Post on 03-Mar-2019
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 3, Nomor 1, April 2015 | 1
REKLAMASI LAHAN GALIAN PASIR DENGAN BUDI DAYA BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DI DESA CIBEREUM WETAN
KECAMATAN CIMALAKA KABUPATEN SUMEDANG
Oleh :
F. Aulia, Darsiharjo*),Jupri*)
Departemen Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas
Pendidikan Indonesia
Email :
fen.putri@student.upi.edu , darsiharjo@upi.edu , jupri@upi.edu
ABSTRAK
Selain memperbaiki nilai guna lahan pasca penggalian, usaha reklamasi akan berfungsi ganda ketika
diikuti dengan usaha budidaya sebagai peningkat penghasilan. Penelitian ini bertujuan untuk 1)
Menganalisis kondisi lahan bekas galian C di Desa Cibeureum Wetan, 2) Mengidentifikasi tekhnik
budidaya buah naga sebagai upaya kegiatan reklamasi lahan bekas galian C di Desa Cibeureum Wetan,
3) Menganalisis pengaruh kegiatan reklamasi terhadap kondisi lahan bekas galian C di Desa Cibeureum
Wetan. Motode penelitian yang dilakukan adalah metode deskriptif dengan cara survei, bertujuan untuk
mejelaskan suatu analisis permasalahan dengan cara mengamati langsung di lapangan guna memahami
permasalahan secara langsung. Hasil dari penelitian menunjukan kondisi lahan bekas galian pasir
mengalami perubahan pada sifat tanah, diantaranya dengan bertambahnya kandungan pasir dalam
tekstur tanah, sehingga menyebabkan meningkatnya kandungan P-potensial dan nilai pH karena
pemadatan tanah. Sedangkan kandungan C-organik, K, N, dan KTK menurun dari kondisi awal lahan,
disebabkan tanah yang tidak bisa mengikat unsur hara. Tekhnik budidaya buah naga pada lahan bekas
galian pasir lebih sederhana dilakukan, dengan dibantu oleh pupuk organik dalam kesuburan tanah,
sehinggga memiliki daya dukung tumbuh yang baik. Keuntungan budidaya terbukti dengan nilai R/C
>1 dalam kurun 5 tahun pada analisi usaha tani. Kondisi sifat tanah semakin membaik dengan diadakan
reklamasi dengan perbaikan sifat kimia dan sifat fisik tanah, kandungan mikroorganismepun
meningkat.
Kata Kunci : Reklamasi, Budidaya, Buah naga, Perubahan kondisi lahan
Abstract
In addition to improving the post-mining land use, reclamation efforts will result doubles when followed
by farming as earnings enhancer. This reaserch aims to 1) analyze the condition of the land in the
former mining of Cibereum Wetan village , 2) identify dragon fruit cultivation techniques that made the
reclamation of land in the former mining of Cibereum Wetan village, 3) analyze the effects of
reclamation activities on land conditions excavated C mining in Cibereum Wetan village. The methods
of research is descriptive method by survey, aimed to identify a problem analysis by observing directly
in the field in order to understand the problems directly. Results of the reaserch showed the land
excavated sand had some changes in soil properties, such as the increase in-sand content in the soil, it
is leading to increased of P-potential and pH value due to soil compaction. While C-organic content,
K, N, and CEC decreased from the initial condition of the land, because the land can not bind nutrients.
2 | F. Aulia, dkk
Reklamasi Lahan Bekas Galian Pasir dengan Budidaya Buah Naga (Hylocherius polirhizus) di Desa
Cibereumn Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang
Dragon fruit cultivation techniques on land excavated sand was more modest, with the assistance of
organic fertilizers in the soil, so as to h;ave the capacity to grow well. Profit cultivation proved with
the R/C value is > 1 over 5 years on the analysis of farming. Soil conditions improved with the
reclamation of the repair chemical and physical properties of soil, and also content of microorganisms
increased.
Keywords: Reclamation, Cultivation, dragon fruit, Change the land
*) Penulis Penanggung Jawab
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 3, Nomor 1, April 2015 | 3
PENDAHULUAN
Tidak bisa dipungkiri, Indonesia
sebagai salah satu negara penyumbang
barang tambang yang penting di Dunia
memunculkan banyaknya industri
pertambangan di Indonesia,dan menjadi
industri penunjang perekonomian negara.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS, 2012), sektor Pertambangan dan
Penggalian tumbuh 1,4 persen selama
pada tahun 2011 dan juga terjadi
peningkatan Peranan Sektor
Pertambangan dan Penggalian terhadap
PBD (Produk Domestik Bruto) yaitu naik
dari 11,1 persen menjadi 11,9. Namun
kondisi negara kita yang masih
berkembang dikatakan belum memiliki
kemampuan yang cukup dalam mengatasi
permasalahan lingkungan yang timbul
pasca eksploitasi pertambangan.Hal
tersebut telah mengurangi fungsi lahan
khususnya dalam bidang pertanian,
padahal Indonesia dikatakan sebagai
negara agraris yang beriklm tropis dapat
menghasilkan banyak manfaat dari hasil
pertanian yang diusahakan. Menurut
Rukmana (2003:1) lahan pertanian di
Indonesia yang dapat digunakan untuk
mengembangkan tanaman buah-buahan
sekitar 33,3 juta hektar, antara lain lahan
kering (tegalan) seluas 16,59 juta kektar
dan lahan pekarangan seluas 4,9 juta
hektar. Meskipun hampir semua jenis
buah-buahan dapat dihasilkan di
Indonesia, namun produktivitas hasil
buah-buahan nasional masih rendah rata-
rata 7,5 ton/ha.
