Post on 16-Oct-2021
ANALISIS PENGARUH DANA PERIMBANGAN TERHADAP TINGKAT
KEMISKINAN
(Studi Kasus: Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2015-
2019)
SKRIPSI
Oleh:
Agum Gumelar
11170840000002
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/2021 M
i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
ANALISIS PENGARUH DANA PERIMBANGAN TERHADAP TINGKAT
KEMISKINAN
(Studi Kasus: Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2015-
2019)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Agum Gumelar
NIM: 11170840000002
Di Bawah Bimbingan:
Najwa Khairina S.E., M.A.
NIP: 198711132018012001
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/2021
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Rabu, 10 Maret 2021 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama
mahasiswa:
1. Nama : Agum Gumelar
2. NIM : 11170840000002
3. Jurusan : Ekonomi Pembangunan
4. Judul Skripsi: Analisis Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Tingkat
Kemiskinan (Studi Kasus: Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun
2015-2019)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut di atas dinyatakan “LULUS” dan diberi kesempatan untuk
melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 Maret 2021
1. Dr. Rusdianto, S.E., Akt., M.Sc. ( )
NIP: 195501041984031001 Penguji I
2. Dr. Arief Fitrijanto, M.Si. ( )
NIP:197111182005011003 Penguji II
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Senin, 26 April 2021 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1. Nama : Agum Gumelar
2. NIM : 11170840000002
3. Jurusan : Ekonomi Pembangunan
4. Judul Skripsi: Analisis Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Tingkat
Kemiskinan (Studi Kasus: Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun
2015-2019)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut di atas dinyatakan “LULUS” dan skripsi ini diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 26 April 2021
1. Dr. Muhammad Hartana Iswandi P., M.Si. ( )
NIP: 196806052008011023 Ketua Sidang
2. Najwa Khairina, S.E., M.A. ( )
NIP: 198711132018012001 Pembimbing
3. Dr. Arief Fitrijanto, M.Si. ( )
NIP: 197111182005011003 Penguji Ahli
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Agum Gumelar
NIM : 11170840000002
Jurusan : Ekonomi Pembangunan
Fakultas: Ekonomi dan Bisnis
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya
ini.
Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap dikenai
sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya,
Depok, 1 Mei 2021
(Agum Gumelar)
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
a. Nama Lengkap : Agum Gumelar
b. Tempat, Tanggal Lahir: Bogor, 12 Desember 1998
c. Alamat : Jl. Rivaria Dalam 1 RT 05/01 no. 79 Bedahan,
Sawangan, Depok, Jawa Barat.
d. Jenis Kelamin : Laki-Laki
e. Agama : Islam
f. Kewarganegaraan : Indonesia
g. Telepon : 089688537580
h. E-mail : agumgumelar165@gmail.com
II. PENDIDIKAN
a. 2017 – 2021: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. 2014 – 2017: SMAN 5 Depok
c. 2011 – 2014: MTs Salafiyah Bedahan
d. 2005 – 2011: SDN 01 Bedahan
III. PENGALAMAN ORGANISASI
a. Staf divisi Riset KSEI Lingkar Studi Ekonomi Syariah (LiSEnsi) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2019 – 2021.
vi
b. Koordinator Sub Bidang Inventaris Lembaga Dakwah Kampus (LDK)
Syahid UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2020 – 2021.
c. Staf Divisi Ekternal Galeri Investasi Syariah (GIS) FEB UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2018 – 2019.
d. Staf Divisi Syiar dan Sekretaris Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Syahid
FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2018 – 2019.
e. Staf Departemen Sosial dan Keislaman Himpunan Mahasiswa Jurusan
(HMJ) Ekonomi Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2018.
IV. PENGHARGAAN DAN PARTISIPASI
a. Peserta Lomba Olimpiade Ekonomi Islam Temilreg FoSSEI Jabodetabek
Tahun 2020.
b. Finalis Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) HMJ Ekonomi Pembangunan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019.
c. Finalis Lomba Karya Tulis Ekonomi Islam (LKTEI) Temilreg FoSSEI
Jabodetabek Tahun 2019.
d. Peraih Beasiswa Amanah Takaful Tahun 2018.
e. Peserta Lomba Olimpiade Ekonomi Islam SEVEN SHELTER Forum Studi
Ekonomi Islam (FOSEI) Universitas Jenderal Soedirman Tahun 2018.
vii
ABSTRACK
Poverty is one of the problems of society which has many dimensions. Poverty
is a big problem related to several aspects including: politics, culture,
environmental economy and period. This study aims to analyze the effect of the
General Allocation Fund, the Special Allocation Fund and the Revenue Sharing
Fund on the Poverty Level with a case study of districts / cities in Central Sulawesi
province in 2015-2019 which was processed by the Panel Data Regression method
and Generalized Least Square (GLS) estimation. The approach used is a
quantitative approach because it uses measurements and calculations in research.
The processed data is secondary data originating from the Central Statistics
Agency. The findings of the study indicate that the General Allocation Fund, the
Special Allocation Fund and the Profit Sharing Fund partially and simultaneously
have a negative and significant effect on the Poverty Level. This study has a
coefficient of determination (R-Square) of 0.98.
Keywords: Poverty Level, General Allocation Fund, Special Allocation Fund and
Production Sharing Fund
viii
ABSTRAK
Kemiskinan sebagai salah satu problematika masyarakat yang memiliki banyak
dimensi. Kemiskinan adalah masalah besar yang terkait dengan beberapa aspek
diantaranya: politik, budaya, ekonomi lingkungan dan periode. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Tingkat Kemiskinan dengan studi kasus
kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Tengah tahun 2015 – 2019 yang diolah dengan
metode Regresi Data Panel dan estimasi Generalized Least Square (GLS).
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif karena menggunakan
pengukuran dan perhitungan di dalam penelitian. Data yang diolah adalah data
sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik. Temuan penelitian menunjukkan
bahwa Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil secara
parsial dan simultan berpengaruh negarif dan signifikan terhadap Tingkat
Kemiskinan. Penelitian ini memiliki koefisien determinasi (R-Square) sebesar 0,98.
Kata Kunci: Tingkat Kemiskinan, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus
dan Dana Bagi Hasil
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaniirahim,
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji serta syukur mari sama-sama kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
menganugerahkan banyak nikmat, terutama iman, Islam dan sehat walafiat. Selawat
beserta salam kita curahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, baik
kepada keluarga, sahabat, dan umatnya. Atas berkah dan rahmat Allah SWT,
peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS PENGARUH
DANA PERIMBANGAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN (Studi
Kasus: Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2015-2019)”.
Tujuan dari penulisan skripsi adalah sebagai syarat untuk memenuhi tugas
akhir dan mendapat gelar Sarjana Ekonomi. Pada kesempatan ini, peneliti ingin
mengucapkapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan
dukungan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, diantaranya:
1. Seluruh keluarga besar peneliti khususnya: orang tua-ku Bapak Kasnadi dan Ibu
Atini, Bang Endet, Teh Pipit dan Kak Adi serta keponakan-ku tersayang Andini
dan Hafika yang telah memberikan doa, semangat, bimbingan dan dukungan
lainnya serta menjadi motivasi utama peneliti dalam menghadapi setiap
tantangan di perkuliahan sekaligus menyelesaikan semua urusan yang berkaitan
dengan tugas akhir.
x
2. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Umar Lubis, Lc., M.A., selaku rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
3. Prof. Dr. Amilin, S.E., Ak., M.Si., CA., QIA., BKP., CRMP., selaku dekan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta
jajarannya.
4. Dr. Muh. Hartana Iswandi P., M.Si., selaku ketua program studi Ekonomi
Pembangunan dan Fitri Amalia M.Si., selaku sekretaris program studi Ekonomi
Pembangunan FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas kesempatan yang
diberikan kepada peneliti untuk belajar dan berkarya.
5. Najwa Khairina, S.E., M.A., selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih
karena telah meluangkan waktu, memberikan ilmu, arahan, nasihat dan saran
yang sangat berharga dari awal peneliti melakukan proses penelitian dan
penulisan skripsi hingga terselesaikan.
6. Dr. Aizirman Djusan, M.Sc., Econ., selaku dosen pembimbing akademik.
Terima kasih karena telah memberikan bimbingan, semangat, kritik dan saran
yang sangat bermanfaat dari awal peneliti kuliah sampai selesai mengerjakan
tugas akhir.
7. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis, khususnya dosen program
studi Ekonomi Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan pengetahuan, keterampilan dan wawasan yang sangat berharga dan
bermanfaat bagi peneliti.
8. Seluluh kakak tingkat yang telah memberikan kritik dan saran bagi peneliti dari
awal hingga penyelesaian tugas akhir sekaligus menjadi tempat bertanya dan
xi
bercerita khususnya: Kak Azam, Kak Haris, Kak Hanif Rilamandala, Kak
Syahrul, Kak Rangga, Kak Fandi, Kak Syarif, Kak Hadi, Kak Nadia dan Kak
Zaid atau yang akrab disapa Zazazaidunnn Rasya.
9. Seluruh teman-teman program studi Ekonomi Pembangunan angkatan 2017
FEB UIN Jakarta, khususnya teman yang selalu mengajak berdiskusi sambil
minum kopi yaitu Chandra Setiawan atau yang akrab disapa Chanzzz Drunnn.
10. Seluruh teman-teman organisasi Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Syahid UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya biro Kesekretariatan: Alifyan, Herbie,
Muhdi, Irfan, Amey, Irma, Rafiyanti, Pinka, Varasy, Latifah dan Lubna yang
telah membersamai perjuangan dakwah di kampus.
11. Seluruh teman-teman organisasi Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Syahid
FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya divisi Syiar: Kak Hadi, Kak
Fachri, Kak Caca, Kak Putri, Fadhil, Zahir, Erina, Sainada dan Fitri serta di
BPH: Anas, Arkan, Anita, Ibna, dan Erika yang selalu sabar, memotivasi, dan
membersamai peneliti dalam perjuangan dakwah di fakultas.
12. Seluruh teman-teman organisasi KSEI Lingkar Studi Ekonomi Syariah
(LiSEnSi) khusunya divisi Riset: Kak Kijar, Kak Della, Kak Rum, Rani, Anas,
Pulel, Muthmay, Aghnia, Hazwan, Hanif, Hilman dan Tadzah yang telah
memberikan wawasan tentang kepenulisan.
13. Seluruh teman-teman organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ)
Ekonomi Pembangunan khususnya departemen Sosial dan Keislaman: Kak
Syarif, Kak Fandi, Kak Bibah, Dandi, Rahman, Yola, Vefyanti dan Audy yang
telah memberikan nuansa keislaman di lingkungan program studi.
xii
14. Seluruh teman-teman organisasi Galeri Investasi Syariah (GIS) Fakultas UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, khusunya divisi Ekternal: Kak Hernita, Kak
Yustin, Kak Annisa, Najwa, Rani, Alfin, Zehan dan Bagus yang telah
memberikan wawasan tentang pasar modal.
15. Seluruh teman-teman Cost Syariah: Anas, Joko, Satria, Fathan, Azka, Suheil,
Rafli, Farhan, Fadhil dan Robi yang telah menghibur dan memberi tumpangan
menginap bagi peneliti.
16. Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, tetapi telah
memberikan inspirasi, doa dan motivasi bagi peneliti.
Walaupun skripsi ini sudah disusun secara maksimal, peneliti menyadari
bahwasannya masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti sangat
mengharapkan kritik dan sarannya bagi para pembaca untuk melengkapi segala
kekurangan dalam penelitian ini. Peneliti berharap, semoga skripsi ini memberikan
banyak manfaat kepada masyarakat luas khususnya bagi akademisi, praktisi,
pemerintah daerah dan lain-lain.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Depok, 1 Mei 2021
Agum Gumelar
xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ..................................................i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ...............................ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ................................................iii
LEMBAR PERYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ...........................iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .........................................................................v
ABSTRACK ........................................................................................................vii
ABSTRAK .........................................................................................................viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................xvi
DAFTAR DIAGRAM .......................................................................................xvii
DAFTAR GRAFIK. ....................................................................................... . xviii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xix
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xxi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
xiv
B. Rumusan Masalah .........................................................................................13
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................................13
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................15
A. Landasan Teori ..............................................................................................15
1. Kemiskinan .......................................................................................15
2. Desetralisasi Fiskal dan Otonomi Daerah ........................................19
3. Dana Alokasi Umum (DAU) ............................................................20
4. Dana Alokasi Khusus (DAK) ...........................................................26
5. Dana Bagi Hasil (DBH) ....................................................................33
B. Penelitian Terdahulu .....................................................................................29
C. Kerangka Pemikiran ......................................................................................48
D. Keterkaitan Antarvariabel dan Hipotesis ......................................................49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................53
A. Populasi dan Sampel .....................................................................................53
B. Data dan Sumber Data ..................................................................................53
C. Metode Pengumpulan Data ...........................................................................54
D. Metode Analisis Data ....................................................................................54
E. Definisi Operasional Variabel .......................................................................59
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...........................61
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ..............................................................61
xv
B. Analisis dan Pembahasan ..............................................................................67
1. Uji Kelayakan Model ........................................................................67
2. Uji Asumsi Klasik .............................................................................68
3. Uji Hipotesis dan Pembahasan ..........................................................72
a. Uji Parsial (Uji t) ........................................................................72
b. Uji Simultan (Uji F) ...................................................................73
c. Uji Kefisien Determinasi (R-Square) .........................................74
d. Uji Individual Effect ...................................................................74
C. Implementasi Hasil Penelitian.......................................................................81
BAB V PENUTUP .............................................................................................87
A. Kesimpulan ...................................................................................................87
B. Saran ..............................................................................................................89
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................91
LAMPIRAN .......................................................................................................95
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 39
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel .......................................................... 59
Tabel 4.1 Uji Chow GLS .................................................................................. 67
Tabel 4.2 Uji Multikolinearitas ........................................................................ 69
Tabel 4.3 Uji Heterokedastisitas (Uji Park) ..................................................... 70
Tabel 4.4 Uji Autokorelasi (Durbin Watson) ................................................... 71
Tabel 4.5 Regresi Fixed Effect Model (FEM) GLS .......................................... 72
xvii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 2.1 Sistematika Kerangka Pemikiran ................................................ 48
xviii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Provinsi dengan Tingkat Kemiskinan Tertinggi di Indonesia Tahun 2019
(Persen) ...............................................................................................5
Grafik 4.1 Tingkat Kemiskinan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2015-2019
(Persen) ...............................................................................................61
Grafik 4.2 Realisasi Penerimaan DAU Seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi
Sulawesi Tengah Tahun 2015-2019 (Triliun Rupiah)......................63
Grafik 4.3 Realisasi Penerimaan DAK Seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi
Sulawesi Tengah Tahun 2015-2019 (Miliar Rupiah) .......................65
Grafik 4.4 Realisasi Penerimaan DBH Seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi
Sulawesi Tengah Tahun 2015-2019 (Miliar Rupiah) .......................66
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Uji Normalitas .............................................................................. 68
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Penelitian .................................................................................95
Lampiran 2 Regresi Common Effect Model (CEM) GLS ....................................95
Lampiran 3 Regresi Fixed Effect Model (FEM) GLS .........................................98
Lampiran 4 Uji Chow GLS .................................................................................99
Lampiran 5 Uji Heterokedastisitas (Uji Park) .....................................................100
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemiskinan sekarang ini masih menjadi problematika masyarakat dengan
memiliki beragam dimensi. Kemiskinan adalah masalah besar yang terkait
dengan beberapa aspek diantaranya: politik, budaya, ekonomi lingkungan dan
periode. Kemiskinan diartikan yaitu saat keadaan individu atau kumpulan
masyarakat, dari jenis laki-laki ataupun perempuan, mengalami kekurangan
dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar yang berguna untuk bertahan hidup dan
meningkatkan perekonomian yang lebih baik (Fikri, dkk 2019). Kebutuhan
dasar diantaranya yang biasa dimengerti orang-orang miskin adalah
terpenuhinya kebutuhan ekonomi agar dapat merasakan nikmatnya hidup saat
memiliki barang-barang pokok yang mereka peroleh. Selain itu, mereka juga
menginginkan terwujudnya cita-cita negara sesuai dengan janji di dalam
pembukaan UUD 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum (Jolianis, 2016).
Berdasarkan keterangan dari Bappenas, Kebutuhan pokok yang wajib
dipenuhi sesuai dengan peraturan perundang-undangan baik untuk perempuan
dan laki-laki adalah tercukupi hak-hak dalam pendidikan, lingkungan hidup,
sumber daya alam, pangan, perumahan, kesehatan, pekerjaan, hak untuk ikut
berpartisipasi dalam kegiatan politik-sosial, air bersih yang layak, pertahanan
2
negara, dan terhindar dari ancaman yang bersifat kekerasan maupun non-
kekerasan.
Diantara problematika persoalan kompleks yang sangat rumit dibenahi
hingga saat ini di tanah air terutama di provinsi maupun kabupaten/kota yaitu
permasalahan kemiskinan yang semakin merenggut perekonomian masyarakat
di daerah (Balqis dan Suriani, 2020). Kemiskinan menjadi problem yang sangat
sering terjadi di Indonesia dan menarik untuk dibahas secara mendalam sebagai
ajang untuk beradu argumen di berbagai kegiatan seminar dan dijadikan sebagai
materi inti dalam forum diskusi tersebut. Menanggulangi persoalan kemiskinan
harus dilakukan dengan cara menyatukan berbagai dimensi lainnya yang
membuat permsalahan ini semakin mudah untuk diatasi (Paseki, dkk., 2014).
Dimensi lain yang sering terikat dengan kemiskinan adalah tingkat pendidikan
yang masih rendah untuk meningkatkan kualitas hidup lebih layak, tingkat
kesehatan yang masih belum memadai untuk menambah angka harapan hidup,
bertambahnya total penduduk yang membuat kebutuhan masyarakat menjadi
bertambah dan total pengangguran yang semakin meningkat akibat dari
berkurangnya lapangan kerja (Nurhidayah dan Hendikawati, 2018).
Semua aspek tersebut membuat masyarakat yang miskin ataupun berada di
bawah garis kemiskinan masih harus berjuang untuk keluar dari masalah
tersebut. Kemiskinan dapat ditanggulangi secara menyeluruh apabila
menggunakan cara yang dapat menghubungkan keseluruhan pelaku-pelaku
ekonomi negara dan memperluas jaringan kerjasama dengan berbagai pihak
3
penentu kebijakan yang selalu mendukung dalam upaya pengentasan
kemiskinan (Manek dan Badrudin, 2016).
Peristiwa bertambahnya jumlah masyarakat miskin selalu berhubungan
dengan dasar dan persoalan kesewenang-wenangan pihak yang membuat
masyarakat merasa diperlakukan tidak adil dan memunculkan perpecahan di
Indonesia, seharusnya semua pihak saling memberikan dukungan terhadap
masyarakat miskin. Dasar teori yang digunakan agar masyarakat saling
berhubungan dapat melalui kerangka pemikiran dan pemahaman masalah
secara individu maupun kajian yang dilakukan dengan mengusung konsep
keterpaduan (Wijaya, dkk., 2018). Masyarakat yang semakin terkoneksi satu
sama lain akan menimbulkan dampak konektivitas positif. Jumlah penduduk
miskin di daerah akan terus bertambah saat terjadinya keberpihakan terhadap
kelompok tertentu yang dapat menimbulkan kebencian, kecemburuan, dan
mengurangi persaudaraan, sehingga nantinya juga akan timbul masalah lain
seperti disintegrasi bangsa dan ketidakadilan masyarakat (Permatasari dan
Dwirandra, 2018).
Tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pihak tertentu, dapat
membuat seseorang atau kelompok lainnya merasa bahwa ada sikap yang tidak
adil dan tidak mendapatkan peluang yang sama dalam memperoleh informasi
dan hak-hak lainnya untuk lebih sejahtera. Hal ini dapat berimbas pada
munculnya kaum minoritas yang menganggap dirinya miskin karena
kemiskinan yang sengaja dibuat-buat (Firmansyah, dkk., 2018). Proses inilah
yang nantinya juga akan merembet kepada Tindakan irasional dan bertentangan
4
dengan norma masyarakat pada umumya, sehingga dapat menimbulkan
masalah yang lebih kompleks, seperti tawuran warga dan perpecahan bangsa
(Saraswati dan Arka, 2020).
Menurut Astika (2020) Jikalau negara ini sedang mengalami tanda-tanda
perpecahan masyarakat, dengan menurunnya rasa persaudaraan di setiap
orangnya, maka itulah yang menjadi ciri memburuknya perilaku sosial
masyarakat, memudarnya rasa kebhinekaan di antara individu maupun
kelompok serta menimbulkan pengaruh negatif pada perilaku tidak adil dan
kemiskinan yang diproses dengan sengaja di lingkungan masyarakat.
Keadaan miskin yang selalu dirasakan masyarakat Indonesia saat ini,
membuat permasalahan ini pun menimbulkan banyak pertanyaan. Pertanyaan
biasanya muncul pada saat membahas tentang dasar, definisi, dan kebijakan-
kebijakan yang terkait dengan masyarakat miskin di negara kita (Machfud, dkk.,
2020). Pertanyaan diawali dengan perencanaan strategis, dasar-dasar teori dan
realisasi kebijakan-kebijakan yang harus segera direalisasikan agar
permasalahan ini dapat tertanggulangi maupun kebijakan yang bertujuan untuk
membuat tingkat kemiskinan khususnya di daerah-daerah semakin menurun
(Anderson, dkk., 2018). Kemiskinan menjadi sangat jelas saat jumlah
masyarakat yang mengalami masalah ini semakin meningkat apalagi saat
5
pemerintah membuat kebijakan yang belum tepat sasaran (Maulana dan
Masbar, 2018).
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2019.
Grafik di atas menjelaskan bahwasannya terdapat 10 provinsi yang
memiliki Tingkat Kemiskinan di atas rata-rata nasional yaitu 9,41 berdasarkan
data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 dengan
Tingkat Kemiskinan tertinggi adalah Provinsi Papua. Sedangkan provinsi
Sulawesi Tengah berada di urutan ke-9 dengan Tingkat Kemiskinan sebesar
13,48 persen. Angka tersebut menujukkan bahwa Sulawesi Tengah belum
mampu menurunkan Tingkat Kemiskinan di bawah rata-rata nasional. Oleh
karena itu, Sulawesi Tengah menjadi salah satu provinsi yang harus
memerlukan upaya tertetu agar Tingkat Kemiskinan mengalami penurunan
yang lebih maksimal.
Menurut data Tingkat Kemiskinan yang dirilis oleh BPS tahun 2019,
Tingkat Kemiskinan provinsi Sulawesi Tengah mengalami penurunan dari
tahun 2015-2019. Artinya, provinsi ini sudah mampu melaksanakan berbagai
program dalam upaya penurunan Tingkat Kemiskinan. Tingkat Kemiskinan
27.53
22.17 21.0917.69
15.52 15.32 15.23 14.56 13.48 12.719.41
Grafik 1.1 10 Provinsi dengan Tingkat Kemiskinan Tertinggi
di Indonesia Tahun 2019 (Persen)
6
Sulawesi Tengah juga dipengaruhi oleh kabupaten/kota di dalam provinsi. Jika
kabupaten/kota memiliki Tingkat Kemiskinan yang tinggi, maka akan
memengaruhi Tingkat Kemiskinan provinsi, begitupun sebaliknya. Dibutuhkan
sinergi antara provinsi dengan kabupaten/kota agar Tingkat Kemiskinan di
Sulawesi Tengah mengalami penurunan yang signifikan setidaknya sejajar atau
lebih rendah dari nasional.
Hampir seluruh daerah di provinsi Sulawesi Tengah memiliki Tingkat
Kemiskinan di atas rata-rata nasional kecuali kabupaten Banggai dengan
Tingkat Kemiskinan sebesar 7,8 persen dan kota Palu sebesar 6,8 persen pada
2019, sekaligus sebagai daerah daerah yang memiliki Tingkat Kemiskinan
terendah. Sedangkan kabupaten yang memiliki Tingkat Kemiskinan tertinggi
adalah Donggala sebesar 18,4 persen. Walaupun seperti itu, seluruh
kabupaten/kota di provinsi ini cenderung mengalami penurunan dari tahun
2015-2019. Artinya, upaya penurunan Tingkat Kemiskinan oleh seluruh daerah
sudah cukup baik. Penurunan Tingkat Kemiskinan yang belum terlalu
signifikan tetap menjadi evaluasi bagi kabupaten/kota Sulawesi Tengah
Desentralisasi fiskal menggambarkan kondisi keuangan pemerintah daerah
di Indonesia pada era reformasi. Kebijakan ini bertujuan untuk pelayanan publik
dan kesejahteraan masyarakat agar lebih efektif dan efisien. Diharapkan Dana
Transfer yang diterima pemerintah daerah dapat digunakan dengan optimal,
sehingga penganggaran program daerah mencapai target dan sasaran dengan
mengikuti perencanaan pembangunan daerah masing-masing.
7
Pemerintah daerah juga memiliki kebijakan otonomi daerah, dimana
kebijakan tersebut menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan daerah. Kebijakan
yang dibuat tentunya tidak berkaitan dengan pemerintah pusat karena telah
menjadi kewenangan dari setiap daerah. dengan kata lain, otonomi daerah
memiliki tujuan sebagai peningkatan pembangunan masyarakat dengan
pengelolaan, kebijakan dan keputusan yang lebih optimal (Halim, 2011).
Penurunan Tingkat Kemiskinan kabupaten/kota di provinsi Sulawesi
Tengah tentunya tidak terlepas dari pengaruh yang bersumber dari segi
pendapatan daerah. Pendapatan yang dimaksud adalah Dana Perimbangan yang
terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan
Dana Bagi Hasil (DBH) (Rasu, dkk., 2019). Pendapatan daerah yang bersumber
dari transfer pemerintah pusat tersebut digunakan dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah salah satunya adalah menurunkan Tingkat
Kemiskinan.
Menurut data Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota yang dirilis
oleh BPS 2019, Realisasi penerimaan DAU seluruh kabupaten/kota di provinsi
Sulawesi Tengah cenderung mengalami kenaikan jumlah dan persentase yang
signifikan dari tahun 2015-2019 dengan penerimaan tertinggi terjadi pada 2019.
Daerah yang menerima DAU tertinggi adalah kabupaten Banggai, walaupun
Pada 2018 penerimaan DAU di kabupaten tersebut menurun sebesar 83 Miliar
Rupiah dari tahun sebelumnya. Daerah yang menerima DAU terendah adalah
kabupaten Banggai Laut, namun realisasinya mengalami kenaikan yang
signifikan dari tahun ke tahun dengan penerimaan tertinggi terjadi Pada 2019
8
sebesar 415,4 Miliar Rupiah. Semakin tinggi penerimaan DAU, maka
pemerintah daerah memiliki pemasukan yang dapat digunakan dalam urusan
desentralisasi dan otonomi daerah. Daerah dengan persentase peningkatan
penerimaan DAU tertinggi adalah kabupaten Banggai Laut sebesar 112,43
persen dengan DAU yaitu 325 Miliar Rupiah Pada 2015 dan lebih tinggi dari
tahun sebelumnya sebesar 153 Miliar Rupiah. Bahkan terdapat daerah tidak
memiliki persentase peningkatan penerimaan DAU pada 2017, diantaranya:
Morowali, Donggala, Parigi Moutong, Tojo Una-Una, Sigi, dan Palu.
Walaupun seperti itu, daerah-daerah tersebut Pada tahun berikutnya berhasil
meningkatkan persentase penerimaan DAU dengan cukup baik.
DAU bertujuan untuk memeratakan kemampuan keuangan antardaerah dan
digunakan untuk membiayai urusan pemerintahan salah satunya menurunkan
Tingkat Kemiskinan (Ismail dan Hakim, 2014). Dengan penganggaran DAU
yang optimal, secara langsung akan meningkatkan kesejahteraan, karena
pemerintah dapat memperbaiki kualitas program bantuan masyarakat
khususnya pada kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Tengah.
Menurut data yang publikasikan oleh BPS tahun 2019, Realisasi
penerimaan DAK seluruh kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Tengah
cenderung mengalami kenaikan jumlah dan persentase yang signifikan dari
tahun 2015-2019 dengan penerimaan tertinggi terjadi Pada 2019. Daerah yang
menerima DAK tertinggi adalah kabupaten Parigi Moutong, walaupun Pada
2017 penerimaan DAK di kabupaten tersebut menurun sebesar 92,3 Miliar
Rupiah. Daerah yang menerima DAK terendah adalah kabupaten Banggai Laut
9
dengan penerimaan tertinggi terjadi Pada 2017 sebesar 112,7 Miliar Rupiah.
Daerah dengan persentase peningkatan penerimaan DAK tertinggi adalah kota
Palu sebesar 490,04 persen dengan DAK yaitu 321 Miliar Rupiah Pada 2016
dan lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 54 Miliar Rupiah. Sedangkan
daerah yang memiliki persentase penerimaan DAK terendah adalah Parigi
Moutong sebesar 0,67 persen dengan DAK yaitu 83 Miliar Rupiah Pada 2014
dan lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 82 Miliar Rupiah.
Semakin tinggi penerimaan DAK, maka pemerintah daerah dapat
menggunakannya untuk kegiatan-kegiatan khusus yang juga menjadi target
nasional (Basyir, dkk., 2015). DAK yang dikelola dengan baik, tentunya akan
berdampak positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat seperti
pendidikan, kesehatan, bantuan sosial dan lain-lain. Apabila program-program
khusus dari tahun ke tahun meningkat, maka secara langsung dapat menurunkan
Tingkat Kemiskinan, karena masyarakat memiliki sarana dalam memperbaiki
kualitas hidup.
Realisasi penerimaan DBH seluruh kabupaten/kota di provinsi Sulawesi
Tengah cenderung mengalami kenaikan jumlah dan persentase yang signifikan
dari tahun 2015-2019 dengan penerimaan tertinggi terjadi pada 2019. BPS
menyebut, daerah yang menerima DBH tertinggi adalah kabupaten Banggai,
dengan penerimaan DBH di kabupaten yang setiap tahunnya mengalami
kenaikan. Daerah yang menerima DBH terendah adalah kabupaten Banggai
Laut, dengan penerimaan tertinggi terjadi pada 2019 sebesar 28,5 Miliar Rupiah.
DBH dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk membiayai urusan
10
pemerintahan tentunya dengan mengedepankan kepentingan publik
(Isramiwarti, dkk., 2017). DBH dapat menambah jumlah anggaran yang
digunakan untuk perbaikan kualitas tenaga kerja, fasilitas publik dan
peningkatan program ekonomi di daerah.
Penerapan sistem daerah melalui desentralisasi fiskal dengan Dana
Perimbangan membantu pemerintah untuk meningkatkan program dan realisasi
kegiatan ekonomi agar sesuai dengan kebijakan yang telah dirancang.
Pengelolaan Dana Perimbangan yang optimal oleh pemerintah daerah tentu akan
memberikan dampak positif bagi penurunan Tingkat Kemiskinan di provinsi
Sulawesi Tengah. Nantinya anggaran tersebut dialokasikan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat dengan perluasan lapangan pekerjaaan, bantuan
UMKM, pelatihan dan lain-lain, sehingga masyarakat dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya dengan baik (Rinanda dan Harsono, 2020).
Salah satu faktor penurunan Tingkat Kemiskinan di daaerah adalah
pengelolaan Dana Perimbangan terhadap pemenuhan ekonomi masyarakat.
Oleh sebab itu, komponen Dana Perimbangan menjadi anggaran yang sangat
penting karena jumlahnya yang sangat besar dan setiap tahunnya mengalami
peningkatan serta menjadi pendorong utama dalam setiap kegiatan pemerintah
daerah. Apabila anggaran tersebut digunakan secara optimal, maka masalah
kemiskinan dapat tertanggulangi dengan cepat (Anwar, dkk., 2016).
Selain itu, Dana Perimbangan yang menjadi instrumen pendapatan daerah,
juga berdampak pada efektifitas, efisiensi, dan kapabilitas program-program
11
daerah. Jika jumlahnya naik setiap tahun, maka besaran pendapatan dan
pengeluaran daerah seperti Belanja Daerah untuk penanggulangan kemiskinan
juga ikut naik.
Pengalokasian Dana Perimbangan yang sesuai dengan target sasaran, tentu
menjadi tugas daerah karena pemerintah daerah tidak bisa mengandalkan PAD
yang jumlahnya masih jauh dibawah Dana Perimbangan. Oleh karena itu,
penanggulangan kemiskinan harus melalui program yang efektif dengan
melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, penurunan Tingkat
Kemiskinan harus didukung secara maksimal dari kemampuan Dana
Perimbangan (Subekan, 2012).
Melihat kondisi Tingkat Kemiskinan yang terjadi di provinsi Sulawesi
Tengah, tentunya membuat pemerintah daerah harus merancang dan
merealisasikan kebijakan yang tepat akan Tingkat Kemiskinan turun. Dana
Perimbangan secara fungsi sudah dirancang untuk pemerintah daerah dengan
jumlah tertentu. Dengan kata lain, keberhasilan dari pengelolaan Dana
Perimbangan akan meningkatkan taraf hidup masyarakat dan Tingkat
Kemiskinan pun turun.
Untuk mengoptimalkan anggaran tersebut, pemerintah daerah diwajibkan
untuk menyelenggarakan berbagai program tertentu dalam upaya peningkatan
pendapatan masyarakat daerah dan mengurangi kemiskinan di provinsi Sulawesi
Tengah. Dana Perimbangan dapat difungsikan menjadi salah satu komponen
APBD untuk mengatasi kemiskinan (Wijaya, dkk., 2018).
12
Dengan masalah-masalah dan pendalaman teori yang telah dipaparkan, secara
umum anggaran Dana Perimbangan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,
tetapi Tingkat Kemiskinan di provinsi Sulawesi Tengah masih di atas rata-rata
Tingkat Kemiskinan nasional. Peningkatan alokasi Dana Perimbangan bisa
berdampak pada membantu kinerja pemerintah daerah agar kemiskinan di provinsi
ini dapat diatasi.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka peneliti
tertarik untuk mengkaji lebih dalam dengan melakukan penelitian yang berjudul
“Analisis Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Tingkat Kemiskinan (Studi
Kasus: Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2015-2019)”.
13
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) secara parsial
terhadap Tingkat Kemiskinan pada kabupaten/kota di provinsi Sulawesi
Tengah tahun 2015-2019?
2. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) secara parsial
terhadap Tingkat Kemiskinan pada kabupaten/kota di provinsi Sulawesi
Tengah tahun 2015-2019?
3. Bagaimana pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) secara parsial terhadap
Tingkat Kemiskinan pada kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Tengah
tahun 2015-2019?
4. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) secara simultan terhadap
Tingkat Kemiskinan pada kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Tengah
tahun 2015-2019?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) secara parsial
terhadap Tingkat Kemiskinan pada kabupaten/kota di provinsi Sulawesi
Tengah tahun 2015-2019.
2. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) secara parsial
terhadap Tingkat Kemiskinan pada kabupaten/kota di provinsi Sulawesi
Tengah tahun 2015-2019.
14
3. Untuk mengetahui pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) secara parsial
terhadap Tingkat Kemiskinan pada kabupaten/kota di provinsi Sulawesi
Tengah tahun 2015-2019.
4. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) secara simultan terhadap
Tingkat Kemiskinan pada kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Tengah
tahun 2015-2019.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi pemerintah daerah, dapat menjadi sumber rujukan untuk merancang
kebijakan dalam upaya menurunkan Tingkat Kemiskinan, terutama
kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Tengah.
2. Bagi masyarakat umum, dapat menjadi bahan informasi tentang pengaruh
DAU, DAK dan DBH terhadap Tingkat Kemiskinan. Selain itu, juga dapat
menambah wawasan tentang keuangan daerah.
3. Bagi para praktisi pendidikan, sebagai sumber referensi bagi penelitian
selanjutnya dan dapat diterapkan dalam kegiatan pendidikan lainnya.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kemiskinan
Kemiskinan mempunyai definisi yang luas dan bidang ekonomi
menjadi aspek yang sering dikaitkan dengan masalah ini. Bermacam-
macam cara digunakan untuk mengartikan kemiskinan dan menelaah
lebih dalam tentang persoalan tersebut agar mendapatkan sebuah
kerangka teori yang lebih mudah untuk dipahami (Bawimbang, dkk.,
2018). Jika dilihat dari satuan pengukuran, kemiskinan memiliki dua
jenis, diantaranya: kemiskinan relatif dan absolut. Sedangkan, jika
dilihat dari penyebabnya, kemiskinan juga memiliki dua jenis
diantaranya: kemiskinan alamiah dan struktural. Pemerintah harus
memiliki kejelasan tentang seseorang atau kelompok masyarakat yang
mengalami kemiskinan agar kebijakan yang telah dibuat lebih tepat
sasaran, karena dapat berpengaruh positif terhadap upaya pengentasan
kemiskinan. Seluruh daerah di Indonesia memiliki penyebab
kemiskinan yang berbeda-beda, sehingga harus dipahami bahwa ada
syarat yang harus dipenuhi daerah agar tingkat kemiskinan menurun
(Panji dan Indrajaya, 2016). Nilai-nilai lokal masyarakat daerah juga
menjadi faktor pendukung dari pengentasan permasalahan ini.
16
Kemiskinan telah menjadi problem yang bersifat luas dan mencakup
berbagai dimensi, dimana persoalan ini sudah menjadi masalah umum
yang kerap kali terjadi pada negara-negara seperti Indonesia karena
tergolong negara berkembang. Kemiskinan merupakan masalah yang
faktor penyebab utamanya sukar ditentukan karena tidak muncul dalam
jangka waktu yang cepat, tentunya ada proses yang dapat mendorong
terjadinya masalah ini. Selain itu dari berbagai dimensi, kemiskinan
sangat sering dikaitkan dengan bidang-bidang ekonomi dan sosial
lainnya, seperti: aspek sekunder yaitu: akses keuangan dan informasi,
keterampilan serta politik, pengetahuan kemudian kepemilihan harta
yang merupakan aspek primer (Bado, dkk., 2018). Dengan kata lain,
kemiskinan bersifat multidimensi berasal dari berbagai kebutuhan
ekonomi masyarakat yang belum terpenuhi. Rendahnya tingkat
pendidikan, perumahan yang tidak sesuai, kekurangan air dan gizi serta
tingkat kesehatan yang redah merupakan sebagian besar dampak yang
disebabkan oleh kemiskinan.
