Post on 04-Aug-2015
Hipertensi Grade 1, Obesitas, Sindroma Dispepsia pada Ibu Rumah
Tangga dengan Stressor Konflik dengan Anak Bungsunya
Abstrak
Latar belakang
Hipertensi merupakan epidemik diseluruh dunia. Prevalensi hipertensi di Indonesia telah
mencapai 17-21 % dari total penduduk. Faktor resiko hipertensi, antara lain,faktor genetik,
lingkungan, hormon ,system kadiovaskuler,volume cairan tubuh dan factor lainnya seperti
obesitas, asupan tinggi garam, alcohol,merokok, Resistensi insulin, dislipedemia, stress dan usia
diatas 50 tahun. Dispepsia merupakan keluhan yang sangat umum, terjadi pada lebih dari
seperempat populasi, tetapi hanya kurang lebih seperempatnya berkonsultasi ke dokter.
Dispepsia juga merupakan istilah non spesifik yang dipakai pasien untuk menjelaskan keluhan
perut bagian atas. Gejala tersebut bisa berupa nyeri atau tidak nyaman, kembung, banyak flatus,
rasa penuh, bersendawa, cepat kenyang dan borborygmi ( suara keroncongan dari perut ). Gejala
ini bisa akut, intermiten atau kronis. Stress juga merupakan salah satu factor pemicu terjadinya
hipertensi dimana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu).
Selain itu stress juga dapat dapat mengubah sekresi asam lambung, motilitas dan vaskularisasi
saluran pencernaan sehingga menyebabkan peningkatan asam lambung. Untuk itulah partisipasi
anggota keluarga sangat penting dan diperlukan dalam hal penatalaksanaan untuk pasien. 4,6,7,10
Tujuan
Diketahui faktor internal dan eksternal pasien dalam penatalaksanaan hipertensi derajat I
terkontrol,obesitas dan sindroma dyspepsia melalui pendekatan keluarga.
Metode
Pendekatan kedokteran keluarga dengan cara kunjungan rumah, evaluasi, intervensi serta
referensi kepustakaan pada pasien dengan hipertensi grade I terkontrol,obesitas dan sindrom
dyspepsia.
Hasil dan Kesimpulan
Klinis pasien membaik dan coping score keluarga juga membaik. Pasien sudah berupaya unutk
mengubah pola makan dan berolahraga teratur. Pemahanan keluarga terhadap penyakit hipertensi
sudah meningkat, keluarga juga berupaya memperbaiki komunikasi serta berusaha meningkatkan
kesehatan keluarga.
Kata kunci
Hipertensi grade I,obesitas,sindrom dyspepsia, pendekatan keluarga
Abstract
Background
Hypertension is a worldwide epidemic. Prevalensi hypertension in Indonesia has reached 17-
21% of the total population. Risk factors of hypertension, in particular, genetic factors,
environment, hormones, kadiovaskuler system, the volume of body fluids and other factors such
as obesity, high consumption of salt, alcohol, smoking, insulin-ristensi, dislipedemia, stress and
age over 50 years. Dyspepsia is a very common complaint that occur in more than a quarter of
the population, but only about a quarter to see a doctor. Indigestion as nonspecific term used to
describe patients with upper abdominal complaints. Symptoms may include pain or discomfort,
bloating, gas, belching, feeling a sense of the rapid saturation and borborygmi (voice of crash
from the abdominal cavity). These symptoms may be acute, recurrent or chronic. Stress is one of
the factors causing occurrence of hypertension, in which the relationship between stress with
suspected hypertension by increasing neuronal activity of the sympathetic nervous system can
increase blood pressure in intermittent (unpredictable). Furthermore stress can also can change
the secretion of gastric acid, mobility and vascularization of the digestive tract, causing increased
gastric acid. For the participation of a family member that is a very important and necessary in
terms of management for patients. 4,6,7,10
Purpose
To identify internal and external factors in the management of patients with hypertension stage I
controlled, obesity and syndrome of dyspepsia through a family approach.
Method
Family medicine approach by history talking,physical examination, home visit, evaluation,
intervention and reference literature on patient with hypertension stage I controlled, obesity and
syndrome of dyspepsia.
Result
Clinical improvement in the assessment of the patient and his family are also improved. The
patient tried to change his diet and exercise on a regular basis. Pemahanan families of
hypertension increased family also seeks to improve communication and work to improve the
health of the family.
Keyword : hypertension stage I controlled, obesity, syndrome of dyspepsia, Family medicine.
Pendahuluan
Hipertensi merupakan penyakit sirkulasi
darah yang terbanyak pada rawat jalan
maupun rawat inap di Rumah Sakit. Hasil
pencatatan dan pelaporan Rumah Sakit
(SIRS, Sistem Informasi Rumah Sakit)
menunjukkan kasus baru penyakit system
sirkulasi darah terbanyak pada kunjungan
rawat jalan maupun jumlah pasien rawat
inap dengan diagnosis penyakit Hipertensi
tertinggi pada tahun 2007. Lebih kurang
seperlima dari seluruh penduduk dewasa di
seluruh dunia diperkirakan mengalami
hipertensi. Prevalensi di seluruh dunia
diperkirakan mencapai 1 miliar orang
dengan angka kematian mencapai 7,1 juta
orang per tahun. Mengingat hipertensi
bersifat kronis, diperlukan penatalaksanaan
jangka panjang dan holistik serta dukungan
keluarga. Penatalaksanaan hipertensi
bertujuan untuk menurunkan mortilitas dan
morbiditas penyakit-penyakit yang
merupakan komplikasi dari hipertensi antara
lain penyakit kardiovaskuler dan ginjal.
