Post on 10-Mar-2019
ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN KASUS KORUPSI PROYEK
E-KTP DI SURAT KABAR HARIAN KOMPAS
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
FATIMAH CHOIRINNISA
NIM: 1113051000095
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
iv
ABSTRAK
Fatimah Choirinnisa (1113051000095)
Judul: Analisis Framing Pemberitaan Kasus Korupsi Proyek E-KTP di Surat
Kabar Harian Kompas
Kasus korupsi e-KTP merupakan salah satu kasus korupsi terbesar yang pernah
terjadi di Indonesia. Hal ini terbukti dari banyaknya nilai penyimpangan dana dalam
proyek e-KTP yang mencapai Rp 2,31 triliun. Selain itu publik juga dikejutkan dengan
penyebutan nama-nama besar yang diduga terlibat dalam kasus korupsi e-KTP, seperti
Ketua DPR Setya Novanto, mantan Ketua DPR Marzuki Ali, dan mantan Menteri Dalam
Negeri yang mendapat predikat anti corruption award Gamawan Fauzi. Hal tersebut
menjadi faktor mengapa media massa gencar memberitakan tentang kasus korupsi e-
KTP. Kompas merupakan salah satu media yang gencar memberitakan tentang korupsi e-
KTP, yaitu selama 11 hari berturut-turut dan sembilan berita diantaranya menjadi
headline. Ini menunjukkan adanya penonjolan aspek-aspek tertentu yang ingin
disampaikan oleh Kompas melalui pemberitaannya.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis ingin mengetahui bagaimana
framing harian Kompas dalam memberitakan kasus korupsi e-KTP dan bagaimana harian
Kompas mengkonstruksi pemberitaan kasus korupsi e-KTP.
Penelitian ini menggunakan paradigma penelitian konstruktivis dengan
pendekatan penelitian kualitatif. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu analisis framing model Robert N Etnman yang menggunakan empat konsep
analisis, antara lain define problem (pemaknaan terhadap peristiwa), diagnose causes
(menentukan penyebab masalah), make moral judgement (memperkuat argumentasi),
treatment recommendation (penyelesaian masalah). Selain framing, penelitian ini juga
menggunakan teori konstruksi sosial media massa. Menurut Peter L. Berger dan Thomas
Luckman, proses terbentuknya konstruksi sosial media massa melalui empat tahap
penting yaitu, tahap menyiapkan materi, tahap sebaran konstruksi, tahap pembentukan
konstruksi, dan tahap konfirmasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam memberitakan kasus korupsi e-KTP
Harian Kompas hanya menonjolkan satu lembaga yang diduga terlibat dalam kasus ini
yaitu, lembaga Dewan Perwakilan Rakyat. Padahal, aktor yang diduga terlibat dalam
korupsi e-KTP bukan hanya berasal dari DPR, melainkan berasal dari berbagai lembaga
seperti Kemendagri, BUMN dan pengusaha swasta. Pada hakikatnya, DPR merupakan
lembaga yang berisi tokoh-tokoh negara yang seharusnya menghimpun dan
menindaklanjuti aspirasi rakyat. Terlebih lagi terdapat penyebutan beberapa nama besar
dari lembaga DPR yang diduga terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Dalam jurnalistik,
ketokohan seseorang memiliki nilai berita yang sangat besar, sebab semua perkataan dan
perbuatan tokoh akan diawasi dan diberitakan oleh media massa. Meski demikian, media
massa berkewajiban untuk tetap berimbang dan menghormati asas praduga tak bersalah
dalam memberitakan suatu peristiwa.
Kata Kunci: Berita, Kasus Korupsi e-KTP, Harian Kompas, Framing, Konsrtuksi Media.
v
KATA PENGANTAR
Bismilahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur tercurah kepada Allah SWT
berkat limpahan karunia dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
ini sebagai syarat mencapai gelar Sarjana Sosial (S.Sos). Shalawat serta salam senantiasa
tertuju kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh
umat manusia dan telah membimbing kita pada drajat kemanusiaan yang lebih baik.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang penulis susun demi memenuhi salah satu
syarat dalam memperoleh gelar Strata 1 (S1) pada Program Studi Jurnalistik di Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Dr. H. Arief Subhan, MA, Wakil Dekan Bidang Akademik, Suparto, M. Ed Ph. D,
Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Dra. Roudonah, MA, serta Wakil Dekan
Bidang Kemahasiswaan, Dr. Suhaimi, M. Si.
2. Ketua Prodi Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si dan Sekretaris Prodi Jurnalistik, Dra.
Musfirah Nurlaily, MA, yang telah membantu penulis selama masa perkuliahan.
3. Dosen Pembimbing Skripsi, Fita Fathurokhmah, M.Si, yang telah mengajarkan dan
menuntun penulis selama proses penulisan skripsi, dan tidak pernah letih dalam
membimbing penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.
vi
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, terimakasih atas ilmu
yang sangat berharga yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan.
5. Segenap jajaran redaksi Surat Kabar Harian Kompas, khususnya kepada Wakil Editor
Desk Politik dan Hukum Billy Khaerudin dan tim Diklat Kompas, khususnya kepada
Onto Digmono, yang telah membantu dan memperkenankan penulis untuk melakukan
penelitian.
6. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Harun Suhendar dan Ibunda Sulistiawati,
terimakasih atas segala curahan kasih sayang, semangat serta doa yang selalu
dipanjatkan untuk keberhasilan putrinya.
7. Kakak tercinta Maryam Abatun Nisa dan Muhammad Fiqih Zulfikar, serta Adik
tercinta Khodijah Rohmatun Nisa dan Asiah Nurunnisa yang senantiasa memberikan
inspirasi dan semangat bagi penulis untuk dapat segera menyelesaikan penulisan
skripsi.
8. Sahabat Jurnalistik yang selalu siap membantu dan memberikan nasihat baik kepada
penulis selama proses perkuliahan, Anisatul Kamaliyah, Devi Andita Oktavia,
Aldiansyah Nur Rahman dan Atikah Fauziyyah.
9. Partner terbaik, Muhammad Anwar Rifai yang selalu sabar menemani penulis dan
senantiasa memberikan semangat kepada penulis.
10. Keluarga “Bangke” yang selalu memberikan dukungan kepada penulis, Desy Larasati,
Dini Kartika, Oktavia Dwi Anggraeni, Umi Asrifah, Rajtania Chaerunnisa.
11. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penyelesaian skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu, namun tidak mengurangi rasa
hormat dan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu.
vii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi banyak pihak, atas segala perhatian penulis ucapkan
terimakasih.
Jakarta, 05 Desember 2017
Fatimah Choirinnisa
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………… i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING........................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN..................................................... iii
ABSTRAK............................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………………. v
DAFTAR ISI………………………………………………………………………. viii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………… x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………..……….. 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah……………………………….... 5
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian………………………. 6
D. Tinjauan Pustaka………………………………………………... 7
E. Metodologi Penelitian……………………………………..……. 8
F. Sistematika Penulisan…………………………………………... 11
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Framing Robert N Etnman……………………………….…..…. 13
B. Teori Konstruksi Sosial Media Massa…………..…….……….... 15
C. Profesionalisme Wartawan dalam Pemberitaan……..……….….. 19
D. Kompetensi Wartawan………………………..………………..... 21
E. Konseptualisasi Berita………………………………………….... 24
1. Definisi Berita……………………………………………… .. 23
2. Kriteria Umum Nilai Berita………………………………….. 25
3. Unsur Berita………………………………………………….. 29
4. Kategori Berita……………………………………………….. 31
5. Jenis-Jenis Teras Berita………………………………………. 33
F. Media Massa
1. Definisi Media Massa………………………………………… 36
2. Media Massa Cetak………………………………………… ... 37
3. Fungsi Media Massa………………………………………….. 39
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Harian Kompas……………………….…………………… 41
B. Visi dan Misi Harian Kompas……………………………………… 44
C. Struktur Organisasi Harian Kompas…………….………………….. 47
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
ix
A. Analisis Framing Berita Korupsi e-KTP di Harian Kompas………. 52
B. Tahap Konstruksi Sosial Media Massa…….………………………. 133
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………….……………………... 139
B. Saran……………………………………………………………….. 141
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Framing Model Robert N Etnman…………………………. 15
Tabel 2.1 Analisis Framing Berita 1………………………………….. 52
Tabel 4.2 Analisis Framing Berita 2………………………………….. 57
Tabel 4.3 Analisis Framing Berita 3………………………………….. 64
Tabel 4.4 Analisis Framing Berita 4………………………………….. 70
Tabel 4.5 Analisis Framing Berita 5………………………………….. 82
Tabel 4.6 Analisis Framing Berita 6………………………………….. 90
Tabel 4.7 Analisis Framing Berita 7………………………………….. 97
Tabel 4.8 Analisis Framing Berita 8………………………………….. 103
Tabel 4.9 Analisis Framing Berita 9………………………………….. 110
Tabel 4.10 Analisis Framing Berita 10………………………………… 119
Tabel 4.11 Analisis Framing Berita 11………………………………… 127
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Korupsi e-KTP merupakan salah satu kasus korupsi terbesar yang pernah terjadi
di Indonesia. Hal ini terbukti dari banyaknya nilai penyimpangan dana dalam kasus
korupsi proyek e-KTP. Kerugian yang ditanggung negara dengan terbongkarnya praktik
kotor ini mencapai Rp 2,31 Triliun. Proyek yang dianggarkan pemerintah untuk e-KTP
sebanyak Rp 5,9 Trilliun, sedangkan yang benar-benar digunakan untuk belanja riil
hanya sebesar Rp 2,6 Triliun. Ini menunjukkan hampir separuh atau sekitar 49% dana
proyek e-KTP dikorupsi oleh para penyelenggara negara. Bukan hanya itu, banyaknya
oknum yang terlibat dalam kasus korupsi proyek e-KTP menjadikan kasus ini layak
disebut sebagai salah satu kasus korupsi terbesar yang pernah terjadi di Indonesia.
Oknum yang diduga terlibat dalam kasus ini terdiri dari 62 orang anggota DPR
Periode 2009-2014, serta sejumlah pejabat Kemendagri dan pengusaha swasta lainnya.
Dari sekian banyak nama, saat ini baru dua orang dari Kemendagri yang sedang
menjalani proses hukum yaitu, Irman, selaku mantan Direktur Jendral Kependudukan dan
Catatan Sipil Kemendagri dan Sugiharto, selaku mantan Direktur Pengelolaan Informasi
Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri. Irman menerima aliran
penyalahgunaan dana sebesar Rp 2,3 miliar, dan 877,700 dolar AS serta 6.000 dolar
Singapura sedangkan, Sugiharto menerima 3,47 juta dolar AS.1 Terbongkarnya praktik
1 Harian Kompas, “KTP-el Korupsi Nyaris Sempurna”, Edisi 10 Maret 2017, h.1
2
kotor ini menambah daftar panjang nama pejabat Indonesia yang terlibat dalam kasus
korupsi.
Menurut Evi Hartanti, dari sudut etimologi, korupsi berasal dari kata “corruptio”
yang dalam bahasa latin berarti kerusakan atau kebobrokan kata ini digunakan pula untuk
suatu keadaan atau perbuatan yang busuk.2 Sedangkan, menurut istilah korupsi adalah
penyalahgunaan kepercayaan publik atau penyalahgunan kekuasaan yang melekat pada
suatu jabatan publik oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan memperkaya
diri sendiri atau menguntungkan pihak lain, dan menjadi suatu perbuatan melawan
hukum, bertentangan dengan ajaran moral dan merugikan negara.3 Jadi, korupsi
merupakan tindakan melanggar hukum dengan merampas hak negara untuk kepentingan
pribadi dan mengatasnamakan jabatan di suatu lembaga atau instansi.
Fenomena korupsi di Indonesia seakan tidak asing lagi di telinga publik. Lembaga
pemerintahan yang telah berikrar dan dipercaya rakyat kenyataanya juga melakukan
tindakan busuk yang sama. Korupsi yang merajalela di sektor pemerintahan,
menunjukkan bobroknya moralitas para penyelenggara negara dan lemahnya penegakkan
hukum di Indonesia. Korupsi tidak hanya merugikan negara dengan terhambatnya proses
pembangunan insfratruktur negara tapi juga menyengsarakan kehidupan seluruh rakyat
Indonesia dengan merampas hak-hak yang seharusnya diperoleh rakyat. Hal inilah yang
menjadikan kasus korupsi tidak surut dari perhatian khalayak dan pemberitaan media
massa.
Media massa merupakan saluran atau sarana yang digunakan dalam proses
komunikasi massa (channel of communication). Sedangkan menurut Charlotte Ryan
2 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), Edisi Kedua, h.6.
3 Felli Hermanto, Penerapan Management Penyelidikan Tindak Pidana Korupsi Pada Direktorat Jendral
III Pidkor Bareskrim Mabes Polri, Tesis, (Depok: Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia , 2011), h.41.
3
media massa adalah suatu kompetisi di mana pihak-pihak yang saling berkepentingan
mengajukan pemaknaan terhadap suatu permasalahan agar lebih menarik perhatian
khalayak. Masing-masing pihak berusaha menonjolkan penafsiran, klaim, dan
argumentasi berkenaan dengan persoalan yang diberitakan.4 Secara garis besar, media
massa terbagi menjadi tiga, yaitu media massa cetak, media elektonik dan media online
Dari ketiga jenis media tersebut, penulis memilih media cetak sebagai bahan
penelitian, alasan penulis memilih media cetak karena media cetak dapat menyajikan
berita lebih lengkap dan lebih mendalam mengenai suatu peristiwa dibandingkan dengan
media written messages lainnya, seperti media online. Selain itu, dalam menyajikan
sebuah berita, media cetak secara berulang melakukan penyuntingan sebelum berita
tersebut dikonsumsi oleh audience, sehingga berita yang disajikan memiliki tingkat
akurasi dan verifikasi yang tinggi. Oleh karena itu, penulis memilih media massa cetak
yang berupa surat kabar atau koran untuk dijadikan bahan penelitian. Salah satu surat
kabar nasional yang dapat memberikan informasi aktual dan terpercaya ialah Surat Kabar
Harian Kompas.
Surat Kabar Harian Kompas memberitakan tentang kasus korupsi e-KTP selama
11 hari berturut-turut, yaitu dari tanggal 7 Maret hingga 17 Maret 2017. Sembilan
pemberitaan terletak di halaman depan dan menjadi headline, sisanya terletak di bagian
politik dan hukum tepatnya di halaman 2 dan 3. Dalam pemberitaannya, Kompas
berulang kali menekankan dalang dari penyalahgunaan dana proyek e-KTP. Kompas juga
menyampaikan bahwa “DPR merupakan lembaga pemerintahan terkorup”. Untuk
membuktikan pendapatnya, Surat Kabar Harian Kompas membuat diagram semenarik
mungkin, dengan beberapa nama terduga korupsi penyalahgunaan dana proyek e-KTP.