Jumlah pengganguran dan kondisi ketebelakangan masyarakat
merupakan faktor yang sering menyebabkan kemiskinan. Masyarakat
yang memiliki akses terbatas dan memiliki kekurangan dalam berusaha,
tingkat pendidikan yang rendah, dan pengetahuan yang sempit akan
tertinggal jauh dari masyarakat yang memiliki kemampuan lebih tinggi
saat melakukan kegiatan perekonomian (Saraswati dan Arka, 2016).
17
Kemiskinan absolut dan relatif merupakan bagian dari pengukuran
tingkat kemiskinan yang berasal dari pendapatan.
Kemiskinan relatif adalah kondisi perbedaan pendapatan dalam
kelompok masyarakat. Kemiskinan jenis ini menjelaskan bahwa
terdapat masyarakat yang sudah memiliki pendapatan tinggi, sehingga
terlihat sangat kaya. Ada pula kelompok masyarakat yang memiliki
pendapatan yang cukup tinggi, sehingga mereka setidaknya bukan
termasuk orang yang berada di garis kemiskinan. Distribusi pendapatan
menggambarkan bagaimana kondisi ukuran ketimpangan pendapatan
yang sering terjadi (Kadafi dan Murtala, 2020) . Sedangkan, kemiskinan
absolut adalah kemiskinan yang terjadi saat keadaan masyarakat
memiliki pendapatan yang belum cukup untuk memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari atau dengan kata lain, penyebabnya adalah karena
mereka belum mampu keluar dari garis kemiskinan.
Terdapat juga jenis kemiskinan yang berdasarkan satuan waktu.
Kemiskian tersebut diantaranya: accidental poverty, seasonal poverty,
persistent poverty, dan cylical poverty. Accidental poverty merupakan
kondisi kemiskinan yang berasal dari dampak kebijakan pemerintah,
ataupun terjadi hal-hal di luar kendali manusia seperti bencana alam
yang dapat menurukan kesejahteraan masyarakat. Seasonal poverty
merupakan kondisi kemiskinan masyarakat yang sering dialami oleh
pekerja dengan mengandalkan musim seperti nelayan dan petani
tradisional. Persistent poverty merupakan kondisi kemiskinan yang
18
disebabkan Pada proses turun- temurun dan biasanya terjadi dalam
lingkungan keluarga. Cylical poverty merupakan kondisi kemiskinan
yang disebabkan oleh perputaran roda perekonomian secara agregat
(Yulianto 2019).
Kemiskinan adalah kondisi saat masyarakat tidak mampu
meningkatkan standar kualitas hidup yang lebih baik, karena tidak
memiliki akses ekonomi yang cukup. Keadaan miskin yang dimaksud
adalah saat seseorang memiliki penghasilan dengan jumlah kurang dua
dollar setiap harinya dan sesuai dengan ketentuan rasio yang telah
ditetapkan oleh World Bank. Selain itu, kemiskinan juga menyebabkan
seseorang merasa tidak dihargai oleh sesama masyarakat.
Kemiskinan yang biasa dialami masyarakat memiliki ciri-ciri,
diantaranya:
1. Perbedaan kewenangan lembaga negara, kekuasaan dan organisasi
politik.
2. Perbedaan kekuatan politik dan ekonomi dari negara lain yang
memiliki derajat ketergantungan.
3. Perbedaan pola industri perekonomian.
4. Perbedaan fungsi negara dan swasta.
5. Perbedaan kualitas sumber daya manusia dan kekayaan sumber
daya alam.
6. Perbedaan sejarah yaitu saat dijajah oleh negara yang berbeda.
19
7. Perbedaan geografis yaitu tingkat pendapatan dan Dana Alokasi
Khusus (DAK).
2. Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi fiskal menggambarkan pelimpahan yang serahkan
pemerintah pusat kepada daerah berkaitan dengan wewenang dan
tanggung jawab dalam urusan penerimaan dan belanja daerah.
Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi pemerintah daerah dalam
pelayanan publik dengan penyediaan barang dan jasa serta membuat
kebijakan yang akuntabel, demokratis dan transparan. Aspek
desentralisasi fiskal dilihat dari pemasukan dan pengeluaran daerah.
Konsep desentralisasi menggunakan sistem koordinasi antartingkat
pemerintah yang terdiri dari pemerintah lokal, sub nasional (provinsi)
dan nasional. Mengacu pada sistem federalisme fiskal, kabupaten/kota
menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat untuk mendekatkan
hubungan masyarakat dengan pemerintah (Widani dan Erawati, 2016).
Otonomi daerah dapat dipahami dalam dua sudut pandang. Sudut
pandang yang pertama menjadi tantangan bagi pemerintah karena
berkewajiban untuk mengurus daerahnya masing-masing. Sudut
pandang yang kedua menjadi peluang bagi daerah agar lebih mandiri
dalam upaya peningkatan kesejahteraan melalui pelayanan publik serta
penerapan kebijakan tepat sasaran untuk pembangunan daerah. Oleh
karena itu, daerah memiliki tanggung jawab untuk memberikan
20
perlindungan, menjaga kesatuan dan hidup rukun di NKRI,
meningkatkan taraf hidup, mengembangkan demokrasi, keadilan yang
merata, pendidikan dan Kesehatan (Agus, 2020).
Pemerintah daerah diharapkan dapat melaksanakan kebijakan
desentralisasi fiskal dan otonomi daerah dengan baik, karena dapat
meningkatkan kontribusi masyarakat dalam pembangunan daerah.
Melalui APBD, daerah memiliki kewajiban untuk mengalokasikan
dana tersebut agar program-program yang direncanakan lebih tepat
sasaran serta mempertimbangkan kepentingan publik dengan peraturan
yang telah disepakati.
3. Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai dana yang dianggarkan untuk
pemerintah daerah dan tercantum di dalam APBN. Nantinya dana
tersebut akan ditransfer dari pemerintah pusat untuk memeratakan
pendapatan dan membiayai program-program di daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Daerah yang memiliki sumber fiskal
dengan jumlah yang cenderung besar, namun memiliki kebutuhannya
kecil, akan menerima transfer DAU yang relatif kecil. Sedangkan
daerah dengan sumber fiskal yang cenderung kecil, namun
kebutuhannya besar, maka akan menerima transfer DAU yang relatif
besar. Dengan kata lain, ketentuan penerimaan DAU melihat
pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan yang anggarannya
21
telah tercantum di APBD setelah dikurangi dengan belanja pegawai
(Machfud, dkk. 2020).
Kesenjangan ekonomi antardaerah disebabkan oleh kurangnya
pemerintah daerah dalam memaksimalkan potensi pajak dan sumber
daya alam di daerahnya. Permasalahan tersebut tidak dapat dihindari
walaupun menggunakan desentralisasi fiskal. Inisiatif yang diberikan
oleh pemerintah pusat kepada daerah yaitu dengan memberikan bantuan
berupa DAU, agar problem tersebut dapat diatasi dan tidak
menimbulkan masalah lain (Rinanda dan Harsono, 2020). DAU sebagai
sejumlah anggaran yang ditransfer kepada pemerintah daerah untuk
membiayai kebutuhan pegeluaran melalui belanja daerah. cara
menghitung alokasi DAU, diantaranya:
a. DAU disahkan sedikitnya 26 persen pendapatan dari dalam negeri
yang tercantum di dalam rencana anggaran.
b. DAU yang dialokasikan kepada kabupaten/kota dan provinsi
masing-masing menerima 90 persen dan 10 persen dari DAU yang
telah disahkan.
c. DAU yang diberikan kepada kabupaten/kota tertentu disahkan
dengan dasar perkalian seluruh DAU yang ditransfer kepada
kabupaten/kota yang tercantum di dalam rencana anggaran dengan
bagian kabupaten/kota terkait.
d. Bagian besaran kabupaten/kota terdapat pada penjelasan di atas
berlaku untuk seluruh kabupaten/kota yang ada di Indonesia.
22
Dalam membantu keuangan daerah, pemerintah pusat
mengalokasikan Dana Perimbangan yang terdir dari: Dana Alokasi
Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH)
Pajak dan Bukan Pajak. Selain dari Dana Perimbangan, pemerintah
daerah juga memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimana dana
tersbut diperoleh dari seluruh potensi yang ada di daerahnya, dana yang
berasal dari pembiyaan, dan dana yang bersumber dari pendapatan sah
yang lain-lain. Dana-dana tersebut dikelola seluruhnya oleh pemerintah
daerah sebagai penanggungjawab utama. Dalam upaya peningkatan
pelayanan publik, pemerintah daerah diwajibkan mengelola Dana
Perimbangan yang bersumber dari pemeintah pusat secara efektif dan
efisien (Firmasnsyah, dkk., 2015).
Keperluan DAU akan ditentukan dengan menghitung fiscal gap.
Artinya, DAU yang dialokasikan, harus melihat dari besarnya potensi
daerah yang harus dioptimalkan. DAU dialokasikan agar mengatasi
celah fiskal yang terjadi dalam keuangan daerah, dimana potensi lebih
besar dari pendapatan daerah yang tercantum di dalam rencana
anggaran.
23
Menurut Ririn (2011), DAU memiliki prinsip dasar dalam
pengalokasian, diantaranya:
a. Kecukupan
Dengan prinsip ini, artinya pemerintah pusat harus memberikan
DAU yang cukup bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan
kegiatannya. Kebutuhan daerah tiap tahun selalu mengalami
perubahan dan pemerintah pusat harus terus memantau
perkembanganya agar pengalokasian tetap sesuai dengan
kebutuhan.
b. Netralitas dan Efisiensi
Netralitas artinya DAU harus memberikan perbaikan terhadap
distorsi harga relatif yang terjadi di daerah. Efisiensi artinya DAU
harus mampu menjaga harga input dan memaksimalkan instrumen
keuangan lainnya yang relevan.
c. Akuntabilitas
Akuntabilitas artinya DAU harus dimaksimalkan oleh
pemerintah daerah dengan bekerjasama dengan pihak-pihak seperti
DPRD dan masyarakat untuk kemajuan daerah. Dengan kata lain,
DAU sudah memiliki sifat akuntabilitas elektoral dan tidak ada
kaitannya dengan pemerintah pusat.
d. Relevansi dengan Tujuan
Relevansi artinya DAU harus digunakan dengan mengikuti
undang-undang. Oleh karena itu, harus digunakan agar target yang
24
diajukan pemerintah pusat dapat tercapai. Arah-arah tersebut sudah
termaktub dalam Undang-Undang
e. Keadilan
Keadilan berarti DAU ditransfer agar dapat memeratakan
kemampuan finansial setiap daerah yang dapat mengurangi
ketimpangan pendapatan dan sebagai wujud nyata dari
desentralisasi.
f. Objektivitas dan Transparansi
Transparansi artinya DAU harus dianggarkan dengan jelas
tanpa ada manipulasi sehingga bentuk realisasinya bersifat
transparan kepada masyarakat daerah.
g. Kesederhanaan
Kesederhanaan berarti formula DAU bersifat tidak kompleks.
Oleh karena itu, penyusunan DAU harus membuat pihak lain
memahaminya lebih mudah, namun tidak boleh terlalu sederhana
karena dapat menimbulkan konflik di dalam masyarakat.
Peraturan tersebut menjelaskan bahwasannya pemerintah daerah
berhak menerima alokasi DAU paling sedikit 26 persen dari jumlah
pendapatan di dalam negeri netto. Dengan hal itu, maka alokasi DAU
dapat mennjadi lebih besar, sehingga dana tersebut akan sangat
bergantung pada kondisi Fiscal Sustainability dan APBN. DAU
ditranfer dengan besaran yang dihitung berdasarkan fiscal gap dan
alokasi dasar. Fiscal gap adalah keperluan pemerintah daerah yang
25
telah dikurangi oleh kemampuan fiskal di daerah. Keperluan daerah
ditentukan dengan melihat ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Sedangkan, kemampuan fiskal dihitung dengan melihat jumlah PAD
dan DBH yang masuk ke rekening kas umum pemerintah daerah dan
alokasi dasar dihitung dengan melihat seluruh gaji PNS yang bekerja di
daerah. Kebutuhan fiskal adalah kebutuhan pemerintah daerah dalam
membiayai urusan pemerintahannya sebagai penyedia layanan publik.
Kebutuhan fiskal juga memiliki beberapa variabel, diantaranya:
a. Total Penduduk
b. Luas Wilayah
c. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)
d. Indeks Kemiskinan Relatif (IKR)
Kemampuan fiskal daerah adalah kapasitas pemerintah daerah
dalam memaksimalkan seluruh potensi yang dimiliki daerahnya. Cara
menghitungnya adalah menjumlahkan PAD dengan DBH Pajak dan
Bukan Pajak yang tercantum di dalam APBD.
26
4. Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dalam membantu finansial daerah, pemerintah pusat
mengalokasikan Dana Perimbangan yang terdiri dari: Dana Bagi Hasil
(DBH) Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana
Alokasi Khusus (DAK). Selain dari Dana Perimbangan, pemerintah
daerah juga memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimana
dana tersebut diperoleh dari seluruh potensi yang ada di daerahnya,
dana yang berasal dari pembiyaan, dan dana yang bersumber dari
pendapatan sah yang lain. Dana-dana DAK dikelola seluruhnya oleh
pemerintah daerah sebagai penanggungjawab utama. Dalam upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat, pemerintah yang ada di daerah
diwajibkan mengelola Dana Perimbangan yang bersumber dari
pemerintah pusat secara optimal (Manduapessy, 2020).
DAK sebagai anggaran yang ditransfer kepada pemerintah daerah
dari pemerintah pusat dengan tujuan agar daerah dapat menyediakan
sarana dan prasarana fisik sebagai target negara dalam meningkatkan
kemampuan ekonomi dan fasilitas publik antardaerah. DAK memiliki
dampak yang signifikan bagi pelayanan-pelayanan yang telah menjadi
hak dasar bagi setiap masyarakat (Subekan, 2012).
Daerah yang mendapatkan DAK wajib menyiapkan dana
penyesuaian minimal 10 persen dari DAK yang dialokasikan kepada
prmerintah daerah dan anggaran tersebut wajib dicantumkan ke rencana
APBD. wilayah yang lebih tinggi pengeluarannya dari pemasukan, tidak
27
harus menyiapkan dana penyesuaian. DAK tidak diberikan kepada
semua daerah, karena anggaran ini bertujuan untuk meningkatkan dan
memeratakan infrastruktur pelayanan publik khususnya di daerah-
daerah yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat sebagai target
nasional (Mala dan Kurnia, 2017).
DAK mempunyai beberapa tujuan menurut Dirjen Perimbangan,
diantaranya:
1. Diprioritaskan bagi wilayah-wilayah yang mempunyai tingkat
kesanggupan keuangan rendah di bawah rata-rata nasional, dan
gunakan untuk mendanai urusan daerah seperti peningkatan fasilitas
rakyat dari segi dasar pelayanannya.
2. Meningkatkan percepatan peningkatan kualitas fasilitas pelayanan
bagi daerah-daerah terpencil, daerah yang berbatas dengan wilayah
negara tetangga, wilayah dengan potensi bencana alam yang tinggi,
wilayah yang menjadi tempat untuk urusan ketahanan pangan dan
daerah yang memiliki potensi wisata.
3. Meningkatkan produktivitas dengan kegiatan-kegiatan khusus yang
dapat mengurangi ketimpangan pendapatan di daerah dengan
mendorong perluasan kesempatan kerja di bidang infrastruktur,
kelautan dan perikanan serta pertanian terutama di pedesaan.
4. Meningkatkan akses bagi masyarakat miskin untuk dapat menikmati
hak-hak dasar yang dapat meningkatkan kesejahteraan melalui
program ekonomi yang menurunkan Tingkat Kemiskinan.
28
5. Menaikkan kualitas lingkungan kehidupan terutama alam melalui
kegiatan-kegitan khusus sebagai upaya untuk mengurangi risiko
bencana alam yang disebabkan oleh manusia. Penyediaan sistem
yang berkualitas untuk membantu meningkatkan kehandalan
melalui bidang infrastruktur.
6. Mengakomodasi daerah-daerah yang mengalami pemekaran
provinsi, kabupaten dan kota dengan meningkatkan sarana dan
prasarana dalam urusan pemerintahan.
7. Meningkatkan sinergi dan kerjasama dalam mengoptimalkan DAK
yang dianggarkan pemerintah pusat dengan lembaga-lembaga
daerah yang memiliki anggaran dana di dalam anggaran.
8. Mengalihkan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan secara
berangsur-angsur kepada DAU sebagai dana yang digunakan dalam
urusan pemerintah daerah.
Menurut Ardhani (2011), DAK dioptimalkan dalam peningkatan
kualitas pelayanan publik dalam bidang investasi, pengadaan barang
dan jasa, perbaikan infrastruktur fisik yang memiliki dampak ekonomi
yang panjang. DAK diperuntukkan untuk meningkatkan alokasi
perbelanjaan jangka panjang karena bersifat menambah harta tetap yang
daerah miliki dan pemerintah daerah dapat menggunakannya dalam
rangka meningkatkan fasilitas pelayanan kepada masyarakat.
29
Menurut Dirjen Perimbangan, DAK mempunyai arah kegiatan
diantaranya:
a. DAK Pendidikan
DAK digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
dengan program-program khusus. Salah satu programnya adalah
Wajib Belajar (Wajar) bagi seluruh masyarakat Indonesia, dengan
sasaran sekolah negeri dan swasta khususnya di daerah yang sulit
dijangkau, daerah terbelakang, daerah berbatas dengan negara
tetangga, beragam pulau kecil dan lainnya.
b. DAK Kesehatan
Dana ini digunakan untuk meningkatkan kualitas dasar
kesehatan yang layak kepada masyarakat yang ada di wilayah yang
sulit dijangkau, terbatas dan pulau-pulau kecil untuk dapat
menikmati jangkauan pelayanan kesehatan yang layak. Program
pengadaan telah dilakukan seperti: membangun rumah sakit
provinsi dan kabupaten kota, puskesmas, posyandu dan sebagainya.