Berkaitan dengan ke dua hal tersebut,
perlu adanya pengkajian tentang
pemulihan kondisi lahan pascca
pertambangan , atau yang di sebut dengan
Reklamasi. Kegiatan reklamasi yang
diikuti dengan usaha pertanian suatu
komoditas tanaman tertentu dengan
syarat tumbuh yang baik pada lahan
bekas pertambangan, selain akan
memperbaiki kondsi ekologias, dapat
pula menjadi sumber pendapatan
masyarakat yang baik. Usaha tersebut
telah dilakukan oleh kelompok tani
Simpay Tampomas. Diatas lahan bekas
pertambangan pasir, mereka
mengusahakan penanaman varietas buah
naga merah, yang memiliki kemampuan
hidup yang baik pada lahan bekas
pertambangan pasir tersebut. Sehingga
pentingnya memahami tentang
kemampuan buah naga terhadap kondisi
lahan perambang pasir, dan peranannya
dalam perbaikan kondisi lahan bekas
galian pasir tersebut juga perekonomian
para petani buah naga. Disamping itu,
dengan mengetahui tekhnik
pembudidayaan, hal tersebut akan
menjadi alternatif pemanfaatan lahan
pasca pertambangan pasir, dibeberapa
wilayah pertambangan pasir di Indonesia.
4 | F. Aulia, dkk
Reklamasi Lahan Bekas Galian Pasir dengan Budidaya Buah Naga (Hylocherius polirhizus) di Desa
Cibereumn Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang
METODE
Motode penelitian yang dilakukan
adalah metode kuantitatif deskriptif
dengan cara survei. Metode ini bertujuan
untuk mejelaskan suatu analisis
permasalahan dengan cara mengamati
langsung di lapangan untuk memahami
permasalahan secara langsung. Sedangkan
metode kuantitatif digunakan untuk
memperoleh data sifat tanah dalam
mendeskripsikan lahan bekas
pertambangan pasir yang dimanfaatkan
oleh masyarakat melalui kegiatan budidaya
buah naga serta untuk mendapatkan data
sosial masyarakat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
a. Profil Petani Buah Naga
Hasil penelitian terhadap kondisi
petani buah naga di Desa Cibereum Wetan
menunjukan sebagian besar petani berusia
>65 tahun dengan pendidikan setengahnya
merupakan lulusan SD. Lahan buah naga
yang mengalami pengurangan luas, dan
bersisa hanya 3 Ha saja disebabkan oleh
peraturan pertambangan yang belum tegas.
Pengalaman bertani pada umumnya telah
mencapai 6-10 tahun. Karena umur petani
yang sudah kurang produktif, perlunya
pengadaan penyuluhan bagi para pemuda
sebagai penerus bangsa terhadap usaha
reklamasi guna memperbaiki dan
menambah nilai guna lahan pasca
pertambangan pasir.
b. Kesesuaian Lahan Budidaya Buah
Naga
Selanjutnya, hasil dari observasi
lapangan dan pembelajaran literatur,
kemampuan buah naga terhadap lahan
bekas pertambangan memang dapat
dikatakan baik, dengan beberapa tekhnik
pengelolaan lahan, seperti pemberian
pupuk organik, tanaman buah naga dapat
tumbuh pada kondisi lahan bekas galian
pasir tersebut. Mrengingat tanaman buah
naga termasuk ke dalam keluarga kaktus,
kemampuan hidup di tanah yang panas dan
kurang air menjadi hal pendukung tanaman
tersebut dapat tumbuh di atas lahan bekas
pertambangan. Daya dukung lahan
terhadap syarat tumbuh buah nagan dapat
dilihat pada tabel 1.1.
Beberapa kondisi lahan yang tercipta
akibat kegiatan pertambangan, seperti
kondisi iklim mikro yang mengubah
kondisi suhu rata-rata di sekitar daerah
pertambangan menjadi salah satu daya
dukung kegiatan pembudidayaan buah
naga, mengingat buah naga merupakan
tanaman kaktus yang lebih menyukai
kondisi lahan dengan suhu tinggi. Selain
itu kondisi lahan yang didominasi pasir
merupakan daya dukung lain dalam
pemenuhan syarat media tanam buah naga.
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 3, Nomor 1, April 2015 | 5
Tabel 1.1 Daya dukung daerah
penelitian terhadap syarat tumbuh
buah naga
Kriteria Syarat
tumbuh
Kondisi
daerah
penelitian
Ket
Iklim;
-Curah hujan -Suhu
-Kelembapan
-780-1800
mm/thn -25º-36ºC
-70%-90%
-2000-2500
mm/thn -23º-29ºC
-80% - 82%,
-Tanaman bisa
tumbuh jika tidak tergenang
air/pengairan
tidak berlebihan -Cocok
-Cocok
Kriteria Syarat
tumbuh
Kondisi
daerah
penelitian
Ket
Tanah pH 5-7.5 dan kondisi tanah
yang bersifat
porous
pH 7.5, media pasir membantu
tanah semakin
porous
Cocok dapat tumbuh, asalkan
tetap diberi
bantuan pupuk organik
pengganti liat
Ketinggian tempat
0-350mdpl 750-800mdpl Kurang
cocok, namun
suhu di daerah
penelitian
mendukung
syarat tumbuh
Sumber : Hasil penelitian 2015
Selanjutnya, kondisi lahan seperti
kelembapan udara dan pH tanah memenuhi
syarat tumbuh buah naga. Tekhnologi yang
semakin maju diharapkan dapat merekayasa
lebih baik kondisi lahan yang kurang dalam
peruntukannya di dunia pertanian.