4 Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Indonesia, (Bandung: Rosdakarya, 2008), h.47
4
Surat kabar harian Kompas sangat menekankan aktor atau dalang dari kasus
korupsi e-KTP. Dari sekian banyak terduga korupsi proyek e-KTP, baru 2 orang yang
sedang diproses secara hukum. Bukan hanya aktor, Surat Kabar Harian Kompas juga
mengingatkan khalayak dengan kerugian negara akibat praktik kotor tersebut sebesar Rp
2,31 Triliun atau 49% dari nilai proyek. Kedua isu tersebut sangat ditekankan setiap
pemberitaan yang diterbitkan oleh surat kabar harian Kompas yakni periode 7 Maret-17
Maret 2017. Penekanan itu secara terus-menerus diberitakan oleh Surat Kabar Harian
Kompas, agar perhatian khalayak berfokus pada isu tersebut. Hal inilah yang dikenal
sebagai framing pemberitaan yang dikonstruksikan oleh media massa.
Menurut Todd Gitlin, framing adalah sebuah strategi bagaimana realitas atau
dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak.
Jadi pada dasarnya framing merupakaan proses membuat suatu pesan lebih menonjol,
menempatkan informasi lebih daripada yang lain, sehingga khalayak lebih tertuju pada
pesan tersebut. Framing melihat bagaimana peristiwa disajikan oleh media massa.
Penyajian tersebut dilakukan dengan menekankan bagian tertentu, menonjolkan aspek
tertentu dan membesarkan cara bercerita tertentu dari suatu realitas atau peristiwa.5
Dalam melihat suatu peristiwa media selalu melakukan konstruksi realitas, yaitu
upaya untuk menyusun beberapa peristiwa. Proses pembentukan realitas itu, hasil
akhirnya adalah adanya bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah
dikenal. Akibatnya khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek tertentu yang
5 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta,: Lkis, 2011), Cet ke-IV,
h. 77-79
5
ditonjolkan oleh media massa. Aspek-aspek yang tidak disajikan secara menonjol
menjadi terlupakan dan sama sekali tidak diperhatikan oleh khalayak.6
Jadi, pada dasarnya media massa berperan mendefinisikan bagaimana realitas
seharusnya dipahami dan bagaimana seharusnya realitas itu dijelaskan dengan cara
tertentu kepada khalayak. Pendefinisian tersebut bukan hanya pada peristiwa melainkan
juga pada aktor-aktor sosial. Media massa disini berfungsi untuk menjaga nilai-nilai
kelompok dan mengontrol bagaimana nilai-nilai kelompok itu dijalankan. Dari latar
belakang masalah di atas maka, penulis mengambil judul skripsi tentang “Analisis
Framing Pemberitaan Kasus Korupsi Proyek E-KTP di Surat Kabar Harian
Kompas”.
B. Batasan Masalah
Untuk memudahkan penyusunan, penulis membatasi masalah yang akan diteliti.
Penulis hanya meneliti pemberitaan mengenai kasus korupsi proyek e-KTP yang dimuat
oleh Surat Kabar Harian Kompas pada edisi 7 Maret 2017-17 Maret 2017. Penulis
memilih edisi tersebut karena Surat Kabar Harian Kompas secara terus menerus
(countinue) memberitakan tentang kasus korupsi proyek e-KTP dengan menekankan
aspek-aspek tertentu.
C. Rumusan Masalah
Agar penulisan lebih terarah dan dapat memudahkan penelitian, maka penulis
merumuskan masalah penelitian yaitu:
1. Bagaimana framing pemberitaan tentang kasus korupsi proyek e-KTP di Surat
Kabar Harian Kompas?
6 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta,: Lkis, 2011), Cet ke-
IV, h. 77
6
2. Bagaimana Surat Kabar Harian Kompas mengkonstruksi pemberitaan tentang
kasus korupsi proyek e-KTP?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui framing pemberitaan tentang kasus korupsi Proyek e-KTP di
Surat Kabar Harian Kompas.
2. Untuk mengetahui Surat Kabar Harian Kompas dalam mengkonstruksi pemberitaan
tentang kasus korupsi proyek e-KTP.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Penulis berharap penelitian ini bermanfaat untuk mahasiswa Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya bagi mahasiswa Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik, untuk meningkatkan
pengetahuan seputar Analisis Framing. Serta dapat menjadi bahan referensi yang
dapat digunakan oleh Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu
Komunikasi.
2. Manfaat Praktis
Penulis berharap agar penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan dalam
menambah sumber informasi yang dapat memberikan manfaat bagi praktisi atau
pekerja media. Serta dapat dijadikan perbandingan dan pengembangan bagi media
massa, kususnya media cetak dalam membingkai dan mengkonstruksi sebuah
pemberitaan.
7
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti telah meninjau beberapa skripsi yang
memberikan inspirasi penulis dengan pembahasan yang cukup relevan dan subjek yang
berbeda, antara lain:
1. Skripsi karya Ahmad Fauzi mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan judul “Konstruksi Realitas Media Massa (Analisis
Framing Pemberitaan Korupsi M. Nazaruddin di Harian Republika).” Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode obeservasi dan
menggunakan analisis framing dengan model Robert N Etnman. Hasil penelitian
ini menemukan titik lemah Harian Republika yang hanya memilih narasumber
tertentu sehingga berita yang dihasilkan tidak dalam atau datar.
2. Skripsi karya Nurdian mahasiswa Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan
judul “Analisis Framing Pemberitaan Pelecehan Seksual di Taman Kanak-Kanak
Jakarta International School (JIS) Pada Surat Kabar Media Indonesia.”
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis
model Robert N Etnman. Penelitian ini mengungkap bagaimana framing media
Indonesia dalam memberitakan kasus pelecehan seksual yang terjadi di Jakarta
International School. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa media Indonesia
lebih cenderung membela pihak korban kekerasan yang terjadi di JIS, serta berisi
saran kepada pemerintah untuk menindak lanjuti kasus tersebut.
8
3. Skripsi karya Donie Kadewandan mahasiswa Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dengan judul “Konstruksi Realitas di Media Massa (Analisis Framing
Pemberitaan Baitul Muslimin Indonesia PDI-P Harian Kompas Dan Republika).”
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif serta menggunakan Analisis
Framing model Robert N. Etman. Penelitian ini berfokus pada peranan organisasi
sayap yang didirikan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yaitu baitul
muslimin.
F. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitan merupakan kumpulan loggar dari sejumlah asumsi yang
dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dari
penelitiannya.7 Paradigma dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme,
dimana realitas merupakan hasil konstruksi mental dari individu pelaku sosial, sehingga
realitas dipahami secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman konteks dan waktu. 8
Paradigma konstruktivis memiliki beberapa karakteristik diantaranya, memiliki
tujuan untuk menentukan realitas yang terjadi sebagai hasil interaksi antara penulis
dengan objek penelitian, penulis melibatkan dirinya dengan realitas yang diteliti, kualitas
dilihat dari sejauh mana penulis mampu menyerap dan mengerti bagaimana individu
mengkonstruksi sebuah realitas. 9
Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis. Pertama,
konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang
7Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h.49.
8 Rakhmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2008), h.51
9 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta: Lkis, 2011), h. 43
9
membuat gambaran tentang realitas. Kedua, pendekatan konstruksionis memandang
kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis. Pendekatan konstruksionis memeriksa
bagaimanaa pembentukan pesan dari sisi komunikator dan dari sisi penerima, ia
memeriksa bagaimana konstruksi makna individu ketika menerima pesan.10
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif.
Penelitian kulitatif merupakan penelitian yang berhubungan dengan data visual dan data
verbal. Proses dalam penulisannya menggunakan metode pengumpulan data dan metode
analisis data.11
Penelitian dengan metode ini dilakukan lebih mendalam dengan
penangkapan suatu makna atau masalah. Penelitian ini membahas tentang bagaimana
framing dan kecendrungan Surat Kabar Harian Kompas dalam mengkonstruksi suatu
peristiwa menjadi sebuah berita, yaitu berita mengenai kasus korupsi proyek e-KTP.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian menurut Jalaluddin Rakhmat adalah lembaga atau orang-orang
yang sedang diteliti.12
Subjek dalam penelitian ini adalah Surat Kabar Harian Kompas.
Sedangkan, objek penelitian ini adalah berita mengenai kasus korupsi proyek e-KTP.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi merupakan kegiatan mengamati secara langsung suatu objek tanpa
adanya mediator, untuk melihat lebih dekat objek yang akan diteliti.13
Jenis metode
10
Stephen P. Littlejohn, Theories of Human Communication, Fifth Edition, (Belmont: Wadsworth
Publishing Company, 1996), h.179-180 11
M. Antonius Birowo, Metode Penulisan Komunikasi Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Gintayali, 2004,
h.2 12
Jalaluddin Rakhmat, Metodologi Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis Statistik, (Bandung:
Rosdakarya, 2003), h. 26
10
observasi dalam penelitian ini, yaitu observasi non-partisipan. Observasi non-partisipan
merupakan metode observasi di mana periset hanya mengamati tanpa ikut terjun langsung
melakukan aktivitas seperti yang dilakukan kelompok yang diteliti.14
Oleh sebab itu,
observasi dalam penelitian ini, dilakukan dengan menganalisis teks berita yang terdapat
di Surat Kabar Harian Kompas pada edisi 7 Maret-17 Maret 2017.
b. Wawancara
Wawancara adalah menggali informasi, komentar, data, opini atau fakta tentang
suatu masalah atau peristiwa dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber atau
orang yang diwawancarai.15
Wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh data yang akurat mengenai pemberitaan kasus korupsi proyek e-KTP yang
disajikan oleh Surat Kabar Harian Kompas. Penulis telah mewawancarai Wakil Editor
Desk Politik dan Hukum, Surat Kabar Harian Kompas yaitu Billy Khaerudin.
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
mendalam (depth interview). Wawancara mendalam adalah cara untuk mendapatkan
informasi sesuai dengan masalah penelitian, secara langsung atau bertatap muka dengan
narasumber. Wawancara ini bertujuan agar mendapatkan data secara lengkap dan
mendalam.16
Alasan penulis menggunakan wawancara jenis ini karena memudahkan
penulis dalam melakukan penelitian, sebab dengan wawancara mendalam penulis bisa
mendapatkan informasi lebih lengkap dan akurat.
13
Rakhmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 106 14
Rakhmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h.108 15
Rakhmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 96 16
Rakhmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h.98
11
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah instrument pengumpulan data yang sering digunakan dalam
berbagai metode pengumpulan data.17
Selain melakukan analisis teks dan wawancara,
penulis juga telah menghimpun data-data, literatur dan kepustakaan yang berkaitan
dengan penelitian ini.
G. Sistematika Penulisan
Agar skripsi ini lebih terarah dalam penyusunannya, peneliti membuat sistematika
penulisan yang disesuaikan dalam masing-masing Bab. Ada 5 Bab dan terdapat beberapa
sub Bab yang menjelaskan Bab tersebut. Sistematika penulisan tersebut adalah:
Bab I: Pendahuluan
Memuat tentang: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan
dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.
Bab II: Landasan Teori
Bagian ini menjelaskan tentang: Konsep Framing Robert N. Entman, Teori Konstruksi
Realitas Sosial Media Massa, Profesionalisme Wartawan dalam Pemberitaan,
Kompetensi Wartawan, Definisi Berita, Kriteria Umum Nilai Berita, Unsur Berita,
Kategori Berita, Media Massa, Definisi Media Massa, Media Massa Cetak, Fungsi Media
Massa.
Bab III: Gambaran Umum
Bagian ini menjelaskan tentang profil subjek penelitian seperti: Sejarah Surat Kabar
Harian Kompas, Perkembangan Surat Kabar Harian Kompas, Visi dan Misi Surat Kabar
Harian Kompas, Sirkulasi dan Segmentasi Pembaca, serta Struktur Redaksional Surat
Kabar Harian Kompas.
17
Rakhmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h.116
12
Bab IV: Temuan dan Analisis Data
Bagian ini menjelaskan tentang hasil temuan di lapangan, dan bagaimana framing
pemberitaan yang dikonstruksi oleh Surat Kabar Kompas.
Bab V: Penutup
Meliputi kesimpulan dan saran
13
BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Framing Robert N. Entman
Entman membagi framing dalam dua kategori besar yaitu penyeleksian isu dan
penonjolan atau penekanan aspek-aspek tertentu dari suatu realitas. Penonjolan isu dari
suatu realitas akan membuat pesan yang disampaikan kepada khalayak lebih mudah
diingat, lebih menarik, dan memiiki makna lebih berarti. Realitas yang disajikan lebih
menonjol memiliki kemungkinan lebih besar untuk menarik perhatian khalayak dan
mempengaruhi proses berpikir khalayak dalam memaknai suatu realitas. Penonjolan ini
berhubungan dengan penulisan fakta, ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa atau isu
telah dipilih, selanjutnya bagaimana aspek tersebut ditulis dan dikemas menjadi sebuah
pemberitaan.18
Sleksi isu yang dilakukan oleh media adalah dengan memasukkan isu tertentu
yang dianggap penting dari suatu peristiwa (included) dan membuang isu lainnya yang
dianggap tidak penting (excluded). Sleksi isu dilakukan dengan berbagai cara, salah
satunya dengan penempatan yang mencolok seperti penempatan di headline,
pengulangan kata, pemakaian grafis untuk memperkuat penonjolan, pemakaian label
tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan.19
Tidak semua
aspek dapat ditampilkan oleh media massa, wartawan hanya bisa memilih aspek tertentu
dari suatu peristiwa dan menonjolkan aspek tersebut dengan berbagai cara. Oleh sebab
itu, Entman membagi framing dalam empat konsep, diantaranya:
18
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta: Lkis, 2011), h.221 19
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.164
14
Define problems atau pendefinisian masalah, merupakan elemen bingkai yang
paling utama. Define problems adalah penekanan tentang bagaimana suatu peristiwa
dipahami oleh wartawan. Setiap wartawan mempunyai perspektif yang berbeda dalam
melihat suatu masalah. Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda tergantung
bagaimana perspektif wartawan dalam memahami masalah tersebut. Bingkai yang
berbeda ini, dapat menyebabkan bentuk yang berbeda pula dalam menyajikan suatu
realitas. Artinya sebuah peristiwa dapat dipahami secara positif dan dapat dipahami juga
secara negatif tergantung bagaimana peristiwa tersebut ditafsirkan.
