyceae sebanyak 2 genus dengan persentase
kelimpahan 3,8%, Cyanophyceae sebanyak 7 genus dengan persentase kelimpahan 11,8%,
Bacillariophyceae sebanyak 4 genus dengan persentase kelimpahan 4,7%, dan Xantophyceae
sebanyak 3 genus dengan persentase kelimpahan 2,2%. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh
indeks keanekaragaman mikroalga pada stasiun pengambilan sampel berkisar antara 1,28 hingga
1,51 dengan kriteria tercemar sedang. Indeks keseragamannya berkisar antara 0,35 hingga 0,41,
dan indeks dominasinya berkisar antara 0,005 hingga 0,008.
Berdasarkan hasil penelitian dari perhitungan kelimpahan, indeks keanekaragaman,
keseragaman dan dominansi serta pengukuran kualitas air. Dapat disimpulkan bahwa perairan di
BBAT Kecamatan Sungai Gelam Jambi masih tergolong layak digunakan sebagai sumber air
untuk pembudidayaan ikan air tawar. Disarankan bagi penelitian selanjutnya mengenai
keanekaragaman mikroalga dapat dilakukan pada musim hujan dan musim kemarau agar dapat
memberikan gambaran perbedaan keanekaragaman mikroalga pada musim yang berbeda.
Kata Kunci : Balai Budidaya Air Tawar, Waduk, Mikroalga, Keanekaragaman
I. PENDAHULUAN
Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Kecamatan Sungai Gelam Jambi berlokasi di Desa
Sungai Gelam Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi, sekitar 30 km di sebelah Timur
dari Kota Jambi dengan koordinat 0045’-2045’ Lintang Selatan dan antara 1010-104055’ Bujur
Timur. Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Kecamatan Sungai Gelam Jambi ini memiliki tugas
pokok yaitu melaksanakan penerapan teknik pembudidayaan ikan air tawar serta pelestarian
sumber daya induk/benih ikan dan lingkungan. Sumber air yang digunakan untuk budidaya ikan
air tawar berasal dari resapan lahan di sekitar Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Kecamatan
Sungai Gelam Jambi yang ditampung dalam tiga waduk/reservoir (Anonim, 2013a:4). Waduk
yang berada di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi dibagi berdasarkan fungsi yaitu waduk
pertama dimanfaatkan sebagai penampungan air tawar atau daerah resapan air baik air hujan
maupun air di sekitar rawa-rawa, waduk kedua dan ketiga dimanfaatkan sebagai keramba ikan air
tawar.
Menurut Suseno (1977:62-63) kapasitas produksi ikan dalam keramba pada sebuah
waduk tergantung pada jumlah mikroalga yang tumbuh di lapisan atas dari tanah dasar keramba.
Apabila cahaya matahari bisa mencapai dasar keramba dan apabila oksigen (O2) tersedia cukup
banyak, maka mikroalga dapat tumbuh subur di dasar keramba yang terdapat di dalam sebuah
waduk. Sehingga ikan yang dibudidayakan dapat memperoleh oksigen dan sumber makanan yang
cukup. Mikroalga merupakan kelompok organisme berukuran renik berdiameter antara 3-30
nanometer, hidup di seluruh wilayah perairan air tawar maupun air laut yang sering disebut
fitoplankton. Mikroalga mampu untuk melakukan fotosintesis dan menghasilkan oksigen.
Mikroalga juga dapat digunakan untuk menduga kualitas air pada semua jenis ekosistem perairan
(Winahyu.dkk, 2013:2).
Seperti pada hasil penelitian Apridayanti (2008:38) di Waduk Lahor Jawa Timur
menemukan 9 genus mikroalga. Dengan indeks keanekaragaman berkisar antara 0,8568-1,81492.
Indeks keanekaragamannya menunjukan stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air
tercemar sedang hingga berat. Hasil penelitian Winahyu. dkk, (2013: 95-96) di Pusat Konservasi
Gajah Taman Nasional Way Kambas menemukan 66 genus mikroalga. Dengan indeks
keanekaragaman antara 0,28-0,36. Indeks keanekaragamannya menunjukan bahwa komunitas
mikroalga tidak stabil atau kualitas air tercemar berat. Hasil penelitian Prihantini.dkk., (2008:47-
49) di beberapa situ/danau di Kawasan Jakarta-Depok-Bogor menemukan 47 genus mikroalga.
Dengan indeks keanekaragaman antara 0,4-1,6. Indeks keanekaragamannya menunjukan stabilitas
komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang hingga berat. Hasil penelitian Mandasari
(2010:30-32) di Danau Sipin Kota Jambi menemukan 46 genus mikroalga, dengan indeks
keanekaragaman antara 0,97-1,72. Indeks keanekaragaman tersebut menunjukan bahwa kualitas
air di Danau Sipin Kota Jambi tercemar sedang hingga berat, akan tetapi masih tergolong layak
untuk pembudidayaan ikan air tawar. Serta hasil penelitian Novita (2007:21-28) di Danau Teluk
Kota Jambi menemukan 40 genus mikroalga dengan indeks keanekaragaman berkisar antara 2,06-
2,74. Berdasarkan indeks keanekaragaman tersebut menunjukan bahwa kualitas air tercemar
sedang atau moderat dan masih dapat mendukung untuk budidaya perikanan.