2. Pembahasan
a. Kondisi Lahan Bekas Pertambangan
Pasir
Kondisi Lahan Bekas Pertambangan
Pasir di Desa Cibereum Wetan menggunakan
tekhnik open pit meaning, artinya
pertambangan dilakukan dengan membuka
lapisan atas tanah atau topsoil, untuk
mendapatkan bahan galian. Vegetasi yang
ada ditebang atau dihilangkan bersama-sama
saat dilakukan pengupasan lapisan top soil
dengan alat berat (traktor).
Kondisi lahan bekas pertambangan
menunjukan kondisi kemiringan lereng yang
terganggu akibat kegiatan pertambangan.
Kondisi tanah yang berperan sebagai media
tanam pun mengalami perubahan kandungan
akibat kegiatan pertambangan tersebut. Dari
sempel tanah yang diambil berdasarkan
satuan lahan bekas pertambangan pasir,
dengan kondisi tanah yang seragam, berjenis
tanah regosol dengna kemiringan 8-15%.
Lahan bekas penggalian pasir di daerah
Desa Cibereum Wetan termasuk ke dalam
jenis lahan pasir dan pasir-batu. Ciri lahan
tersebut bertekstur kasar/pasir hingga
berbatu, tidak mempunyai kemampuan
menahan air dan mengikat unsur hara atau
mempunyai kemampuan kecil; struktur lepas
sehingga sangat peka terhadap erosi
(syekhfani 1993:2).
Maka kendala yang dihadapi bila lahan
bekas penggalian pasir akan dijadikan lahan
pertanian adalah daya pegang air rendah,
miskin unsur hara dan mudah mengalami
erosi. Reklamasi lahan meliputi perbaikan
sifat tanah agar tata air dan udara tanah
menjadi baik serta konsistensi lebih mantap,
kapasitas penahanan ion lebih besar, dan sifat
kimia berupa penambahan unsur-unsur hara
secara alami maupun masukan pupuk yang
seimbang. Perubahan kondisi tanah tersebut
dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perubahan kondisi tanah
bekas pertambangan pasir
6 | F. Aulia, dkk
Reklamasi Lahan Bekas Galian Pasir dengan Budidaya Buah Naga (Hylocherius polirhizus) di Desa
Cibereumn Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang
Sample
Reterensi
hara Kandungan hara
pH KTK C
% P N % K %
Lahan
sebelum
di
tambang
7,31 11,82 1,61 65,1 0,17 110,1
Lahan
bekas
galian C
7,54 11,75 0,57 71,5 0,02 44,7
Sumber : Hasil Penelitian, 2015
Tabel 2.1 menunjukan berkurangnya
sebagian besar unsur hara tanah yang
disebabkan kegiatan pembukaan lahan dan
penggalian pasir/kegiatan pertambangan.
Kondisi tanah yang tidak bisa mengikat
unsur hara, mempengaruhi berkurangnya
kandungan unsur C%, KTK, N%, dan K%.
Sedangkan kandungan P pada tanah pasca
tambang atau pada tanah bertekstur pasir
lebih tinggi dari pada tanah bertekstur
halus, hal tersebut diperkuat oleh pendapat
Olsen dan Watanabe (1963, dalam Utami
2009), dikarenakan kondisi tektur dan
kandungan air yang sedikit, pospor yang
pada umumnya dalam keadaan tidak larut,
tidak memungkinkan untuk masuk ke
dalam sel-sel akar. Selain kandungan P,
kandungan pH pun mengalami kenaikan,
diduga penambahan nilai pH disebabkan
oleh pemadatan tanah, tanah di lokasi,
paska penambangan pasir tergolong alkalis
atau pun cukup netral, Purwowidodo
(2005).
Daerah penelitian yang berupa lahan
bekas pertambangan memiliki kondisi
lahan yang sudah tidak memiliki topsoil,
dan didominasi pasir-bebatuan, sehingga
lahan sangat tidak cocok bagi pertumbuhan
tanaman. Lahan yang terbengkalai lama
hanya ditumbuhi oleh alang-alang dan
rerumputan liar. Pada gambar 2.1 kawasan
usaha pertambangan sebenarnya telah
melanggar aturan persebaran lahan
pertambangan yang telah ditentukan,
kawasan tersebut yang berpotensi menjadi
lahan buah naga. Kawasan tersebut
memiliki kemiringan yang relatif rendah
hingga sedang, dengan jenis tanah regosol
dan jenis iklim tipe C, menurut Schimdt
Ferguson.
Gambar 2.1 Peta Kawasan Tambang
Desa Cibereum Wetan
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 3, Nomor 1, April 2015 | 7
b. Tekhnik Pembudidayaan Buah Naga
pada lahan bekas pertambangan pasir
Umumnya proses pembudidayaaan
buah naga pada laan bekas pertambangan
sama seperti proses budidaya yang lain,
namun yang membedakan adalah pada
proses persiapan lahan, penanaman, dan
pemiliharaan.