Diagnose causes atau memperkirakan penyebab masalah adalah elemen framing
untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai dalang dari suatu peristiwa. Pada elemen
ini, penyebab masalah bisa dilihat dari dua sisi yaitu apa (what) dan siapa (who) yang
dianggap sebagai sumber masalah. Bagaimana suatu realitas dipahami, dapat menentukan
apa dan siapa yang dianggap sebagai sumber masalah. Oleh sebab itu, permasalahan yang
dipahami dalam suatu realitas dan penyebab terjadinya masalah akan menghasilkan
sesuatu yang berbeda. Tidak semua wartawan memiliki pandangan yang sama dalam
mendiagnosis sumber dari sebuah permasalahan.
Make moral judgement atau membuat pilihan moral, merupakan elemen framing
yang digunakan untuk memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah
dibuat. Ketika masalah dari suatu peristiwa sudah dipahami dan penyebab masalah sudah
ditentukan, maka dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan
tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan dengan suatu yang familiar dan dikenal oleh
khalayak. Dalam tahap ini, wartawan hanya perlu memberikan penekanan untuk
15
memperkokoh argumentasi, disertai dengan bukti-bukti konkrit yang telah diperoleh
wartawan.
Treatment recommendation atau penekanan penyelesaian, elemen ini ditawarkan
oleh wartawan untuk mengatasi permasalahan dalam suatu peristiwa. Solusi penyelesaian
apa yang diberikan oleh wartawan untuk mengatasi masalah. Suatu masalah yang ditulis
dalam bentuk berita pasti disertai dengan solusi atau penyelesaian masalah yang
diberikan oleh wartawan. Namun, penyelesaian tersebut tergantung pada “bagaimana
peristiwa itu dipahami” dan “apa yang dipandang sebagai penyebab masalah”.20
Tabel 2.1
Konsep Framing Robert N Etnman
Define Problem Bagaimana perspektif atau cara pandang wartawan
dalam melihat suatu peristiwa?
Diagnose Causes Apa (what) atau siapa (who) yang dianggap sebagai
penyebab masalah?
Make Moral Judgement Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan
masalah?
Treatment Recommendation Solusi apa yang diberikan sebagai penyelesaian suatu
masalah?
Sumber: Eriyanto
B. Teori Konstruksi Sosial Media Massa
Peter L. Berger dan Thomas Luckman, menjelaskan melalui bukunya “The Social
Construction of Reality” (1965), mereka menjabarkan bahwa teori dan pendekatan
20
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta: Lkis, 2011), h.225-227
16
konstruksi sosial atas realitas dibangun secara bersamaan melalui tiga proses, yaitu
eksternalisasi, internalisasi dan objektifasi. Proses simultan ini berlangsung secara alami
dan terjadi antara individu satu dengan lainnya di dalam masyarakat.21
Namun, teori
konstruksi sosial atas realitas tidak berjalan lancar akan tetapi membutuhkan waktu lama
dan sangat bergantung pada ruang dan waktu. Teori konstruksi sosial atas realitas seakan
tidak mampu menjawab perubahan zaman dari masyarakat transisi modern menjadi
masyarakat modern dan pastmodern.
Akibat kemandulan teori “konstruksi sosial atas realitas” maka, teori ini telah
diperbaiki dengan menggunakan variabel atau fenomena media massa yang menjadi
dasar dalam proses eksternalisasi, internalisasi, dan subjektivasi. Teori konstruksi sosial
atas realitas yang berjalan secara lamban telah direvisi dengan melihat sifat dan kelebihan
yang dimiliki media massa. Kelebihan dari teori “konstruksi sosial media massa”
meliputi persebaran informasi yang berjalan dengan sangat cepat dan luas sehingga
informasi yang disampaikan dapat berlangsung secara menyeluruh. Proses terbentuknya
konstruksi sosial media massa melalui empat tahap penting yaitu:
1. Tahap Menyiapkan Materi
Dalam tahap menyiapkan materi, tidak semua peristiwa dapat dijadikan sebuah
berita. Hanya peristiwa yang mengandung isu-isu penting yang menjadi fokus media
massa. Isu terpenting yang kerap kali disorot oleh media massa adalah persoalan
yang menyangkut tiga hal yaitu mengenai harta, kedudukan (tahta) dan wanita.
Untuk menyiapkan materi konstruksi ada tiga hal penting dalam penyiapan materi
konstruksi sosial yaitu, pertama, keberpihakan media massa kepada kapitalisme.
21
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di
Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2006), h.206
17
Keberpihakan media massa terhadap kapitalisme merupakan hal yang tidak bisa
dihindari, karena tanpa adanya sang pemilik modal media tidak akan bisa berjalan
dengan baik. Oleh sebab itu dalam praktiknya, media massa kerap kali dijadikan
sebagai alat untuk meraih keuntungan besar oleh para kapitalis.
Kedua, keberpihakan semu pada masyarakat merupakan cara media untuk
menaikan rating penjualan demi kepentingan para pemilik modal. Keberpihakan
pada masyarakat dibangun dalam bentuk empati, simpati, dan berbagai partisipasi
lainnya kepada masyarakat. Hal ini bertujuan untuk mempengaruhi pikiran khalayak
bahwa sebenarnya media ada untuk membela dan mendukung rakyat. Namun
kenyataannya keberpihakan yang ditonjolkan oleh media mempunyai maksud dan
tujuan tertentu.
Ketiga, keberpihakan pada kepentingan umum. Kepentingan umum
merupakan hal yang harus diperjuangkan, terutama oleh media massa yang berfungsi
sebagai penyambung lidah rakyat. Akan tetapi, keberpihakan media massa pada
kepentingan umum tidak akan pernah terjadi apabila tidak mendatangkan keuntungan
yang besar untuk kantung kapitalis.22
Pada dasarnya, pekerjaan media massa adalah
mengkonstruksikan realitas, sedangkan isi media adalah hasil para pekerja media
mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya.23
2. Tahap Sebaran Konstruksi
Sebaran konstruksi media massa antara satu media dengan media lainnya
masing-masing berbeda, setiap media massa memiliki strateginya sendiri dalam
melakukan sebaran konstruksi. Pada dasarnya prinsip utama sebaran konstruksi
22
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di
Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2006), h.209 23
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.166
18
media massa adalah Real time. Real time ialah prinsip aktualitas media massa dalam
memberitakan suatu peristiwa, dimana khalayak merasa tepat waktu mengonsumsi
informasi yang disajikan oleh media massa. Jadi prinsip dasar sebaran konstruksi
media massa adalah seluruh informasi harus sampai pada pembaca secepatnya
berdasarkan pada agenda media. Apa yang dianggap penting oleh media, menjadi
penting pula bagi khalayak. Pada dasarnya sebaran konstruksi media massa hanya
menggunakan metode satu arah. Media massa menyajikan berbagai informasi ke
hadapan khalayak dan khalayak hanya bisa mengonsumsi informasi tersebut tanpa
ada pilihan lain.
3. Tahap Pembentukan Konstruksi
a. Tahap Pembentukan Konstruksi Realitas
Pada tahap ini pemberitan telah sampai kepada khalayak dan selanjutnya
terjadi penbentukan konstruksi di masyarakat melalui 3 tahap. Tahap pertama,
konstruksi pembenaran, merupakan tahap dimana khalayak melihat media massa
sebagai sebuah kebenaran yang mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. Pada tahap
ini pikiran masyarakat secara otomatis telah terkonstruksi oleh ralitas yang
disajikan oleh media massa. Masyarakat memiliki kecendrungan untuk
membenarkan semua hal yang dikatakan oleh media massa tanpa berpikir ulang.
Tahap kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa, dengan mengonsumsi
berbagai informasi yang disajikan oleh media, menunjukkan bahwa seseorang
telah bersedia pemikirannya dikonstruksi oleh media massa. Tahap ketiga, adalah
menjadikan media massa sebagai pilihan konsumtif, hal ini terjadi pada seseorang
yang memiliki ketergantungan pada media massa, bahkan pada tingkat tertentu,
19
seseorang merasa tidak mampu beraktivitas apabila belum mengonsumsi berita
atau informasi yang disajikan media massa.
b. Pembentukan Konstruksi Citra
Pembentukan konstruksi citra yang dibangun media massa terbentuk dalam
dua model yaitu mode good news dan model bad news. Model good news adalah
sebuah strategi yang cendrung mengkonstruksi sebuah pemberitaan dari sisi
baiknya saja. Pada model ini objek pemberitaan dikonstruksi sebagai sesuatu yang
memiliki citra baik sehingga terkesan lebih baik dan lebih bagus dari yang
sesungguhnya. Sedangkan model bad news adalah sebuah konstruksi yang
cenderung mengkonstruksi sebuah keburukan atau cenderung memberi citra buruk
pada objek pemberitaan, Sehingga objek yang dikonstruksi terkesan lebih buruk,
lebih jelek, lebih jahat dari yang sebenarnya.
4. Tahap Konfirmasi
Pada tahap ini khalayak dan media massa dituntut untuk memberikan alasan
atas pilihannya ikut terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Media
menganggap tahapan ini penting karena pada tahap ini dapat menjelaskan atas dasar
apa media mengkonstruksi suatu peristiwa. Sedangkan bagi khalayak, tahapan ini
juga dianggap penting untuk memberikan alasan mengapa khalayak bersedia untuk
dikonstruksi pemikirannya.24
C. Profesionalisme Wartawan dalam Pemberitaan
1. Menyebut Nama dalam Identitas
24
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di
Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2006), h.209-216
20
Profesionalisme wartawan dalam menulis sebuah berita diterapkan dengan
mengikuti norma-norma atau aturan yang harus diikuti wartawan khususnya dalam
membuat pemberitaan di bidang hukum. Aturan-aturan yang harus diterapkan telah
tercantum dalam Kode Etik Jurnalistik PWI pasal 7, yang menyebutkan bahwa,
“Wartawan Indonesia dalam memberitakan peristiwa yang diduga menyangkut
pelanggaran hukum dan proses peradilan harus menghormati asas praduga tak
bersalah, prinsip, adil, jujur dan penyajian yang berimbang.”
Presumption of innocent atau asas praduga tak bersalah dapat juga dipahami dari
pasal 8, UU No.14 tahun 1970, yang menyatakan bahwa, “setiap orang yang
disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan ke depan pengadilan wajib
dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.”25
Penerapan asas praduga tak bersalah yang diatur dalam Kode Etik Jurnalistik
bertujuan untuk memberikan batasan-batasan kepada pers agar tidak menghakimi
seseorang atau sekelompok orang yang sedang dalam proses peradilan. Larangan
membuat berita yang menghakimi dalam pers tidak hanya berlaku pada pemberitaan
yang menyangkut proses hukum dan peradilan, akan tetapi mencakup semua
pemberitaan. Arti asas praduga tak bersalah bukan sekedar menyatakan seseorang
bersalah atau tidak bersalah dalam suatu proses hukum dan peradilan akan tetapi
suatu kaidah atau larangan terhadap penghakiman pada semua pemberitaan yang
kebenarannya belum terbukti. Pers tidak memiliki hak dan wewenang untuk
menghakimi seseorang walaupun pengadilan telah menyatakan kesalahannya, tugas
25
Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), h.117
21
pers hanya menyampaikan fakta tanpa ikut menghakimi tersangka, terdakwa atau
pelaku yang menjadi objek pemberitaan yang akan menjurus pada trial by press.26
2. Menyebut Nama dalam Kejahatan Susila
Dalam memberitakan mengenai kejahatan susila wartawan harus tetap bersikap
profesional. Sikap profesional wartawan dapat ditunjukkan dengan memberitakan
tentang kejahatan susila yang seseuai dengan Kode Etik Jurnalistik. Kaidah dalam
memberitakan kejahatan susila diatur dalam pasal 8 Kode Etik Jurnalistik PWI yang
berbunyi, “wartawan dalam memberitakan kejahatan susila tidak merugikan pihak
korban.” Artinya dalam pemberitaan kejahatan susila, wartawan tidak diperkenankan
memberi petunjuk tentang siapa korban perbuatan susila, baik mengenai identitas
maupun wajah korban. Wartawan hanya diperkenankan menyebut jenis kelamin dan
umur korban, hal ini bertujuan untuk melindungi korban agar tidak dikucilkan atau
direndahkan dalam lingkungan sosialnya.27
D. Kompetensi Wartawan
1. Kesadaran
Berdasarkan Rumusan Dewan Pers (Luwarso dan Gayatri, 2006) ada setidaknya
tiga kategori kompetensi yang harus dimiliki seorang wartawan. Pertama, kesadaran
etika, dengan adanya kesadaran etika diharapkan setiap tindakan wartawan akan
sesuai dengan kode etik yang berlaku. Sehingga setiap tindakan akan dipikirkan
terlebih dahulu oleh wartawan dengan penuh pertimbangan. Memberitakan dari
kedua belah pihak secara berimbang cover both side dan merahasiakan identitas
narasumber jika narasumber yang bersangkutan meminta hal tersebut off the record.
26
Wina Armada Sukardi, Kajian Tuntas 350 Tanya Jawab, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.128 27
Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), h.117-119
22
Semua hal itu menjadi penting kerana berkaitan dengan kesadaran etika sebagai
seorang wartawan.
Kedua, seorang wartawan harus memiliki kesadaran hukum, hukum yang harus
dipegang teguh adalah UU Pokok Pers (nomor 40/1999). Dengan UU tersebut,
wartawan tidak hanya memahami tetapi juga melaksanakan, menjaga kehormatan
dan melindungi hak-haknya. Wartawan perlu mengetahui hal-hal mengenai asas
praduga tak bersalah yang telah diatur dalam kode etik jurnalistik. Hal ini bertujuan
agar wartawan tidak mengadili atau menuduh seseorang bersalah sebelum adanya
putusan hukum yang menyatakan kesalahannya (trial by the press).28
Wartawan juga harus memperhatikan off the record, dimana data yang diperoleh
dari narasumber tidak boleh dipublikasikan atau disiarkan, melainkan hanya untuk
diketahui oleh wartawan itu sendiri.29
Selain itu, wartawan juga dituntut untuk
memahami ketentuan hukum lain yang terkait dengan kerja jurnalistik misalnya UU
1945 Pasal 28, UU Penyiaran, KUHP, UU Hak Cipta. Kompetensi hukum ini
menuntut jurnalis menjunjung tinggi hukum, batas-batas hukum dan memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat dan berani untuk memenuhi
kepentingan publik.