Berdasarkan hasil wawancara, di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Kecamatan Sungai
Gelam Jambi pada awal tahun 2013 terdapat suatu permasalahan dalam pembudidayaan ikan air
tawar. Permasalahan tersebut adalah banyaknya kematian ikan-ikan yang dibudidayakan. Hal
tersebut diduga karena buruknya suplai air dan kualitas air yang digunakan untuk
membudidayakan ikan air tawar.
Dengan demikian, maka dirasa perlu dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman
mikroalga di waduk Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Kecamatan Sungai Gelam Jambi yang
menjadi sumber air bagi ikan-ikan yang dibudidayakan agar dapat diketahui bagaimanakah kondisi
perairan waduk Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Kecamatan Sungai Gelam Jambi berdasarkan
keanekaragaman mikroalga yang tumbuh di waduk tersebut. Dengan demikian peneliti
berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul ”Keanekaragaan Mikroalga di Balai
Budidaya Air Tawar (BBAT) Kecamatan Sungai Gelam Jambi“.
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Profil Lokasi Penelitian
Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi adalah Unit Pelaksana Teknis Kementrian Kelautan dan
Perikanan di bidang budidaya air tawar berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur
Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi dibentuk pada tanggal 1
Mei 2001 berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.26E/MEN/2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja yang mempunyai wilayah kerja di seluruh Pulau Sumatera.
Lokasi Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi yaitu di desa Sungai Gelam Kec. Sungai Gelam
Kab. Muaro Jambi, 30 km di sebelah Timur Kota Jambi. Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi
memiliki luas 20 ha terdiri atas 4.8 ha perkolaman, 3.35 ha waduk/reservoir, dan 11.85 ha daratan
untuk perkantoran, asrama, mess operator serta sarana penunjang lainnya. Balai Budidaya Air
Tawar (BBAT) Jambi mempunyai peranan memberikan pelayanan teknis kepada masyarakat
dalam membangun dan mengembangkan perikanan air tawar di daerah, khususnya Pulau Sumatera
(Anonim, 2013a:1).
2.2 Sarana Dan Prasarana Balai Budidaya Air Tawar Jambi Menurut Anonim (2013a:5) dalam mendukung semua kegiatan di Balai Budidaya Air
Tawar (BBAT) Jambi, maka berdasarkan laporan tahunan pada tahun 2010 Balai Budidaya Air
Tawar (BBAT) Jambi dilengkapi dengan sarana dan prasarana seperti Hatchery, Kolam
Pendederan, Kolam Induk, Kolam Pembesaran, Kolam Induk Ikan Hias, Keramba Jaring Apung,
Laboratorium Nutrisi, Laboratorium Kesehatan Ikan, Laboratorium Kualitas Air, Gedung
Perkantoran, Aula, Perpustakaan, Waduk, Asrama, Kantor R & D, dan Mess Operator.
2.3 Ekosistem Air Tawar
Ekosistem air tawar memiliki beberapa karakteristik, seperti variasi suhu yang
perubahannya tidak menyolok, organisme yang dominan yaitu mikroalga yang mempunyai
dinding sel yang kuat, dan keadaan lingkungannya dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Sedangkan
karakteristik hewan yang hidup di perairan air tawar memiliki ciri-ciri mengeluarkan air berlebih,
garam diabsorpsi (diserap) melalui insang secara aktif dan sedikit minum, air masuk ke dalam
tubuh ikan secara osmosis. Ekosistem air tawar dibagi menjadi dua, yaitu lotik dan lentik.
Ekosistem air tawar lotik merupakan perairan berarus, contohnya adalah sungai. Adapun
ekosistem air tawar lentik memiliki ciri airnya tidak berarus. Contoh perairan lentik adalah danau
atau waduk (Anonim, 2011a:2). Menurut Anonim (2013b:21-22) pengertian umum waduk adalah
tempat yang digunakan untuk penampungan air disaat terjadi kelebihan air / musim penghujan
sehingga air itu dapat dimanfaatkan pada musim kering.
2. 4 Parameter Kualitas Air
Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi
parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis (Anonim, 2012:1).
1. Parameter Fisika
Parameter fisik dalam kualitas air merupakan parameter yang bersifat fisik, dalam arti
dapat dideteksi oleh panca indera manusia yaitu melalui visual, penciuman, peraba dan perasa.