1) Tahap persiapan
Tahan persiapan lahan dimulai dengan
kegiatan perataan lahan bekas
pertambangan menggunakan Excavator/
alat perata tanah, penggunaan alat ini dapat
mempercepat waktu perataan pada proses
persiapan lahan.
Umumnya kondisi lahan bekas
pertambangan diatur dengan membuat
teras atau jenjang menggunakan back hoe.
Dalam proses terasering dilakukan
pengerukan pada lereng bagian atas dan
samping, hasil penggerukan digunakan
untuk menimbun lubang bekas tambang.
Pengerukan dilakukan pada lereng bagian
atas dan samping. Hasil pengerukan
digunakan untuk menimbun lubang bekas
tambang dan pembuatan jenjang/teras pada
lahan. Skema bentuk teras dalam
penggarapan kebun reklamasi dapat dilihat
pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Illusi Skema Bentuk Teras
Kebun Reklamasi
Sumber : Hasil analisis 2015 diolah
(KPP Konservasi, 2006)
Keterangan :
A : Bentuk lereng asli
B : Solokan teras
C : Lahan untuk tanaman
D : Urugan tanah
E : Tanaman penutup
F : Tanah galian
Namun, berdasarkan hasil observasi
dan wawancara di lapangan, persiapan
lahan buah naga tidak semua menggunakan
tekhnik terrasering, artinya dalam perataan
lahan dengan kondisi kemiringan yang
rendah dapat langsung dikelola untuk
persiapan penanaman. Kemiringan lereng
lahan buah naga pada daerah penelitian
tidak begitu beragam, kemiringannya
berkisar 5%-10%, atau masuk ke dalam
jenis kemiringan rendah. Dalam persiapan
lahan buah naga pada lokasi penelitian
tidak dibuat parit, karena kondisi lahan
yang memiliki drainase yang sangat baik,
dengan kandungan pasir yang banyak
8 | F. Aulia, dkk
Reklamasi Lahan Bekas Galian Pasir dengan Budidaya Buah Naga (Hylocherius polirhizus) di Desa
Cibereumn Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang
dapat meloloskan air dengan sangat baik
sehingga tanah tidak dapat menyimpan air
dalam kandungan yang besar. Kondisi ini
mendukung kegiatan reklamasi yang lebih
ekonomis dalam persiapan lahan. Perataan
lahan untuk budidaya buah naga dapat
dilihat pada gambar 2.3, dan Gambar 2.4
menunjukan kondisi lahan budidaya buah
naga pada lahan reklamasi.
Gambar 2.3 Illusi Bentuk Lahan
Budidaya Buah Naga
Sumber : Hasil analisis 2015
Keterangan :
A : Bentuk lereng asli
B : Barisan tanaman buah naga
C : Tanaman Gamal
D : Lahan 1
E : Lahan 2
F : Lahan 3
Gambar 2.4 Kondisi Lahan Budidaya
Buah Naga
Sumber :Dokumentasi penelitian
Penanaman yang nanti akan dilakukan
diikuti dengan penanaman tanaman penutup
tanah yang berfungsi sebagai tanaman
konservasi. Tanaman tersebut berfungsi
penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia,
dan biologis tanah, juga dapat mengurangi
erosi.Tanaman yang digunakan dalam lahan
budidaya adalah Tanaman Gamal (Gliricidia
sepium), atau dalam bahasa daerah disebut
tanaman Cembreng. Karena kepentingannya
sebagai pakan ternak juga pelindung tanah,
tanaman ini sangat cocok dipadukan dengan
tanaman buah naga dalam suatu lahan bekas
galian C. Gambar 2.5 merupakan gambar
tanaman gamal pada lahan budidaya buah
naga.
Gambar 2.5 Tanaman Gamala
Sumber :Dokumentasi penelitian
2) Tahap penanaman
Perakaran buah naga memerlukan
tanah yang gembur karena perakaran
merayap di permukaan tanah, sehingga
tanah yang digunakan tidak memiliki
kandungan liat yang tinggi. Pemanfaatan
lahan bekas pertambang C yang
merupakan pasir adalah salah satu syarat
persiapan media tanam buah Naga, dimana
dalam pengelolaannya ditambah oleh
pupuk kambing Etawa sebanyak 30 Kg
untuk setiap alur sepanjang 4 m. Uniknya
dalam persiapan media tanam buah naga
ini tidak mengunakan penambahan media
tanah, melainkan memperbanyak
komposisi pupuk organik/pupuk kambing
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 3, Nomor 1, April 2015 | 9
Etawa dalam proses persiapan tanamnya.
Pada proses pemupukan ini pun tidak
diberikan pupuk buatan, semakin banyak
pupuk yang diberikan, semakin bagus
pertumbuhan buah naga.
Dikarenakan komoditas kambing
peranakan etawa merupakan komoditas
awal yang dilakukan oleh kelompok tani
Simpay Tampomas, mengelolahan lahan
kembali menjadi sangat ekonomis.
Mengingat penambahan tanah liat yang
merupakan cara ideal mengubah tekstur
kasar menjadi lebih halus, masih dinilai
kurang ekonomis karena lokasi tanah liat
jauh dari lokasi tanah pasir. Penggunaan
pupuk organik adalah salah satu
rekomendasi ekonomis dalam perbaikan
kondisi fisik tanah, karena seperti halnya
liat, bahan organik dapat meningkatkan
daya pegang air (water holding capacity)
maupun daya ikat hara (cation exchange
capacity), Syekhfani (1993). Pemupukan
biasanya dilakukan dua kali dalam setahun
pada awal dan akhir musm hujan sebanyak
5-10 kg.