Penurunan tekanan darah hingga mencapai
tekanan darah target berhubungan dengan
penurunan resiko komplikasi.1,4,6,10
Sindroma dispepsia lebih dikenal
masyarakat umum sebagai penyakit maag
(walaupun sebenarnya kurang tepat, karena
maag berasal dari bahasa Belanda, yang
berarti lambung. Padahal keluhan yang
muncul pada penyakit maag tidak selalu
berasal dari lambung). Prevalensi penyakit
ini beragam, sebagian besar penelitian
menunjukkan, hampir 25 % orang dewasa
mengalami gejala dyspepsia pada suatu
waktu dalam hidupnya.Suatu survey
menyebutkan, sekitar 30% orang yang
berobat ke dokter umum disebabkan
gangguan saluran cerna terutama dyspepsia.
Dan 40 – 50 % yang datang ke specialis
disebabkan gangguan pencernaan, terutama
dyspepsia.6
Obesitas adalah kelebihan berat badan
sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh
yang berlebihan.Setiap orang memerlukan
sejumlah lemak tubuh untuk menyimpan
energi, sebagai penyekat panas, penyerap
guncangan dan fungsi lainnya. Rata-rata
wanita memiliki lemak tubuh yang lebih
banyak dibandingkan pria. Perbandingan
yang normal antara lemak tubuh dengan
berat badan adalah sekitar 25-30% pada
wanita dan 18-23% pada pria. Wanita
dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria
dengan lemak tubuh lebih dari 25%
dianggap mengalami obesitas. Seseorang
yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi
dari nilai tengah kisaran berat badannya
yang normal dianggap mengalami obesitas.
Stress merupakan masalah yang memicu
terjadinya hipertensi dimana hubungan
antara stress dengan hipertensi diduga
melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan
saraf dapat menaikan tekanan darah secara
intermiten (tidak menentu). Stress yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan
tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal
ini belum terbukti akan tetapi angka
kejadian di masyarakat perkotaan lebih
tinggi dibandingkan dengan di pedesaan.
Stres tidak menyebabkan hipertensi yang
menetap, tetapi stress berat dapat
menyebabkan kenaikan tekanan darah yang
nersifat sementara yang sangat tinggi. Jika
periode stress sering terjadi maka akan
mengalami kerusakan pada pembuluh darah,
jantung dan ginjal sama halnya seperti yang
menetap.2,4
Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang
vasokontriktor. Individu dengan hipertensi
sangat sensitif terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat
bersamaan dimana sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respon
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal
mengsekresi epinefrin yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapt
memperkuat respon vasokontriktor
pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke
ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin
II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan
volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetus keadaan hipertensi.2
Selain dapat meningkatakan tekanan darah,
factor stress juga dapat menyebabkan
peningkatan asam lambung dengan cara
mengubah sekresi asam lambung, motilitas
dan vaskularisasi saluran pencernaan,
sehingga menyebakan gejala-gejala
dyspepsia. Meskipun belum diketahui secara
pasti penyebabnya, beberapa penelitian
menghubungkan pepsinogen serum yang
tinggi dapat menimbulkan gejala-gejala
dyspepsia dan menurunkan proteksi mukosa
lambung.5,6
Penatalaksanaan yang dilakukan tidak hanya
dilakukan oleh pasien saja tapi juga
memerlukan partisipasi keluarga dalam
penatalaksanaan masalah kesehatan yang
ada, apalagi salah satu sumber masalahnya
adalah anggota keluarga itu sendiri
Tinjauan Pustaka
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah
yang sama atau melebihi 140mmHg sistolik
dan / atau sama atau melebihi 90 mmHg
diastolik pada seseorang yang tidak sedang
makan obat anti hipertensi.4
Diagnosis
Klasifikasi berdasarkan hasil rata-
rata pengukuran tekanan darah yang
dilakukan minimal 2 kali tiap
kunjunagan atau lebih dengan
menggunakancuff yang meliputi
yang meliputi minimal 80% lengan
atas pada pasien dengan posisi duduk
dan telah beristirahat 5 menit.