Parameter fisika kualitas air diantaranya adalah:
a. Kecerahan
Kecerahan adalah parameter fisika yang erat kaitannya dengan proses fotosintesis pada
suatu ekosistem perairan. Kecerahan yang tinggi menunjukkan daya tembus cahaya matahari yang
jauh kedalam Perairan (Anonim, 2012:2).
b. Kedalaman
Kedalaman merupakan dalamnya suatu perairan dari permukaan air hingga ke sadar
perairan. Kedalaman perairan dimana proses fotosintesis sama dengan proses respirasi disebut
kedalaman kompensasi. Kedalaman kompensasi biasanya terjadi pada saat cahaya di dalam kolom
air hanya tinggal 1 % dari seluruh intensitas cahaya yang mengalami penetrasi dipermukaan air
(Anonim, 2012:4)
c. Suhu
Menurut Nontji (1987) dalam Anonim (2012:3), suhu air merupakan faktor yang banyak
mendapat perhatian dalam pengkajian- pengkajian kelautan. Data suhu air dapat dimanfaatkan
bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika didalam laut, tetapi juga dengan kaitannya
kehidupan hewan atau tumbuhan. Bahkan dapat juga dimanfaatkan untuk pengkajian meteorologi.
d. Warna Air
Warna air merupakan hasil refleksi kembali dari berbagai panjang gelombang cahaya
sejumlah material yang berada dalam air yang tertangkap oleh mata. Material dalam air dapat
berupa jumlah zat tersuspensi (Anonim, 2012:3).
2. Parameter Kimia
Parameter kimia adalah parameter yang ditujukan untuk mengetahui kandungan zat kimia
yang terkandung dalam air. Parameter kimia diantaranya adalah:
a. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen adalah gas yang tak berwarna, tak berbau, tak berasa, dan hanya sedikit larut
dalam air. Untuk mempertahankan hidupnya organisme air tergantung pada oksigen terlarut ini.
Oksigen dapat merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehidupan organisme dalam air. Jika
tingkat oksigen terlarut selalu rendah, maka organisme anaerob dapat mengalami kematian dan
memungkinkan organisme anaerob mengurai bahan organik dan menghasilkan bahan seperti
metana dan hidrogen sulfida. Zat tersebut yang menyebabkan air berbau busuk (Sastrawijaya,
2009:100-102).
b. pH
pH adalah cerminan derajat keasaman yang diukur dari jumlah ion hidrogen
menggunakan rumus pH = -log (H+). Air murni terdiri dari ion H+dan OH- dalam jumlah
berimbang hingga Ph air murni biasa 7. Makin banyak banyak ion OH+ dalam cairan makin
rendah ion H+ dan makin tinggi pH (Anonim, 2012:3).
Air yang mempunyai pH antara 6,7 sampai 8,6 mendukung populasi ikan dalam suatu
perairan. Penentuan pH dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pengukuran yang mudah dilakukan
adalah dengan menggunakan perangkat pH dengan indikator universal dan komparator warna
(Sastrawijaya, 2009:105-167).
c. Amonia
Makin tinggi pH, air tambak/kolam, daya racun amnia semakin meningkat, sebab
sebagian besar berada dalam bentuk NH3, sedangkan amonia dalam molekul (NH3) lebih beracun
daripada yang berbentuk ion (NH4+). Amonia dalam bentuk molekul dapat bagian membran sel
lebih cepat daripada ion NH4+ (Anonim, 2012:5).
d. Nitrat
Nitrat dalam air dibuat oleh mikrooeganisme dengan cara biologis. Nitrat menyebabkan
air cepat kotor, menurunkan oksigen terlarut, penurunan populasi ikan, dan bau busuk
(Sastrawijaya, 2013:109-110).
e. Nitrit
Jika amonia diubah menjadi nitrat oleh bakteri, maka akan terdapat nitrit dalam air. Hal ini
terjadi jika air tidak mengalir, khususnya di bagian dasar perairan (Sastrawijaya, 2009:109-110).
2. 5 Pengertian Mikroalga
Alga renik atau mikroalga merupakan bagian dari fitoplankton yang berguna sebagai
sumber makanan yang penting bagi organisme-organisme air lainnya. Mikroalga dapat
menghasilkan oksigen dari hasil fotosintesisnya dan oksigen ini dimanfaatkan oleh organisme
perairan lainnya untuk proses respirasi aerob. Mikroalga mengandung klorofil serta pigmen-
pigmen lain untuk melangsungkan fotosintesis, tersebar luas di alam, dan dijumpai hampir di
segala macam lingkungan yang terkena sinar matahari. Sebagian besar alga berukuran mikroskopis
dan banyak yang hidup di air tawar (Pelczar, 2008:238). 2. 6 Keanekaragaman Jenis Alga
Menurut Tjitrosomo (1983:29-30) diperkirakan terdapat 30.000 spesies alga yang hidup
di bumi, kebanyakan diantaranya merupakan spesies yang hidup di perairan. Spesies mikroalga
yang hidup di air tawar mempunyai arah perkembangan yang lebih luas jika dibandingkan dengan
alga yang hidup di air laut. Beberapa spesies alga memperlihatkan keanekaragaman dalam warna
yang berbeda-beda, yaitu dari warna hijau, hijau – kuning, dan hijau – biru, sampai kepada warna
merah, kuning, jingga, dan cokelat.
2. 7 Klasifikasi Mikroalga
Hampir semua mikroalga mengandung klorofil dengan demikian alga bersifat autotrof,
akan tetapi banyak pula yang mempunyai pigmen tambahan yang dapat menutupi klorofil.