Program ini juga dilaksanakan untuk mengurangi Angka Kematian
Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang sering terjadi di
Indonesia.
c. DAK Keluarga Berencana
Anggaran tersebut digunakan agar dapat menaikkan kualitas
pelayanan dasar program komunikasi dan Keluarga Berencana,
Informasi dan Edukasi (KIE). Selain itu, peningkatan juga dilakukan
30
dengan pengadaan sarana dan prasarana klinik KB yang
dioptimalkan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dan angka
kelahiran, sehingga dapat menaikkan kesejahteraan dan ketahanan
keluarga.
d. DAK Infrastruktur Jalan dan Jembatan
Dana ini digunakan untuk meningkatkan kualitas jalan dan
jembatan di daerah agar mobilitas manusia, barang dan jasa agar
lebih efektif dan efisien. Peningkatan ini dapat berdampak positif
bagi sektor pertanian, industri dan pariwisata terhadap pertumbuhan
ekonomi nasional.
e. DAK Infrastruktur Irigasi
Dana ini digunakan untuk meningkatkan dan mengembangkan
sistem jaringan irigasi yang berkualitas dan menjadi urusan
pemerintahan daerah. Program-program yang dilaksanakan dalam
rangka meningkatkan ketahanan pangan nasional dengan membuat
jaringan reklamasi rawa dan jaringan irigasi pedesaan khususnya di
wilayah tertinggal, terpencil dan pulau-pulau kecil.
f. DAK Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi
Anggaran tersebut digunakan untuk membiayai program-
program yang dapat meningkatkan kesehatan masyarakat melalui
sistem air minum berkualitas dan pelayanan kesehatan lingkungan
lainnya, seperti drainase dan persampahan.
31
g. DAK Pertanian
Dana ini digunakan untuk membantu usaha tani dalam rangka
meningkatkan ketahanan pangan nasional melalui pengadaan sarana
dan prasarana berkualitas bagi para petani khususnya di daerah-
daerah yang menjadi lumbung pangan.
h. DAK Kelautan dan Perikanan
Dana ini digunakan untuk membiayai program khusus di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil melalui peningkatan sarana
dan prasarana dengan pengawasan, pengolahan dan pemasaran. Hal
dilakukan untuk membantu masyarakat agar dapat meningkatkan
kesejahteraan hidupnya.
i. DAK Prasarana Pemerintahan Daerah
Dana ini digunakan untuk membantu daerah dalam urusan
pemerintahan dalam upaya meningkatkan pembangunan dan
pelayanan masyarakat. Selain itu, dialokasikan juga kepada daerah-
daerah pemekaran dan daerah yang terkena dampak pemekaran dan
juga untuk menambah aset pemerintah daerah berupa perluasan
gedung bupati/walikota dan gubernur serta perluasan gedung
DPRD, namun dengan tetap mengikuti kriteria yang ditetapkan di
dalam DAK.
32
j. DAK Lingkungan hidup
Dana ini digunakan untuk membiayai program-program khusus
dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup melalui
pengadaan sarana dan prasarana air bersih, pencegahan pencemaran
lingkungan dan perlindungan sumber daya alam yang terdapat di
ekosistem.
k. DAK Kehutanan
Dana ini digunakan untuk menjaga kualitas hutan melalui
peningkatan sarana dan prasarana yang ada di Daerah Aliran Sungai
(DAS), pengoptimalan hutan mangrove dan memaksimalkan fungsi
hutan lindung. Dilaksanakan juga program penyuluhan kepada
masyarakat agar paham dan ikut menjaga kelestarian hutan yang ada
di Indonesia.
l. DAK Sarana dan Prasarana Perdesaan
Dana ini digunakan untuk meningkatkan kualitas sarana dan
prasarana dasar yang harus dimiliki oleh masyarakat khususnya di
daerah tertinggal dalam rangka mendorong perpindahan
masyarakat, hasil produksi barang dan jasa dari tempat pembuatan
ke tempat pemasaran.
m. DAK Perdagangan
Dana ini digunakan untuk meningkatkan sarana dan prasarana
perdagangan dan membantu pemerintah daerah dalam mendanai
pasar tradisional yang ada di daerah tertinggal, terpencil dan pulau-
33
pulau kecil, sehingga distribusi barang dan jasa lebih efektif dan
efisien untuk sampai ke konsumen.
5. Dana Bagi Hasil (DBH)
Menurut Dirjen Perimbangan, Dana Bagi Hasil (DBH) sebagai dana
yang berasal dari pemasukan APBN dan merupakan salah satu
komponen Dana Transfer yang dianggarkan oleh pemerintah pusat
kepada daerah agar dapat merealisasikan program pemerintahannya
sendiri juga sebagai bentuk dari desentralisasi. DBH yang dialokasikan
kepada daerah berasal dari sumber daya nasional dan ada dua macam,
yaitu DBH bukan Pajak (Sumber Daya Alam) dan DBH Pajak.
Setiap daerah akan mendapatkan bagi hasil pajak penghasilan (PPh)
orang pribadi (personal income tax), yaitu PPh Pasal 21 serta PPh Pasal
25/29 Orang Pribadi. Dibentuknya peraturan tersebut adalah untuk
menyeimbangkan pendapatan DBH daerah yang sumber daya alamnya
tidak tersedia, namun daerah tersebut memberi sumbangan yang
signifikan untuk pemasukan pemerintah pusat yang tercantum di dalam
APBN. Pendapatan pajak yang diperoleh daerah sangat berhubungan
dengan besarnya basis pendapatan pajak. Dengan kata lain, daerah yang
memiliki pemasukan lebih besar akan mendapatkan dengan jumlah yang
relatif tinggi dari DBH pajak (Dirjen Perimbangan, 2020).
Anggaran ini sebagai komponen cukup penting di dalam APBD
yang dimana dana tersebut akan digunakan untuk membiayai
34
pembangunan daerah dengan pendapatan yang tidak bersumber dari
PAD, DAU dan DAK. Formula dana tersebut diberikan sesuai dengan
ketentuan dari daerah yang menerima DBH. Pendapatan DBH pajak
berasal dari: : Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21), Pajak Penghasilan
Pasal 25 (PPh 25), Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
(PPh WPOPDN). Sedangkan DBH SDA berasal dari: Pertambangan
Panas Bumi, Pertambangan Gas Bumi, Pertambangan Minyak Bumi,
Perikanan, Pertambangan Umum, dan Kehutanan (Dirjen Perimbangan,
2020).
DBH Pajak adalah anggaran yang bersumber dan ditransfer
pemerintah pusat kepada daerah dan tercantum di dalam APBD sebagai
bagian dari Dana Perimbangan yang diberikan kepada daerah dengan
ketentuan besaran potensi yang dimiliki daerah dan juga melaksanakan
wujud nyata desentralisasi.
Menurut Sianipar (2011), DBH Pajak berasal dari Pajak Penghasilan
(PPh) pasal 21, pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri,
Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25, Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Kementerian Keuangan adalah otoritas yang memiliki kewenangan
untuk menetapkan besaran alokasi DBH Pajak. Dana ini ditransfer
melalui proses secara pemindah bukuan dari rekening kas umum negara
ke rekening kas umum pemerintah daerah.
35
Menurut Sianipar (2011), Kementerian Keuangan menetapkan PPh
pasal 21, pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
(WPOPDN), dan PPh pasal 25 dibagi dengan 40 persen untuk provinsi
dan 60 persen untuk kabupaten/kota. Pasal 8 Peraturan Pemerintah
Nomor 55 Tahun 2005, menjelaskan bahwasanya PPh pasal 21 dan PPh
WPOPDN (Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri) dibagikan 20
persen kepada daerah dengan rincian 12 persen untuk kabupaten/kota
dan 8 persen untuk provinsi. Pengalokasian PPh Pasal 21 dan
penerimaan PPh WPOPDN dilaksanakan setiap tiga bulan sekali dalam
tahun anggaran.
Menurut Sianipar (2011), DBH Bukan Pajak adalah salah satu
komponen DBH yang berasal dari APBD dan bersumber dari
Pertambangan Panas bumi, Pertambangan Gas Bumi, Pertambangan
Minyak Bumi, Perikanan, Pertambangan Umum, dan Kehutanan.
Terdapat ketentuan dalam pembagian pemasukan negara yang
bersumber dari kehutanan, yaitu: 80 persen untuk pemerintah daerah
dan 20 persen untuk pemerintah pusat yang didapatkan dari provisi
sumber daya hutan dan Iuran Hak Pengusahaan Hutan. Pemasukan
negara yang diperoleh dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan
diformulasikan 64 persen untuk kabupaten/kota daerah yang
menghasilkan dan 16 persen untuk daerah terkait. Pemasukan negara
yang diperoleh dari provisi sumber daya hutan diformulasikan 32 persen
untuk kabupaten/kota di dalam provinsi yang menghasilkan dan 16
36
persen untuk daerah terkait. Pemasukan yang bersumber dari hutan
dengan dana reboisasi diformulasikan 40 persen untuk pemerintah
daerah dan 60 persen untuk pemerintah pusat. Pemasukan yang
bersumber dari wilayah yang menghasilkan pertambangan umum
diformulasikan 80 persen untuk pemerintah daerah dan 20 persen untuk
pemerintah pusat, dimana dana tersebut diperoleh dari penerimaan iuran
eksplorasi (royalti) dan iuran tetap (land-rent). Pemasukan yang berasal
dari iuran tetap, diformulasikan 64 persen untuk kabupaten/kota daerah
yang menghasilkan dan 16 persen untuk provinsi yang terkait.
Pemasukan yang berasal dari iuran eksplorasi, diformulasikan 32 persen
untuk daerah yang menghasilkan dan 16 persen untuk provinsi yang
terkait (Dirjen Perimbangan, 2020).
Pemasukan iuran tetap (land-rent) adalah sejumlah dana yang
diterima pemerintah pusat yang bersumber dari wilayah pertambangan
sebagai penerimaan atas jasa penyelidikan umum, eksploitasi dan
eksplorasi. Pemasukan iuran eksplorasi dan eksploitasi (royalti) dengan
sejumlah dana yang diterima pemerintah pusat sebagai pihak yang
berkuasa atas eksplorasi pertambangan dengan ssumber daya yang
tergali dan eksplorasi yang diberikan karena memperoleh pemasukan
dari usaha pertambangan royalti atau lebih dari satu galian
pertambangan.
Pemasukan negara diperoleh dari sektor perikanan yang terdiri dari:
pemasukan tarif pengusahaan perikanan, penerimaan tarif perolehan
37
perikanan. Formulasi DBH yang diperoleh daerah sebesar 80 persen
dengan pembagian yang sama untuk kabupaten/kota di seluruh
Indonesia. Pemasukan yang berhak diterima daerah yang bersumber
dari sektor perikanan, dialokasikan kepada seluruh pemerintah daerah
dengan porsi yang sama besar.
Pemasukan pemerintah pusat yang bersumber dari sektor minyak
dan gas yang dialokasikan ke seluruh pemerintah daerah adalah
pemasukan negara yang berasal dari sumber daya sektor minyak dan gas
dari daerah penghasil setelah dipotong komponen pajak dan tarif
lainnya.
Formulasi pembagian DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Gas
Bumi diperuntukkan 30,5 persen untuk daerah dan 69,5 persen untuk
pemerintah pusat. DBH Pertambangan Gas Bumi sebesar 30 persen
diformulasikan dengan pembagian 6 persen untuk provinsi, 12 persen
untu kabupaten/kota yang menghasilkan dan 12% untuk semua
kabupaten/kota yang berada di provinsi yang sama. DBH Pertambangan
Gas Bumi sebesar 0,5 persen diformulasikan dengan pembagian 0,1
persen untuk provinsi, 0,2 persen untuk kabupaten/kota yang
menghasilkan dan 0,2 persen untuk semua kabupaten/kota yang berada
di provinsi yang sama (Dirjen Perimbangan, 2020).
DBH Pertambangan Panas Bumi sebesar 80 persen diformulasikan
dengan pembagian 16 persen untuk provinsi, 32 persen untuk
kabupaten/kota yang menghasilkan dan 32 persen untuk semua
38
kabupaten/kota yang berada di provinsi yang sama. Pemerintah pusat
memberikan DBH Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi
maksimal 130 persen dalam APBN dengan menggunakan asumsi dasar
harga minyak bumi. Apabila melebihi 130 persen, kelebihan tersebut
dialokasikan dengan DAU sebagai selisih pemasukan negara dari
minyak bumi dan gas bumi (Dirjen Perimbangan, 2020).
Menteri keuangan telah mengatur tentang perhitungan selisih
penerimaan nehara dari minyak bumi dan gas bumi. Pemasukan negara
dari sumber ini, berasal dari program operasi pertamina, kontrak bagi
hasil, dan kontrak selain bagi hasil. Bagian pajak merupakan pajak-
pajak yang berasal dari operasi pertambangan minyak dan gas alam san
tariff-tarif lainnya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam
perundang-undangan.
39
B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Judul Penulis
(Tahun)
Hasil Perbedaan Persamaan
1 Analisis Pengaruh Dana
Alokasi Khusus,
Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi
Umum Dan Dana Bagi
Hasil Terhadap Tingkat
Kemiskinan di Kota
Manado.
Rasu, dkk
(2019).
DBH
berpengaruh
negatif dan
tidak signifikan
terhadap
Kemiskinan,
DAU dan DAK
berpengaruh
positif dan
tidak signifikan
terhadap
Kemiskinan.
Jenis datanya
sekunder. Ruang
lingkupnya kabupaten.
Analisis datanya
menggunakan regresi
linier berganda.
Meneliti pengaruh
Dana Perimbangan
terhadap
Kemiskinan.
2 Peran Dana
Perimbangan Terhadap
Kemiskinan di
Provinsi Bali.
Ismail dan
Hakim
(2014).
DBH dan DAU
berpengaruh
negatif
terhadap
jumlah
Terdapat variabel X
lainnya yaitu Jumlah
Penduduk, Pendidikan
dan Kesehatan.
Meneliti pengaruh
Dana Perimbangan
terhadap
Kemiskinan. Ruang
lingkupnya provinsi.
40
No. Judul Penulis
(Tahun)
Hasil Perbedaan Persamaan
Kemiskinan.
DAK
berpengaruh
positif terhadap
Kemiskinan.
Analisis datanya
regresi data panel.
3 Pengaruh Pendapatan
Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, Dana
Bagi
Hasil dan Jumlah
Penduduk Terhadap
Tingkat Kemiskinan
Dengan
Belanja Daerah Sebagai
Variabel Intervening
Pada Kabupaten/
Kota di Provinsi Riau
Tahun 2011- 2015.
Isramiwarti,
dkk (2017).
DAU tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
tingkat
Kemiskinan.
DBH
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap
Kemiskinan.
Terdapat variabel X
lainnya yaitu Jumlah
Penduduk. Terdapat
Belanja Daerah
sebagai variabel
intervening.
Meneliti pengaruh
DAU dan DAK
terhadap
Kemiskinan. Jenis
datanya sekunder.
Ruang lingkupnya
provinsi. analisis
datanya regresi data
panel.
4 Pengaruh Pendapatan
Asli Daerah (DBH),
Manduapess
y (2020).
Dana
Perimbangan
Terdapat variabel Y
lainnya yaitu
Meneliti peengaruh
Dana Perimbangan
41
No. Judul Penulis
(Tahun)
Hasil Perbedaan Persamaan
Dana Perimbangan
Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi dan
Kemiskinan di
Kabupaten Mimika.
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap
Kemiskinan.
pertumbuhan
ekonomi. Ruang
lingkupnya kabupaten.
Analisis datanya
analisis jalur.
terhadap
Kemiskinan.
5 Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Kemiskinan di Provinsi
Aceh.
Basyir, dkk
(2015).
DAU dan DAK
berpengaruh
signifikan
terhadap
Kemiskinan.
Terdapat variabel X
lainnya yaitu
Pengeluaran
Pemerintah.
Meneliti pengaruh
Dana Perimbangan
terhadap
Kemiskinan. Jenis
datanya sekunder.
Ruang lingkupnya
provinsi. analisis
datanya regresi data
panel.
6 Analisis Pengaruh
DBH, DAU dan DAK
Terhadap Kemiskinan
Pada Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Barat
Jolianis
(2016).
DAU
berpengaruh
signifikan
terhadap
Kemiskinan.
DAK tidak
Terdapat pertumbuhan
ekonomi sebagai
variabel intervening.
Meneliti pengaruh
DAU dan DAK
terhadap
Kemiskinan. Ruang
lingkupya provinsi.
42
No. Judul Penulis
(Tahun)
Hasil Perbedaan Persamaan
Dengan Pertumbuhan
Ekonomi Sebagai
Variabel Intervening.
berpengaruh
signifikan
terhadap
Kemiskinan.
Analisis datanya
regresi data panel.
7 Pengaruh Pendapatan
Asli Daerah dan
Dana Perimbangan
Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi
dan Kemiskinan di
Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
Manek dan
Badrudin
(2016).
Dana
Perimbangan
berpengaruh
negatif namun
tidak
signifikan
terhadap
Kemiskinan.
Terdapat variabel Y
yaitu Pertumbuhan
Ekonomi.
Meneliti pengaruh
Dana Perimbangan
Terhadap
Kemiskinan. Ruang
lingkupnya provinsi.
Jenis datanya
sekunder. Analisis
datanya regresi data
panel.
8 Desentralisasi Fiskal
Dan Kemiskinan di
Indonesia
(Studi Kasus: Indonesia
Bagian Timur).
Maulana
dan Masbar
(2018).
DAK
berpengaruh
signifikan
terhadap
Kemiskinan.
DAU tidak
Terdapat PDRB
sebagai variabel
kontrol. Ruang
lingkupnya sebagian
wilayah.
Meneliti pengaruh
Dana Perimbangan
Terhadap
Kemiskinan. Jenis
datanya sekunder.
43
No. Judul Penulis
(Tahun)
Hasil Perbedaan Persamaan
berpengaruh
signifikan
terhadap
Kemiskinan.
Analisis datanya
regresi data panel.
9 Pengaruh Realisasi
APBD Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
dan Kemiskinan dengan
Statistcal Mediation
Analysis.
Nurhidayah
dan
Hendikawat
i (2018).
DAU tidak
berpegaruh
signifikan
terhadap
Kemiskinan.
DAK
berpengaruh
signifikan
terhadap
Kemiskinan.
Terdapat variabel Y
lainnya yaitu
Pertumbuhan
Ekonomi. Analisis
datanya analisis jalur
dengan model
statistical mediation
analysis .
Meneliti pengaruh
Dana Perimbangan
terhadap
Kemiskinan. Jenis
datanya sekunder.
Ruang lingkupnya
provinsi.
10 Pengaruh DBH, DAU,
dan DAK Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
Dan Kemiskinan di
Fikri, dkk
(2019).
DAU dan DAK
tidak
berpengaruh
terhadap
kemiskinan.
Terdapat variabel Y
lainnya yaitu
Pertumbuhan
Ekonomi. Ruang
lingkupnya kabupaten.
Meneliti pengaruh
DAU dan DAK
terhadap
44
No. Judul Penulis
(Tahun)
Hasil Perbedaan Persamaan
Kabupaten Indragiri
Hulu.
Analisis datanya
regresi linier berganda.
Kemiskinan. Jenis
datanya sekunder.
11 Pengaruh DAU, DAK,
PAD Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
dan Kemiskinan (Kota
Manado Tahun 2001-
2013).
Anwar, dkk.
(2016).
DAU dan DAK
berpengaruh
terhadap
kemiskinan.
Terdapat variabel X
lainnya yaitu PAD.
Terdapat variabel Y
lainnya yaitu PDRB.
Ruang lingkupnya
kabupaten. Analisis
datanya regresi linier
berganda.
Meneliti pengaruh
DAU dan DAK
terhadap
Kemiskinan. Jenis
datanya sekunder.