Tekanan sistolik = suara fase 1 dan
tekanan diastolik = suara fase 5
Pengukuran pertama harus pada
kedua sisi lengan untuk
menghindarkan kelainan pembuluh
darah perifer
Pengukuran tekanan darah pada
waktu berdiri diindikasikan pada
pasien dengan
risiko hipotensi postural (lanjut usia,
pasien DM, dll)
Faktor risiko kardiovaskular:
- Hipertensi
- Merokok
-Obesitas (IMT >30)
- Inaktivitas fisik
- Dislipidemia
- Diabetes melitus
-Mikroalbuminuria atau LFG <60
ml/menit
-Usia (laki-laki > 55 tahun,
perempuan >65 tahun)
-Riwayat keluarga dengan penyakit
kardiovaskular dini (laki-laki <55
tahun atau
perempuan <65 tahun)
Kerusakan organ sasaran :
- Jantung: hipertrotrofi ventrikel kiri,
angina atau riwayat infark miokard,
riwayat revaskularisasi koroner,
gagal jantung
- Otak: strok atau transient ischemic
attack(TIA)
- Penyakit ginjal kronik
- Penyakit arteia perifer
- Retinopati
Penyebab hipertensi yang telah
diindetifikasi: sleep apnea, akibat
obat atau berkaitan dengan obat,
penyakit ginjal kronik,
aldosteronisme primer, penyakit
renovaskular, terapi steroid kronikn
dan sindrom cushing,
feokromositoma, koarktasi aorta,
penyakit tiroid atau paratiroid
Klasifikasi Hipertensi menurut Joint
National Committee 7
Kategori Sistol
(mmHg)
Dan/atau Diastole
(mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi120-139 Atau 80-89
Hipertensi
tahap 1
140-159 Atau 90-99
Hipertensi
tahap 2
≥ 160 Atau ≥ 100
Terapi
Modifikasi gaya hidup dengan target
tekanan darah <140/90 mmhg atau <130/80
pada pasien DM atau penyakit ginjal kronis.
Bila target tidak tercapai maka diberikan
obat inisial.
Obat inisisal dipilih bedasarkan:1,2
1.Hipertensi tanpa compelling indication
a. Pada hipertensi stage I dapat diberikan
diuretik. Pertimbangkan pemberian
penghambat ACE, penyekat reseptor
Pada hipertensi stage I dapat diberikan
diuretik, penyekat reseptor beta,
penghambat kalsium, atau kombinasi.
b. Pada hipertensi stage II dapat diberikan
kombinsi 2 obat, biasanya golongan
diuretik, tiazid dan penghambat
ACEatau antagonis reseptor AII atau
penyekat reseptor beta, atau
penghambat kalsium.
2. Hipertensi dengan compelling indication.
Latihan tabel petunjuk pemilihan obat
pada compelling indication. Obat
antihipertensi lain dapat diberikan bila
dibutuhkan misalnya diuretik, antagonis
reseptor beta, atau penghambat kalsium.
Bila target tidak tercapat maka dilakukan
optimalisasi dosis atau ditambahkan obat
lain sampai target tekanan darah tercapai.
Pertimbangkan untuk b erkonsultasi pada
spesialis hipertensi.
Pada penggunaan penghambatan ACE atau
antagonis reseptor AII: evaluasi kretinin dan
kalium serum, bila terdapat peningkatan
kreatinin >35% atau timbul hiperkalemi
harus dihentikan
Kondisi khusus lain:
Obesitas dan sindrom metabolik
(terdapat 3 atau lebih keadaan
berikut: lingkar pinggang laki – laki
>102 cm atau perempuan >89 cm,
toleransi gluikosa tergantung dengan
gula darah puasa≥110 mg/dl, tekanan
darah minimal 130/85 mmhg,
trigliserida tinggi ≥150 mg/dl,
kolesterol HDL rendah <40 mg/dl
pada leki – laki atau <50 mg/dl pada
perempuan)-> modifikasi gaya hidup
yang intensif dengan pilihan terapi
utama golongan penghambat ACE.
Pilihan lain adalah antagonis reseptor
AII, penghambata kalsium, dan
penghambat α.1,2,3
Hipertrofi ventrikel kiri - >
tatalaksana tekanan darah yang
agresif termasuk penurunan berat
badan , restriksi asupan natrium, dan
terapi dengan semua kelas
antihipertensi kecuali vasodilator
langsung, hidralazin dan
minoksidil.1,2
Penyakit arteri perifer→ semua kelas
anti hipertensi, tatalaksana faktor
risiko lain, dan dan pemberian
aspirin
Lanjut usia, termasuk penderita
hipertensi sistolik terisolasi ->
diuretika ( tiazid ) sebagai lini
pertama, dimulai dengan dosis
rendah 12,5 mg/hari. Penggunaan
obat antihipertensi lain dengan
mempertimbangkan penyakit
penyerta.
Kehamilan -> pilihan terapi adalah
golongan metildopa, penyekat
reseptorβ,antagonis kalsium, dan
vasodilator. Penghambat ACE dan
antagonis reseptor AII tidak boleh
digunakan selama kehamilan
Komplikasi
Hipertropfi ventrikel kiri, proteinuria dan
gangguan fungsi ginjal, eterosklerosis
penbuluh darah,
retinopati, strok atau TIA, infark miokard,
angina pektoris, gagal jantung.1,2
Dispepsia merupakan kumpulan
keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa
tidak enak/sakit, rasa penuh dan panas di
perut bagian atas yang menetap atau
mengalami kekambuhan keluhan rasa nyeri
dan panas pada ulu hati.6
Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu:6
1. Dispepsia organik, dyspepsia yang telah
diketahui adanya kelainan organik
sebagai penyebabnya. Dispepsia organic
dikategorikan menjadi :
a. Gastritis
b. Ulkus peptikum
c. Stomach cancer
d. Gastro-Esophangeal reflux
Disease
e. Hyperacidity
f. dll.
2. Dispepsia non organik, atau
dispepsia fungsional, atau dispepsia
non ulkus (DNU), Dispepsia yang
tidak jelas penyebabnya.