Mikroalga diklasifikasikan terutama berdasarkan pigmen-pigmen yang dikandungnya, oleh karena
itu mikroalga dibagi menjadi empat golongan, diantara nya adalah alga hijau-biru, hijau, kuning
keemasan, dan pirang ( Tjitrosomo, 1983:34).
III. METODE PENELITIAN
3. 1 Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Selanjutnya
rancangan pada penelitian ini dilakukan dengan menentukan lokasi penelitian secara purposive
sampling sesuai dengan tata guna lahan atau pemanfaatan waduk di Balai Budidaya Air Tawar
(BBAT) Jambi.
3. 2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi GPS (Global Potitioning System),
ember, kayu, kertas label, tali, spektrofotometer, DO meter, pH meter, tali, sedgwick rafter, alat
tulis, botol koleksi, jala plankton (plankton net) ukuran 85 µm, mikropipet plastik, mikroskop
binokuler (Olympus BX 41), kulkas, fotomikroskopik, dan buku panduan identifikasi mikroalga.
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran jenis mikroalga yang
terkandung dalam sampel air waduk Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi, lugol, Deionized
Water (DW), Nitrit Ver 3, Nitrat Ver 5, Amonnia Cyanurat, Ammonia Salycilat dan aquadest.
3. 3 Pelaksanaan Penelitian
Pada pelaksanaan penelitian ini meliputi empat tahap diantaranya yaitu : penetapan lokasi
sampel, pengambilan sampel di lapangan, penanganan sampel di laboratorium, hingga analisis
data.
3. 3. 1 Penetapan Lokasi Pengambilan Sampel
1. Dilakukan survei lapangan untuk mengetahui kondisi fisik waduk di Balai Budidaya Air Tawar
(BBAT) Jambi yang akan menjadi objek penelitian.
2. Pada penentuan lokasi penelitian ini dilihat dari pemanfaatan waduk. Lokasi pengamatan
terdiri dari 3 stasiun dengan tingkat pemanfaatan masing-masing waduk. Stasiun I yaitu waduk
I yang dimanfaatkan sebagai penampungan air tawar, stasiun II yaitu waduk II yang
dimanfaatkan sebagai Keramba Jaring Apung (KJA), dan stasiun III yaitu waduk III yang juga
dimanfaatkan sebagai Keramba Jaring Apung (KJA).
3. Masing-masing stasiun tersebut dibagi lagi menjadi 3 titik pengambilan sampel. Titik pada
masing-masing stasiun dibakukan koordinatnya dengan menggunakan GPS (Global
Potitioning System).
3.3. 2 Pengambilan Sampel di Lapangan
1. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 periode, dengan selang waktu satu minggu dan
pengambilan sampel pada masing-masing periode dilakukan pada pagi, siang dan sore hari.
2. Pengambilan sempel menggunakan plankton net berukuran 85 µm, dengan jari-jari
lingkaran plankton net 10 cm.
3. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik secara vertikal yaitu
dilakukan dengan cara menarik jaring plankton yang ditenggelamkan dengan kedalaman
yang telah ditentukan (2 m) dari atas permukaan dan didiamkan selama 5 menit (Fachrul,
2007:94).
4. Sampel air yang tersaring oleh plankton net pada tiap titik pengambilan sampel dalam satu
kali ulangan adalah 90 ml. Selanjutnya sampel diberi label, pada label dituliskan nomor
stasiun, tanggal dan waktu pengambilan sampel, serta teknik pengambilan sampel. Sampel
selanjutnya diawetkan dengan menggunakan lugol.
5. Botol-botol koleksi kemudian dibawa ke laboratorium Balai Budidaya Air Tawar (BBAT)
Jambi untuk disimpan di dalam kulkas dan dilakukan pengamatan serta identifikasi
terhadap jenis mikroalga yang terdapat di waduk Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.
3.3 3 Penanganan Sampel di Laboratorium
1. Sampel yang telah diperoleh diteteskan 1 ml di atas sedgwick rafter untuk diamati di bawah
mikroskop binokuler.
2. Selanjutnya sampel diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 kali pembesaran.
3. Mikroalga yang berhasil diamati di bawah mikroskop diidentifikasi menggunakan buku
untuk mengidentifikasi mikroalga yaitu Ilustrations of the Freshwater Plankton of Japan
(Mizuo, 1998), Photo Sheet of Plankton in Fish pound (Adhitomo & Limuna, 2002), dan
Algae In Introduction Phycology (Hoek, 1995), serta dibantu oleh tim ahli plankton dari
Balai Budidaya Air Tawar Jambi.