12 Pengaruh Belanja
Langsung, Belanja
Tidak Langsung dan
Dana Alokasi Umum
Terhadap Tingkat
Kemiskinan di kota
Manado.
Bawimbang
, dkk.
(2021).
DAU dan DAK
berpengaruh
terhadap
kemiskinan.
Terdapat variabel X
lainnya yaitu Belanja
Langsung dan Tidak
Langsung. Terdapat
variabel Y lainnya
yaitu PDRB. Ruang
lingkupnya kabupaten.
Analisis datanya
regresi linier berganda.
Meneliti pengaruh
DAU terhadap
Kemiskinan. Jenis
datanya sekunder.
45
No. Judul Penulis
(Tahun)
Hasil Perbedaan Persamaan
13 Peran Dana
Perimbangan Terhadap
Kemiskinan di Provinsi
Bali.
Ismail dan
Hakim
(2014).
DAU dan
berpengaruh
negatif
terhadap
kemiskinan.
DAK tidak
berpengaruh
terhadap
kemiskinan.
Tidak ada perbedaan. Meneliti pengaruh
Dana Perimbangan
terhadap
Kemiskinan. Jenis
datanya sekunder.
14 Pengaruh Pendapatan
Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum dan
Dana Otonomi Khusus
Terhadap Tingkat
Kemiskinan di Provinsi
Aceh Periode 2010-
2017.
Kadafi dan
Murtala
(2020).
DAU
berpengaruh
terhadap
kemiskinan.
DAK tidak
berpengaruh
terhadap
kemiskinan.
Terdapat variabel X
lainnya yaitu PAD.
Meneliti pengaruh
DAU dan DAK
terhadap
Kemiskinan. Jenis
datanya sekunder.
15 Do Government
Transfers Reduce
Poverty in China?
Micro Evidence
Westmore
(2018).
Transfer dana
pemerintah
berpengaruh
Tedapat variabel X
lainnya yaitu Subsidi
dan Bantuan Sosial.
Ruang lingkupnya
Meneliti pengaruh
Transfer Pemerintah
terhadap
46
No. Judul Penulis
(Tahun)
Hasil Perbedaan Persamaan
From Five Regions. terhadap
Kemiskinan.
beberapa kota di dalam
suatu provinsi.
Terdapat metode
survey.
Kemiskinan. Jenis
datannya sekunder.
16 Does Government
Spending Affect Income
Poverty? A Meta-
Regression
Analysis.
Anderson,
dkk. (2018).
Transfer dana
pemerintah
yang lebih
tinggi
mengurangi
kemiskinan di
negara
berpenghasilan
rendah dan
menengah.
Analisis datanya meta-
regresi. Ruang
lingkupnya negara.
Meneliti pengaruh
Transfer Pemerintah
terhadap
Kemiskinan. Jenis
datanya sekunder.
17 The Relationship
Between Government
Expenditure, Economic
Growth and Poverty
Reduction in Nigeria.
International Journal of
Chude, dkk.
(2019).
Transfer dana
pemerintah
yang lebih
tinggi
mengurangi
kemiskinan.
Tedapat variabel X
lainnya yaitu Subsidi
dan Bantuan Sosial.
Ruang lingkupnya
beberapa kota di dalam
suatu negara.
Meneliti pengaruh
Transfer Pemerintah
terhadap
Kemiskinan. Jenis
datanya sekunder.
47
No. Judul Penulis
(Tahun)
Hasil Perbedaan Persamaan
Developing and
Emerging Economies
18 Government
Expenditure and
Poverty Reduction in
Nigeria. Journal of
Economics and Public
Finance
Oriavwote
& Ukawe
(2018).
Transfer dana
pemerintah
yang lebih
tinggi
mengurangi
kemiskinan.
Tedapat variabel X
lainnya yaitu Subsidi
dan Bantuan Sosial.
Ruang lingkupnya
beberapa kota di dalam
suatu negara.
Meneliti pengaruh
Transfer Pemerintah
terhadap
Kemiskinan. Jenis
datanya sekunder.
19 The Effect of
Government Sectoral
Expenditure on Poverty
Level in Kenya. Journal
of Economics and
Sustainable
Development
Willy &
Omary
(2018).
Transfer dana
pemerintah
yang lebih
tinggi
mengurangi
kemiskinan.
Tedapat variabel X
lainnya yaitu Subsidi
dan Bantuan Sosial.
Ruang lingkupnya
beberapa kota di dalam
suatu negara.
Meneliti pengaruh
Transfer Pemerintah
terhadap
Kemiskinan. Jenis
datanya sekunder.
20 Relationship between
Government
Expenditure and
Poverty: A Study of
Nigeria
Yahaya
(2019).
Transfer dana
pemerintah
yang lebih
tinggi
mengurangi
kemiskinan.
Tedapat variabel X
lainnya yaitu Subsidi
dan Bantuan Sosial.
Ruang lingkupnya
beberapa kota di dalam
suatu negara.
Meneliti pengaruh
Transfer Pemerintah
terhadap
Kemiskinan. Jenis
datanya sekunder.
48
C. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1. Sistematika Kerangka Pemikiran
Keterangan: Pengaruh secara parsial
Pengaruh secara simultan
Setiap daerah di Indonesia tentunya memiliki APBD dalam menjalankan
kegiatan pemerintahannya. Di dalam APBD, terdapat anggaran pendapatan
daerah dimana salah satunya adalah Dana Perimbangan. Dana-dana tersebut
tentunya digunakan umtuk membiayai program-program yang mengedepankan
kepentingan masyarakat salah satunya adalah penurunan Tingkat Kemiskinan
(Kadafi dan Murtala, 2020).
Dana Perimbangan terbagi atas tiga jenis yaitu: DAU, DAK dan DBH.
DAU ditransfer dengan tujuan untuk memeratakan kemampuan keuangan
antardaerah. DAK ditransfer dengan tujuan untuk membantu daerah dalam
merealisasikan program-program yang telah menjadi target nasional. DBH
yang dialokasikan kepada daerah ada dua macam, yaitu: DBH bukan Pajak
(Sumber Daya Alam) dan DBH Pajak (Ismail dan Hakim, 2014).
DAU (X1)
DAU (X2)
DBH (X3)
Tingkat
Kemiskinan (Y)
49
D. Keterkaitan Antarvariabel dan Hipotesis
1. Hubungan DAU Dengan Tingkat Kemiskinan
Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai anggaran yang tercantum di
rencana APBN dan dialokasikan untuk pemmerintah daerah. Tujuannya
sebagai upaya memeratakan dan mengurangi kesenjangan pendapatan
antardaerah serta berguna bagi daerah untuk membiayai urusan
pemerintahanya dalam rangka desentralisasi. Di dalam APBD, biasanya
pemerintah daerah menempatkan DAU sebagai komponen pemasukan
terpenting, karena setiap tahunnya DAU memberikan kontribusi terbesar
bagi kemampuan keuangan daerahnya. Dengan kata lain, DAU berfungsi
untuk memberikan bantuan kepada daerah khususnya yang memiliki
sumber daya yang relatif rendah.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 (2014) menjelaskan bahwasannya
DAU dialokasikan agar pemerintah daerah tidak mengalami masalah dalam
keuangan untuk membiayai program pemerintahan. DAU berguna untuk
menutup celah fiskal (fiscal gap) yang terdapat di APBD. Pengalokasian
anggaran ini sepenuhnya dialokasikan dari pemerintah pusat kepada daerah
untuk merealisasikan program tertentu dalam upaya peningkatan
kesejahteraan yang secara langsung mengurangi tingkat kemiskinan. DAU
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan (Basyir,
dkk., 2015).
H1: DAU berpengaruh negatif dan signifikan secara parsial terhadap
Tingkat Kemiskinan.
50
2. Hubungan DAK dengan Tingkat Kemiskinan
Menurut Undang-Undang Nomor 32 (2004) dan Undang-Undang
Nomor 33 (2004), daerah penerima anggaran DAK harus menyiapkan dana
penyesuaian minimal 10% dari DAK yang diterima ke daerah dan anggaran
tersebut wajib dicantumkan ke rencana APBD. Wilayah yang memiliki
lebih tinggi pengeluarannya dari pemasukan, tidak harus menyiapkan
anggaran penyesuaian. DAK merupakan dana yang tidak diberikan kepada
semua daerah, karena anggaran ini bertujuan untuk meningkatkan dan
memeratakan infrastruktur pelayanan publik khususnya di daerah-daerah
yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat sebagai target nasional.
Menurut Sulistyowati (2011), Dana dekonsentrasi serta dana tugas
pembantuan yang dianggarkan oleh pemerintah pusat, berangsur-angsur
akan diberikan kepada daerah dalam bentuk Dana Alokasi Khusus. Dana
Alokasi Khusus harus dioptimalkan bagi kepentingan manusia dan dapat
mengurangi ketika kualitas pelayanan publik. Bidang-bidang yang terkait
adalah kesehatan, Pendidikan, prasarana pemerintah daerah, pertanian,
infrastruktur, kelautan dan perikanan serta lingkungan hidup yang dimana
semua bidang tersebut apabila dibiayai oleh DAU dengan maksimal akan
berdampak positif bagi pengurangan Tingkat Kemiskinan. bahwa DAK
berpengaruh negatif signifikan terhadap kemiskinan (Maulana dan Masbar,
2018).
H2: DAK berpengaruh negatif dan signifikan secara parsial terhadap
Tingkat Kemiskinan.
51
3. Hubungan DBH dengan Tingkat Kemiskinan
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah anggaran yang ditransfer kepada
pemerintah daerah dan tercantum di rencana APBN. Dana ini ditransfer
kepada daerah untuk membiayai urusan pemerintahan dengan
mempertimbangkan kemampuan daerah dalam wujud nyata dari
desentralisasi. Merujuk pada undang-undang yang berlaku, DBH
merupakan pemasukan yang berhak diterima daerah dengan bersumber
pada hasil-hasil pengelolaan dari masing-masing daerah. di dalam APBD,
DBH dibagi dalam dua jenis yaitu: DBH Bukan Pajak (SDA) dan DBH
Pajak. Dengan mendapatkan pemasukan dari DBH, pemerintah daerah
dapat membiayai pembangunan tepat sasaran yang meningkatkan
kesejahreraan rakyat dan tidak bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kenaikan anggaran penerimaan daerah bersumber DBH dan
komponen keuangan lain mengindikasikan bahwasannya pemerintah pusat
melalui daerah memiliki peluang untuk mengoptimalkan upaya
mengentaskan kemiskinan yang dimana dana tersebut berasal dari potensi
yang ada di daerahnya. Apabila potensi-potensi daerah dapat
dimaksimalkan, maka dari tahun ke tahun DBH yang diperoleh akan
semakin tinggi.
Semakin meningkatnya DBH yang diterima oleh pemerintah daerah,
secara langsung akan berdampak positif bagi pembangunan melalui
anggaran yang ditetapkan di dalam APBD. Tujuan dialokasikannya DBH,
52
adalah untuk membantu pemerintah daerah dalam upaya mengurangi
kesenjangan pendapatan antardaerah. DBH berperan penting untuk
membantu merealisasikan program ekonomi, sehingga berdampak langsung
pada upaya pengentasan kemiskinan. DBH berpengaruh negatif signifikan
terhadap Tingkat Kemiskinan (Isramiwarti, dkk., 2017).
H3: DBH berpengaruh negatif dan signifikan secara parsial terhadap
Tingkat Kemiskinan.
4. Hubungan DAU, DAK dan DBH dengan Tingkat Kemiskinan
Dengan meningkatnya Dana Perimbangan yang signifikan dari tahun
ke tahun, seharusnya Tingkat Kemiskinan kabupaten/kota di Sulawesi
tengah juga ikut menurun secara lebih baik, setidaknya setara atau lebih
rendah dari Tingkat Kemiskinan nasional Pada 2019. Penelitian yang
dilakukan oleh Manduapessy (2020), menemukan bahwa Dana
Perimbangan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Tingkat
Kemiskinan.
Dengan pendapatan tersebut, daerah dapat membiayai program-
program ekonomi yang dapat menunjang kebutuhan masyarakat melalui
dinas terkait. Di sisi lain, penurunan Tingkat Kemiskinan tetap memiliki
problematika, dimana Sulawesi Tengah belum mampu keluar sebagai
daerah dengan Tingkat Kemiskinan di atas rata-rata nasional.
H4: DAU, DAK dan DBH berpengaruh negatif dan signifikan secara
simultan terhadap Tingkat Kemiskinan.
53
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Populasi sebagai objek peneliti yang akan diobservasi, namun diambil
secara keseluruhan. Oleh karena itu, komponen dalam meneliti secara umum
mempunyai ciri-ciri luas terhadap objek-objek penelitian tertentu. Populasi
yang terdapat dalam penelitian yang dilakukan yaitu provinsi Sulawesi Tengah
(Sugiyono, 2014).
Sampel sebagai objek penelitian yang akan diobservasi, namun hanya
diambil sebagian dari keseluruhan populasi. Oleh karena itu, komponen yang
mrnjadi bagian penelitian secara khusus memiliki sub-bidang dari data-data
tertentu. Sampel yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan yaitu
kabupaten/kota yang ada di provinsi Sulawesi Tengah (Sugiyono, 2014).
B. Data dan Sumber Data
Data yang dipakai untuk menyusun di dalam penelitian yaitu data panel
yang didefinisikan sebagai angka sebuah sampel yang diobservasi dan
menggunakan satuan waktu untuk penjelasannya sebagai gabungan data cross
section dan time series. Sedangkan peneliti menggunakan sumber data sekunder
untuk melakukan pengujian.
54
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam menganalisis, peneliti ini memakai pendekatan kuantitatif.
Alasanya, karena data tersebut digambarkan melalui tabel dan akan dijelaskan
menggunakan angka-angka yang telah diuji. Sedangkan data sekunder
digunakan peneliti yang didapatkan melalui website ataupun file-file
pemerintah yang dicantumkan serta disebarluaskan kepada masyarakat umum
(Sugiyono, 2017).
Peneliti mengumpulkan data sekunder untuk penelitian yang bersumber
dari:
1. Badan Pusat Statistik (BPS).
2. Studi pustaka dengan mengkaji dan memperdalam teori-teori dari para ahli
yang tercantum dalam penelitian terdahulu supaya menjadi salah satu
referensi dalam penelitian ini.
3. Referensi lainnya yang bersumber dari publikasi-publikasi yang terbaru dan
terpercaya.
D. Metode Analisis Data
Ketika melakukan penelitian ini, peneliti memakai alat penganalisis data
panel dan estimasi GLS (Generalized Least Square). Cara menganalisis data
yang tepat untuk menguji semua variabel yang ada dengan melakukan proses
pengurutan terhadap golongan, model dan satuan dasar. Oleh karena itu, proses
55
tersebut harus dilakukan dengan benar agar semua model penelitian yang
ditelah dibuat dapat menghasilkan hipotesis yang jelas.
Data panel memiliki keunggulan tersendiri dari data time series dan cross
section, diantaranya:
1. Sifat heterogenitas dari setiap individu dapat diestimasikan oleh data panel.
2. Memiliki degree of freedom (derajat kebebasan), sehingga lebih efisien
untuk mengurangi kolinearitas antarvariabel karena data panel bersifat
variatif dan informatif.
3. Dalam menilai perubahan yang dinamis, hasil dari data panel lebih baik dari
data cross section yang melakukan studi berulang.
4. Dapat mengukur efek dan mendeteksi data yang lebih sederhana. Kelebihan
tersebut mustahil dapat dilakukan pada data cross section dan time series,
misalnya efek pengangguran di suatu negara.
5. Dapat menganalisis data lebih luas yang tentunya sangat membantu kegiatan
penelitian, misalnya skala pertumbuhan ekonomi dan perubahan lapangan
kerja.
1. Uji Kelayakan Model
a. Common Effect Model (CEM) GLS
Model CEM atau Ordinary Least Squares (OLS)
mengasumsikan kurun waktu yang memiliki tempat sama dengan
data. Selain itu, model ini juga dapat menggabungkan data cross
section dan time series lebih mudah, sehingga model ini pun sering
56
dianggap oleh para peneliti sebagai metode yang paling sederhana
untuk menjelaskan data panel (Gujarati, 2003).
b. Fixed Effect Model (FEM) GLS
Penamaan model dapat juga dikatakan Least Squares Dummy
Variables (LSDV), namun ketika terjadi heterokedastisitas, maka
akan terjadi kombinasi antara model cross section weight dan FEM.
Dalam menjelaskan perbedaan intersep, model ini menggunakan
variabel dummy. FEM GLS menjelaskan bahwasannya antara ruang
dan waktu memiliki slope yang tetap (Gujarati, 2012).
Dalam mengolah data panel dengan GLS, diperlukan juga pengujian
yang dilakukan untuk mendapatkan model yang tepat agar hasil
penelitian lebih mudah dijelaskan, diantaranya:
a. Uji Chow (Chow Test) GLS
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan model
antara CEM GLS dan FEM GLS untuk menentukan estimasi data
panel yang tepat. Apabila nilai signifikansinya di bawah 0,05, maka
model yang dipilih harus FEM GLS, begitu pun sebaliknya
(Gujarati, 2012).
Analisis regresi dari metode tersebut secara umum dapat
digambarkan melalui persamaan berikut:
Yit= α + β1X1it + β2X2it + β3X3it + eit .......................................... (1)
Persamaan tersebut diformulasikan dalam menjelaskan model dari
penelitian di bawah ini.
57
LOG_TKit = α + β1LOG_DAUit + β2LOG_DAKit + β3LOG_DBHit +
eit………………... (2)
Keterangan:
TK = Tingkat Kemiskinan
α = Konstanta
β1, β2, β3, β4 = Koefisien Regresi
DAU = Dana Alokasi Umum
DAK = Dana Alokasi Khusus
DBH = Dana Bagi Hasil
i = Cross-Section, Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah
t = Time-Series, Tahun 2015-2019
e = Variabel Pengganggu
2. Uji Hipotesis
a. Uji Koefisien Determinasi (R-Square)
Uji koefisien determinasi berfungsi agar dapat menganalisis
kekuatan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
dan nilainya antara nol sampai satu. Apabila mendekati angka satu,
maka penelitian semakin baik (Green, 2012).
b. Uji Parsial (Uji t)
Uji t sebagai analisis yang dilakukan agar dapat melihat apakah
variabel independen memberikan tingkat signifikasi kepada variabel
dependen, dimana variabel independen lainnya bersifat konstan.
58
Jika terjadi H0 ditolak dan H1 diterima, maka jelas itu menandakan
bahwa t hitung lebih kecil dari t tabel dan pengujian pada nilai
signifikansi 0,05 (5%) (Green, 2012).
c. Uji Simultan (Uji F)
Uji F sebagai analisis yang dilakukan untuk melihat apakah
seluruh variabel-variabel bebas, secara serentak mampu
memengaruhi variabel terikat secara signifikan. Jika variabel-
variabel bebas mampu memengaruhi variabel terikat, maka itu jelas
tandanya bahwa nilai F tabel lebih kecil apabila dibandingkan
dengan F hitung (Green, 2012).