Dispepsia fungsional dibagi atas 3 subgrup
yaitu:
1. Dispepsia mirip ulkus {ulcer-
likedyspepsia) bila gejala yang dominan
adalah nyeri ulu hati;
2. Dispepsia mirip dismotilitas
(dysmotility-likedyspepsia) bila gejala
dominan adalah kembung, mual, cepat
kenyang;
3. Dyspepsia non-spesific yaitu bila
gejalanya tidak sesuai dengan (a)
maupun (b).
Dispepsia Fungsional
Terdapat bukti bahwa dispepsia fungsional
berhubungan dengan ketidaknormalan
pergerakan usus (motilitas) dari saluran
pencernaan bagian atas (esofagus, lambung
dan usus halus bagian atas). Selain itu, bisa
juga dispepsia jenis itu terjadi akibat
gangguan irama listrik dari lambung atau
gangguan pergerakan (motilitas)
piloroduodenal. 6
Beberapa kebiasaan yang bisa menyebabkan
dispepsia adalah menelan terlalu banyak
udara. Misalnya, mereka yang mempunyai
kebiasaan mengunyah secara salah (dengan
mulut terbuka atau sambil berbicara). Atau
mereka yang senang menelan makanan
tanpa dikunyah (biasanya konsistensi
makanannya cair).6
Keadaan itu bisa membuat lambung merasa
penuh atau bersendawa terus. Kebiasaan lain
yang bisa menyebabkan dispesia adalah
merokok, konsumsi kafein (kopi), alkohol,
atau minuman yang sudah dikarbonasi.6
Mereka yang sensitif atau alergi terhadap
bahan makanan tertentu, bila mengonsumsi
makanan jenis tersebut, bisa menyebabkan
gangguan pada saluran cerna. Begitu juga
dengan jenis obat-obatan tertentu, seperti
Obat Anti-Inflamasi Non Steroid (OAINS),
Antibiotik makrolides, metronidazole), dan
kortikosteroid. Obat-obatan itu sering
dihubungkan dengan keadaan dispepsia.
Yang paling sering dilupakan orang adalah
faktor stres/tekanan psikologis yang
berlebihan.6
Etiologi /Penyebab
a. Perubahan pola makan
b. Pengaruh obat-obatan yang dimakan
secara berlebihan dan dalam waktu
yang lama
c. Alkohol dan nikotin rokok
d. Stres
e. Tumor atau kanker saluran
pencernaan
Manifestasi Klinik / Gejala klinis
a. Nyeri perut (abdominal discomfort)
b. Rasa perih di ulu hati
c. Mual, kadang-kadang sampai
muntah
d. Nafsu makan berkurang
e. Rasa lekas kenyang
f. Perut kembung
g. Rasa panas di dada dan perut
h. Regurgitasi (keluar cairan dari
lambung secara tiba-tiba)
Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur,
obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti
nikotin dan alkohol serta adanya kondisi
kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan
kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat
gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan
peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada
lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah
sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.7
Pencegahan
Pola makan yang normal dan teratur, pilih
makanan yang seimbang dengan kebutuhan
dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya
tidak mengkomsumsi makanan yang
berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan
pantang rokok, bila harus makan obat karena
sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala,
gunakan obat secara wajar dan tidak
mengganggu fungsi lambung.6
Pengobatan
Penatalaksanaan non farmakologis
Menghindari makanan yang dapat
meningkatkan asam lambung
Menghindari faktor resiko seperti
alkohol, makanan yang peda, obat-
obatan yang berlebihan, nikotin
rokok, dan stres
Atur pola makan
Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
Sampai saat ini belum ada regimen
pengobatan yang memuaskan terutama
dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini
dapat dimengerti karena proses
patofisiologinya pun masih belum jelas.
Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF
reponsif terhadap placebo.7
Obat-obat yang digunakan untuk kondisi
dyspepsia antara lain :
a. Antacid (menetralkan asam
lambung)
Contohnya : Al, Mg, Ca, OH,
Almagate, Hidrotalcite
b. Golongan antikolinergik
(menghambat pengeluaran asam
lambung)
Contohnya : Pirenzepin,
c. Golongan obat antagonis reseptor H2
Contohnya : Ranitidin, Simetidin,
Famotidin,
d. Golongan Penghambat pompa asam
(proton pump inhibitor = PPI)
Contohnya : Omeprazole,
Esomeprazole, pantoprazole,
Lansoprazole, Rabeprazole
e. Golongan Sitoprotektif
Contohnya : Sucralfat, koloid
bismuth
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid
(menetralkan asam lambung) golongan
antikolinergik (menghambat pengeluaran
asam lambung) dan prokinetik (mencegah
terjadinya muntah).6,7
Obesitas adalah kelebihan berat badan
sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh
yang berlebihan. Setiap orang memerlukan
sejumlah lemak tubuh untuk menyimpan
energi, sebagai penyekat panas, penyerap
guncangan dan fungsi lainnya.
Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang
lebih banyak dibandingkan pria.
Perbandingan yang normal antara lemak
tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-
30% pada wanita dan 18-23% pada pria.
Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30%
dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25%
dianggap mengalami obesitas. 8,9
Seseorang yang memiliki berat badan 20%
lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat
badannya yang normal dianggap mengalami
obesitas.