3. 4 Analisis Data
3.4.1 Analisis Kualitas Air
1. Pengukuran Suhu
2. Kecerahan
3. Kedalaman’
4. Warna air
5. pH
6. Oksigen Terlarut
7. Amonnia
8. Nitrat
9. Nitrit
3.4.2 Volume Air yang Disaring
Menurut Fachrul (2007:95), untuk mengetahui volume air yang masuk kedalam jaring
plankton dapat dihitung dengan rumus :
Keterangan:
t 3.4.3 Kelimpahan Mikroalga
Penentuan kelimpahan plankton dilakukan berdasarkan metode sapuan di atas Sedgwick
Rafter. Kelimpahan plankton dinyatakan secara kuantitatif dalam jumlah sel/liter. Kelimpahan
plankton diukur berdasarkan rumus (Fachrul, 2007:95) :
N
Keterangan :
N = Jumlah sel per liter
n = jumlah sel yang diamati
Vr = Volume air tersaring (ml)
Vo = Volume air yang diamati (pada Sedgwick Rafter) (ml)
Vs = Volume air yang disaring (l)
3.4.4 Indeks Keanekaragaman
Menurut Begon (2006:151) persamaan yang digunakan untuk menghitung indeks ini
adalah persamaan Shanon-Wiener sebagai berikut:
Hʹ
Keterangan :
Hʹ indeks diversitas Shannon-Wiener
Pi = ni/N
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah total individu
S = jumlah genera
Dengan kriteria sebagai berikut :
Hʹ < 1 = Komunitas biota tidak stabil atau kualitas air tercemar berat
1< Hʹ˃3= Stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang
Hʹ ˃ 3 = Stabilitas biota dalam kondisi prima (stabil) atau kualitas air bersih.
3.4.5 Indeks Keseragaman
Menurut Fachrul (2007:95) indeks kemerataan di hitung dengan menggunakan rumus :
E
Keterangan :
E = Indeks Kemerataan
Hʹ maks =
Dengan kriteria sebagai berikut :
E = 0, kemerataan antara spesies rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing-masing
spesies sangat jauh berbeda.
E = 1, kemerataan antar spesies relatif merata atau jumlah individu masing-masing spesies retatif
sama.
3.4.6 Indeks Dominasi Menurut Odum dalam Fachrul (2007:96 ) untuk mengetahui adanya dominasi jenis
tertentu di perairan dapat digunakan indeks dominasi Simpson dengan persamaan berikut :
D =
Keterangan :
D = indeks dominasi
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah total individu
S = jumlah genera
Dengan kriteria sebagai berikut :
D = 0, berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas
dalam keadaan stabil.
D = 1, berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas labil,
karena terjadi tekanan ekologi (stres).
3.5 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini direncanakan pada bulan Oktober sampai Nopember tahun 2013 di Waduk
Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.
4.1 HASIL DAN PEMABAHASAN PENELITIAN
4.1.1 Kelimpahan Mikroalga
Berdasarkan analisis sampel air di Waduk Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi,
ditemukan 5 kelas mikroalga yang terdiri dari kelas Euglenophyceae, Chlorophyceae,
Cyanophyceae, Bacillariophyceae, dan Xantophyceae. Mikroalga yang berhasil ditemukan pada
semua stasiun pengambilan sampel di Waduk Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi terdiri
dari 45 genus. Untuk kelimpahan mikroalga tertinggi yaitu dari kelas Chlorophyceae ditemukan
29 genus, kelas Cyanophyceae ditemukan 7 genus, kelas Bacillariophyceae ditemukan 4 genus,
kelas Xantophyceae ditemukan 3 genus dan kelas Euglenophyceae ditemukan 2 genus. Untuk hasil
persentase kelimapahanya adalah pada stasiun I terdapat 38 genus, pada stasiun II ditemukan 41
genus dan pada stasiun III ditemukan 39 genus. Dimana kelas Chlorophyceae mendominasi
kelimpahan mikroalga di waduk Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Kecamatan Sungai Gelam
Jambi dengan persentase total 77,5%, Cyanophyceae sebesar 11,8%, Bacillariophyceae sebesar
4,7%, Euglenophyceae sebesar 3,8%, dan Xantophyceae sebesar 2,2%. Tingginya kelimpahan
Chlorophyta menyebabkan perairan pada stasiun II dan III berwarna hijau tua, sedangkan pada
stasiun III warna air relatif cokelat jernih.
4.1.2 Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi
Berdasarkan Tabel 4.1 kelimpahan mikroalga yang telah ditemukan, maka dapat
ditentukan Indeks Keanekaragaman (Hʹ), Indeks Keseragaman (E), dan Indeks Dominasi (D) dari
mikroalga pada masing-masing stasiun pengambilan sampel, sehingga dari hasil perhitungan
tersebut dapat diketahui tingkat keanekaragaman mikroalga dan kondisi perairan di waduk Balai
Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi yang dijadikan sebagai sumber air bagi budidaya ikan air
tawar. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat diperoleh indeks keanekaragaman mikroalga
pada stasiun pengambilan sampel berkisar antara 1,28 hingga 1,51, indeks keseragamannya
berkisar antara 0,35 hingga 0,41, dan indeks dominasinya berkisar antara 0,005 hingga 0,008. Nilai
hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut :
Tabel 4.2. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi
Parameter Stasiun Pengambilan Sampel Rata-Rata
I II III
Jumlah Genus 38 41 39
Keanekaragaman
(Hʹ)
1,28 1,51 1,51 1,43
Kriteria Tercemar
sedang
Tercemar
sedang
Tercemar sedang Tercemar
sedang
Keseragaman (E) 0,35 0,41 0,41 0,39
Kriteria Keseragaman
rendah
Keseragaman
rendah
Keseragaman
rendah
Keseragaman
rendah
Dominasi (D) 0,005 0,008 0,007 0,007
Kriteria Stabil Stabil Stabil Stabil
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa perairan di waduk BBAT Jambi dalam keadaan
tercemar sedang dan stabilitas biotanya pu dalam keadaan stabil.