Untuk berbagai pertimbangan,
pemakaian pupuk organik sangatlah
penting pada lahan reklamasi karena selain
sebagai pengganti liat, juga merupakan
sumber unsur hara tambahan untuk
kesuburan tanah dan pertumbuhan
tanaman.
Pada penanaman sistem tiang panjatan
kelompok dilakukan dengan jarak tanam
10 cm dari tiang panjatan. Keempat stek
ditanam mengelilingi tiang panjatan.
Keempat bibit tersebut diikat pada tiang
panjatan menggunakan tali yang lunak agar
bibit tidak mudah jatuh. Pengikatan
dilakukan dengan hati-hati tidak boleh
terlalu kuat agar batang tanaman tidak
terluka. Batang tanaman yang terluka akan
mudah terserang penyakit, terutama
pembusukan batang. Lakukan penyiraman
awal setelah penanaman selesai.
Pohon buah naga dapat bertumbuh
pesat dalam beberapa bulan. Kecepatan
pertumbuhan tersebut sangat dipengaruhi
oleh intensitas pemupukan dan jumlah
pupuk organik yang diberikan. Ketika
pohon mencapai ketinggian yang sejajar
dengan tiang, ujung tanaman perlu
dipotong agar terbentuk agar terbentuk
percabangan baru. Cabang yang terbentuk
harus terdiri dari 4-6 cabang saja. Jika
cabang terlalu banyak, dapat
mengakibatkan penurunan produksi buah.
Pada tahun pertama biasanya
ditemukan tiang beton yang tidak kuat
menompang tanaman karena lahan tanam
yang kurang padat, sehingga petani buah
naga biasanya menambahkan tiang beton
sisa untuk menompan tanaman buah naga
di ke empat sisi tiang panjatan utama.
Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar
2.6.
10 | F. Aulia, dkk
Reklamasi Lahan Bekas Galian Pasir dengan Budidaya Buah Naga (Hylocherius polirhizus) di Desa
Cibereumn Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang
Gambar 2.6 Penambahan Tiang
Penyangga pada Kondisi Tiang
Penyangga Utama yang Tidak Stabil
Sumber :Dokumentasi penelitian
3) Tahap Pemeliharaan
Tanaman buah naga yang termasuk ke
dalam keluarga kaktus tidak memerlukan
banyak air sehingga tidak perlu sering
disiram, dengan kondisi curah hujan yang
sedang pada daerah penelitian penyiraman
mengandalkan sistem tadah hujan. Lahan
yang ditanami buah naga sulit menahan air
karena didominasi oleh batuan dan pasir,
ditanggulangi dengan pemanfaatan mulsa
pada areal pertanaman. Mulsa tersebut berasal
dari limbah pertanian dan limbah perternakan.
Lama kelamaan mulsa itu akan membusuk
sehingga berperan sebagai pupuk dan mampu
memperlambat air meresap ke tanah, dan
menghambat penguapan.
Keuntunggan selanjutnya dari pemilihan
buah naga sebagai komoditas budidaya di atas
lahan bekas galian pasir, adalah pertahanan
dari hama penyakit. Buah naga yang dirawat
dengan baik pada lahan bekas pertambangan
sangat kuat akan hama penyakit, gangguan
tanaman biasanya terjadi pada musim
kemarau berupa bekicot. Namun penanganan
hama ini dapat diatasi dengan baik karena
adanya perternak bebek yang memerlukan
bekicot tersebut untuk pakan bebek. Sehingga
petani buah naga tidak harus mengeluarkan
biaya dalam pembersihan hama bekicot
tersebut.
c. Analisis Usaha Tani Buah Naga pada
Lahan Bekas Pertambangan
Buah naga merah (hylocereus polyrhizus)
harganya lebih mahal dibandingkan jenis
buah naga lainnya, karena buah naga merah
lebih manis dibandingkan dengan buah naga
lainnya. Harga yang diterapkan di tingat
petani adalah harga borongan, yakni Rp.
25.000. Petani mitra merasa keberatan jika
menggunakan sistem grade atau kelas buah
naga, karena hampir sebagian besar atau
sebesar 60% buah naga yang dihasilkan pada
daerah penelitian termasuk ke dalam
grade/kelas C. Tingkatan kelas buah naga
ditentukan menurut berat buah, ukuran buah
ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah pengelolaan tanam yang baik.
Kelompok tani Simpay Tampomas
menjual hasil panen buah naga dalam bentuk
buah segar dan hasil olahan. Untuk buah segar
dalam skala kecil biasanya dijual ke pedagang
buah keliling atau ke pasar di sekitar
Kabupaten Sumedang, Bandung, dan
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 3, Nomor 1, April 2015 | 11
Indramayu. Sedangkan dalam jumlah besar
biasanya dikirim ke luar kota seperti Jakarta,
Bogor, Kalimantan, dan lain-lain. Buah naga
dari Desa Cibeureum Wetan ini juga telah
diekspor untuk memenuhi permintaan pasar
negara-negara Eropa dan Timur Tengah.Buah
naga segar dijual seharga Rp 25.000,00/kg
secara borongan, dan Rp 30.000,00-Rp
35.000,00/kg secara eceran. Tabel 2.2
Menunjukan hasil dari analisis buah naga
seluas 1 Ha selama 6 tahun terakhir dari awal
produksi.