Ketiga, kesadaran karier juga menuntut kerja jurnalis menjadi sebuah profesi
yang menjanjikan kepastian kerja dan kesejahteraan bagi diri dan keluarganya.
Semakin tinggi jabatan yang diperoleh wartawan, maka akan semakin tinggi fasilitas
yang didapatkannya. Dapat dikatakan kesejahteraan seorang wartawan akan
meningkat beriringan dengan meningkatnya tanggung jawab yang dipercayakan
28
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), h.164-166 29
Wina Armada Sukardi, Kajian Tuntas 350 Tanya Jawab, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.380
23
kepada wartawan tersebut. Wartawan juga harus sadar akan tugas masing-masing
pihak dalam media yang mencakup tentang hak dan kewajiban. Hal ini menjadi
penting karena jurnalis atau wartawan tidak bekerja sendiri melainkan bekerja
bersama tim. Kemampuan berkoordinasi dengan tim serta menerima kritik dan
masukan dari orang lain menjadi modal berharga untuk menjadi wartwan yang
handal.
2. Pengetahuan
Jurnalis merupakan seorang ilmuan, sebab jurnalis bekerja berdasarkan
pengetahuan. Sebagai seorang ilmuan, jurnalis dituntut memiliki pengetahuan
tentang semua hal. Tidak hanya pengetahuan umum mengenai sosial, politik, budaya
dan eonomi, melainkan harus menguasai pengetahuan khusus, serta pengetahuan
teknis. Wartawan perlu mengetahui perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan
sebagai basis informasi untuk menerapkan fungsi pers yang mendidik dan informatif.
3. Keterampilan
Selain potensi kesadaran dan ilmu pengetahuan, wartawan harus memiliki
potensi keterampilan (skills). Wartawan tidak akan bisa bekerja dengan baik jika
tidak memiliki keterampilan yang memadai. Seperti keterampilan dalam reportase
yang mencakup kemampuan menulis, wawancara, melaporkan informasi secara
akurat, jelas dan layak untuk diberitakan. Selain itu wartawan juga harus memiliki
keterampilan dalam menggunakan alat bantu dalam proses mencari berita. seperti
kemampuan menggunakan kamera, komputer, internet, media sosial dan lain
sebagainya.30
30
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), h.164-171
24
E. Konseptualisasi Berita
1. Definisi Berita
Menurut Charnley dan James M. Neal berita merupakan laporan tercepat dan
terbaru tentang suatu peristiwa yang berisi tentang opini, situasi serta kondisi terbaru dan
sudut pandang tertentu yang dikemas untuk dapat menarik kepada khalayak. Sedangkan,
menurut William C. Bleyer berita adalah peristiwa yang dipilih oleh wartawan untuk
dimuat dalam surat kabar yang bersifat terbatas oleh waktu, wartawan memilih peristiwa
tertentu yang memiliki makna bagi khalayak, sehingga dapat dengan mudah menarik
perhatian khalayak.31
Jadi, dapat disimpulkan bahwa, berita merupakan informasi yang
diperoleh dari sebuah fakta atau peristiwa teraktual yang melalui tahap konstruksi oleh
wartawan untuk dipublikasikan melalui sarana media massa.
Menurut pandangan konstruksionis berita bukanlah sebuah mirror of reality, yang
menggambarkan sebuah fakta secara apa adanya. Berita merupakan hasil konstruksi
sosial yang selalu melibatkan perspektif serta pemikiran dari wartawan itu sendiri. Berita
yang ditulis oleh wartawan sangat tergantung pada bagaimana cara wartawan memaknai
suatu peristiwa. Setiap wartawan memiliki perspektif yang berbeda-beda dalam
memaknai sebuah peristiwa. Proses pemaknaan realitas selalu melibatkan perspektif
tertentu yang dimiliki oleh masing-masing wartawan, sehingga mustahil berita disebut
sebagai cermin dari sebuah realitas, berita lebih tepat diartikan sebagai realitas kedua
yang disajikan oleh media massa.32
31
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis
Profesional, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h. 64-65 32
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta: Lkis, 2011), h.29
25
Setiap wartawan memiliki kemampuan untuk mengungkap peristiwa melalui
sarana media massa sebagai wadah untuk menyebarkan informasi. Melalui berbagai
macam strategi seperti pengemasan fakta, penggambaran fakta, pemilihan angel,
penambahan gambar, maka berita yang ditulis wartawan menjadi lebih menarik dan
diminati oleh khalayak. Secara singkat berita merupakan jalan cerita dari sebuah
peristiwa yang dikonstruksi atas dasar pemikiran wartawan. Berita juga dapat dipahami
sebagai sebuah peristiwa yang disunan secara logis dan sistematis.33
2. Kriteria Umum Nilai Berita
Kriteria umum nilai berita adalah pedoman yang digunakan oleh jurnalis untuk
menentukan fakta yang layak untuk dijadikan berita dan memilih isu apa yang akan
ditekankan untuk kemudian disebarluaskan kepada khalayak. Dengan kriteria nilai berita,
seorang wartawan dapat dengan mudah memilih apa saja peristiwa yang harus diliput dan
disebarkan, dan apa saja peristiwa yang tak perlu diliput dan harus dilupakan. Oleh
karena itu, kriteria umum nilai berita merupakan hal yang sangat penting dalam aktivitas
jurnalistik. Kriteria umum nilai berita terbagi menjadi 11 macam, antara lain:
a. Keluarbiasaan (Unusualness)
Berita merupakan kejadian yang terjadi di luar batas kewajaran. Suatu
peristiwa yang tidak biasa disebut berita. Untuk menunjukkan berita bukanlah
suatu peristiwa yang biasa Loard Northcliffe mengibaratkan “if a dog bites a man
it is not news, but if man bites dog, it is a news”. Semakin besar suatu peristiwa
terjadi, maka nilai berita yang akan ditimbulkan akan semakin besar juga. Nilai
33
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, (Jakarta: Kalam Indonesia, 2005), h. 55-62
26
berita unusualness dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu, lokasi peristiwa, waktu
peristiwa, daya kejut peristiwa, dan dampak apa yang ditimbulkan oleh peristiwa
tersebut.
b. Kebaruan (Newness)
Kata “news” dalam bahasa inggris berarti kebaruan, yaitu peristiwa yang
baru saja terjadi atau sedang terjadi. Informasi yang disajikan kepada khalayak
merupakan penilaian dari suatu berita. Khalayak menantikan peristiwa apa yang
terjadi hari ini, yang artinya peristiwa kemarin tidak lagi dihiraukan oleh
khalayak. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa, waktu dalam
menyebarluaskan sebuah berita kepada khalayak, merupakan suatu keutamaan
yang harus diperhatikan oleh setiap wartawan.
c. Akibat (Impact)
Berita merupakan segala sesuatu yang berdampak luas bagi sebagian besar
khalayak. Segala sesuatu yang menimbulkan dampak positif ataupun negatif bagi
masyarakat luas disebut berita. Semakin besar dampak sosial, budaya, politik dan
ekonomi yang ditimbulkan, maka nilai berita yang dikandungnya akan semakin
besar. Dampak dari suatu pemberitaan berkaitan dengan beberapa hal. Salah
satunya yaitu, berapa banyak khalayak yang terpengaruh terhadap berita yang
disajikan oleh media massa.34
d. Aktual (Timeliness)
Prinsip utama media massa dalam menyebarkan berita salah satunya
adalah aktualitas. Media dituntut untuk menyajikan berita sesegera mungkin,
34
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis
Profesional, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h.80-82
27
karena masyarakat memerlukan informasi tentang apa saja yang terjadi hari ini.
Secara singkat aktual berarti peristiwa yang baru atau sedang terjadi. Dengan
berlalunya waktu dari suatu peristiwa maka, nilai berita dari peristiwa tersebut
akan semakin berkurang. Sebaliknya jika semakin hangat berita yang diberikan
oleh media massa maka akan semakin tinggi pula nilai beritanya.
e. Kemanusiaan (Human Interest)
Secara harfiah human interest memiliki arti menarik minat khalayak.
Human interest dalam sebuah pemberitaan artinya semua berita yang
mengandung unsur menarik rasa empati, simpati atau mengubah perasaan
khalayak yang membacanya. Seseorang dapat lebih perduli terhadap sesama
manusia hanya dengan membaca berita-berita yang mengandung unsur human
interest. Secara tidak langsung, human interest memaksa pembaca untuk ikut
merasakan apa yang dirasakan oleh seseorang yang menjadi objek dari
pemberitaan.35
f. Kedekatan (Proximity)
Kedekatan mengandung dua arti yaitu, kedekatan geografis dan kedekatan
psikologis. Kedekatan geografis lebih merujuk pada suatu peristiwa atau berita
yang terjadi di sekeliling kita. Semakin dekat suatu peristiwa terjadi di sekitar
masyarakat maka, akan semakin tertarik pula masyarakat tersebut untuk
memahami apa yang diberitakan oleh media massa. Sedangkan kedekatan
psikologis lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat ketertarikan pikiran, perasaan,
atau kejiwaan seseorang pada suatu peristiwa yang disajikan oleh media massa.
35
Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), h.61-64
28
g. Informasi (Information)
Menurut Wilbur Schramm informasi merupakan sesuatu yang bisa
menghilangkan ketidakpastian. Setiap pemberitaan yang dimuat oleh media massa
pasti mengandung informasi. Namun, tidak semua informasi dapat dijadikan
berita. Hanya informasi yang menarik dan memenuhi kriteria umum nilai berita
saja yang dapat diubah menjadi sebuah pemberitaan. Secara umum, berita yang
dikemas oleh media massa pasti mengandung informasi berupa unsur 5W+1H.
h. Konflik (Conflict)
Konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau syarat dengan
dimensi pertentangan disebut berita. Konflik merupakan sumber berita yang tak
pernah hilang dan tak pernah habis. Ketika perselisihan yang terjadi antar individu
makin meninggi dan tersebar luas, serta makin banyak orang yang menganggap
bahwa perselisihan tersebut penting untuk diketahui, maka urusan yang semula
individual akan berubah menjadi masalah sosial. Di sanalah letak nilai berita
konflik. karena secara naluriah mayoritas orang akan menyukai konflik, selama
konflik tersebut tidak menyangkut diri sendiri dan kepentingannya.
i. Orang Penting (Public Figure)
Berita mencakup tentang orang-orang penting, orang-orang ternama,
pesohor, orang yang memiliki jabatan penting, serta public figure. Kehidupan
para public figure menjadi ladang emas bagi pers dan media massa. Tingkah laku
serta ucapan para public figure, orang-orang penting dan ternama selalu menjadi
sorotan media massa. Baik dan buruknya tingkah laku yang dilakukan oleh orang-
orang penting akan selalu diberitakan dan disebarluaskan oleh media massa.
29
j. Kejutan (Surprising)
Kejutan secara harfiah merupakan suatu yang datangnya tiba-tiba tanpa
direncanakan dan di luar dugaan. Kejutan bisa merujuk pada ucapan serta
perubahan perilaku manusia. Bisa juga terjadi pada makhluk hidup lainnya atau
bahkan benda mati. Semuanya bisa ikut serta dalam menciptakan informasi serta
tindakan yang mengejutkan, mengguncang dan menggegerkan dunia.
k. Seks (Sex)
Para pakar jurnalistik berteori media massa tanpa seks tidak akan lengkap,
hal ini diibaratkan dengan bulan tanpa bintang, pohon tanpa daun, kolam tanpa
ikan dan sungai tanpa air. Teori ini ternyata dapat menyebabkan dampak luar
biasa dengan menjamurnya penerbitan pers yang secara khusus mengangkat
berbagai isu tentang seks dan gender. Dalam hal-hal khusus tersebut seks juga
kerap disandingkan dengan kekuasaan. Namun, seks juga dapat menjadi bencana
bagi kedudukan dan jabatan seseorang.36
3. Unsur Berita
Dalam Kode Etik Jurnalistik pasal 5 dijelaskan bahwa, “wartawan Indonesia
menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dan
ketepatan, serta tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri. Tulisan berisi
interpretasi dan opini wartawan disajikan dengan nama gelar penulisnya.” Dari
ketentuan kode etik jurnalistik tersebut bahwa terdapat unsur-unsur yang membuat
suatu berita layak untuk dimuat yaitu:
36
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis
Profesional, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h. 84-91
30
Pertama, berita harus akurat, wartawan harus memiliki kehati-hatian yang
sangat tinggi dalam melakukan suatu pekerjaan mengingat berita yang dibuat oleh
wartawan menimbulkan dampak yang amat luas. Kredibilitas sebuah media sangat
ditentukan oleh akurasi beritanya yang dijadikan sebagai konsekuaensi dari kehati-
hatian para wartawan dalam mebuat sebuah berita. Betapa pentingnya unsur akurasi
dalam berita, Joseph Pulitzer mengungkapkan bahwa, “perlindungan terbaik bagi
wartawan adalah kewaspadaan yang disertai kesabaran. Buatlah catatan-catatan yang
dapat dibaca tentang setiap fakta. Jangan mengandalkan ingatan yang jarang akurat,
terutama dengan hal-hal yang mendetail.
Kedua berita harus adil dan berimbang, yang dimaksud dengan sikap adil dan
berimbang adalah bahwa seorang wartawan harus melaporkan apa sesungguhnya
yang terjadi. Unsur adil dan berimbang mungkin sama sulitnya dengan memperoleh
keakuratan dalam menulis berita. Selaku wakil dari pembaca atau pendengar berita,
seorang wartawan harus senantiasa berusaha untuk menempatkan setiap fakta atau
kumpulan fakta-fakta menurut porsinya yang wajar, serta membangun segi
pentingnya dengan berita secara keseluruhan. Artinya dalam melihat suatu peristiwa
seorang wartawan harus berimbang dalam memberitakan peristiwa, dan tidak hanya
mengambil faktor-faktor tertentu untuk kepentingan pribadi.
Ketiga berita harus objektif, artinya berita yang dibuat oleh wartawan harus
selaras dengan fakta atau kenyataan yang ada, tidak berat sebelah dan bebas dari
prasangka. Lawan dari objektif berarti subjektif, yaitu sikap yang diwarnai oleh
prasangka pribadi. Sebagai wartawan yang ingin menghasilkan karya yang bermutu
dan terpercaya, setidaknya ia harus dapat menjaga netralitas harus objektif dan tidak
31
memihak dalam menulis berita. Dalam pengertian objektif ini, termasuk pula
keharusan wartawan menulis dalam konteks peristiwa secara keseluruhan, tidak
dipotong-potong oleh kecendrungan subjektif.