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:
Obesitas ringan : kelebihan berat
badan 20-40%
Obesitas sedang : kelebihan berat
badan 41-100%
Obesitas berat : kelebihan berat
badan >100%.
Obesitas berat ditemukan sebanyak 5% dari
antara orang-orang yang gemuk.
Penyebab
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat
mengkonsumsi kalori lebih banyak dari
yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab
terjadinya ketidakseimbangan antara asupan
dan pembakaran kalori ini masih belum
jelas. Terjadinya obesitas melibatkan
beberapa faktor: 9,10
1. Faktor genetik.
2. Faktor lingkungan.
3. Faktor psikis
4. Faktor kesehatan.
5. Obat-obatan.
6. Faktor perkembangan.
7. Aktivitas fisik.
Gejala
Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah
diafragma dan di dalam dinding dada bisa
menekan paru-paru, sehingga timbul
gangguan pernafasan dan sesak nafas,
meskipun penderita hanya melakukan
aktivitas yang ringan. Gangguan pernafasan
bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan
terhentinya pernafasan untuk sementara
waktu (tidur apneu), sehingga pada siang
hari penderita sering merasa ngantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai
masalah ortopedik, termasuk nyeri
punggung bawah dan memperburuk
osteoartritis (terutama di daerah pinggul,
lutut dan pergelangan kaki). Sering
ditemukan kelainan kulit.
Seseorang yang obesitas memiliki
permukaan tubuh yang relatif lebih sempit
dibandingkan dengan berat badannya,
sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang
secara efisien dan mengeluarkan keringat
yang lebih banyak. Sering ditemukan
edema (pembengkakan akibat penimbunan
sejumlah cairan) di daerah tungkai dan
pergelangan kaki. 8,9
Komplikasi
Obesitas bukan hanya tidak enak dipandang
mata tetapi merupakan dilema kesehatan
yang mengerikan. Obesitas secara langsung
berbahaya bagi kesehatan seseorang.
Obesitas meningkatkan resiko terjadinya
sejumlah penyakit menahun seperti: 8,9,10
Diabetes tipe 2 (timbul pada masa
dewasa)
Tekanan darah tinggi (hipertensi)
Stroke
Serangan jantung (infark
miokardium)
Gagal jantung
Kanker (jenis kanker tertentu,
misalnya kanker prostat dan kanker
usus besar)
Batu kandung empedu dan batu
kandung kemih
Gout dan artritis gout
Osteoartritis
Tidur apneu (kegagalan untuk
bernafas secara normal ketika sedang
tidur, menyebabkan berkurangnya
kadar oksigen dalam darah)
Sindroma Pickwickian (obesitas
disertai wajah kemerahan,
underventilasi dan ngantuk).
Diagnosa
1. Mengukur lemak tubuh.
Cara-cara berikut memerlukan peralatan
khusus dan dilakukan oleh tenaga terlatih:
Underwater weight, pengukuran
berat badan dilakukan di dalam air
dan kemudian lemak tubuh dihitung
berdasarkan jumlah air yang tersisa.
BOD POD merupakan ruang
berbentuk telur yang telah
dikomputerisasi. Setelah seseorang
memasuki BOD POD, jumlah udara
yang tersisa digunakan untuk
mengukur lemak tubuh.
DEXA (dual energy X-ray
absorptiometry), menyerupai skening
tulang. Sinar X digunakan untuk
menentukan jumlah dan lokasi dari
lemak tubuh.
Cara berikut lebih sederhana dan tidak
rumit:
Jangka kulit, ketebalan lipatan kulit
di beberapa bagian tubuh diukur
dengan jangka (suatu alat terbuat
dari logam yang menyerupai
forseps).
Bioelectric impedance analysis
(analisa tahanan bioelektrik),
penderita berdiri diatas skala khusus
dan sejumlah arus listrik yang tidak
berbahaya dialirkan ke seluruh tubuh
lalu dianalisa. Pemeriksaan tersebut
bisa memberikan hasil yang tidak
tepat jika tidak dilakukan oleh tenaga
ahli.
2.Tabel berat badan-tinggi badan.
Tabel ini telah digunakan sejak lama untuk
menentukan apakah seseorang mengalami
kelebihan berat badan. Tabel biasanya
memiliki suatu kisaran berat badan untuk
tinggi badan tertentu.
Permasalahan yang timbul adalah bahwa
kita tidak tahu mana tabel yang terbaik yang
harus digunakan. Banyak tabel yang bisa
digunakan, dengan berbagai kisaran berat
badan yang berbeda. Beberapa tabel
menyertakan ukuran kerangka, umur dan
jenis kelamin, tabel yang lainnya tidak.
Kekurangan dari tabel ini adalah tabel tidak
membedakan antara kelebihan lemak dan
kelebihan otot. Dilihat dari tabel, seseorang
yang sangat berotot bisa tampak gemuk,
padahal sesungguhnya tidak. 8
3.Body Mass Index (BMI).
BMI merupakan suatu pengukuran yang
menghubungkan (membandingkan) berat
badan dengan tinggi badan. BMI
merupakan rumus matematika dimana berat
badan (dalam kilogram) dibagi dengan
tinggi badan (dalam meter) pangkat dua.