Tabel 2. 2 Penerimaan, keuntungan usaha
tani dan analisis R/C buah naga
Tahun Hasil
Panen Penerimaan
Biaya
produksi Keuntungan R/C
1 0 0 198.335.000 -198.335.000 0
2 4000 100.000.000 23.369.000 76.631.000 4,3
3 6000 150.000.000 23.369.000 126.631.000 6,4
4 9000 225.000.000 23.369.000 201.631.000 9,6
5 12.500 312.500.000 23.369.000 289.131.000 13,4
6 18.750 468.750.000 23.465.000 445.285.000 19,9
Jumlah 50.250 1.256.250.000 315.276.000 940.974.000
Sumber : Hasil Penelitian, 2015
Dari analisis yang telah dilakukan, dapat
dilihat keuntunggan yang diterima dalam
waktu kurun 6 tahun pembudidayaan, dengan
hasil panen meningkat hampir 50% setiap
tahunnya.
Pada tahun pertama baru dilakukan
kegiatan pengelolaan lahan dan penanaman
bibit, sehingga nilai R/C ratio = 0, artinya
setiap penambahan biaya Rp. 1,- tidak akan
mendapatkan penambahan penerimaan.
Sedangkan di tahun berikutnya, nilai R/C ratio
menunjukan kenaikan >1, artinya setiap
penambahan biaya Rp.1,- akan mendapatkan
menerimaan tambahan sebanyak Rp.4,3 dan
seterusnya. Dapat dilihat pada tabel 4.13 ,
nilai R/C tahun selanjutnya selalu
menunjukan >1, artinya usaha tani buah naga
efisien atau layak untuk diusahakan.
Perhitungan R/C ratio dan data biaya
Parameter Lahan bekas galian C Lahan budi daya
Iklim - -
Kemiringan
lereng 8%-60% ≤10%
Fisik tanah
Tekstur
Pasir 61 10
Debu 27 52
Liat 12 38
Kelas tekstur Lempung berpasir/sandy
loam
Lempung liat
berdebu/silty clay loam
Struktur stuktur tunggal Glanular
Kimia tanah
pH 7,54 5,73
KTK 11,75 12,37
C % 0,57 1,49
N 0,02 1,892
P bray 1 (ppm) 71,54 75,86
K mg/100g 44,7 71,4
Biologis tanah
mikroorganisme ( x 106 spk/g)
26,0 74,0
12 | F. Aulia, dkk
Reklamasi Lahan Bekas Galian Pasir dengan Budidaya Buah Naga (Hylocherius polirhizus) di Desa
Cibereumn Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang
pengeluaran, pemasukan, dan penerimaan
dapat dilihat pada lembar lampiran.
c. Perubahan Lahan Pasca Reklamasi
Sistem pertanian terpadu lebih
mempengaruhi terhadap kondisi tanah pada
lahan budidaya, diantaranya sifat fisik tanah,
kimia tanah, dan biologis tanah. Perubahan
yang terjadi disebabkan oleh pengelolaan da
penataan lahan yang baik dan penanaman
tanaman konservasi yang dilakukan juga
dalam perbaikan lahan pada kegiatan
reklamasi di Desa Cibereum Wetan.
Perubahan kondisi tanah pada daerah
penelitian dapat dilihat pada table 2.3.
Tabel 2.3 Perubahan Kondisi Lahan
pada Lahan Bekas Galian C dengan
Lahan Budidaya Buah Naga
Sumber : Hasil Penelitian, 2015
Dari faktor fisik yang ada, kondisi iklim
tidak mengalami perubahan, karena buah naga
meruakan tanaman gurun yang tidak banya
memiliki daun, sehingga produksi oksigen
atau pengaruh terhadap suhu tidak begitu
besar. Selain itu adalah kondisi kemiringan
lereng, jika mengacau pada peta kemiringan
lereng, kondisi kemirigan lereng pada lahan
bekas pertambangan memiliki kemiringan
yang beragam dari sedang hingga terjal,
tergantung pada lamanya lahan ditambang.
Sedangan kemiringan lereng pada lahan
reklamasi, sudah dilakukan perataan lahan,
dan beberapa lahan diberi tanah liat tambahan
sehingga kemiringan lereng dkatakan rendah.
Pada lahan budidaya buah naga, kemiringan
lereng <8%. Perubahan kondisi kemiringan
lereng dapat dilihat pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Perbandingan Kondisi
Kemiringan Lereng pada Lahan Bekas
Pertambangan dan Lahan Budidaya
Sumber: Dokumentasi penelitian
Selanjutnya, perubahan kondisi lahan,
terjadi pula terhadap sifat tanah, diantaranya;
1) Sifat Fisik Tanah
Proses reklamasi yang telah dilakukan
telah mengubah sifat fisik tanah, pada saat
tanah terbengkalai sebagai lahan bekas galian
C, kandungan pasir menunjukan jumlah yang
tinggi sebanyak 61%, debu 27%, dan liat
terkandung sebagian kecil sebanyak 12%, hal
tersebut merupakan penyebab tingginya daya
serap air, dan tanah yang cepat mengering
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 3, Nomor 1, April 2015 | 13
karena tidak bisa menyimpan air. Dalam
kondisi demikian tidak ada tanaman pangan
yang dapat tumbuh, sehingga produktivitas
lahan tidak maksimal. Perubahan tekstur
terlihat jelas ketika reklamasi dilakukan,
penambahan pupuk organik, penanaman
tanaman konservasi, dan dipadukan dengan
budidaya buah naga yang dapat hidup pada
kondisi lahan pasca galian pasir, telah
meningkatkan sifat tanah berupa penurunan
kandungan pasir menjadi 10%, dan
penigkatan kandungan lainya yaitu debu 52%
dan liat 38% . Hal tersebut menunjukan
tekstur tanah yang lebih halus karena
memiliki persentase debu dan liat yang lebih
tinggi, artinya kemampuan tanah menahan air
lebih tinggi dari pada kondisi tanah
sebelumnya. Gambar 2.8 merupakan diagram
yang menunjukan perbandingan perubahan
kandungan tekstur pada lahan bekas
pertambangan dan lahan rekalamasi
Gambar 2.8 perbandingan perubahan
kandungan tekstur pada lahan bekas
pertambangan dan lahan rekalamasi
Sumber: : Hasil penelitian 2015
Kegiatan penggalian pasir telah mengubah
stuktur awal tanah, menghilangkan lapisan top
soil, dan menyisakan bekas-bekas galian
berupa pasir dan batuan-batuan. Kondisi
tersebut menghancurkan stuktur tanah
menjadi pertikel-pertikel tanah yang
lepas/tidak terikat satu sama lainnya.