Keempat, berita harus ringkas dan jelas, menurut Mitchel V. Charnley berita
yang disajikan haruslah mudah dicerna dengan cepat. Ini artinya suatu tulisan yang
ringkas, jelas, sederhana. Tulisan berita tidak menggunakan banyak kata-kata, harus
langsung dan padu. Penulisan berita yang efektif memberikan efek mengalir dan
memiliki warna alami tanpa berelok-elok atau tanpa kepandaian bertutur kata. Berita
harus dibuat secara ringkas, terarah, tepat, menggugah. Inilah kandungan-kandungan
kualitas yang harus dikejar oleh setiap penulis berita.
Kelima berita harus hangat, berita berasal dari kata news dalam bahasa inggris
yang berarti baru. Berita merupakan suatu peristiwa yang baru terjadi atau hangat.
Peristiwa bersifat tidak kekal, apa yang nampak benar hari ini belum tentu benar esok
hari. Media sangat memperhatikan faktor-faktor waktu, bahwa berita yang mereka
sajikan adalah yang terhangat.37
4. Kategori Berita
Menurut Tuchman secara umum wartawan menggunakan lima kategori berita
yaitu: soft news, hard news, spot news, developing news, dan continuing news.
Pertama ialah hard news, kategori berita ini sangat dibatasi oleh waktu dan aktualitas.
Semakin cepat berita itu diberitakan maka, akan semakin baik. Bahkan ukuran dari
keberhasilan dari kategori berita ini adalah dari sudut kecepatan diberitakan. Kategori
berita ini digunakan untuk melihat apakah informasi tersebut cepat diterima oleh
37
Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), h.47-57
32
khalayak. Peristiwa yang masuk dalam kategori hard news bisa yang direncanakan
bisa juga yang tidak direncanakan.
Kedua yaitu soft news, kategori berita ini berhubungan dengan kisah
manusiawi (human interest). Berbeda dengan hard news, soft news tidak dibatasi
oleh waktu atau bisa diberitakan kapan saja. Karena yang menjadi ukuran dalam
kategori ini bukanlah informasi atau kecepatan waktu saat diterima oleh khalayak,
melainkan informasi yang disajikan oleh media massa menyentuh perasaan dan emosi
khalayak. Bukan seberapa penting berita yang disajikan, tetapi seberapa menarik
unsur human interest itu dapat dirasakan.
Ketiga spot news, ialah sublifikasi dari berita yang berkategori hard news.
Dalam spot news peristiwa yang akan diliput tidak bisa direncanakan. Dalam kategori
ini, menuntut agar berita yang diliput sesegera mungkin disajikan kepada khalayak.
Jadi pada intinya, spot news merupakan berita yang tidak bisa diprediksi dan datang
secara tiba-tiba. Pada saat inilah wartawan berperan lebih dalam meliput dan
menyajikan pemberitaan secara cepat.
Keempat developing news, tidak jauh berbeda dengan spot news, kategori ini
juga membicarakan mengenai hal-hal yang tidak terduga. Bedanya, developing news
menyimpan berita yang akan dikembangkan pada hari berikutnya. Intinya, berita yang
yang disampaikan tidak bisa seluruhnya disampaikan dan dibahas dalam satu hari.
Jika data yang diperoleh oleh wartawan sudah lengkap maka, hari berikutnya akan
dibahas mengenai permasalahan yang belum terjawab pada pemberitaan sebelumnya.
Kelima countinuing news, merupakan sublifikasi lain dari hard news.
Continuing news merupakan peristiwa-peristiwa dapat dijadwalkan atau
33
direncanakan. Dalam kategori ini, satu peristiwa bisa terjadi secara kompleks dan
tidak terduga tetapi mengarah pada satu tema tertentu.38
5. Jenis-Jenis Teras Berita39
a. Teras Berita Siapa (Who Lead)
Teras berita siapa dipilih dengan pertimbangan unsure siapa atau pelaku
peristiwa memiliki nilai berita yang besar. Dalam teori jurnallistik dikenal dengan
ungkapan name makes news atau nama membuat berita. Teras berita siapa dibagi atas
dua jenis yaitu, teras berita siapa individu dan teras berita siapa institusi.
b. Teras Berita Apa (What Lead)
Nilai berita tidak hanya merujuk pada siapa yang menjadi pelaku dalam suatu
peristiwa. Nilai berita juga bisa ditentukan berdasarkan peristiwa apa yang terjadi.
Teras berita apa dipilih berdasarkan pertimbangan unsur apa memiliki nilai berita
yang lebih besar dibandingkan dengan unsur lain.
c. Teras Berita Kapan (When Lead)
Teras berita kapan dipilih dengan pertimbangan unsur waktu yang memiliki nilai
lebih besar dibandingkan dengan unsur yang lain. Cara termudah untuk mengenali
when lead adalah dengan menemukan pernyataan tentang waktu pada awal kalimat
teras berita. Manusia tidak sekedar ingin mengetahui tentang apa dan siapa pelaku
dalam suatu peristiwa, melainkan kerap kali ingin mengetahui kapan sebenarnya
peristiwa itu terjadi.
d. Teras Berita Kapan (Where Lead)
38
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta: Lkis, 2011), h.126-130 39
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis
Profesional, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h.129-146
34
Teras berita di mana berarti menunjuk kepada unsur tempat memiliki nilai berita
yang jauh lebih besar dibandingkan unsur lainnya. Faktor lokasi sering menjadi
pemicu peristiwa yang sangat mengejutkan, seperti kejadian tsunami yang melanda
Aceh.
e. Teras Berita Mengapa (Why Lead)
Teras berita mengapa dipilih berdasarkan unsur sesuatu yang menjadi penyebab
dan latar belakang peristiwa memiliki nilai berita yang lebih besar daripada unsur
lainnya. Teras berita mengapa sangat sering ditemukan pada berita-berita kriminal.
Berita adalah apa saja yang menimbulkan dampak, akibat atau terjadinya perubahan
kehidupan individu dan kolektif suatu kelompok masyarakat atau bahkan suatu
negara.
f. Teras Berita Bagaimana (How Lead)
Teras berita bagaimana dipilih dengan pertimbangan jalan keluar atau langah
yang diambil dalam suatu peristiwa. Teras berita bagaimana umumnya lebih banyak
terjadi pada peristiwa yang bersifat positif. Pada teras berita how akan diketahui
seberapa tinggi tingkat kecerdasan serta kepiawaian narasumber dalam mengemas
suatu berita. dari how lead khalayak/pembaca diharapkan memperoleh inspirasi yang
dapat memperkaya potensi diri bagi khalayak.
g. Teras Berita Kontras (Contrast Lead)
Teras berita kontras merupakan suatu peristiwa yang berlawanan dengan yang
seharusnya terjadi. Cara termudah untuk mengenali teras berita how lead adala
dengan memperhatikan isinya, apakah terdapat kata atau prilaku yang berlawanan
dengan yang seharusnya dilakukan oleh si pelaku peristiwa. teras berita kontras
35
umumnya lebih banyak terjadi pada peristiwa yang bersifat negatif. Di dunia ini
terlalu banyak kecendrungan prilaku kalangan pejabat, aparat maupun wakil rakyat
yang dipercaya untuk memegang amanah rakyat, namun prilaku mereka justru
bertentangan dengan jabatan, tugas dan fungsi mereka.
h. Teras Berita Kutipan (Quotation Lead)
Teras berita kutipan dengan pertimbangan perkataan langsung yang dilontarkan
oleh narasumber atau pelaku peristiwa yang memiliki nilai berita lebih besar dari
pada unsur lainnya. Teras berita petikan sangat diperlukan dalam peristiwa tertentu
terutama yang sarat mengandung unsur konflik untuk menunjukkan bobot serta
perkembangan yang terjadi.
i. Teras Berita Bertanya (Question Lead)
Teras beita bertanya dipilih dengan pertimbangan unsr pertanyaan yang
dilontarkan narasumber atau pelaku peristiwa yang dinilai lebih menarik daripada
unsur lainnya. Cara termudah untuk menemukan question lead, adalah dengan
menemukan kata atau pertanyaanbernada bertanya pada kalimat pertama teras berita.
j. Teras Berita Pemaparan (Descriptive Lead)
Teras berita pemaparan dipilih dengan pertimbangan unsur suasana atau situasi
yang melekat dalam suatu peristiwa yang terjadi. Pelukisan suasana dalam suatu
peristiwa tertentu secara deskriptif dinilai lebih efektif dibandingkan dengan cara lain.
Teras berita pemaparan lebih cocok untuk untuk berbagai cerita feature dan digemari
oleh reporter yang menulis profil pribadi. Reporter sering mencoba memusatkan
perhatian pada satu unsur yang paling mencolok dari sosok penampilan tokohnya
36
untuk diilustrasikan. Teras berita deskriptif menempatkan pembaca bisa merasakan,
mendengar dan mencium objek yang sedang dideskripsikan.
k. Teras Berita Bercerita (Narative Lead)
Menurut Williamson teras berita naratif digemari oleh para penulis fiksi.
Tekniknya adalah menceritakan suatu suasana dan membiarkan pembaca menjadi
tokoh utama, entah dengan cara membuat kekosongan yang kemudian secara mental
akan diisi oleh pembaca, atau dengan membiarkan mengidentifikasikan diri ditengah-
tengah kejadian yang berlangsung. Wartawan rubric kriminalitas sering memakai
teras bercerita ini dalam cerita feature untuk melaporkan peristiwa kejahatan.
l. Teras Berita Menjerit (Exclamation Lead)
Teras berita menjerit umumnya lebih banyak ditemukan pada peristiwa kriminal
dan peristiwa bencara seperti gempa dan tsunami. Teras berita jenis ini digolongkan
ke dalam jurnalistik sastra yang bersifat ekspresif. Siaapa pun reporter dan editor
yang menulis dan menyuntingnya, disyaratkan mendalami serta menjiwai pola dan
teknik penulisan cerita fiksi.
F. Konseptualisasi Media Massa
1. Definisi Media Massa
Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan
penyebaran informasi secara masal sehingga informasi yang disajikan dapat diakses
secara merata oleh masyarakat.40
Sedangkan menurut Charlotte Ryan, media adalah
alat yang digunakan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan dan
40
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di
Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2006), h.72
37
masing-masing pihak berupaya menonjolkan makna tertentu dalam suatu peristiwa,
yang diperkuat oleh berbagai argumentasi pendukung.41
Jadi, dapat disimpulkan bahwa media massa adalah saluran penyampaian pesan
dan informasi yang condong memiliki kepentingan tertentu, bersifat satu arah dan
berbadan hukum. Media massa mempunyai beberapa karakteristik yaitu, pesan atau
isinya disebarluaskan kepada khalayak (publish), bersifat umum (universal), tetap
atau berkala (periode), berkesinambungan (continue), mengandung unsur kebaruan
(actual). Media massa terbagi menjadi beberapa jenis yaitu, media cetak, media
elektornik dan media online.42
2. Media Massa Cetak
Media cetak merupakan media tertua yang ada di dunia. Media cetak berawal
dari media yang disebut dengan Acta Diurna dan Acta Senartus di kerajaan Romawi.
Kemudian media massa cetak berkembang pesat setelah Johanes Guttenberg
menemukan mesin cetak. Hingga kini, bentuk media massa cetak sudah sangat
beragam seperti tabloid majalah, dan surat kabar.43
Menjelang abad ke-20 dunia persurat kabaran telah mampu meraih
kredibilitasnya yang lebih baik lewat pembentukan suatu organisasi profesional. Pada
awal abad ini pers berubah menjadi bentuk perusahaan yang semakin besar. Secara
bertahap perubahan itu terjadi, hingga surat kabar pada akhirnya tumbuh membentuk
press association yang cukup besar. Kelangsungan surat kabar ditunjang pula oleh
41
Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Indonesia, (Bandung: Rosdakarya, 2008), h.47 42
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, (Bogor: Penerbit Ghia Indonesia, 2008), Cet Ke-1,
h.12
43
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, (Bogor: Penerbit Ghia Indonesia, 2008), Cet ke-1,
h.13
38
kekuatan ekonomi yang terus berpacu mengikuti perkembangan zaman. Meskipun
begitu, perjalanan surat kabar masih merangkak dalam batas-batas sirkulasi kecil.
Oleh karena itu, perkembangan pada tahap-tahap berikutnya surat kabar mulai
berupaya maningkatkan daya tarik melalui proses spesifikasi masyarakat baca,
penerbitan edisi khusus daerah-daerah tertentu, serta pembagian rubrik dan kolom-
kolom yang menarik. Dengan ditemukannya cara serta gaya baru dalam sistem
pengolahan pers maka, harga media terus meningkat. Berbagai media terus
berkompetisi merebut perhatian khalayak melalui peningkatan dimensi usaha dan
teknologi. Salah satunya dengan menyediakan kolom-kolom iklan di berbagai surat
kabar.44
Pada umumnya informasi disosialisasikan melalui bentuk-bentuk media
komunikasi yang relevan. Relevansi antara media massa dengan publik salah satunya
dapat dilihat dari tingkat pemikirannya ataupun pola-pola kebudayaan yang
dianutnya. Menurut Watson dari beberapa bentuk media yang digunakan khalayak,
media cetak merupakan media yang paling efektif. Pesan-pesan komunikasi yang
tertulis (printed and written massage) pada umunya memberikan kesempatan yang
lebih leluasa kepada khalayak untuk dapat melakukan penelaahan serta penerimaan,
baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik.45
Jurnalistik media cetak dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor verbal dan
faktor visual. Faktor verbal sangat menekankan pada kemampuan dalam memilih dan
menyusun kata menjadi rangkaian kalimat dan paragraf yang efektif dan komunikatif.
Sedangkan faktor visual menunjuk pada kemampuan dalam menata, menempatkan,
44
Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik: Pendekatan Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu,
1999), h.88-91 45
Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik: Pendekatan Teori dan Praktik, h.47
39
mendesain tata letak, atau hal-hal yang menyangkut dengan perwajahan.46
Berita
yang disampaikan kepada khalayak tidak akan terlihat menarik apabila berita tidak
ditempatkan dengan baik.
3. Fungsi Media Massa
Secara umum media massa memiliki empat fungsi utama, pertama,
menghimpun dan menyebarkan informasi bagi khalayak. Sebagai makhluk sosial
manusia selalu ingin mengetahui peristiwa apa yang terjadi, baik di lingkungan
sekitar maupun di tempat yang bahkan tidak pernah dikunjungi. Dengan adanya
media massa, berbagai informasi dapat diliput dan disiarkan, baik melalui media
cetak, media elektronik, atau media online.47
Media massa menyajikan berbagai
informasi dari berbagai penjuru dunia, dengan penyebaran informasi yang sangat
cepat dan merata. Namun tidak semua informasi yang diperoleh media massa dapat
diberitakan, hanya peristiwa-peristiwa yang memiliki pengaruh besar terhadap
khalayak yang dapat dijadikan berita.48
Kedua, selain sebagai sumber informasi, media massa memiliki fungsi
sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat. Tujuan media massa ialah mencerdaskan
masyarakat dengan memberikan berbagai informasi yang mengandung nilai edukasi.