59
E. Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Jenis Variabel Nama Variabel Definisi Operasional Parameter Skala Ukuran
Variabel
Independen
(X)
Dana Alokasi
Umum (DAU)
(X1)
Dana yang ditransfer kepada
pemerintah daerah dengan tujuan untuk
memeratakan pendapatan dan
membiayai program-program di daerah
dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.
Total DAU
kabupaten/ko
ta provinsi
Sulawesi
Tengah
Tahun 2015-
2019.
Rasio
Dana Alokasi
Khusus (DAK)
(X2)
Dana yang dianggarkan oleh
pemerintah pusat melalui APBN guna
membantu pemerintah daerah dalam
membiayai kegiatan khusus dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Total DAK
kabupaten/ko
ta provinsi
Sulawesi
Tengah
Tahun 2015-
2019.
Rasio
Dana Bagi Hasil
(DBH) (X3)
Dana Perimbangan yang dialokasikan
kepada daerah untuk membiayai urusan
pemerintahannya sendiri sebagai
bentuk dari desentralisasi. DBH yang
dialokasikan kepada daerah berasal
Total DBH
kabupaten/ko
ta provinsi
Sulawesi
Tengah
Rasio
60
Jenis Variabel Nama Variabel Definisi Operasional Parameter Skala Ukuran
dari sumber daya nasional dan ada dua
jenis, yaitu DBH Pajak dan DBH bukan
Pajak (Sumber Daya Alam).
Tahun 2015-
2019.
Variabel
Dependen
Tingkat
Kemiskinan (Y)
Kemiskinan diartikan yaitu saat
keadaan individu atau kumpulan
masyarakat, dari jenis laki-laki
ataupun perempuan, mengalami
kekurangan dalam hal pemenuhan
kebutuhan dasar yang berguna untuk
bertahan hidup dan meningkatkan
perekonomian yang lebih baik.
Persentase
Tingkat
Kemiskinan
kabupaten/ko
ta provinsi
Sulawesi
Tengah
Tahun 2015-
2019.
Rasio
61
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian Penelitian
1. Tingkat Kemiskinan
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2019.
Menurut data perkembangan Tingkat Kemiskinan yang dirilis
Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019, Sulawesi Tengah menjadi salah
satu dari 10 provinsi yang memiliki Tingkat Kemiskinan Tertinggi di
Indonesia. Dengan angka yang masih tergolong di atas rata-rata Tingkat
Kemiskinan nasional sebesar 9,41 persen, Tingkat Kemiskinan
Sulawesi Tengah masuk ke dalam kategori tinggi dengan nilai sebesar
13,48 persen. Angka tersebut naik dari tahun sebelumnya sebesar 12,92
persen. Penurunan di tahun-tahun sebelumnya menunjukkan bahwa
pemerintah daerah telah berhasil meningkatkan menurunkan Tingkat
Kemiskinan di Sulawesi Tengah.
14.6614.45
14.14
12.92
13.48
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 4.1 Tingkat Kemiskinan Provinsi Sulawesi
Tengah Tahun 2015-2019 (Persen)
62
Penurunan Tingkat Kemiskinan Sulawesi Tengah juga diikuti oleh
kabupaten/kota di dalamnya, namun penurunan Tingkat Kemiskinan di
daerah tersebut rata-rata masih di bawah satu persen. Berdasarkan data
data yang dipublikasikan oleh BPS tahun 2019, hampir seluruh daerah
di provinsi Sulawesi Tengah memiliki Tingkat Kemiskinan di atas rata-
rata nasional kecuali kabupaten Banggai dengan Tingkat Kemiskinan
sebesar 7,8 persen dan kota Palu sebesar 6,8 persen pada 2019, sekaligus
sebagai daerah daerah yang memiliki Tingkat Kemiskinan terendah.
Sedangkan kabupaten yang memiliki Tingkat Kemiskinan tertinggi
adalah Donggala sebesar 18,4 persen.
Pemerintah daerah di Sulawesi Tengah harus melakukan berbagai
pembahasan yang strategis, terutama untuk menyusun kebijakan yang
mengedepankan kepentingan masyarakat dan bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar Tingkat Kemiskinan
dapat menurun secara signifikan.
63
2. Dana Alokasi Umum (DAU)
Dengan merujuk pada data keuangan daerah, DAU yang diterima
Sulawesi Tengah tergolong cukup tinggi dan juga menjadi pendapatan
terbesar yang tercantum di dalam APBD. Penerimaaan DAU tertinggi
terjadi Pada 2019 sebesar 8,2 Triliun Rupiah.
Sumber: Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota (BPS) Tahun 2015-2019.
Menurut data Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota yang
dirilis BPS Pada 2019, dapat disimpulkan bahwa penerimaan
pemerintah daerah yang berasal dari DAU mengalami total anggaran
yang meningkar setiap tahunnya. Anggaran tersebut bertujuan untuk
memeratakan kemampuan keuangan antardaerah di Indonesia. Daerah
dengan penerimaan DAU tertinggi adalah Banggai sebesar 909 Miliar
Rupiah, diikuti Parigi Moutong sebesar 786 Miliar Rupiah dan Poso
sebesar 752 Miliar Rupiah. Sedangkan daerah dengan penerimaan DAU
terendah adalah Banggai Laut sebesar 415 Miliar Rupiah.
7,2
7,9 8,0 7,9
8,2
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 4.2 Realisasi Penerimaan DAU Seluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun
2015-2019 (Triliun Rupiah)
64
DAU bertujuan utuk memeratakan kemampuan keuangan
antardaerah dan menutupi kesenjangan serta kekurangan anggaran
karean pemerintah daerah yang belum berhasil mengoptimalkan semua
potensi pendapatan di daerahnya masing-masing. Apabila pemerintah
daerah berhasil dalam mengelola pendapatan terbesar di APBD ini,
maka seharusnya secara langsung dapat meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat agar tingkat kemiskinan dapat mengalami
penurunan yang signifikan.
3. Dana Alokasi Khusus (DAK)
Apabila dilihat dari grafik di bawah ini, tentunya anggaran DAK
yang meningkat dari tahun ke tahun dengan penerimaan tertinggi terjadi
pada 2019 sebesar 3,2 Triliun Rupiah, sehingga dapat digunakan secara
tepat sasaran untuk membantu masyarakat dalam memperbaiki kualitas
hidupnya.
65
Sumber: Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota (BPS) Tahun 2015-2019.
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan apabila secara umum,
penerimaan DAK yang tinggi, dapat mengindikasikan banyak program
khusus dari pemerintah daerah dalam upaya memenuhi target dan prioritas
nasional (BPS, 2019). Hal tersebut tidak terlepas dari sinergitas antara
pemerintah provinsi dengan kabupaten/kota dalam rangka melaksanakan
pembangunan daerah yang menjadi indikator dalam desentralisasi. Jumlah
seluruh DAK yang diterima daerah di Sulawesi Tengah secara langsung
menjadi tanggung jawab daerah untuk mengedepankan kepentingan
masyarakat.
Daerah dengan penerimaan DAK tertinggi Pada 2019 adalah Parigi
Moutong sebesar 400 Miliar Rupiah diikuti Donggala sebesar 350 Miliar
Rupiah dan Banggai sebesar 281 Miliar Rupiah. Sedangkan daerah dengan
penerimaan DAK terendah adalah Banggai Laut sebesar 91 Miliar Rupiah
(BPS, 2019). Seluruh realisasi kebijakan penggunaan DAK diatur sesuai
990
3.0302.639 2.658
3.275
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 4.3 Realisasi Penerimaan DAK Seluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun
2015-2019 (Miliar Rupiah)
66
dengan nilai desentralisasi agar pelaksanaa.nya dapat dipahami dan
berpengaruh langsung terhadap masyarakat di daerah.
4. Dana Bagi Hasil (DBH)
Sumber: Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota (BPS) Tahun 2015-2019.
Realisasi penerimaan DBH seluruh kabupaten/kota di provinsi
Sulawesi Tengah cenderung mengalami kenaikan total anggaran persentase
yang signifikan dari tahun 2015-2019 dengan penerimaan tertinggi terjadi
pada 2019. BPS menyebut, daerah yang menerima DBH tertinggi adalah
kabupaten Banggai, dengan penerimaan DBH di kabupaten yang dari tahun
ke tahun anggarannya naik. Daerah yang menerima DBH terendah adalah
kabupaten Banggai Laut, dengan penerimaan tertinggi terjadi pada 2019
sebesar 28,5 Miliar Rupiah. DBH dapat digunakan oleh pemerintah daerah
untuk membiayai urusan pemerintahan tentunya dengan mengedepankan
kepentingan publik. DBH dapat menambah jumlah anggaran yang
525,4
379,8
768,5726,3
800,7
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 4.4 Realisasi Penermaan DBH Seluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun
2015-2019 (Miliar Rupiah)
67
digunakan untuk perbaikan kualitas tenaga kerja, fasilitas publik dan
peningkatan program ekonomi di daerah.
B. Analisis dan Pembahasan
1. Uji Kelayakan Model
Uji Chow bertujuan agar dapat memilih model yang terbaik diantara
Common Effect Model (CEM) GLS dengan Fixed Effect Model (FEM) GLS.
Cara menentukannya dengan melihat probabilitas dengan signifikansi 0,05.
Apabila probabilitasnya di bawah signifikansi 0,05, dapat diketahui model
terbaik yang dipilih yaitu FEM GLS, begitupun yang terjadi sebaliknya.
Tabel 4.1
Uji Chow GLS
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 384.099391 (12,49) 0.0000
Sumber: Pengolahan Data E-views 10.
Berdasarkan hasil pengolahan data menurut uji Chow di atas,
diperoleh nilai probabilitas dibawah signifikansi 0,05. Dapat diketahui
jika model yang terbaik yang cocok dari regresi tersebut adalah Fixed
Effect Model (FEM) GLS.
68
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Pengujian ini dilakukan untuk melihat normalitas data dengan
menggunakan one sample Kolmogorov-Smirnov. Hasil dari uji
normalitas menunjukkan apabila data normal, maka nilai
signifikansinya > α = 0,05 dan jika data tidak normal, maka nilai
signifikansinya < α = 0,05 (Ghozali, 2013).
Gambar 4.1
Uji Normalitas
0
2
4
6
8
10
-0.02 -0.01 0.00 0.01 0.02
Series: Standardized Residuals
Sample 2015 2019
Observations 65
Mean 1.71e-18
Median 0.002535
Maximum 0.018460
Minimum -0.026120
Std. Dev. 0.012766
Skewness -0.541796
Kurtosis 2.130910
Jarque-Bera 5.225702
Probability 0.073325
Sumber: Pengolahan Data E-views 10.
Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, diperoleh nilai
probabilitas persamaan regresi dengan signifikansi diatas 0,05 yaitu
sebesar 0,073325. Artinya data yang terdapat di dalam model tersebut
berdistribusi normal.
69
b. Uji Multikolinearitas
Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah terjadi korelasi antara
variabel independen yang lebih besar dari 0,80. Jika nilainya kurang dari
0,80 atau sama dengan 0,80, maka hal tersebut menandakan tidak
terjadinya multikolinearitas (Gujarati, 2012).
Tabel 4.2
Uji Multikolinearitas
Sumber: Pengolahan Data E-views 10.
Berdasarkan hasil pengolahan data persamaan regresi di atas,
diperoleh nilai kurang dari 0,80. Artinya data yang terdapat di dalam
model tersebut tidak memiliki masalah multikolinearitas.
c. Uji Heterokedastisitas
Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah sebuah grafik tidak
menunjukkan pola yang beraturan dan data menyebar secara random di
bawah dan di atas pada sumbu Y dan angka nol. Nilai residual dengan
variabel bebas menggunakan plot gambar pada setiap pengujiannya.
Apabila probabilitasnya di atas 0,05, maka model terbebas dari masalah
heterokedastisitas (Ghozali, 2013).
LOG_DAU LOG_DAK LOG_DBH LOG_DAU 1.000000 0.589735 0.470242
LOG_DAK 0.589735 1.000000 0.162397
LOG_DBH 0.470242 0.162397 1.000000
70
Tabel 4.3
Uji Heterokedastisitas (Uji Park)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.170131 0.247856 -0.686411 0.4957
LOG_DAU 0.022187 0.032161 0.689876 0.4935
LOG_DAK -0.005213 0.004216 -1.236340 0.2222
LOG_DBH 0.003715 0.003935 0.944059 0.3498
Sumber: Pengolahan Data E-views 10.
Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, diperoleh nilai Prob.
variabel bebas persamaan regresi memiliki signifikansi diatas 0,05.
Artinya data yang terdapat di dalam model tersebut tidak mengalami
masalah heterokedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah sebuah variabel di
dalam model yang telah dibentuk memiliki hubungan dengan variabel
prediksi yang terikat dengan waktu. Terjadinya autokorelasi
menyebabkan ketidakbebasan pasangan nilai disturbance. Uji
autokorelasi harus dilakukan apabila penelitian menggunakan data
runtut waktu atau time series di dalam pengujian regresi linier. Apabila
probabilitasnya di atas 0,05, maka model terbebas dari masalah
autokorelasi (Ghozali, 2013).
71
Tabel 4.4
Uji Autokorelasi (Durbin Watson)
R-squared 0.989932 Mean dependent var 1.623874
Adjusted R-squared 0.986850 S.D. dependent var 0.817291
S.E. of regression 0.014589 Sum squared resid 0.010430
F-statistic 321.1869 Durbin-Watson stat 1.697116 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Pengolahan Data E-views 10.
Hasil pengolahan di atas menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson
stat sebesar 1,697116. Model dapat lerbebas dari masalah autokorelasi
apabila DW > dU dan nilai (4 - DW) > dU. Diketahui bahwa nilai dU
sebesar 1,696 dan nilai 4 - DW sebesar 2,304 yang artinya nilai tersebut
DW > dU dan nilai (4 - DW) > dU. Dengan kata lain, model di atas
terbebas dari masalah autokorelasi.
72
3. Uji Hipotesis dan Pembahasan
a. Uji Parsial (Uji t)
Tabel 4.5
Regresi Fixed Effect Model (FEM) GLS
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 4.271283 0.761092 5.612044 0.0000
LOG_DAU? -0.310287 0.096813 -3.205016 0.0024
LOG_DAK? -0.020336 0.010056 -2.022363 0.0486
LOG_DBH? -0.030070 0.008802 -3.416165 0.0013
Fixed Effects (Cross) BANGGAIKEPULAUAN-
-C -0.003166 4.268117
BANGGAI--C -0.118924 4.152359
MOROWALI--C -0.003045 4.268238
POSO--C 0.104112 4.375395
DONGGALA--C 0.120399 4.391682
TOLITOLI--C -0.025279 4.246004
BUOL--C 0.031146 4.302429
PARIGIMUOTONG--C 0.119517 4.390800
TOJOUNA-UNA--C 0.091739 4.363022
SIGI--C -0.043742 4.227541
BANGGAILAUT--C -0.015369 4.255914
MOROWALIUTARA--C 0.037625 4.308908
KOTAPALU--C -0.295013 3.976270 Sumber: Pengolahan Data E-views 10.
LOG_TKit = 4.271283 - 0.310287LOG_DAUit - 0.020336LOGDAKit -
0.030070LOG_DBHit + eit
Keterangan:
TK = Tingkat Kemiskinan
α = Konstanta
DAU = Dana Alokasi Umum
DAK = Dana Alokasi Khusus
DBH = Dana Bagi Hasil
i = Cross-Section, Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah
73
t = Time-Series, Tahun 2015-2019
e = Variabel Pengganggu
b. Uji Simultan (Uji F)
Dalam melakukan pengujian tersebut, diperlukan tingkat signifikansi
0,05 (5%) yang memiliki keterangan, diantaranya:
a. Jika F hitung lebih dari nilai yang terdapat pada F tabel, dapat
mempunyai arti bahwa penelitian menolak H1 dan menerima H0.
Dengan kata lain, seluruh variabel independen melalui tingkat
signifikansi belum mampu memengaruhi variabel dependen secara
serentak.
b. Jika F hitung kurang dari nilai yang terdapat pada F tabel, dapat
mempunyai arti bahwa penelitian menolak H0 dan menerima H1.
Dengan kata lain, seluruh variabel independen melalui tingkat
signifikansi mampu memengaruhi variabel dependen secara serentak.
Berdasarkan output regresi data panel yang terdapat pada Tabel 4.3,
dapat dianalisis bahwa niIai probabiIitas (F-statistik) sebesar 0.000000.
Angka probabiIitas tersebut Iebih keciI dari signifikansi 0,05 maka H0
ditoIak, artinya dapat disimpuIkan bahwa variabeI Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) secara
simultan dapat berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan.
74
c. Uji Koefisien Determinasi (R-Square)
Uji koefisien determinasi berfungsi agar dapat melihat kekuatan
pengaruh variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y) dan
nilainya antara nol sampai satu. Apabila nilainya hampir mencapai angka
satu, dapat dikatakan penelitian semakin baik (Green, 2012).
Berdasarkan pengujian persamaan regesi dengan menggunakan Fixed
Effect Model (FEM), dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) memiliki
pengaruh terhadap Tingkat Kemiskinan (TK) sebesar 98,99 persen,
sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel yang tidak terdapat dalam
penelitian.
d. Uji Individual Effect
1. Banggai Kepulauan
Apabila angka DAU, DAK dan DBH yang terdapat di dalam tabel
4.3 tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan terhadap Tingkat
Kemiskinan (Konstan), maka Tingkat Kemiskinan di daerah ini akan
meningkat sebesar 4,268117 persen. Dengan angka DAU yang
meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada penurunan
Tingkat Kemiskinan sebesar -0,310287 persen. Dengan angka DAK
yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada
penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,020336 persen. Dengan
75
angka DAK yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak
pada penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,030070 persen.
2. Banggai
Apabila angka DAU, DAK dan DBH yang terdapat di dalam tabel
4.3 tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan terhadap Tingkat
Kemiskinan (Konstan), maka Tingkat Kemiskinan di daerah ini akan
meningkat sebesar 4,152359 persen. Dengan angka DAU yang
meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada penurunan
Tingkat Kemiskinan sebesar -0,310287 persen. Dengan angka DAK
yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada
penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,020336 persen. Dengan
angka DAK yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak
pada penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,030070 persen.
3. Morowali
Apabila angka DAU, DAK dan DBH yang terdapat di dalam tabel
4.3 tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan terhadap Tingkat
Kemiskinan (Konstan), maka Tingkat Kemiskinan di daerah ini akan
meningkat sebesar 4,268238 persen. Dengan angka DAU yang
meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada penurunan
Tingkat Kemiskinan sebesar -0,310287 persen. Dengan angka DAK
yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada
76
penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,020336. Dengan angka DAK
yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada
penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,030070 persen.
4. Poso
Apabila angka DAU, DAK dan DBH yang terdapat di dalam tabel
4.3 tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan terhadap Tingkat
Kemiskinan (Konstan), maka Tingkat Kemiskinan di daerah ini akan
meningkat sebesar 4,375395 persen. Dengan angka DAU yang
meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada penurunan
Tingkat Kemiskinan sebesar -0,310287 persen. Dengan angka DAK
yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada
penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,020336 persen. Dengan
angka DAK yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak
pada penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,030070 persen.