Penggunaan pupuk organik sebagai pengganti
liat pada daerah penelitian mengubah secara
sifat fisik tanah, sehingga struktur tanah lebih
memiliki daya porositas dan kerapatan
limbak/bulk desinty dan permeabilitas yang
baik untuk pertumbuhan tanaman buah naga.
2) Sifat Kimia Tanah
Terpilihnya buah naga sebagai komoditas
budidaya pada kegiatan reklamasi di daerah
penelitian, telah mengubah nilai pH yang
awalnya bernilai 7,54 (agak basa) menjadi
5,73 (agak masam). Perubahan dratis tersebut
dipengaruhi oleh penambahan pupuk organik
berupa pupuk kambing etawa yang berperan
seperti sulfur, disamping dapat meningkatkan
0
10
20
30
40
50
60
70
Pasir Debu Liat
61
27
1210
52
38
Persentase perubahan kandungan tekstur
Lahan bekas galian C Lahan budi daya
14 | F. Aulia, dkk
Reklamasi Lahan Bekas Galian Pasir dengan Budidaya Buah Naga (Hylocherius polirhizus) di Desa
Cibereumn Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang
kesuburan tanah, juga dapat menurunkan nilai
pH tanah (Buckman dan Brady, 1982) , jika
diberikan pada tanah dengan jumlah yang
banyak. Sedangkan hasil dari uji KTK pada
kedua daerah penelitian, dimana lahan
budidaya yang memiliki kandungan liat dan
bahan organik yang lebih tinggi memiliki
KTK yang jauh lebih tinggi senilai 12,37%
dibandingkan dengan kandungan KTK pada
lahan bekas galian C senilai 11,75% yang
memiliki banyak kandungan pasir.
Kondisi unsur hara dalam bentuk C
Organik, P-potensial. N dan K juga
mengalami perubahan akibat aktifitas
reklamasi. Penambahan pupuk organik dan
bertambahnya aktifitas biologis menjadi
alasan utama dalam bertambahnya kandungan
unsur hara yang ada di dalam tanah. Gambar
2.5 merupakan diagram perubahan sifat kimia
tanah dari lahan bekas pertambangan pasir
dengan kondisi sifat kimia tanah pada lahan
reklamasi.
Gambar 2.5 Perubahan sifat kimia tanah
pada lahan bekas pertambangan dan lahan
reklamasi
Sumber : Hasil penelitian 2015
3) Sifat Biologi Tanah
Kandungan mikroorganisme pada tanah
sangat penting karena selain sebagai
perombak dan pembentuk tanah,
mikroorganisme juga berfungsi dalam
penyediaan unsur hara bagi tanaman.
Persentase perubahan kandungan
mikroorganisme tanah dapat dilihat pada
gambar 4.31.
Pada gambar 4.31, terlihat perubahan
nyata perubahan persentase kandungan
mikroorganisme pada tanah bekas galian C
senilai 26% menjadi 74% pada tanah budi
daya. Kondisi lahan bekas tambang yang
tidak ditumbuhi banyak vegetasi menjadi
penyebab kurangnya kandungan
mikroorganisme pada tanah, sehingga
menyebabkan kurangnya unsur hara yang
terkandung dalam, maka dapat dikatakan
bahwa kandungan mikroorganisme yang
7.54 11.75
0.57 0.02
71.54
44.7
5.73
12.37
1.49 1.892
75.8671.4
0
10
20
30
40
50
60
70
80
pH KTK C % N P bray 1(ppm)
K mg/100g
Perubahan sifat kimia tanah
Lahan bekas galian C Lahan budi daya
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 3, Nomor 1, April 2015 | 15
tinggi menunjukan kondisi lahan yang
subur.
Gambar 2.5. Perubahan kandungan
mikroorganisme tanah
Sumber : Hasil penelitian 2015
Kandungan mikroorganisme pada
tanah budidaya tersebut dihasilkan dari
kegiatan penanaman tanaman konservasi
dan pemupukan pada lahan budidaya.