Masyarakat akan memperoleh pengetahuan dari membaca, melihat ataupun
mendengar berita dari media massa.
Ketiga, media sebagai hiburan bagi khalayak, media tidak hanya sekedar
menyajikan informasi dengan pembahasan yang serius. Media massa juga menjadi
46
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis
Profesional, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006),, h. 4 47
Zaenuddin. HM, The Journallist, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011), h.9 48
Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), h.27
40
sumber hiburan bagi khalayak. Khalayak tidak lagi merasa sepi sebab, media juga
menyajikan berbagai konten yang mengandung nilai-nilai hiburan seperti infotaiment,
sport dan anekdot. Nilai hiburan tidak bisa dipisahkan dari media massa,khususnya
media massa elektronik yang sebagian besar kontennya mengandung nilai hiburan.
Televisi memiliki kelebihan dengan kualitas gambar dan suara yang tidak dimiliki
media lain. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa televisi menjadi media hiburan
yang paling efektif bagi khalayak.
Keempat, media massa berfungsi sebagai alat control social dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Hal ini terlihat bahwa kehadiran media atau pers
dianggap sebagai kekuatan keempat (The Fourth State) dalam sistem politik
kenegaraan setelah legislatif, eksekutif dan yudikatif. Sebagai pilar keempat media
massa sangat efektif untuk menyampaikan keluh kesah rakyat, pembentuk opini
publik, alat menekan yang ikut mempengaruhi dan mewarnai kebijakan politik
negara, pembela kebenaran dan keadilan.49
Media massa juga bertanggung jawab
mengawasi kinerja pemerintah di suatu lembaga, hal ini bertujuan untuk menghindari
terjadinya penyimpangan. Fungsi kontrol atau watchdog ini harus dilakukan dengan
lebih aktif oleh media massa karena media massa memiliki tanggung jawab yang
lebih besar dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya.50
49
Zaenuddin. HM, The Journallist, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011), h.9-10 50
Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), h.27
41
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Sejarah dan Perkembangan Surat Kabar Harian Kompas
Pada tahun 1960 Petrus Kanisius Ojong (1920-1980) dan Jakoeb Oetama
melakukan gerakan asimilasi. Keduanya berlatar belakang sebagi guru dan memiliki
minat dalam bidang sejarah. PK. Ojong merupakan Pimpinan Redaksi Star Weekly,
sedangkan Jakoeb Oetama Pimpinan Redaksi majalah Penabur. Mereka berdiskusi bahwa
pada saat itu pembaca indonesia terkucil karena tidak ada majalah luar negeri yang
diperkenankan masuk. Keadaan seperti itu tentu tidak sehat dan pada akhirnya muncul
ide membuat majalah untuk menerobos isolasi tersebut.
Intisari adalah awal dari kerjasama PK. Ojong dan Jakoeb Oetama. Disebut sang
pumal karena kemudian menjadi awal dari Kelompok Kompas Gramedia (KKG).
Majalah Intisari terbit pada 7 Agustus 1963 dengan 22 artikel, tiras pertama 10.000
eksemplar habis terjual. Pada saat itu ukurannya hanya 14x17,5cm dan tebalnya 128
halaman. Pada saat itu Drs. Jakoeb Oetama menjadi pemimpin redaksinya, sedangkan
nama PK. Ojong dan Adi Subrata tidak tercantum sebagai pengasuh.51
Tidak lama setelah Majalah Intisari berdiri, suhu politik di Indonesia memanas
tepatnya menjelang tahun 1965. Ketika itu partai komunis Indonesia (PKI) melakukan
kegiatan sepihak dengan menyuarakan perlunya dibentuk angkatan kelima untuk
menghadapi alat-alat keamanan bersenjata yang sah. Dengan dalih landreform PKI
melakukan penyerobotan tanah milik negara. Di awal tahun 1965 Letjen Ahmad Yani
(1922-1965) selaku mentri panglima TNI-AD menelpon rekan sekabinetnya Drs. Frans
51
Company Profile Kompas, h.1
42
Seda, pada saat itu Ahmad Yani memberikan ide untuk menerbitkan Koran melawan
komunis. Frans Seda menanggapi ide itu dan membicarakannya dengan Ignatius Joseph
Kasimo (1900-1986). Kemudian Ignatius Joseph Kasimo membicarakan hal tersebut
dengan rekannya di partai katolik sekaligus pemimpin majalah Intisari yaitu PK.Ojong
dan Jakoeb Oetama.
PK. Ojong dan Jakoeb Oetama kemudian menggarap ide tersebut dan
mempersiapkan penerbitan koran. Semula nama yang dipilih ialah Bentara Rakyat,
peggunaan nama tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa
pembela rakyat yang sebenarnya bukanlah PKI. Soekarno pun telah mendengar kabar
bahwa akan ada penerbitan koran untuk melawan PKI, lalu Soekarno menyarankan nama
“Kompas” yang memiliki arti pemberi arah dan jalan dalam mangarungi lautan atau hutan
rimba. Berkat saran dari Soekarno maka jadilah nama harian Kompas hingga saat ini.
Pers PKI yang melihat kehadiran Kompas bereaksi keras bahkan mulai menghasut
masyarakat dengan mengartikan Kompas sebagai “Komando Pastor”.
Harian Kompas lahir pada 28 Juni 1965 dengan motto “Amanat Hati Nurani
Rakyat” Kompas Kompas pertama kali terbit sebanyak empat halaman berisi 11 berita
luar negeri dan tujuh berita dalam negeri di halaman pertama. Berita utama di halaman
satu ketika itu berjudul “KAA ditunda empat bulan”. Sedangkan pojok Kompas pada
bagian kanan bawah terdapat “Mari ikat hati. Mulai hari ini. Dengan….. Mang Usil”. Di
halaman pertama pojok kiri atas tertulis nama Pemimpin Redaksi: Drs. Jakoeb Oetama
dan Staff Redaksi: Drs. J. Adisubrata, Lie Hwan Nio SH, Marcel Beding, Th Susilastuti,
43
Tan Soei Sing, J. Lambangdjaja, Tan Tik Hong, Th. Ponis Purba, Tinon Prabawa dan
Eduard Liem. 52
Di halaman ke dua terdapat sejarah lahirnya Kompas, pada saat itu dianggap
sebagai tajuknya surat kabar Kompas. Di halaman dua juga terdapat lima berita luar
negeri dan dua berita dalam negeri. Pada halaman dua juga terdapat tiga artikel, satu
artikel diantaranya mengenai berita luar negeri. Pada halaman ini juga terdapat kolom
hiburan yang bernama “Senyum Simpul”. Sedangkan di halaman tiga Kompas pada saat
itu berisi dua artikel dalam negeri dan satu artikel luar negeri. Ada pula penjelasan
mengenai penyakit ayan dari Dr. Kompas. Di halaman terakhir terdapat dua artikel luar
negeri dan satu berita dalam negeri. Di halaman ini hanya tercatat dua berita olahraga,
satu diantaranya tentanng “Persiapan Tim PSSI ke Pyongyang”.
Melihat wajah surat kabar Kompas untuk pertama kalinya, tidak seorang pun dari
pemula surat kabar itu optimis korannya akan berusia panjang. Dibandingkan dengan
surat kabar lain, penampilan wajah Kompas pada saat itu kurang bersaing. Terlebih lagi
percetakan yang mencetak kora Kompas pada saat itu kurang menjanjikan perbaikan.
Namun, kegigihan dan semangat para pemimpin dan pemula, justru membuat Kompas
tetap hidup dan berkembang.
Kedua perintis Kompas setiap saat turut berkecimpung secara langsung. Mereka
berusaha agar dari hari ke hari mutu Kompas semakin baik. Karena itu salah satu usaha
yang dilakukan Kompas ialah pindah percetakan dari Eka Grafika menjadi ke percetakan
Masa Merdeka yang bertempat di Jl. Sangaji Jakarta. Sejak saat itu oplah Kompas naik
dari semula 4.800 eksemplar, melonjak menjadi 8.003 eksemplar. Pada 26 Juni 1967
oplah Kompas sebesar 30.650 eksemplar. Setahun kemudian menjadi 44.400 eksemplar
52
Company Profile Kompas, h.3
44
lalu, dua tahun kemudian mencapai 80.412 eksemplar dari jumlah itu sekitar 40% terjual
di Jakarta. Setelah tahun 1986 oplag Kompas mengalami perkembangan pesat sebanyak
600.000 eksemplar. Oplah terbesar dicapai pada ulang tahun Bung Karno ke 100 tahun
dengan oplag 750.000 eksemplar dalam edisi khusus.53
B. Visi dan Misi Kompas54
Moto “Amanat Hati Nurani Rakyat” di bawah logo Kompas menggambarkan visi
dan misi bagi disuarankannya hati nurani rakyat. Kompas ingin berkembang sebagai
institusi pers yang mengedepankan keterbukaan, meninggalkan pengkotakan latar
belakang, suku, agama, ras dan golongan. Ingin berkembang sebagi Indonesia mini,
karena Kompas sendiri adalah lembaga yang terbuka, kolektif, ingin ikut serta dalam
upaya mencerdaskan bangsa. Kompas ingin menempatkan kemanusiaan sebagai nilai
tertinggi, mengarahkan fokus perhatian dan tujuan pada nilai-nilai yang transenden atau
mengatasi kepentingan kelompok. Rumusan bakunya adalah “humanism transcendental”
. “kata hati mata hati” pepatah yang kemudian ditemukan menegaskan semangat empathy
dan compassion Kompas.
1. Visi Kompas
Dalam hal ini yang menjadi visi surat kabar Kompas adalah “menjadi institusi
yang memberikan pencerahan bagi perkembangan masyarakat Indonesia yang
demokratis dan bermartabat, serta menjunjung tinggi asas dan nilai kemanusiaan.”
Kiprahnya dalam industri pers “Visi Kompas” adalah berpartisipasi membangaun
masyarakat indonesia berdasarkan pancasila malalui prinsip humanisme
53
Company Profile Kompas, h.3 54
Company Profile Kompas, h.3-5
45
transendental (persatuan dalam perbedaan) dengan menghormati masyarakat dan
individu secara adil dan makmur. Secara spesifik dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Kompas adalah lembaga pers yang bersifat umum dan terbuka.
b. Kompas tidak melibatkan diri dalam kelompok-kelompok tertentu baik politik,
agama, golongan, social dan ekonomi.
c. Kompas secara aktif membuka dialog dan berinteraksi positif dengan segala
kelompok.
d. Kompas adalah surat kabar nasiaonal yang mewujudkan aspirasi dan cita-cita
bangsa.
e. Kompas bersifat luas dan bebas dalam pandangan yang dikembangkan tetapi,
selalu memperhatikan konteks struktur kemasyarakatan dan pemerintahan yang
menjadi lingkungan.
2. Misi Kompas
“Mengantisipasi dan merespon dinamika masyarakat secara profesional,
sekaligus memberi arah perubahan (trend setter) dengan menyediakan dan
menyebarluaskan informasi terpercaya”. Kompas turut berperan serta mencerdaskan
bangsa, menjadi nomor satu dalam semua usaha diantara usaha-usaha lainnya yang
sejenis. Hal tersebut dicapai melalui etika usaha bersih dengan melakukan kerjasama
dengan perusahaan-perusahaan lain. Hal ini dijabarkan dalam 5 sasaran operasional:
a. Kompas memberikan informasi yang berkualitas dengan ciri: cepat, cermat,
utuh dan selalu mengandung makna.
46
b. Kompas memiliki bobot jurnalistik yang tinggi, yang terus dikembangkan
untuk mewujudkan aspirasi dan selera terhormat yang dicerminkan dalam gaya
kompak, komunikatif dan kaya nuansa tentang kehidupan dan kemanusiaan.
c. Kualitas informasi dan bobot jurnalistik dicapai melalui upaya intelektual yang
penuh empati dengan pendekatan rasional, mamahami jalan pikiran dan
argumentasi pihak lain, selalu berusaha mendudukkan persoalan dengan penuh
pertimbangan tetapi tetap kritis dan teguh pada prinsip.
d. Berusaha menyebarkan informasi seluas-luasnya dengan meningkatkan tiras.
e. Untuk dapat merealisasaikan visi dan misi Kompas harus memperoleh
keuntungan dari usaha. Namun keuntungan yang dicari bukan sekedar
keuntungan itu sendiri tetapi menunjang kehidupan yang layak bagi karyawan
dan pengembangan usaha sehingga mampu melaksanakan tanggung jawab
sosialnya bagi perusahaan.
3. Nilai-Nilai Dasar Harian Kompas55
Seluruh kegiatan dan keputusan harus berdasarkan dan mengikuti nilai-nilai
sebagai berikut:
a. Menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan harkat dan
martabatnya
b. Mengutamakan watak baik.
c. Profesionalisme.
d. Semangat kerja tim.
e. Berorientasi pada kepuasan konsumen
f. Tanggung jawab sosial
55
Company Profile Kompas, h.5
47
C. Struktur Organisasi Kompas56
PT. Kompas Media Nusantara adalah lembaga media massa. Pemimpin tertinggi
adalah pemimpin Umum, Pemimpin Umum dibantu oleh Wakil Pemimpin Umum bidang
non bisnis dan Wakil Pemimpin Umum Bidang Non Bisnis, lalu ada Pemimpin Redaksi
yang bertanggung jawab di bidang redaksi dan Pemimpin Perusahaan yang bertanggung
jawab di bidang bisnis. Di bawah Pemimpin Redaksi ada Redaktur Pelaksana dan di
bawahnya terdapat Kepala Desk, Kepala Biro dan yang paling bawah adalah Reporter. Di
Bidang Bisnis, di bawah Pimpinan Perusahaan terdapat General Manajer Iklan dan
General Sirkulasi dan General Marketing Communication. Di antara dua bidang itu
terdapat bagian Penelitian dan Pengembangan Direktorat SDM-Umum dan Teknologi
Informasi. Bersifat supporting dan di bawah suppervisi Wakil Pemimpin Umum Bidang
Bisnis.