5. Donggala
Apabila angka DAU, DAK dan DBH yang terdapat di dalam tabel
4.3 tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan terhadap Tingkat
Kemiskinan (Konstan), maka Tingkat Kemiskinan di daerah ini akan
meningkat sebesar 4,391682 persen. Dengan angka DAU yang
meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada penurunan
Tingkat Kemiskinan sebesar -0,310287 persen. Dengan angka DAK
77
yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada
penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,020336 persen. Dengan
angka DAK yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak
pada penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,030070 persen.
6. Tolitoli
Apabila angka DAU, DAK dan DBH yang terdapat di dalam tabel
4.3 tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan terhadap Tingkat
Kemiskinan (Konstan), maka Tingkat Kemiskinan di daerah ini akan
meningkat sebesar 4,246004 persen. Dengan angka DAU yang
meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada penurunan
Tingkat Kemiskinan sebesar -0,310287 persen. Dengan angka DAK
yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada
penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,020336 persen. Dengan
angka DAK yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak
pada penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,030070 persen.
7. Buol
Apabila angka DAU, DAK dan DBH yang terdapat di dalam tabel
4.3 tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan terhadap Tingkat
Kemiskinan (Konstan), maka Tingkat Kemiskinan di daerah ini akan
meningkat sebesar 4,302429 persen. Dengan angka DAU yang
meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada penurunan
78
Tingkat Kemiskinan sebesar -0,310287 persen. Dengan angka DAK
yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada
penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,020336 persen. Dengan
angka DAK yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak
pada penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,030070 persen.
8. Parigi Muotong
Apabila angka DAU, DAK dan DBH yang terdapat di dalam tabel
4.3 tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan terhadap Tingkat
Kemiskinan (Konstan), maka Tingkat Kemiskinan di daerah ini akan
meningkat sebesar 4,390800 persen. Dengan angka DAU yang
meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada penurunan
Tingkat Kemiskinan sebesar -0,310287 persen. Dengan angka DAK
yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada
penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,020336 persen. Dengan
angka DAK yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak
pada penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,030070 persen.
9. Tojo Una-Una
Apabila angka DAU, DAK dan DBH yang terdapat di dalam tabel
4.3 tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan terhadap Tingkat
Kemiskinan (Konstan), maka Tingkat Kemiskinan di daerah ini akan
meningkat sebesar 4,363022. Dengan angka DAU yang meningkat
79
sebesar satu persen, maka akan berdampak pada penurunan Tingkat
Kemiskinan sebesar -0,310287 persen. Dengan angka DAK yang
meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada penurunan
Tingkat Kemiskinan sebesar -0,020336 persen. Dengan angka DAK
yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada
penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,030070 persen.
10. Sigi
Apabila angka DAU, DAK dan DBH yang terdapat di dalam tabel
4.3 tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan terhadap Tingkat
Kemiskinan (Konstan), maka Tingkat Kemiskinan di daerah ini akan
meningkat sebesar 4,227541 persen. Dengan angka DAU yang
meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada penurunan
Tingkat Kemiskinan sebesar -0,310287 persen. Dengan angka DAK
yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada
penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,020336 persen. Dengan
angka DAK yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak
pada penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,030070 persen.
11. Banggai Laut
Apabila angka DAU, DAK dan DBH yang terdapat di dalam tabel
4.3 tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan terhadap Tingkat
Kemiskinan (Konstan), maka Tingkat Kemiskinan di daerah ini akan
80
meningkat sebesar 4,255914 persen. Dengan angka DAU yang
meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada penurunan
Tingkat Kemiskinan sebesar -0,310287 persen. Dengan angka DAK
yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada
penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,020336 persen. Dengan
angka DAK yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak
pada penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,030070 persen.
12. Morowali Utara
Apabila angka DAU, DAK dan DBH yang terdapat di dalam tabel
4.3 tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan terhadap Tingkat
Kemiskinan (Konstan), maka Tingkat Kemiskinan di daerah ini akan
meningkat sebesar 4,308908 persen. Dengan angka DAU yang
meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada penurunan
Tingkat Kemiskinan sebesar -0,310287 persen. Dengan angka DAK
yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada
penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,020336 persen. Dengan
angka DAK yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak
pada penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,030070 persen.
13. Kota Palu
Apabila angka DAU, DAK dan DBH yang terdapat di dalam tabel
4.3 tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan terhadap Tingkat
81
Kemiskinan (Konstan), maka Tingkat Kemiskinan di daerah ini akan
meningkat sebesar 3,976270 persen. Dengan angka DAU yang
meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada penurunan
Tingkat Kemiskinan sebesar -0,310287 persen. Dengan angka DAK
yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak pada
penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,020336 persen. Dengan
angka DAK yang meningkat sebesar satu persen, maka akan berdampak
pada penurunan Tingkat Kemiskinan sebesar -0,030070 persen.
C. Implementasi Temuan Penelitian
1. Pengaruh DAU Terhadap Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan output regresi yang terdapat pada tabel 4.3, menunjukkan
bahwa DAU memiliki nilai probabilitas sebesar 0,0024 dengan koefisien
sebesar -0,310287. Dimana probabilitas tersebut di bawah tingkat
signifikansi 0,05. Dapat diketahui bahwasannya dengan peningkatan DAU
sebesar satu persen akan berpengaruh langsung terhadap penurunan Tingkat
Kemiskinan sebesar 0,310287 persen secara negatif dan signifikan. Artinya
hipotesis diterima.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Paseki, dkk (2014) menjelaskan bahwa DAU berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan. DAU berasal dari APBN yang
dialokasikan untuk memeratakan kemampuan keuangan antardaerah dan
membiayai urusan pemerintah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
82
salah satunya dengan menurunkan Tingkat Kemiskinan. Masih banyak
daerah di Indonesia yang belum bisa mandiri secara keuangan karena masih
mengandalkan Dana Perimbangan yang ditransfer dari pemerintah pusat
dalam melaksanakan program daerah. Selain itu, DAU juga berperan untuk
mengurangi ketimpangan fiskal (fiscal gap) antardaerah karena minimnya
sumber pendapatan pajak dan potensi alam yang berbeda. Pemerintah pusat
tentunya sangat berharap kepada daerah agar dapat mengelola potensi
keuangan daerah yang dimiliki, sehingga tidak hanya mengandalkan DAU
pada saat pelaksanaan desentralisasi fiskal (Sakoro dan Zulfikar, 2016).
Dengan besaran DAU yang meningkat dari tahun ke tahun, secara langsung
akan berpengaruh terhadap anggaran yang dapat digunakan untuk
melaksanakan operasional pemerintahan.
Menurut Anwar, dkk (2016) menjelaskan bahwa DAU berpengaruh
signifikan bahkan negatif terhadap Tingkat Kemiskinan. Artinya, DAU
dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan Tingkat Kemiskinan.
Indikator keberhasilan pemerintah daerah dalam mengelola DAU dilihat
dari seberapa besar alokasinya terhadap sektor-sektor yang berkaitan
langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, skala prioritas dan
kebijakan yang tepat sasaran dari penggunaan DAU menjadi hal yang
sangat penting dalam pelaksanaan desentralisasi (Juliana dan Rukmana,
2020).
Menurut Wijaya, dkk (2018) menjelaskan bahwa DAU berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan. DAU sebagai
83
pendapatan daerah yang bersumber dari transfer pemerintah pusat dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Dengan
penganggaran DAU yang optimal, secara langsung akan meningkatkan
kesejahteraan, karena pemerintah dapat memperbaiki kualitas pelayanan
kepada masyarakat khususnya pada kabupaten/kota di provinsi Sulawesi
Tengah.
2. Pengaruh DAK Terhadap Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan output regresi uji t yang terdapat pada tabel 4.3,
menunjukkan bahwa DAK mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0486
dengan koefisien sebesar -0,020336 . Dimana probabilitas tersebut di bawah
tingkat signifikansi 0,05. Dapat diketahui bahwasannya dengan peningkatan
DAK sebesar satu persen akan berpengaruh langsung terhadap penurunan
Tingkat Kemiskinan sebesar 0,020336 persen secara negatif dan signifikan.
Artinya hipotesis diterima.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Basyir dkk (2015). Menjelaskan bahwa DAK berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan. DAK bertujuan untuk membiyai
kegiatan khusus yang menjadi prioritas nasional. Pengoptimalan anggaran
ini dengan cara membiayai sarana fisik dan non-fisik yang dapat membantu
urusan daerah yang memiliki umur ekonomis yang panjang, seperti:
investasi pembangunan, pengadaan barang dan jasa yang tidak mampu
disediakan swasta serta menambah aset pemerintah daerah agar dapat
84
menambah fasilitas pelayanan publik. Anggaran ini secara spesifik
diperuntukan bagi sektor-sektor yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, seperti: pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan lain-lain
(Wahyu dan Dwirandra, 2015).
Menurut Maulana dan Masbar (2018) menjelaskan bahwa DAK
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan. DAK
memang merupakan dana yang penggunaannya sudah ditentukan untuk
membiayai program khusus tentunya yang berkaitan langsung dengan
masyarakat. Dengan anggaran DAK yang tinggi, pemerintah dapat
menggunakannya untuk berbagai macam pembiayaan, seperti: fasilitas
kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan lain-lain yang berkaitan langsung
dengan proses pembangunan manusia. Terdapat dua jenis pertimbangan
dalam pengalokasian anggaran ini, yaitu DAK yang digunakan untuk
membiayai infrastruktur fisik dan sarana prasarana dasar yang menjadi
target nasional serta DAK yang memang digunakan untuk membantu
daerah-daerah tertinggal di Indonesia (Melgiana dan Riasning, 2020). Dapat
disimpulkan jika ada penambahan jumlah DAK dari pemerintah pusat,
maka secara langsung juga terjadi peningkatan kesejateraan masyarakat.
Menurut Anwar, dkk (2015) menjelaskan bahwa DAK berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap Tingkat Kemiskinann. Artinya, penambahan
jumlah DAK yang diterima pemerintah daerah berperan penting dalam
upaya penurunan Tingkat Kemiskinan ketika digunakan dengan efektif.
Anggaran ini secara langsung juga dapat menambah kapasitas pembiayaan
85
program ekonomi jika setiap tahun anggarannya mengalami kenaikan yang
signifikan. DAK nantiya akan dioptimalkan pada sektor-sektor dasar yang
menjadi urusan daerah, seperti: peningkatan kualitas tenaga dan sarana
pendidikan, perbaikan fasilitas dan tenaga kesehatan dan peningkatan
infrastruktur yang mendukung kegiatan perekonomian. Hal ini menjadi
bukti jika pemerintah daerah telah mengoptimalkan penggunaan DAK
dalam hal peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan efektif.
3. Pengaruh DBH Terhadap Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan output regresi uji t yang terdapat pada tabel 4.3,
menunjukkan bahwa DBH mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0013
dengan koefisien sebesar -0,030070. Dimana probabilitas tersebut di bawah
tingkat signifikansi 0,05. Dapat diketahui bahwasannya dengan peningkatan
DBH sebesar satu persen akan berpengaruh langsung terhadap penurunan
Tingkat Kemiskinan sebesar 0,030070 persen secara negatif dan signifikan.
Artinya hipotesis diterima.
Hasil penelitian ini sama dengan temuan analisis penelitian yang
dijelaskan Ismail dan Hakim (2014) menjelaskan bahwa DBH berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan. DBH yang berasal dari
pemerintah pusat menjadi bukti bahwa negara telah berupaya optimal dalam
menggali seluruh potensi keuangan. Peningkatan DBH yang signifikan dari
tahun ke tahun diikuti dengan pengalokasian yang tepat sasaran, maka
anggaran DBH pun ikut bertambah. DBH yang sebagian anggarannya
86
berasal dari sumber daya alam dan pajak tentunya dapat menambah
anggaran untuk penigkatan infrasstrukur dan lain-lain. Selain itu
pendapatan lainnya seperi retribusi daerah akan sangat membantu
pemerintah daerah dalam melaksaanakan desentralisasi.
Menurut Putrayuda,dkk (2017) menjelaskan bahwa DBH berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan. DBH yang berperan
sebagai pendapatan yang berasal dari negara akan menjadi sumber
keuangan pemerintah daerah untuk meningkatkan proses pembangunan
dengan berbagai alokasi anggaran dengan bertujuan pada kesejahteraan
masyarakat. Walaupun jumlahnya tidak sebesar DAU dan DAK,
penadapatan ini mampu membantu menambah alokasi anggaran untuk
pembiayaan fasilitas publik seperti sekolah dan rumah sakit. Hal ini menjadi
bukti jika daerah telah berhasil dalam upaya peningkatan DBH. Sehingga
dapat disimpulkan apabila DBH dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan, maka tingkat kesejahteraan juga ikut naik.
Menurut Isramiwarti, dkk (2017) menerangkan bahwasannya DBH
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan. DBH
merupakan anggaran yang sangat penting dalam menambah kapasitas
APBD. Semakin besar penerimaan DBH, maka pengeluaran untuk
penurunan Tingkat Kemiskinan juga ikut naik. Apabila ingin meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dengan menambah anggaran, maka
pemerintah harus berupaya secara optimal dalam menggali seluruh potensi
keuangan yang dimiliki.
87
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan dari penelitian ini sebagai bentuk analisis pengaruh Dana Alokasi
Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH)
terhadap Tingkat Kemiskinan. Sampel penelitian terdiri dari kabupaten/kota di
provinsi Sulawesi Tengah tahun 2015-2019. Berdasarkan dari pengolahan dan
analisis data menggunakan E-views10, dapat diketahui bahwa hasilnya sebagai
berikut:
1. Dengan Melakukan Uji t (parsial) ditemukan bahwasannya angka Dana
Alokasi Umum (DAU) mempunyai probabilitas 0,0024 dan koefisien
sebesar -0,310287. Artinya DAU berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap Tingkat Kemiskinan kabupaten/kota di Sulawesi Tengah.
Koefisien DAU negatif yang menginterpretasikan pengaruh yang terbaIik
antara DAU dan Tingkat Kemiskinan dan teori tersebut terbukti dalam
penelitian ini. Sehingga implementasinya adalah anggaran DAU yang
diterima pemerintah daerah semakin tinggi, maka Tingkat Kemiskinan
akan turun secara signifikan.
2. Dengan Melakukan Uji t (parsial) ditemukan bahwa angka Dana Alokasi
Khusus (DAK) mempunyai probabilitas 0,0024 dan koefisien sebesar -
0,020336. Artinya DAK berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
88
Tingkat Kemiskinan kabupaten/kota di Sulawesi Tengah. Koefisien DAK
negatif yang menginterpretasikan pengaruh yang terbaIik antara DAK dan
Tingkat Kemiskinan dan teori tersebut terbukti dalam penelitian ini.
Sehingga implementasinya adalah anggaran DAK yang diterima
pemerintah daerah semakin tinggi, maka Tingkat Kemiskinan akan turun
secara signifikan.
3. Dengan Melakukan Uji t (parsial) ditemukan bahwa angka Dana Bagi Hasil
(DBH) memiliki probabilitas 0,0013 dan koefisien sebesar - 0,030070.
Artinya berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan
kabupaten/kota di Sulawesi Tengah. Koefisien DBH negatif yang
menginterpretasikan pengaruh yang terbalik antara DBH dan Tingkat
Kemiskinan dan teori tersebut terbukti dalam penelitian ini. Sehingga
implementasinya adalah anggaran DBH yang diterima pemerintah daerah
semakin tinggi, maka Tingkat Kemiskinan akan turun secara signifikan.
4. Dengan melakukan uji simultan (uji F) ditemukan bahwa niIai probabiIitas
(F-statistik) sebesar 0.000000. Angka probabiIitas tersebut Iebih keciI dari
signifikansi 0,05 maka H0 ditoIak, artinya bisa disimpuIkan bahwasannya
variabeI Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan
Dana Bagi Hasil (DBH) secara simultan dapat berpengaruh signifikan
terhadap Tingkat Kemiskinan.
89
B. Saran
Berdasarkan pada temuan penelitian dan implementasi yang telah
dijelaskan, maka terdapat saran kepada pemerintah, masyarakat dan peneliti
selanjutnya. Saran-saran tersebut diantaranya:
1. Pemerintah
a. Meningkatkan pengalokasian DAU yang lebih tinggi terhadap program
pengentasan kemiskinan. Sebagai pendapatan yang paling besar di
APBD, DAU harus dimaksimakan untuk membantu membiayai urusan
daerah yang menjadi kepentingan masyarakat.
b. Memaksimalkan pendapatan daerah khususnya DAK untuk proses
pembangunan karena telah menjadi target nasional.
c. Mengalokasikan DBH secara optimal untuk program ekonomi. Selain
itu, pemerintah daerah harus membantu UMKM dan mendorong
perekonomian daerah agar tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat.
d. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat khusunya yang berkaitan
dengan penurunan Tingkat Kemiskinan, seperti: sektor pendidikan
dengan memperbaiki kualitas guru dan sekolah, sektor kesehatan
dengan memperbanyak dokter dan rumah sakit dan sektor
perekonomian dengan memperbaiki kualitas infrasruktur agar
terciptanya lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan pendapatan.
90
2. Masyarakat
a. Membantu pemerintah dalam merealisasikan kebijakan dengan bersedia
menjadi objek utama dalam proses peningkatan pembangunan.
b. Memberikan kritik dan saran bagi pemerintah terhadap anggaran yang
telah dialokasikan untuk membiayai urusan daerah, agar anggaran
tersebut tepat sasaran dan tidak disalahgunakan.
3. Peneliti Selanjutnya
a. Dalam melakukan penelitian lanjutan, sebaiknya menggunakan variabel
lain yang cakupannya lebih luas dan memperbanyak observasi objek
yang diteliti dengan menambahkan rentang tahun, sampel dan popolasi
di penelitian selanjutnya.
b. Apabila peneliti selanjutnya ingin membahas dengan tema yang sama,
sebaiknya melakukan pengembangan model penelitian dengan data
yang lebih banyak dan teori-teori baru yang terkait agar lebih baik dari
pelitian sebelumnya.
91
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Puji (2020). Pengaruh Pendapatan Daerah Terhadap Belanja Modal dan
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi di Indonesia Tahun 2005-2018. Jurnal
Widyaiswara Indonesia, 1 (1), 23.
Anderson, E., D’Orey, M. A. J., Duvendack, M. & Esposito, L. (2018). Does
Government Spending Affect Income Poverty? A Meta-regression Analysis.
Word Development, 103, 61.
Anwar, Lukita S., Palar Sutomo W. & Sumual, Jacline I. (2016). Pengaruh DAU,
DAK, PAD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan (Kota Manado
Tahun 2001-2013). Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 16 (2), 220.
Bado, Basri, Alam, Syamsu & Cahyani, Aliyah (2018). The Effect Of Government
Admission on Poverty In The City of Makassar: 2000-2017. Advances in
Economics, Business and Management Research, 75, 219-220.