Seseorang dikatakan mengalami obesitas
jika memiliki nilai BMI sebesar 30 atau
lebih.
Pengobatan
Pembatasan asupan kalori dan peningkatan
aktivitas fisik merupakan komponen yang
paling penting dalam pengaturan berat
badan. Kedua komponen ini juga penting
dalam mempertahankan berat badan setelah
terjadi penurunan berat badan.
Harus dilakukan perubahan dalam pola
aktivitas fisik dan mulai menjalani
kebiasaan makan yang sehat.
Langkah awal dalam mengobati obesitas
adalah menaksir lemak tubuh penderita dan
resiko kesehatannya dengan cara
menghitung BMI. Resiko kesehatan yang
berhubungan dengan obesitas akan
meningkat sejalan dengan meningkatnya
angka BMI: 8,9,10
Resiko rendah : BMI < 27
Resiko menengah : BMI 27-30
Resiko tinggi : BMI 30-35
Resiko sangat tinggi : BMI 35-40
Resiko sangat sangat tinggi : BMI 40 atau
lebih.
Jenis dan beratnya latihan, serta jumlah
pembatasan kalori pada setiap penderita
berbeda-beda dan obat yang diberikan
disesuaikan dengan keadaan penderita.
Penderita dengan resiko kesehatan
rendah, menjalani diet sedang (1200-
1500 kalori/hari untuk wanita, 1400-
2000 kalori/hari untuk pria) disertai
dengan olah raga
Penderita dengan resiko kesehatan
menengah, menjalani diet rendah
kalori (800-1200 kalori/hari untuk
wanita, 1000-1400 kalori/hari untuk
pria) disertai olah raga
Penderita dengan resiko kesehatan
tinggi atau sangat tinggi,
mendapatkan obat anti-obesitas
disertai diet rendah kalori dan olah
raga.
Peluang penurunan berat badan jangka
panjang yang berhasil akan semakin tinggi
bila dokter bekerja dalam suatu tim
profesional yang melibatkan ahli diet,
psikologis dan ahli olah raga.
Tim ini akan membantu penderita untuk:
mencapai perubahan gaya hidup yang
permanen memantau perkembangan
penderita memberikan dukungan dan
dorongan yang positif menemukan dan
membantu mengurangi sumber stres
mencegah kekambuhan.
Pencegahan
Apakah Anda beresiko menjadi gemuk,
yang saat ini kelebihan berat badan atau
dengan berat badan yang sehat, Anda dapat
mengambil langkah-langkah untuk
mencegah penambahan berat badan dan
tidak sehat yang terkait masalah kesehatan.
Tidak mengherankan, langkah-langkah
untuk mencegah penambahan berat badan
adalah sama dengan langkah-langkah untuk
menurunkan berat badan:
1. setiap hari olahraga, diet sehat,
sebuah komitmen jangka panjang
untuk memantau apa yang Anda
makan dan minum.
2. Berolahragalah secara teratur. Salah
satu hal paling penting yang dapat
Anda lakukan untuk mencegah
penambahan berat badan adalah
dengan berolahraga secara teratur.
Menurut American College of Sports
Medicine, Anda perlu untuk
mendapatkan 150-250 menit
intensitas moderat-kegiatan per
minggu untuk mencegah
penambahan berat badan. Aktivitas
fisik yang cukup intens termasuk
berjalan cepat dan berenang.
3. Makan makanan sehat dan makanan
ringan. Fokus pada rendah kalori,
gizi makanan padat, seperti buah-
buahan, sayuran dan biji-bijian.
Hindari lemak jenuh dan membatasi
permen dan alkohol. Ingat bahwa
tidak ada satu makanan menawarkan
semua nutrisi yang Anda butuhkan.
Pilih berbagai makanan sepanjang
hari. Anda masih dapat menikmati
sejumlah kecil makanan lemak
tinggi, berkalori tinggi sesekali.
Pastikan untuk memilih makanan
yang mempromosikan berat badan
yang sehat dan kesehatan yang baik
lebih sering daripada Anda memilih
makanan yang tidak sehat.
4. Ketahui dan hindari jebakan
makanan yang menyebabkan Anda
makan. Mengidentifikasi situasi yang
memicu out-of-kontrol makan.
Cobalah membuat jurnal dan tulis
apa yang Anda makan, berapa
banyak Anda makan, ketika Anda
makan, perasaan Anda dan
bagaimana rasa lapar Anda. Setelah
beberapa saat, Anda akan melihat
pola muncul. Anda dapat
merencanakan ke depan dan
mengembangkan strategi-strategi
untuk menangani jenis situasi ini dan
tetap memegang kendali atas
perilaku makan Anda.
5. Monitor berat badan Anda secara
teratur. Orang-orang yang
menimbang berat sekurang-
kurangnya sekali seminggu lebih
berhasil dalam menjaga berat badan
turun. Pemantauan berat badan Anda
dapat memberitahu Anda apakah
usaha Anda bekerja dapat membantu
Anda mendeteksi berat badan kecil
sebelum mereka menjadi masalah
besar.
6. Jadilah konsisten. Pegang rencana
berat badan yang sehat- selama
seminggu, di akhir pekan, dan di
tengah-tengah liburan dan hari libur
meningkatkan peluang Anda untuk
sukses jangka panjang.