Pembagian dalam struktur organisasi tersebut dimaksudkan untuk memudahkan
pembagian sistem kerja “produk” Kompas yang dihasilkan itu merupakan hasil Kerja
sinergis dari unit-unit yang ada dalam struktur organisasi. Produk Kompas adalah koran
dan berita. Adapun tahap manajemen produk itu adalah sebagai berikut:
1.1. Bidang Redaksi
1). Perencanaan
Dilaksanakan rapat pagi dalam merencanakan berita yang akaan dimuat berdasarkan:
a. Adanya undangan acara yang diterima Kompas
b. Peliputan berita yang ditetapkan di tiap-tiap desk
c. Penetapan event tertentu, dimana dalam pencarian berita disesuaikan dengan
aktualitas peristiwa yang terjadi
56
Company Profile Kompas, h.8-12
KOMPAS
PU: Jakoeb Oetama
Information Tecnology Division
Business Direktorate
Lukas Widjaja
Event Division Advertising
Division
Marketing Division
Editorial Direktorate
Budiman Tanuredjo
Research & Development Division
Editorial Division
Human Resources & General Affairs
Division
Wakil PU 1
Liliek Oetama
Wakil PU 2
Rikard Bagun
48
2). Pengorganisasian
Redaktur mengkoordinasikan wartwan-wartawan untuk mencari dan
menulis berita sesuai dengan yang direncanakan dalam rapat pagi dan menunjuk
wartwannya untuk mengerjakan tugas-tugas pencarian berita tersebut.
3). Pelaksanaan
Dilaksanakan rapat sore untuk menetapkan berita yang akan dimuat dalam
surat kabar dan membuat headline berita. Apabila data belum akurat maka akan
ditambah atau dicari lagi. Setelah berita akurat, maka berita disunting oleh desk
sunting. Setelah disetujui kemudian akan disunting dalam bentuk lay out Koran
untuk dicetak. Deadline ditetapkan pukul 23.00 WIB dan percetakan dimulai
pukul 01.00 WIB.
4). Pengevaluasian
Dilakukan evaluasi di tiap-tiap desk/bidang redaktur, selain mengevaluasi
berdasarkan masukan dari pembaca yang menelepon atau mengirimkan fak/email.
Avaluasi akan dibahas pula dalam rapat rabu (rapat mingguan)sebagai dasar
perencanaan yang juga akan dibahas dalam rapat pagi. Evaluasi akan dilihat dari
segi percetakan susunan huruf dan kata-kata, bentuk dan susunan berita pada
setiap halaman.
1.2. Direktorat SDM-Umum
Direktorat SDM-Umum dipimpin oleh seorang Direktur, dan dibawahnya ada
empat orang Manajer yang memimpin Bidang Umum, Penerimaan dan Penempatan,
Remunerasi (Ksesejahteraan), Pendidikan dan Pelatihan.
1). BidangUumum
49
Berkewajiban menyediakan sarana & prasarana untuk setiap karyawan,agar
mendapatkan kenyamanan dalam melakukan tugasnya. Ruang kerja yang memadai
dan peralatan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
2). Bidang Penerimaan dan Penempatan
Unit yang merekrut calon karyawan dan menempatkan di unit yang sesuai
dengan bidang dan keahliannya. Perkembangan calon karyawan sampai pension
menjadi tanggung jawab dari bidang penerimaan dan penempatan.
3). Bidang Kesejahteraan (Remunerasi)
Adalah unit yang mengurusi kesejahteraan karyawan misalnya tunjangan
perumahan, cuti, sekolah, dokter, obat, rumah sakit dan lain-lain.
4). Pendidikan dan Pelatihan
Unit yang mendidik dan mempersiapkan calon karyawan untuk memasuki
dunia kerja di bidangnya. Training untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia
ataukaryawan menjadi tanggung jawab dari unit ini.
1.3. Bidaang Penelitian dan Pengembangan
1). Pusat Informasi Kompas (PIK)
Pusat informasi Kompas dipimpin oleh seorang Manajer yang membawahi tiga
bagian yaitu, Bagian Akuisisi, Bagian Pengolahan Arsip Elektronik dan Bagian
Layanan Informasi
2). Pusat Penelitian Kompas (Puslitkom)
Pusat Penelitian Kompas dipimpin oleh seorang manajer, bertugas menangani
penelitian dari hasil kerja redaksi yang hasilnya diserahkan paada bagian redaksi.
50
Penelitian dilakukan dengan bantuan dari mahasiswa dengan mengadakan polling
terhadap pelanggan Kompas dan masyarakat umum.
3). Pusat Penelitian Bisnis (Puslitbis)
Pusat Penelitian Bisnis dipimpin oleh seorang manajer publisitas, menangani
riset pasar/konsumen, memantau pendapat masyarakat terhadap perubahan Kompas,
dan mengadakan penelitian terhadap kemungkinan pengembangan Kompas. Forum
pembaca Kompas untuk memberi masukan/kritik tentang harian Kompas.
4). Bidang Database
Updating database Kompas perlu ditangani setiap kali agar koleksi database
harian Kompas selalu up-todate/terbaru. Bidang Database Kompas dipimpin oleh
seorang manajer. Tugas dari unit ini yaitu memperbarui biodata tokoh-tokoh politik,
pengusaha, artis, dan orang-orang ternama sehingga, data yang diperoleh tetap
relevan.
1.4. Bidang Teknologi Informasi
Bidang ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sumber daya teknologi
informasi dengan cepaat dan tepat, serta dapat memberikan keunggulan kompetitif
bagi perusahaan. Oleh karena itu, bidang teknologi informasi diarahkan untuk lebih
berorientasi pada memberikan pelayanan yang tuntas pada bidangnya, dan tidak
hanya berorientasi pada teknologi saja. Secara struktur tim kerja ini dibangundari tiga
bidang keahlian yang dipimpin oleh seorang General Manajer dan masing-masing
bidang keahlian dipimpin oleh seorang manajer yaitu Software & Aplikasi, Hardware
& Insfrastruktur, Helpdesk dan Support.
1.5. Bidang Bisnis
51
Fungsi bisnis antara lain:
a. Bertanggung jawab dan berkewajiban menjadikan lembaga Kompas menjadi
badan usaha yang komersial dan sehat.
b. Mengatur pendapatan dan pembiayaan kegiatan usaha, agar media sebagai produk
laku terjual.
c. Memantapkan agar unit bisnis dan personilnya sebagai instiusi social yang
memiliki nilai ekonomis dan kemasyarakatan.
52
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis Framing Berita Kasus Korupsi e-KTP
1. Berita Surat Kabar Harian Kompas Edisi 7 Maret 2017
Judul: Kasus KTP-el Jadi Ujian KPK
Tabel 4.1
Problem Identification 1. Kasus korupsi e-KTP jadi uji nyali bagi KPK
2. Himbauan kepada KPK agar tidak tebang pilih
dalam menangani kasus korupsi e-KTP.
Causal Interpretation 23 pejabat penyelenggara negara yang diduga
menerima aliran dana proyek e-KTP.
Moral Evaluation Ketua partai mendukung KPK mengusut kasus
korupsi e-KTP tanpa tebang pilih
Treatment Recommendation Menunggu pengungkapan fakta di persidangan
Problem Identification, identifikasi masalah dalam pemberitaan ini yaitu Kompas
mengibaratkan menangani kasus korupsi e-KTP seperti uji keberanian bagi KPK.
JAKARTA, KOMPAS − Pengungkapan kasus korupsi kartu tanda penduduk
elektronik jadi uji nyali bagi Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK diharapkan tidak
tebang pilih dalam mengungkap kasus yang diduga melibatkan nama besar dan
merugikan negara sekitar Rp 2,3 trilliun itu.
Kata “uji nyali” yang ditulis pada lead tersebut merupakan gambaran bahwa KPK
saat ini menghadapi kasus korupsi yang sangat besar. “Uji nyali” sama artinya dengan
“uji keberanian”, dengan kata lain, sampai di mana keberanian KPK menghadapi para
penguasa yang terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Dengan demikian, Kompas berusaha
53
menyampaikan pesan bahwa dalam menangani kasus korupsi e-KTP tidak mudah, sebab
kasus tersebut banyak melibatkan nama-nama besar pejabat negara dari lintas partai, baik
yang saat ini duduk di eksekutif maupun legislatif. Seperti yang terdapat dalam
wawancara berikut:
“Karena e-KTP dikorupsi pengaruhnya apa? Itu juga kita tulis. Sejauh mana kasus ini
mempengaruhi secara politik karena ternyata melibatkan nama-nama besar DPR.”57
Kompas membingkai berita ini dengan memilih sisi KPK sebagai penegak hukum.
Secara hukum KPK merupakan lembaga yang memiliki hak mutlak untuk melakukan
penyelidikan kasus korupsi di Indonesia. Tanggung jawab KPK untuk memberantas
korupsi bukan hanya pada negara tapi juga kepada seluruh rakyat Indonesia. Ini berarti
KPK memiliki tanggung jawab yang besar, KPK harus mengemban penuh tanggung
jawab tersebut dengan bersikap adil dan tidak pilih-pilih dalam menangani kasus korupsi.
Terutama dalam kasus korupsi e-KTP yang diduga melibatkan banyak nama besar. Oleh
karena itu, peran KPK dalam menangani kasus korupsi e-KTP secara adil dan berimbang
sangat penting. Identifikasi masalah kedua yang disampaikan dalam berita ini, terletak
pada teras berita di kalimat kedua.
Pada lead kalimat kedua, yang disampaikan Kompas terdapat kata “diharapkan” yang
berarti menghimbau atau menyeru. Dengan kata lain, Kompas menghimbau kepada KPK
untuk tidak pilih-pilih dalam manangani kasus korupsi e-KTP. Dalam kalimat tersebut
juga terdapat harapan pada KPK agar bersikap adil, tidak memihak siapapun dan dari
pihak manapun. Pada intinya, KPK harus menjaga kepercayaan publik dalam
memberantas korupsi e-KTP dengan bersikap adil dan jujur
57
Wawancara pribadi dengan Billy Khaerudin selaku Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, Jakarta, 2
Agustus 2017.
54
Causal Interpretation, Dalam pemberitaan ini penyebab masalah yang ditulis oleh
Surat Kabar Harian Kompas terdapat pada sub judul yaitu:
“23 pejabat yang diduga terima aliran dana.”
Harian Kompas hanya menyebutkan jumlah pejabat terduga korupsi e-KTP tanpa
menyebutkan nama dari 23 pejabat yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Dalam
pemberitaan setidaknya harus mengandung unsur 5W+1H yang salah satunya adalah
“who” atau “siapa,” siapa yang menjadi dalang dari peristiwa yang diberitakan.58
Namun,
Kompas tidak memberitakan unsur “who” karena belum adanya informasi tentang siapa
yang diduga terlibat dalam kasus e-KTP. Harian Kompas hanya memberikan informasi
tentang apa yang terjadi, dan tidak turut serta dalam menyebutkan dalang dari peristiwa
e-KTP.
“Untuk menemukan siapa sebenarnya aktor intelektualisnya, atau siapa dalangnya,
ya kita harus menunggu proses persidangan itu, kita tidak bisa kemudian ikut
menjadi hakim, itu namanya nanti jadi trail by press.”59
Menurut Billy Khaerudin, seorang wartawan hanya menyampaikan informasi yang
diolah dalam karya jurnalistik, namun tidak berhak menentukan siapa dalangnya. Sebab
media tidak berhak menyebut seseorang bersalah jika pengadilan belum menyebut orang
yang bersangkutan bersalah dan menjatuhkan hukuman atas kesalahannnya. Aktor
intelektual yang dimaksud dalam wawancara tersebut adalah orang yang berperan penting
untuk melakukan penyimpangan terhadap norma-norma sosial yang berlaku.60
Walaupun
58
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis
Profesional, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h 118 59
Wawancara pribadi dengan Billy Khaerudin selaku Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, Jakarta, 2
Agustus 2017. 60
https://kbbi.web.id/aktor, Diakses pada 20 November 2017.
55
unsur “siapa” belum terjawab dalam berita tersebut namun Kompas telah menaati asas
praduga tak bersalah dalam memberitakan suatu peristiwa.
Moral Evaluation, merupakan elemen untuk membenarkan atau memberikan
argumentasi pada pendefinisian masalah.
KPK diharapkan tidak tebang pilih dalam mengungkap kasus yang diduga
melibatkan nama besar dan merugikan negara sekitar Rp 2,3 trilliun itu.
Pada lead diatas terdapat kata “diharapkan” yang merujuk pada kata himbauan.
Untuk membenarkan atau mengokohkan argumentasi tersebut. Surat Kabar Harian
Kompas bukan hanya menghimbau KPK untuk bersikap adil dan berimbang, akan tetapi
Kompas juga menghimbau para petinggi negara seperti Ketua Partai Amanat Nasional
dan Ketua Partai Golkar agar tidak ada pembelaan jika nantinya para kader partai tersebut
terbukti melakukan korupsi, karena tidak sedikit politisi yang diduga menerima aliran
dana proyek e-KTP. Oleh sebab itu, beberapa narasumber yang diwawancarai oleh
Kompas sebagian besar menjabat sebagai ketua partai, mereka berpendapat tidak akan
melindungi kader partainya jika terbukti melakukan korupsi. Seperti yang terdapat dalam
paragraf kedua dan paragraf ketujuh:
Zulkifli yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) mendukung KPK
mengungkap tuntas kasus itu tanpa tebang pilih, meski ada kader partainya yang
terlibat di dalamnya.
Kita konsisten dengan hal itu. siapa saja yang bisa yang secara hukum bisa
dibuktikan, kita tidak perlu melakukan pembelaan. Apalagi kerugian negara dalam
kasus KTP-el ini mencapai trilliunan rupiah,” ujar ketua partai Golkar Yorrys
Raweyai.
Treatment Recommendation, kasus korupsi e-KTP melibatkan banyak nama besar
pejabat negara, terdapat 23 orang yang diduga terlibat kasus tersebut. Namun KPK tidak
menyebutkan nama dari ke-23 orang tersebut. Solusi penyelesaian yang ditawarkan
56
Kompas dalam permasalahan ini yaitu menunggu pengungkapan kasus korupsi e-KTP di
persidangan. Ini terdapat pada paragraf ke-7 dan paragraf ke-12
“Tunggu saja di persidangan. Di situ (berkas dakwaan) akan kelihatan, siapa saja
yang akan dianggap turut serta sebagai saksi atau lain-lain, akan jelas
dipersidangan,” ujar Ketua KPK Laode Muhammad Syarif.
“Kami menunggu pengungkapan fakta di pengadilan karena dalam kasus ini ada
orang-orang yang menerima dana jauh lebih besar dan mereka tidak kooperatif,” kata
Febri.