4.1.3 Parameter Kualitas Air Waduk Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi
Untuk mengukur kualitas air waduk Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi parameter
yang diukur adalah parameter fisika yang meliputi suhu, kedalaman, dan kecerahan. Selain itu, ada
pula parameter kimia yang diukur yaitu meliputi pH air, Oksigen Terlarut (DO), Amonia, Nitrat
dan Nitrit. Pada Tabel 4.3 berikut ini menunjukan nilai hasil pengukuran parameter fisika air
waduk.
Tabel 4.3. Kisaran Suhu, Kedalaman, Kecerahan dan Warna Air Pada Masing-masing Stasiun
Parameter Stasiun Pengambilan Sampel
I II III
Suhu (˚C) 27,1 - 34,0 26,2 – 33,3 27,0 – 34,7
Kedalaman (m) 2,3 – 3,5 2,3 – 2,7 2,1 – 2,6
Kecerahan (cm) 87 – 113 54 – 65 55 – 63
Warna Air Kecokelatan Hijau Tua Hijau Tua
Dari hasil pengukuran tersebut di atas dapat diketahui bahwa suhu tertinggi berturut-turut
terdapat pada stasiun III dan II. Sedangkan untuk kedalaman dan kecerahan tertinggi adalah pada
stasiun I.
`Parameter kimia yang diamati dalam penelitian ini adalah pH, Oksigen Terlarut (DO),
Amonia, Nitrat dan Nitrit. Hasil pengukuran parameter kimia dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut
ini :
Tabel 4.4 Kisaran hasil pengukuran pH, Oksigen terlarut, Amonia, Nitrat, dan Nitrit.
Parameter
Stasiun Pengambilan Sampel
I II III
pH
6,16 – 6,42
6,70 – 7,28
6,72 – 7,12
Oksigen Terlarut
(mg/L)
2,10 – 6,70
2,03 – 9,80
1,07 – 10,45
Amonia (mg/L)
0,00 – 0,55
0,05 – 0,98
0,21 – 1,80
Nitrat (mg/L)
0,03 – 0,19
0,05 – 0,54
0,17 – 0,49
Nitrit (mg/L)
0,003 – 0,036
0,013 – 0,206
0,015 – 0,139
Berdasarkan hasil pengukuran parameter kimia pada stasiun II dan stasiun III kadar
amonia,nitrat dan nitritnya relatif tinggi apabila dibandingkan dengan Standar Baku Mutu Air
Jambi seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4.5 Nilai baku mutu air untuk Perairan Jambi
No. Parameter Satuan Batas Maksimum
1. pH 6,0-9,0
2. Oksigen Terlarut (DO) mg/L ˃ 4
3. Amonia mg/L 1,0
4. Nitrat Mg/L 10
5. Nitrit mg/L 0,06
Sumber: PERGUB JAMBI No.20 Tahun 2007 dan PPRI No.82 Tahun 2001: BLHD Kota Jambi
Akan tetapi tingginya kadar amonia, nitrat dan nitrit ini hanya di temukan pada
beberapa pengambilan sampel saja dan pada pengambilan sampel terbanyak hasil pengukurannya
relatif sedang dan masih layak digunakan sebagai sumber air untuk pembudidayaan ikan air tawar.
V. PENUTUP
5.1 Simpulan
1. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air di waduk Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi
dapat disimpulkan bahwa suhu pada tiap-tiap stasiun tidak jauh berbeda, dengan kisaran suhu
pada stasiun I antara 27,1 – 34,0˚C, stasiun II antara 26,2 – 33,2˚C dan stasiun III antara 27,0 –
34,7˚C. Kecerahan yang paling tinggi adalah pada stasiun I yaitu 87-113 cm, dan pada stasiun II
dan III hanya 54-65 cm dan 55-63 cm. Oksigen Terlarut pada stasiun I berkisar antara 2,10-
6,70mg/L, stasiun II berkiasar antara 2,03-9,80 mg/L, dan pada stasiun III 1,07-10,45mg/L. Kadar
amonia pada stasiun I berkisar antara 0,00 – 0,55 mg/L, pada stasiun II 0,05-0,98 mg/L dan pada
stasiun III 0,21-1,80 mg/L. Kadar nitrit pada stasiun I berkisar antara 0,003-0,036 mg/L, pada
stasiun II berkisar antara 0,13-0,206 mg/L dan pada stasiun III berkisar antara 0,015-0,139 mg/L.
kadar nitrat pada stasiun I berkisar antara 0,03-0,19 mg/L, pada stasiun II berkisar antara 0,005-
0,54 mg/L dan pada stasiun III berkisar antara 0,17-0,49 mg/L. Parameter kualitas air di waduk
Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Kecamatan Sungai Gelam Jambi pada setiap harinya berubah-
ubah dan dapat dikatakan relatif sedang. Sehingga masih dapat dikatakan cocok untuk kehidupan
ikan.