Jika Anda benar-benar ingin untuk
mencegah penambahan berat badan,
pendekatan terbaik adalah dengan fokus
pada gaya hidup aktif yang mencakup
rencana makan yang menyenangkan, namun
sehat dan rendah kalori. 8,9
Ilustrasi kasus
Pasien Ny.S , wanita usia 57 tahun,datang ke
KDK Kiara pada tanggal 20 juli 2011.
Pasien mengeluh pusing dan lemas sejak 1
hari yang lalu. pusing dirasakan diseluruh
daerah kepala terasa berat. Selain itu pasien
merasa perutnya perih karena telat makan
dan perih berkurang bila diisi makanan,
Pasien juga sering merasa mual dan nyeri
ulu hati bila telat makan. Pola makan pasien
tidak teratur dan pasien suka makan-
makanan pedas serta asam.
Pasien sudah 10 tahun menderita Hipertensi
Grade I dan hampir 6tahun terakhir tekanan
darah pasien terkontrol dengan pemeriksaan
rutin ke KDK Kiara dan diet rendah garam
yang djalankan selain itu pasien
mengkonsusmsi obat captopril 25mg 2x 1
sehari secara teratur. Pemeriksaan tekanan
darah yang dilakukan di KDK didapatkan
140/80mmHg. Selain itu dilakukanan
pemeriksaan TB dan BB didapatkan IMT
25,5 termasuk dalam status gizi Obesitas.
Riwayat penyakit keluarga Orang tua,kakak
dan adek pasien juga menderita hipertensi.
Anak pertama pasien meninggal karena over
dosis obat-obatan pada usia 24 tahun. Anak
ketiga pasien meninggal karena penyakit
demam berdarah pada usia 8 tahun.
Selanjutnya dilakukan kunjungan rumah
untuk menilai faktor resiko dan lingkungan
tempat tinggal. Pasien tinggal di rumah
pribadi sejak pertama kali menikah sampai
sekarang. Pasien tinggal dengan suami,anak
kedua,menantu serta cucu. Dalam 1 rumah
terdapat 2 kepala keluarga, terdiri dari 4
orang dewasa dan 1 anak kecil. Pasien
merupakan Ibu Rumah Tangga sejak dulu
tidak bekerja. Pasien tinggal didaerah yang
padat penduduk,sehingga masalah yang
dihadapi pasien dan anak bungsunya
diketahui oleh lingkungan sekitar rumah
pasien. Hubungan pasien dan tetangga
diserikat rumah pasien cukup baik,serta
hubungan pasien dengan keluarga besar
pasien juga baik. Hanya saja hubungna
pasien dengan anak bungsunya kurang baik.
Genogram
Tn. A (70), Ny.S (68) Tn. C (78) Ny.H(86)
Hipertensi Hipertensi
Tn. I (66) Ny. S (57)
Tn. D (24) Tn. A (29) Ny.N(22) DBD (8) Tn.B(24) Ny.T (23)
Narkoba
An. A (2) An.D(4) An.T(2)
Keterangan :
: Pasien
Wanita
: meningga
: Pria
: yang tinggal satu rumah
Hubungan pasien dengan suami baik, begitu
pula dengan hubungan pasien dengan anak
kedua dan istrinya. Sedangkan hubungan
pasien dengan anak bungsunya kurang
harmonis tetapi hubungan pasien dengan
istri anak bungsunya baik. Selain pasien
anggota keluarga yang lain seperti
suami,anak kedua serta istrinya mempunyai
hubungan kurang harmonis pula dengan
anak bungsu tersebut.
Pasien sering merasa pusing dan lemas kalau
sudah memikirkan anak bungsunya yang
tidak bekerja. Anak bungsunya sering
meminta paksa pasien untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi bagi keluarga anak
bungsunya tersebut dan bila tidak penuhi
anaknya suka marah dan mengamuk dengan
pasien. Nafsu makan pasien sangat
berkurang setelah berkomunikasi dengan
anak bungsunya, dikarenakan sikap anak
bungsunya yang tidak baik, selalu berbicara
kasar bila bertemu atau berkomunikasi
melalui telpon.
Dari data, keluhan dan pemeriksaan
ditegakkan diagnosis holistik yaitu:
Aspek personal
Keluhan Utama: Pusing dan perut terasa
perih sejak 1hari yang lalu
Harapan : Ingin sembuh.
Kekhawatiran : Tekanan darah kembali naik
Aspek klinik
1. Hipertensi Grade I Terkontrol
2. Obesitas
3. Sindroma Dispepsia
Aspek risiko internal
Usia pasien yang termasuk faktor resiko
tinggi,Tingkat pengetahuan yang kurang
tentang penyakit yang diderita,Riwayat
orang tua dan sodara kandung
hipertensi,Nafsu makan menurun dan Pola
makan yg tidak teratur,suka makan pedas
dan asam
Aspek psikososial
Pasien sering memikirkan kondisi anak
bungsunya yang tidak bekerja dan
Komunikasi dan hubungan dengan anak
bungsunya tidak baik,karena sikap kasar
anaknya tersebut.
Derajat fungsional
Derajat 1
Dari data kunjungan pertama didapatkan
adanya faktor psikologis stress yang
menyebabkan naiknya tekanan darah dan
timbulnya gejala-gejala dispepsia pada
pasien.