Balqis, Riqah & Suriani (2020). Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap
Kemiskinan di Provinsi Aceh. Conference on Economic and Business
Innovation, 2.
Basyir, Hamzah, Abubakar & Syahnur, Sofyan (2015). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi Aceh. Jurnal Ilmu Ekonomi, 3 (1), 59-
66.
Bawimbang, Patricia M. I., Rorong, Ita P. & Siwu, Hanly F. Dj. (2021). Pengaruh
Belanja Langsung, Belanja Tidak Langsung dan Dana Alokasi Umum
Terhadap Tingkat Kemiskinan di kota Manado. Jurnal EMBA, 9 (2), 524-525.
Badan Pusat Statistik (BPS) (2014). Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten
Kota Tahun 2012-2013. Diunduh pada 16 Desember 2020, dari
https://www.bps.go.id/publication/2014/05/30/741b455795e6b463829b8632/
statistik-keuangan-pemerintah-daerah-kabupaten-kota-2012-2013.html.
Badan Pusat Statistik (BPS) (2016). Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten
Kota Tahun 2014-2015. Diunduh pada 16 Desember 2020, dari
https://www.bps.go.id/publication/2016/04/15/c99050fe64a28ec026833abe/st
atistik-keuangan-pemerintah-kabupaten-kota-2014-2015.html.
Badan Pusat Statistik (BPS) (2018). Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten
Kota Tahun 2016-2017. Diunduh pada 16 Desember 2020, dari
https://www.bps.go.id/publication/2018/04/19/d77837efa97c398b0a8b030c/s
tatistik-keuangan-pemerintah-kabupaten-kota-2016-2017-buku-2-bali-nusa-
tenggara-kalimantan-sulawesi-maluku-papua-.html.
Badan Pusat Statistik (BPS) (2020). Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten
Kota Tahun 2018-2019. Diunduh pada 16 Desember 2020, dari
https://www.bps.go.id/publication/2020/04/20/d2e4c34ec0b4d4bb7b7fb8a8/s
92
tatistik-keuangan-pemerintah-kabupaten-kota-2018-2019-buku-2-bali-nusa-
tenggara-kalimantan-sulawesi-maluku-dan-papua-.html.
Badan Pusat Statistik (BPS) (2019). Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi
Tengah.. Diunduh pada 16 Desember 2020, dari https://sulteng.bps.go.id/subject/23/kemiskinan.html#subjekViewTab3
Chude, Nkiru Patricia, Chude, Daniel Izuchukwu & Anah, Stanely Arinze (2019).
The Relationship Between Government Expenditure, Economic Growth and
Poverty Reduction in Nigeria. International Journal of Developing and
Emerging Economies, 7 (2), 8.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, (2020). Kementerian Keuangan
Republik Indonesia. Diakses pada 16 Desember 2020, dari
http://www.djpk.kemenkeu.go.id/.
Fikri, Khusnul, Surajat, Usep & Remofa, Yudha (2019). Pengaruh PAD, DAU, dan
DAK Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan di Kabupaten
Indragiri Hulu. Jurnal Manajemen dan Bisnis, 8 (2), 258-260.
Firmasyah, A. K., Wibisono, Sunlip & Suswandi, P. E. (2016). Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan terhadap Jumlah
Penduduk Miskin di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2000-2012. Artikel Ilmiah
Mahasiswa, 2.
Ismail, Arie & Hakim, Abdul (2014). Peran Dana Perimbangan Terhadap
Kemiskinan di Provinsi Bali. Aplikasi Bisnis, 16 (9), 2173-2175.
Isramiwarti, Riry, Rasuli, M. & Taufik, Taufeni (2017). Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Jumlah Penduduk
Terhadap Tingkat Kemiskinan dengan Belanja Daerah sebagai Variabel
Intervening pada Kabupaten/ Kota di Provinsi Riau Tahun 2011 s.d 2015.
Pekbis Jurnal, 9 (3), 195-199.
Jolianis (2016). Analisis Pengaruh PAD, DAU dan DAK Terhadap Kemiskinan
Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Dengan Pertumbuhan
Ekonomi Sebagai Variabel Intervening. Journal of Economic and Economic
Education, 4 (2), 193-195.
Juliana & Rukmana, Heru Satria (2020). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan
Dana Perimbangan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bogor
Tahun 2010-2016. Jurismata, 2 (1), 62.
Kadafi, Muhammad & Murtala (2020). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum dan Dana Otonomi Khusus Terhadap Tingkat Kemiskinan di
Provinsi Aceh Periode 2010-2017. Jurnal Ekonomi Regional Unimal, 3 (2), 24-
25.
Machfud, Asnawi & Naz’aina (2020). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan, Dana Otonomi Khusus dan Tingkat Kemiskinan Terhadap
93
Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Aceh.
Jurnal Manajemen Indonesia, 5 (1).
Manek, Marianus & Badrudin, Rudy (2016). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan
Dana Perimbangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan Di
Provinsi Nusa Tenggara Timur, Telaah Bisnis, 17 (2). 82-87.
Manduanpessy, Rulan L. (2020). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Perimbangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Kabupaten
Mimika, Jurnal Kritis, 4 (2), 41.
Maulana, Ichsan & Masbar, Raja (2018). Desentralisasi Fiskal dan Kemiskinan di
Indonesia (Studi Kasus: Indonesia Bagian Timur). Jurnal Ilmiah Mahasiswa
(JIM), 3 (1), 82-83.
Mala, Fitriya, & Kurnia (2017). Pengaruh DAU, DAK, dan PAD Terhadap Belanja
Langsung. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, 6 (10), 3-5.
Melgiana, Anggun Claudia., Rupa, I Wayan & Riasning, Ni Putu (2020). Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Belanja Modal Sebagai
Variabel Intervening (Studi Empiris di Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
Jurnal Riset Akuntansi Warmadewa, 1 (1), 46-47.
Nurhidayah, T. & Hendikawati, P. (2018). Pengaruh Realisasi APBD Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan dengan Statistical Mediation Analysis.
Jurnal MIPA, 41 (2), 116-117.
Oriavwote, Victor E. & Ukawe, Andrew (2018). Government Expenditure and
Poverty Reduction in Nigeria. Journal of Economics and Public Finance, 4 (2),
158-159.
Panji, I. P. B. & Indrajaya, I. G. B. (2016). Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Bali. E-Jurnal EP
Unud, 5 (3), 317.
Paseki, Mailen G., Naukoko Amran & Wauran, Patrick (2014). Pengaruh Dana
Alokasi Umum dan Belanja Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan
Dampaknya Terhadap Kemiskinan di Kota Manado Tahun 2004-2012. Jurnal
Berkala Ilmiah Efisiensi, 14 (3).
Permatasari, Ni K. A. & Dwirandra, A. A. N. B. (2016). Kemampuan Pertumbuhan
Ekonomi Memoderasi Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Tingkat
Kemiskinan. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 15 (1), 56.
Putrayuda, T. F., Efni, Yulia & Kamaliah (2017). Analisis Pengaruh Pendapatan
Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) dan
Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta Dampaknya pada
Tingkat Kemiskinan di Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Riau Tahun 2011-
2015. Jurnal Tepak Manajemen Bisnis, 9 (3), 201.
94
Rasu, Konny J. E., Kumenaung, Anderson G. & Koleangan, Rosalina, A. M.
(2019). Analisis Pengaruh Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah,
Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil Terhadap Tingkat Kemiskinan di
Kota Manado. Jurnal Pembanguan Ekonomi dan Keuangan Daerah, 20 (4),
13-17.
Sarkoro, Hastu & Zulfikar (2016). Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli
Daerah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Riset Akuntansi dan
Keuangan Indonesia, 1 (1), 54-55.
Saraswatti, I Gusti A.A.P. & Arka Sudarsana (2016). Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Tingkat Kemiskinan Melalui
Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening pada Kabupaten/Kota Di Provinsi
Bali. E-Jurnal EP Unud, 5 (11), 1293-1296.
Setiyawati, Anis & Hamzah, Ardi (2007). Analisa PAD, DAU, DAK, dan Belanja
Pembangunan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan
Pengangguran: Pendekatan Analisis Jalur (Studi pada 29 Kabupatan Dan 9
Kota di Propinsi Jawa Timur Periode 2001 – 2005). Bridging the Gap between
Theory, Research, and Practice, 3-4.
Wahyu, I Putu A.W., & Dwiranda, A. A. N. B. (2015). Kemampuan Belanja Modal
Memoderasi Pengaruh PAD, DAU, DAK, dan SiLPA Pada IPM. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana, 12 (3), 547-550.
Westmore, Ben (2018). Do Government Transfers Reduce Poverty in China? Micro
evidence from five regions. China Economic Review, 10.
Wijaya, Diana N., Arifin, Zainal & Hadi, Syamsul (2018). Pengaruh Dana Desa,
Alokasi Dana Desa dan Dana Alokasi Umum Terhadap Kemiskinan Di
Provinsi Jawa Timur Tahun 2015-2016. Jurnal Ilmu Ekonomi, 2 (1), 156-159.
Willy, Mutury & Omary, Loyce V. (2018). The Effect of Government Sectoral
Expenditure on Poverty Level in Kenya. Journal of Economics and Sustainable
Development, 7 (8), 219-220.
Yahaya, Nuhu (2019). Relationship between Government Expenditure and Poverty:
A Study of Nigeria (1965-2014). IOSR Journal of Economics and Finance
(IOSR-JEF), 10 (6), 40.
95
LAMPIRAN
A. Lampiran 1
Data Penelitian
Kabupaten/Kota Tahun TK (Y) (%) DAU (X1) (Rp) DAK (X2) (Rp) DBH (X3) (Rp)
Banggai Kepulauan 2015 16.08 410,850,710 78,540,600 20,744,491
Banggai Kepulauan 2016 16.18 455,778,935 103,802,486 15,487,826
Banggai Kepulauan 2017 15.92 457,278,915 116,419,554 15,031,414
Banggai Kepulauan 2018 15.65 465,346,799 164,512,997 28,346,510
Banggai Kepulauan 2019 14.84 490,735,851 217,236,023 28,922,610
Banggai 2015 9.84 835,942,814 103,201,860 105,158,542
Banggai 2016 9.47 874,296,584 274,402,171 119,566,904
Banggai 2017 9.2 953,448,504 340,618,347 228,126,929
Banggai 2018 9.12 869,604,156 217,236,023 286,459,169
Banggai 2019 7.8 909,543,487 281,913,063 295,751,751
Morowali 2015 15.8 432,831,984 91,590,340 58,773,669
Morowali 2016 15.13 513,236,020 212,187,031 26,263,174
Morowali 2017 14.55 513,236,020 188,635,165 183,555,974
Morowali 2018 14.34 498,783,134 198,880,884 68,732,314
Morowali 2019 13.75 522,346,674 204,204,153 80,674,302
Poso 2015 18.16 678,031,865 78,475,150 37,044,070
Poso 2016 17.71 725,610,454 284,792,024 22,409,921
Poso 2017 17.16 725,810,591 283,641,279 32,093,238
Poso 2018 16.71 723,089,621 275,669,370 33,809,235
Poso 2019 15.65 752,954,397 279,550,774 35,076,626
Donggala 2015 18.11 604,513,881 90,495,320 30,964,648
Donggala 2016 18.59 663,388,901 321,632,204 23,811,019
Donggala 2017 18.17 663,388,901 190,118,156 36,621,511
Donggala 2018 18.03 659,731,826 208,649,541 31,433,848
96
Kabupaten/Kota Tahun TK (Y) (%) DAU (X1) (Rp) DAK (X2) (Rp) DBH (X3) (Rp)
Donggala 2019 18.4 693,934,355 350,887,763 32,153,182
Tolitoli 2015 13.64 562,249,669 77,533,990 29,332,247
Tolitoli 2016 13.47 617,939,040 122,017,962 21,332,989
Tolitoli 2017 13.3 618,272,233 223,923,031 30,731,580
Tolitoli 2018 13.66 618,784,625 165,800,756 31,896,677
Tolitoli 2019 13.09 646,395,992 258,902,948 40,511,550
Buol 2015 16.36 455,657,415 56,586,430 24,044,629
Buol 2016 16.68 531,825,933 160,696,435 21,205,798
Buol 2017 16.65 532,092,030 182,968,820 28,283,340
Buol 2018 16.08 528,033,354 192,891,579 33,175,616
Buol 2019 15.19 541,744,033 199,342,107 33,733,457
Parigi Moutong 2015 18.05 692,805,521 95,873,900 51,149,157
Parigi Moutong 2016 17.8 746,942,048 360,202,304 15,478,043
Parigi Moutong 2017 17.55 746,942,048 267,834,342 24,678,008
Parigi Moutong 2018 17.41 749,704,872 290,626,683 32,391,095
Parigi Moutong 2019 16.64 786,953,211 400,795,206 33,414,514
Tojo Una-Una 2015 18.79 509,717,712 87,680,390 35,800,254
Tojo Una-Una 2016 18.56 555,023,062 321,882,456 22,453,353
Tojo Una-Una 2017 18.15 556,495,908 180,125,708 33,061,502
Tojo Una-Una 2018 18.27 567,372,983 164,646,565 31,466,836
Tojo Una-Una 2019 17.16 567,372,983 263,730,147 15,104,698
Sigi 2015 12.75 595,913,672 68,429,960 24,009,030
Sigi 2016 12.76 641,173,386 313,511,092 17,582,778
Sigi 2017 12.66 641,173,386 200,912,668 28,248,926
Sigi 2018 12.6 634,133,821 256,206,532 36,906,262
Sigi 2019 12.91 649,629,922 248,229,256 29,635,570
Banggai Laut 2015 17.68 325,941,229 67,949,370 16,287,570
Banggai Laut 2016 16.6 363,653,690 76,156,314 13,200,031
Banggai Laut 2017 16.17 366,188,524 112,938,669 23,219,690
97
Kabupaten/Kota Tahun TK (Y) (%) DAU (X1) (Rp) DAK (X2) (Rp) DBH (X3) (Rp)
Banggai Laut 2018 16.32 397,037,063 88,799,347 27,808,442
Banggai Laut 2019 15.34 415,411,896 91,898,634 28570163
Morowali Utara 2015 16.91 499,809,149 39,431,610 57,255,410
Morowali Utara 2016 16.07 548,263,034 158,207,232 30,320,567
Morowali Utara 2017 15.73 552,210,680 133,979,414 63,200,122
Morowali Utara 2018 15.53 558,773,483 207,437,687 39,967,194
Morowali Utara 2019 15.08 583,567,690 234,721,262 91,451,955
Kota Palu 2015 7.42 652,407,682 54,420,910 34,932,167
Kota Palu 2016 7.06 683,609,353 321,103,574 30,717,834
Kota Palu 2017 6.74 683,609,353 217,302,776 41,672,050
Kota Palu 2018 6.58 671,600,535 195,171,092 43,921,501
Kota Palu 2019 6.83 706,850,885 225,894,955 41,694,519
98
B. Lampiran 2
Regresi Common Effect Model (CEM) GLS
Dependent Variable: LOG_TK
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 06/17/21 Time: 19:41
Sample: 2015 2019
Periods included: 5
Cross-sections included: 13
Total panel (balanced) observations: 65
Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 5.438752 0.575935 9.443347 0.0000
LOG_DAU -0.448345 0.087969 -5.096594 0.0000
LOG_DAK 0.061797 0.032446 1.904605 0.0615
LOG_DBH -0.114118 0.024120 -4.731305 0.0000 Weighted Statistics R-squared 0.678144 Mean dependent var 2.438039
Adjusted R-squared 0.662315 S.D. dependent var 1.507867
S.E. of regression 0.106192 Sum squared resid 0.687877
F-statistic 42.84184 Durbin-Watson stat 0.408749
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.266965 Mean dependent var 1.154902
Sum squared resid 0.702911 Durbin-Watson stat 0.107791
99
C. Lampiran 3
Regresi Fixed Effect Model (FEM) GLS
Dependent Variable: LOG_TK?
Method: Pooled EGLS (Cross-section weights)
Date: 06/11/21 Time: 22:35
Sample: 2015 2019
Included observations: 5
Cross-sections included: 13
Total pool (balanced) observations: 65
Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 4.271283 0.761092 5.612044 0.0000
LOG_DAU? -0.310287 0.096813 -3.205016 0.0024
LOG_DAK? -0.020336 0.010056 -2.022363 0.0486
LOG_DBH? -0.030070 0.008802 -3.416165 0.0013
Fixed Effects (Cross) BANGGAIKEPULAUAN-
-C -0.003166
BANGGAI--C -0.118924
MOROWALI--C -0.003045
POSO--C 0.104112
DONGGALA--C 0.120399
TOLITOLI--C -0.025279
BUOL--C 0.031146
PARIGIMUOTONG--C 0.119517
TOJOUNA-UNA--C 0.091739
SIGI--C -0.043742
BANGGAILAUT--C -0.015369
MOROWALIUTARA--C 0.037625
KOTAPALU--C -0.295013 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.989932 Mean dependent var 1.623874
Adjusted R-squared 0.986850 S.D. dependent var 0.817291
S.E. of regression 0.014589 Sum squared resid 0.010430
F-statistic 321.1869 Durbin-Watson stat 1.697116
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.988506 Mean dependent var 1.154902
Sum squared resid 0.011022 Durbin-Watson stat 1.494678
100
D. Lampiran 4
Regresi Uji Chow GLS
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 384.099391 (12,49) 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: LOG_TK
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 04/28/21 Time: 08:36
Sample: 2015 2019
Periods included: 5
Cross-sections included: 13
Total panel (balanced) observations: 65
Use pre-specified GLS weights Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2.219853 1.051759 2.110610 0.0389
LOG_DAU -0.055969 0.152832 -0.366213 0.7155
LOG_DAK -0.003496 0.054952 -0.063611 0.9495
LOG_DBH -0.068656 0.049459 -1.388147 0.1701 Weighted Statistics R-squared 0.042864 Mean dependent var 1.623874
Adjusted R-squared -0.004208 S.D. dependent var 0.817291
S.E. of regression 0.127492 Sum squared resid 0.991506
F-statistic 0.910600 Durbin-Watson stat 0.053778
Prob(F-statistic) 0.441235 Unweighted Statistics R-squared 0.105509 Mean dependent var 1.154902
Sum squared resid 0.857732 Durbin-Watson stat 0.031066
101
E. Lampiran 6
Uji Heterokedastisitas (Uji Park)
Dependent Variable: RESABS
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 06/22/21 Time: 19:43
Sample: 2015 2019
Periods included: 5
Cross-sections included: 13
Total panel (balanced) observations: 65
Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.170131 0.247856 -0.686411 0.4957
LOG_DAU 0.022187 0.032161 0.689876 0.4935
LOG_DAK -0.005213 0.004216 -1.236340 0.2222
LOG_DBH 0.003715 0.003935 0.944059 0.3498 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.455424 Mean dependent var 0.012681
Adjusted R-squared 0.288718 S.D. dependent var 0.009061
S.E. of regression 0.008111 Sum squared resid 0.003224
F-statistic 2.731888 Durbin-Watson stat 2.437007
Prob(F-statistic) 0.004092 Unweighted Statistics R-squared 0.328371 Mean dependent var 0.009670
Sum squared resid 0.003320 Durbin-Watson stat 2.308428