2. Berdasarkan hasil perhitungan indeks keanekaragaman mikroalga pada bulan Nopember 2013,
dapat disimpulkan bahwa indeks keanekaragaman mikroalga di waduk Balai Budidaya Air Tawar
(BBAT) Jambi berkisar antara 1,28 – 1,51. Indeks tersebut mengindikasi bahwa kualitas perairan
waduk Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi tercemar sedang dan stabilitas komunitas biota
sedang dan masih layak digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar. Sedangkan untuk nilai
keseragaman mikroalga berkisar antara 0,35 – 0,41. Hal tersebut menunjukan bahwa keseragaman
rendah dengan nilai mendekati 0, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies
sangat jauh berbeda. Dan untuk indeks dominasi berkisar antara 0,005 – 0,008. Dari nilai indeks
tersebut menunjukan bahwa tidak ada spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur
komunitas di waduk Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Kecamatan Sungai Gelam Jambi dalam
keadaan stabil. Jadi, berdasarkan hasil pengukuran parameter kualitas air dan penghitungan indeks
keanekaragaman mikroalga apabila dibandingkan dengan nilai baku mutu air di kota Jambi dapat
disimpulakan bahwa perairan di waduk Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi secara
keseluruhan masih tergolong layak digunakan sebagai sumber air untuk pembudidayaan ikan air
tawar.
3. Berdasarkan hasil kelimpahan mikroalga yang ada di waduk Balai Budidaya Air Tawar(BBAT)
Kecamatan Sungai Gelam Jambi dapat disimpulkan bahwa ditemukan 5 kelas dan 45 genus
mikroalga. Terdiri dari kelas Euglenophyceae sebanyak 2 genus dengan persentase kelimpahan
3,8%, Chlorophyceae sebanyak 29 genus dengan persentase kelimpahan 77,5%, kelas
Cyanophyceae sebanyak 7 genus dengan persentase kelimpahan 11,8%, kelas Bacillariophyceae
sebanyak 4 genus dengan persentase kelimpahan 4,7%, dan kelas Xanthophyceae sebanyak 3
genus dengan persentase kelimpahan 2,2%. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa kelas
Chlorophyceae memiliki kelimpahan terbanyak khususnya bagi genus Pediastrum, Scenedesmus,
Coelastrum, Ulothrix dan Chlorella. Selain itu ada pula kelimpahan terbanyak dari kelas
Cyanophyceae adalah genus Anabaena.
5.2 Saran Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember yang seharusnya menjadi musim
penghujan. Akan tetapi pada saat pengambilan sampel keadaan cuaca tidak menentu antara hujan
dan panas. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar pengambilan sampel dibedakan antara
musim penghujan dan musim panas karena dapat mempengaruhi perbedaan kelimpahan
mikroalga. Hasilnya diharapkan dapat memberikan gambaran perbedaan keanekaragaman
mikroalga di waduk Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi pada musim yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Adhitomo, Y. dan Limuna, M. 2002. Photo Sheet of Plankton in fish pond. Freshwater
Aquaculture Development Project in Indonesia. balai Budidaya Air Tawar Jambi &
Japan International Cooperation Agency. Jambi.
Anonim. 2010a. Diakses tanggal 15 mei 2012. Solusi pemanasan Global Dengan Mikroalga.
http://coralit.us/solusi-pemanasan-global-dengan-mikroalga.htm.
_______. 2010b. Diakses tanggal 13 Desember 2013. Xantophyceae-
Euglenophyceae.http://biophylosophy.com/2010/10/euglenophyta.html.
______. 2011a. Diakses tanggal 4 mei 2012. Mikroalgae. http://wartapedia.com/edukasi/ensiklopedia/452-mikroalga.html.
_______. 2011b. Algae-Cyanophyta. Diakses tanggal 13 Desember 2013.
http://www.botany.hawaii.edu/bot201/algae/cyanophyta%20lecture%20notes.htm.
______. 2011c. Diakses tanggal 15 Maret 2014. Mikroalga.
http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fmipa201106.pdf
_______. 2012. Diakses tanggal 11 Desember 2013. Kualitas Air. http://o-
fish.com/Air/kualitas_air.php.
______. 2013a. Diakses tanggal 24 Mei 2013. Profil Balai Budidaya Air Tawar Jambi.
http://www.bbatjambi.co.id/index1.php?act=profil-balai –nbudidaya-air-tawar-
jambi.html.
______. 2013b. Diakses tanggal 7 September 2013. Pengertian waduk.
http://eprints.undip.ac.id/34513/5/1501_chapter_II.pdf.