Berdasarkan diagnosis yang dibuat,
dilakukan penatalaksanaan berupa terapi
farmakologis, non Farmakologis dan
konseling.
Terapi farmakologis yang diberikan berupa,
Pasien mendapatkan obat hipertensi
Captopril tab 25mg 2x1sehari dan HCT tab
12,5mg 1x1sehari, Pasien juga mendapatkan
obat lambung berupa Antasid 3x1sehari
dikunyah ½-1 jam sebelum makan,Pasien
juga mendapatkan vitamin untuk
pencernaanya yaitu vitazym 3x1sehari
Terapi non farmakologis berupa
melanjutkan diet rendah garam, mengurangi
konsumsi makanan pedas dan asam,
olahraga teratur serta menghindari faktor
stress.
Konseling yang diberikan kepada pasien
antara lain : Memberi edukasi pada pasien
tentang kepatuhan minum obat hipertensi
dan obat lambung, Memberikan penjelasan
pada pasien tentang pola makan yang baik
3xsehari, sesuai dengan kalori yang
dibutuhkan yaitu 1300 kalori , diselingi
makan snack pada jam 10 pagi danjam 4
sore,serta mengurangi makanan pedas serta
asam. Meneruskan diet rendah garam dan
olahraga teratur.
Menjelaskan kepada pasien dan seluruh
anggota keluarga berupa faktor-faktor yang
dapat memberat penyakit yang diderita
pasien termasuk melakukan family
conference dan serta terapi Farmakologis.
Intervensi juga dilakukan kepada anggota
keluarga lain untuk membantu menurunkan
tingkat stress yang dialami pasien dan
mendukung perubahan pola hidup pasien
menjadi baik, menghindari faktor- faktor
yang mempengaruhi kesehatan pasien serta
mencegah terjadi penyakit serupa terhadap
anggota keluarga yang lain dengan cara
melakukan cek up setiap bulan untuk
mengetahui faktor resiko yang mungkin ada,
Pemeriksaan rutin tekanan darah,mengatur
pola makan dan olahraga yang teratur.
Kesimpulan
Pasien menderita hipertensi grade I
terkontrol dengan mengkonsumsi obat
secara teratut dan melakukan pemeriksaan
rutin setiap 2x dalam 1 bulan. Selain itu
pasien sudah menerapkan diet rendah garam
dan melakukan olahraga teratur. Pasien juga
menderita dyspepsia dikarenakan pola
makan yang tidak teratur dan stress yang
dalami pasien.
Anggota keluarga serta pasien sudah
mengerti mengenai kondisi kesehatan yang
dialami pasien, sehingga anggota keluarga
akan membantu memotivasi pasien untuk
tidak stress dan melakukan pola hidup
sehat,makan teratur,menghindari makan
pedas dan asam,melanjutkan diet rendah
garam serta olahrag teratur.
Perlunya partisipasi seluruh anggota
keluarga dalam penatalaksanaan masalah
kesehatan yang dalami oleh pasien.
Saran
Saran untuk pasien melakukan kontrol
secara rutin 2x dalam 1 bulan,
mengkonsumsi obat secara teratur.
Melanjutkan program diet rendah garam dan
olahraga teratur serta menghindari faktor
pemicu stress.
Saran untuk anggota keluarga, berpartisipasi
terhadap proses kesembuhan pasien serta
membantu pasien untuk menghindari faktor
stress. Anggota keluarga terutama anak
pasien disarankan untuk mengkontrol
tekanan darah untuk mengetahui faktor
resiko.
Saran untuk petugas kesehatan, memberikan
penyuluhan dan pengetahuan lebih rinci
mengenai penyakit yang diderita pasien
bukan hanya kepada pasien tetapi juga
kepada seluruh anggota keluarga terutama
pelaku rawat, serta melakukan
penatalaksanaan secara menyeluruh bukan
hanya secara klinis saja tetapi semua faktor
yang mungkin bisa memperberat masalah
kesehatan pasien.
Daftar Pustaka
1. Susilat E, Kapojos EJ, Lubis HR.
Hipertensi Primer. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2 Edisi 3,
Editor: Suyono S, dkk. Jakarta: Balai
Perintis FKUI. 2001: 453-471.
2. Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I.,
Simadibrata M., Setiati S. Ilmu Penyakit
Dalam Edisi 4. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.2006.
3. Wahyuni T. Cegah Hipertensi Lewat
Diet Rendah Garam. Available at:
Surakarya Online.
4. Sat Sharma. Hypertension. 2004.
Available from: URL:
http://www.emedicine.com/med/topic11
06.htm
5. Bagian Gizi RSCM dan Persatuan Ahli
Gizi Indonesia. Penuntun Diet. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama. 2001.
6. Artikel Kesehatan. Dispepsia. Available
from: URL:
http://www.tbmcalcaneus.org/dispepsia/
7. Dispepsia. Available from: URL:
http://www.medicinesia.com/harian/dis
pepsia/
8. Obesitas. Available from: URL:
http://id.wikipedia.org/wiki/Obesitas
9. Obesitas. Available from: URL:
http://medicastore.com/penyakit/42/Obe
sitas.html
10. Obesitas. Available from: URL:
http://biotest.co.id/news.php