KESIMPULAN
Kegiatan pertambangan yang telah
menghilangkan lapisan atas tanah (topsoil)
dan kondisi lahan yang umumnya tidak
ditumbuhi tanaman, menjadikan tanah
memiliki sedikit unsur hara, dimana
kandungan C-organik, N, dan K menurun
Sedangkan kandungan P tersedia
meningkat disebabkan oleh kondisi tekstur
yang sabagian besar adalah pasir yang
tidak bisa menahan air, selain itu
pemadatan tanah akibat kegiatan
penambangan menjadikan nilai pH
bertambah, sehingga menyebabkan nilai
KTK tanah berkurang dari kondisi awal.
Kontribusi kegiatan budidaya buah naga
dalam kegiatan reklamasi bekas galian C
merupakan tindakan yang cerdas, tekhnik
pembudidayaan menjadi lebih sederhana
karena kondisi lahan pada dasarnya
mendukung syarat tumbuh buah naga, dan
kegiatan pertanian lainnya seperti
peternakan kambing etawa menjadikan
budidaya buah naga di atas lahan bekas
pertambangan lebih ekonomis, disamping
nilai R/C pada analisis budidaya >1 dalam
6 tahun terakhir dengan penerimaan yang
bertambah 50% tiap tahunnya. Kegiatan
reklamasi yang telah dilakukan telah
mengubah nilai kesuburan tanah,
diantaranya perubahan kondisi tekstur,
ynag telah menurunkan kandungan pasir
dari 60% hingga 10%, dan menigkatkan
kandungan lainnnya, sehingga mengubah
kelas tekstur tanah dari lempung berpasir
menjadi lempung liat berdebu. Stuktur
tanahpun berubah menjadi pengikat air
yang baik, dan dapat menyimpan unsur
hara. Reterensi hara berupa pH mengalami
penurunan menjadi lebih masam senilai
5,73%, penurunan itu disebabkan oleh
penggunaan pupuk organik yang berfungsi
pula sebagai sulfur, sehingga mengurangi
nilai pH tanah. Dengan penurunan nilai pH
kenaikan nilai KTK pun terjadi pada lahan
reklamasi. Selanjutnya kegiatan
pemupukan dan aktivitas vegetasi yang ada
mengubah kandungan unsur hara
diantaranya niali C-organik , P-potensial,
N, K, dan kandungan biologis tanah berupa
kandungan mikroorganisme. Kandungan
10
30
50
70
mikroorganisme ( x 106 spk/g)
26
74
Persentase perubahan kandungan mikroorganisme
Lahan bekas galian C Lahan budi daya
16 | F. Aulia, dkk
Reklamasi Lahan Bekas Galian Pasir dengan Budidaya Buah Naga (Hylocherius polirhizus) di Desa
Cibereumn Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang
tersebut merupakan unsur penting dalam
pertumbuhan buah naga dan kesuburan
tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Hardjadinata, Sinatra. 2011. Budidaya
Buah Naga Super Red Secara
Organik. Penebar swadaya. Bogor
Hardjowigeno, Sarwono. 2010. Klasifikasi
Tanah dan Pedogenesis. Akapres.
Bandung.
Kartasapoetra, G. Dkk. 2010. Tekhnologi
Konservasi Tanah dan Air. Rineka
Putra. Jakarta
Purwowidodo. 2005. Mengenal Tanah.
Bogor: Laboratorium Pengaruh Hutan,
Jurusan Manajemen Hutan, Institut
Pertanian Bogor.
Rivai, Bahtiar. 1980. Ilmu Usahatani.
Erlangga: Jakarta.
Buckman, H.O and N.C Brady. 1989.Ilmu
Tanah. Terjemahan Soegiman. Bhatara
Karya Aksara, Jakarta
Sumber Dokumen
Departemen Kehutanan, Direktorat
Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial. 1997. Pedoman
Reklamasi Lahan Tambang. Jakarta :
Dephut
KPP Konservasi, 2006. Ensiklopedi Bahan
Galian Indonesia, Seri Batugamping,
Pusat Sumber Daya Geologi,
Bandung.
Jamulya dan Sunarto.1991. Evaluasi
Sumberdaya Lahan. Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Supendi, Pepen. 2012. Reklamasi Lahan
Bekas Penambangan Pasir Darat Di
Desa Cibereum Kecamatan Cimalaka
Kabupaten Sumedang. [Kertas Keja
Wajib]. Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral Badan
Pendidikan Pelatihan Energi dan
Sumber Daya Mineral PTK
AKAMIGAS-STEM.
Syehfani. 1993. Peruntukan lahan wilayah
pertambangan bahan galian golongan
c (sedimen lepas). Lokakarya petunjuk
reklamasi lahan bekas penambangan
bahan galian c. Bapeldada Jatim.
Malang 28-30 Oktober 1993.
Utami, Nur.2009. Kajian Sifat Fisik, Sifat
Kimia Dan Sifat Biologi Tanah Paska
Tambang Galian C Pada Tiga
Penutup Lahan.[Artikel Skripsi] pda
Departemen Silvikultur. Bogor: IPB.
Sumber Internet
Arief sujendro, Ganda.2013. Reklamasi
dan revegetasi tanaman pada lahan
bekas tambang di Sulawesi selatan.
Tersedia di http://gandaa.blogspot.com.
diakses pada 29 Oktober 2014.
Suprapto, Sabtanto. Tinjauan Reklamasi
Lahan Bekas Tambang Dan Aspek
Konservasi Bahan Galian, Pusat
Sumber Daya Geologi. Tersedia di
http://psdg.bgl.esdm.go.id/index.php?o
ption=com_content&view=article&id=
609&It. Diakses pada 23 Oktober 2014.