_______. 2013c. Diakses tanggal 14 Desember 2013. Chlorophyta atau Ganggang Hijau.
http://www.artikelbiologi.com/2013/04/chlorophyta-atau-ganggang-hijau.html.
_______. 2014. Diakses tanggal 23 Januari 2014. Budidaya Ikan Berdasarkan Sumber Daya Air.
http://www.naturalnusantara.co.id/?mod=artikel&act=view&id=85 Apridayanti, E. 2008. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk Lahor Kabupaten
Malang Jawa Timur. Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas
Diponegoro: Semarang. http://eprints.undip.ac.id/17305/1/EKA_APRIDAYANTI.pdf
Azwar, D., Windarti, dan Putra, R.M. 2012. Analisis Saluran Pencernaan Ikan Selinca (Belontia
haseelti) Dari Kanal Sawit di Desa Terantang Kecamatan Tambang Kabupaten
Kampar Provinsi Riau. Jurnal Penelitian. Universitas Riau.
https://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/681/Delpi%20Azwar%2
0-%200804113747.docx?sequence=1
Begon, M., Colin, R., dan John, H. 2005. Ecology From Individuals to Ecosystems. School of
Biological Science. The University of Liverpool: Liverpool, UK.
Darmono. 2008. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Universitas Indonesia Press: Jakarta.
Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara: Jakarta
Hoek, V.D. Algae In Introduction to Phycology. New York: Cambridge University Press.
Ling, L.A. 2014b. Diakses tanggal 15 Maret 2014. Kepelbagian Fitoplankton di Laut Chenahan,
Tasik Chini, Pahang. http://www.ukm.my/ahmad/tesispelajar/fitochenahan.htm
Mizuno, T. 1998. Ilustration of The Fresh Water Plankton of Japan. Hoikusha Publishing: Japan.
Mandasari, N. 2010. Keanekaragaman Fitoplankton di Danau Sipin Kota Jambi Sebagai
Bioindikator Kualitas Air. Skripsi. Jurusan Pendidikan Biologi. FKIP: Universitas
Jambi.
Novita, W. 2007. Studi Keanekaragaman Fitoplankton di Danau Teluk Kota Jambi Dalam
Menunjang Perikanan Rakyat. Skripsi. Jurusan Pendidikan Biologi. FKIP: Universitas
Jambi.
Nuraeni, E. 2013. Diakses tanggal 20 Februari 2014. Bahan Ajar chrysophyta.
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/197606052001122-
ENI_NURAENI/BAHAN_AJAR/CHRYSOPHYTA.pdf
Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia Press:
Jakarta.
Prihantini, N.B, Whardana, W., Hendrayanti, D., Widyawan, A., Ariyani, Y., dan Rianto, R. 2008.
Biodiversitas Cyanobacteria dari Beberapa Situ/Danau di Kawasan Jakarta-Depok-
Bogor, Indonesia. Jurnal Penelitian. Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universiitas Indonesia: Jakarta.
http://journal.ui.ac.id/science/article/viewFile/309/305
Puspita, L., E. Ratnawati, I.N.N. Suryadiputra, dan A.A. Meutia. 2005. Lahan Basah Buatan di
Indonesia . Wetlands International -Indonesia Programme: Bogor.
Rusdi, T. 1987. Usaha Budidaya Ikan Gurami (Osphronemus goramy, Lac). CV. Simplex: Jakarta.
Sastrawijaya, T. 2009. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta: Jakarta.
Sastrodinoto, S. 1980. Biologi Umum 2. PT. Gramedia: Jakarta.
Suharni, T.T., Nastiti, S.J., dan Soetarto, A.E.S. 2008. Mikrobiologi Umum. Universitas Atma
Jaya: Yogyakarta.
Sulaiman, T.G. Struktur Komunitas Bacillariophyta (Diatome) di Daerah Pertambakan Maunda
Cilingcing, Jakarta Utara. Skripsi. Jurusan Program Studi Biologi. Universitas
indonesia: Jakarta.
Suseno, S. 1977. Dasar-dasar Perikanan Umum. CV. Yasaguna: Jakarta.
Tetrapoik, O.M. 2011. Diakses tanggal 15 Maret 2014. Hubungan Antara Amonia, Nitrat, Nitrit,
pH, dan Alkalinitas..http://www.arowana-asia.com/id/board/index.php?topic=198.0
Tjirosoepomo, 1986. Taksonomi Tumbuhan (Taksonomi Khusus). Bhratara Karya Aksara: Jakarta.
Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Tumbuhan. Universitas Gajah Mada Press: Yogyakarta..
Tjitrosomo, S.S. 1983. Botani Umum 3. Angkasa: bandung.
Winahyu, D.A., Anggraini, Y., Rustiati, E.L., Master, J., dan Setiawan, A. 2013. Studi
Pendahuluan Mengenai Keanekaragaman Mikroalga di Pusat Konservasi Gajah,
Taman Nasional Way Kambas. Jurnal Penelitian. Laboratorium Biomassa Terpadu,
Jurusan Kimia, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Lampung: Bandar Lampung.
jurnal.fmipa.unila.ac.id/index.php/semirata/article/download/796/615.