Dalam kutipan tersebut terdapat kata “tunggu” dan “menunggu” ini berarti bahwa
semua orang harus sabar menunggu sampai waktu persidangan tiba agar tidak menduga-
duga siapa yang terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Karena dalam pasal 8 UU No. 14
tahun 1970 menyatakan bahwa, “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut atau dihadapkan ke pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya
putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum
yang tetap”.61
“Kita tidak berwenang untuk menyimpulkan bahwa si A ini loh dalangnya, kecuali
penegak hukum menyebut itu, kita hanya meneruskan informasi dari penegak hukum
yang mengusut kasus itu, menunggu persidangan itu salah satunya.”62
Media massa memiliki empat fungsi, salah satunya yaitu menghimpun dan
menyebarkan informasi bagi khalayak. Informasi yang disebarkan kepada khalayak harus
berupa fakta sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Dengan adanya media massa,
berbagai informasi dapat diliput dan disiarkan, baik melalui media cetak, media
elektronik, atau media online. Oleh sebab itu, dalam berita ini Kompas menekankan
61
Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori & Praktik, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), h.118 62
Wawancara pribadi dengan Billy Khaerudin selaku Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, Jakarta, 2
Agustus 2017.
57
bahwa menunggu persidangan merupakan solusi yang tepat dalam memberitakan kasus
korupsi e-KTP.
2. Berita Surat Kabar Harian Kompas Edisi 8 Maret 2017
Judul: DPR Jadi Lembaga Terkorup
Tabel 4.2
Problem Identification Menurut hasil survei dari Global Corruption Barometer
DPR menjadi lembaga terkorup, hasil survei tersebut
terkonfirmasi dengan kasus-kasus korupsi yang
pernah dilakukan DPR.
Causal Interpretation Anggota DPR yang diduga terlibat kasus korupsi
proyek e-KTP
Moral Evaluation Riwayat korupsi yang pernah dilakukan oleh anggota
DPR
Treatment Recommendation Kepercayaan masyarakat terhadap KPK dalam
memberantas korupsi
Problem Identification, identifiasi masalah dalam pemberitaan ini adalah harian
Kompas menemukan adanya fakta bahwa DPR merupakan lembaga terkorup. Fakta ini
diperoleh harian Kompas dari hasil survei Global Corruption Barometer. GCB melakukan
survei pada 26 april-27 juni 2016 dengan 1.000 orang responden.
Jakarta, Kompas − Dewan Perwakilan Rakyat Menjadi Lembaga Paling Korup di
Indonesia Pada 2016. Hasil survei Global Corruption Barometer ini terkonfirmasi
58
dengan banyaknya kasus korupsi seperti pengadaan kartu tanda penduduk elektronik
yang diduga juga melibatkan anggota DPR.
Dalam kalimat tersebut terdapat kata “terkonfirmasi,” yang menunjukkan bahwa dua
fakta yang digabungkan oleh Kompas merupakan sebuah kebenaran. Namun, pada
kenyataannya, beberapa anggota DPR baru berstatus sebagai saksi, karena anggota DPR
baru diduga terlibat bahkan belum ada yang berstatus sebagai tersangka dalam kasus
korupsi e-KTP. Jadi, kurang tepat jika Kompas menggabungkan kedua fakta tersebut dan
memberi pembenaran sendiri bahwa hasil survei GCB “terkonfirmasi” dengan kasus
korupsi e-KTP yang diduga melibatkan anggota DPR.
Kompas menggabugkan satu fakta berupa hasil survei Global Corruption Barometer,
dengan fakta yang lain bahwa DPR terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Hal ini
disampaikan dalam wawancara pribadi:
“Kamu gabungin kedua fakta ini, satu fakta yang pertama DPR berdasarkan survei,
survei loh ya, artinya survei itu kan nanya aja, kamu bertanya ke responden kan, dan
hasil survei menemukan bahwa ternyata responden itu menyatakan bahwa lembaga
DPR merupakan lembaga paling korup dibanding lembaga-lembaga lainnya.
Kemudian fakta yang kamu temukan kedua, ada kasus korupsi e-KTP. Dalam kasus
ini yang ikut terlibat bahkan yang menjadi tersangka salah satunya adalah DPR.”63
Pada berita edisi 8 Maret 2017 belum disebutkan nama tersangka dari anggota DPR.
Jadi, pandangan wartawan Kompas tentang DPR merupakan lembaga terkorup, memang
benar, terdapat fakta berupa hasil survei dari GCB bahwa DPR merupakan lembaga
terkorup. Namun, jika disatukan dengan fakta bahwa terdapat beberapa nama DPR yang
menjadi tersangka korupsi kasus e-KTP tidak benar dan terkesan memaksakan dalam
menyatukan satu fakta dengan fakta yang lain.
63
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
59
Hasil survei yang terkonfirmasi antara lain dengan adanya sejumlah anggota DPR
yang terlibat dalam kasus korupsi. Salah satunya adalah kasus pengadaan KTP
elektronik (KTP-el) tahun anggaran 2011-2012 yang sedianya akan disidangkan pada
9 maret mendatang.
Pada kalimat tersebut Kompas mengemukakan bahwa ada sejumlah anggota DPR
yang terlibat dalam kasus korupsi, salah satunya korupsi e-KTP. Pada kalimat tersebut
terdapat kata “terlibat” yang berarti tersangkut atau terjerat, padahal dalam pemberitaan
ini anggota DPR belum ada yang terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Sejumlah anggota
DPR baru ditetapkan sebagai saksi dalam kasus korupsi e-KTP, jika ada yang terlibat
maka, seharusnya ada yang menjadi tersangka atau pelaku. Jika seseorang atau
sekelompok orang belum diadili atau menjalankan proses hukum apapun tetapi wartawan
memberitakan dengan memberikan penghakiman, hal ini sudah termasuk melanggar asas
praduga tak bersalah.64
Causal Interpretation, sumber permasalahan yang ditulis Kompas dalam
pemberitaan ini adalah Dewan Perwakilan Rakyat yang melakukan korupsi e-KTP.
Harian Kompas membuat bagan yang berisi sejumlah nama yang pernah diperiksa KPK
terkait kasus e-KTP. Dalam bagan tersebut Kompas menyebutkan dua tersangka dari
Kemendagri yaitu Irman dan Sugiharto. Kompas juga menyebutkan 14 orang saksi, lima
orang saksi berasal dari Kemendagri, dua saksi orang berasal dari Partai Demokrat, satu
orang saksi pengusaha, satu orang saksi mantan Mentri Keuangan, dua orang saksi
BUMN, dua orang saksi mantan Komisi II DPR, dan satu orang ketua DPR.
Dari bagan yang disajikan oleh Harian Kompas dapat terlihat bahwa hanya ada 2
orang mantan DPR yaitu Ganjar Pranowo dan Olly Dondokambey dan satu orang Ketua
64
Wina Armada Sukardi, Kajian Tuntas 350 Tanya Jawab, (Jakarta: Dewan Pers , 2012), h.364
60
DPR Setia Novanto yang berstatus sebagai saksi. Jumlah saksi dari DPR lebih sedikit bila
dibandingkan dengan saksi dari Kemendagri yang berjumlah 5 orang. Tersangka yang
ditetapkan dalam kasus korupsi e-KTP juga berasal dari Kemendagri. Hal ini tidak
sinkron jika dilihat dari paragraf ke empat yang ditulis oleh Kompas:
Hasil survei yang terkonfirmasi antara lain dengan adanya sejumlah anggota DPR
yang terlibat dalam kasus korupsi. Salah satunya adalah kasus pengadaan KTP
elektronik (KTP-el) tahun anggaran 2011-2012 yang sedianya akan disidangkan pada
9 maret mendatang.
Dari kalimat di atas, dijelaskan bahwa ada sejumlah anggota DPR yang terlibat
dalam kaus korupsi salah satunya korupsi e-KTP. Dalam hal ini wartawan tidak
memperhatikan presumption of innocent atau asas praduga tak bersalah, hal ini terdapat
pada pasal 8, UU No.14 tahun 1970, yang menyatakan bahwa, “setiap orang yang
disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan ke depan pengadilan wajib
dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.”65
Dalam beritanya Kompas menyebutkan bahwa DPR terlibat dalam kasus korupsi e-
KTP, akan tetapi pada saat itu belum ada anggota DPR yang ditetapkan sebagai
tersangka. Walaupun suatu saat nanti ada anggota DPR yang dinyatakan sebagai
tersangka, namun hendaknya wartawan memperhatikan asas praduga tak bersalah dan
menghormati proses hukum yang berjalan.
Harian Kompas justru menyebutkan nama-nama DPR yang pernah terlibat kasus
korupsi lain diantaranya, kasus suap proyek infrastruktur di Maluku yang melibatkan:
Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Tufan Tiro dan Musa Zainuddin.
65
Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), h.119
61
Selain itu, pada tahun 2013 Anggota Legislatif juga diproses secara hukum karena kasus
korupsi proyek pembangunan kompleks olahraga terpadu di Hambalang, Bogor, Jawa
Barat.
Jadi, dapat dikatakan bahwa identifikasi masalah yang disampaikan oleh Kompas
tidak sesuai dengan sumber permasalahan yang tulis sebelumnya. Meskipun sumber
permasalahan yang ditulis oleh Kompas adalah sejumlah anggota DPR tetapi bukan
anggota DPR yang terlibat dalam kasus korupsi e-KTP.
“Kemudian karena saya wartawan, saya punya kewajiban untuk menggali fakta lebih
dalam lagi. Akan saya gali dengan cara lihat record berita-berita korupsi yang
dilakukan oleh anggota DPR. Misalkan kasus korupsi Hambalang, kasus korupsi
deputi gubernur Bank Indonesia, data korupsi di KPK, data korupsi di LSM seperti
ICW. ICW punya daftar siapa saja orang yang dihukum karena kasus korupsi sejak
KPK berdiri, kan datanya pasti ada tuh, oh ternyata salah satu yang paling banyak itu
DPR.”66
Moral Evaluation, “DPR Jadi Lembaga Terkorup” judul tersebut seakan mampu
mewakili apa yang sebenarnya menjadi pokok pikiran dalam pemberitaan ini. Kompas
menemukan satu fakta bahwa hasil survei Global Corruption Barometer menunjukkan
bahwa DPR adalah lembaga yang paling korup. Hal tersebut didukung dengan fakta-fakta
lain mengenai kasus korupsi yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pendukung
argumentasi ini terdapat pada paragraf ke 4 yaitu:
Sebelumnya pada tahun 2016 sejumlah anggota DPR juga diproses hukum karena
menerima suap terkait proses insfratruktur di Maluku. Para anggota DPR itu, yang
sebagian diantaranya lalu diberhentikan oleh partainya sebagai anggota legislatif dan
anggota partai adalah Damayanti Wisnu Putranti, Budi Suprianto, Andi Taufan Tiro
dan Musa Zainuddin.
Pada paragraf selanjutnya Kompas memperkuat argumentasi dengan menyebutkan
kasus korupsi lainnya yang dilakukan oleh anggota DPR yaitu,
66
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
62
Tahun 2013, sejumlah anggota legislatif diproses hukum karena kasus korupsi
pembangunan proyek pembangunan kompleks olah raga terpadu di Hambalang,
Bogor, Jawa Barat.
Dari data yang dikumpulkan oleh Komptas tersebut, terlihat Kompas membuktikan
kepada khalayak bahwa DPR merupakan lembaga terkorup. Dengan data-data yang
diperoleh Kompas mengenai korupsi yang pernah dilakukan anggota DPR, Kompas
berasumsi bahwa hasil survey yang dilakukan oleh GCB terkonfirmasi dengan
banyaknya kasus korupsi yang telah dilakukan DPR.
“Ini ada fakta bahwa Global Corruption Barometer, melakukan survei kemudian
hasilnya menyatakan bahwa DPR merupakan lembaga terkorup, itu satu fakta, fakta
yang lain ada kasus korupsi e-KTP, dalam kasus korupsi e-KTP itu jaksa KPK
menyebut si A, si B, si C, anggota-anggota DPR itu disebut terlibat dan menerima
uang dari proyek itu, satu fakta lagi, kemudian karena saya wartawan, saya punya
kewajiban untuk menggali fakta lebih dalam lagi, akan saya gali dengan cara lihat
record berita-berita korupsi yang dilakukan oleh anggota DPR, misalkan kasus
korupsi hambalang, kasus korupsi deputi gubernur Bank Indonesia, data korupsi di
KPK, data korupsi di LSM seperti ICW, ICW punya daftar siapa saja orang yang
dihukum karena kasus korupsi sejak KPK berdiri, kan datanya pasti ada tuh, oh
ternyata salah satu yang paling banyak itu DPR, kamu gabungin kedua fakta ini.”67
Dari hasil wawancara di atas, terdapat kalimat “kemudian karena saya wartawan,
saya punya kewajiban untuk menggali fakta lebih dalam lagi, akan saya gali dengan cara
lihat record berita-berita korupsi yang dilakukan oleh anggota DPR.” Dari kalimat
tersebut terlihat bahwa Kompas berusaha mencari fakta lain tentang korupsi yang pernah
dilakukan DPR agar hasil survei GCB terkonfirmasi. Dari hasil wawancara terlihat ada
beberapa kasus korupsi besar yang pernah dilakukan DPR seperti, kasus korupsi Deputi
Gubernur Bank Indonesia. dari wawancara tersebut, memang benar survey yang
dilakukakn oleh GCB terkonfirmasi dengan korupsi yang pernah dilakukan oleh anggota
DPR sebelumnya. Namun pernyataan wartawan tentang ada anggota DPR yang ikut
67
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
63
terlibat dalam kasus korupsi e-KTP, itu tidak benar, karena pada saat itu anggota DPR
belum ditetapkan sebagai tersangka atau pelaku.
Treatment Recommendation, solusi yang diberikan Harian Kompas dalam
pemberitaan ini terdapat dalam paragraf ke-7:
Selain DPR masih dinilai sebagai lembaga terkorup, hasil GCB 2017 menunjukkan
tingkat kepercayaan publik terhadap langkah pemerintah dalam memberantas korupsi
mencapai 65 persen. Capaian ini naik signifikan dibandingkan GCB 2013, dimana
hanya 16 persen masyarakat yang menganggap pemberantasan korupsi di Indonesia
cukup baik.
Dari kalimat di atas dapat dikatakan bahwa langkah pemerintah pada empat tahun
silam masih jauh dari kata berhasil dalam memberantas korupsi sehingga kepercayaan
masyarakat terhadap permerintah hanya sebesar 16 persen. Hal ini jauh meningkat bila
dibandingkan dengan hasil GCB pada tahun 2017 yang mencapai 65 persen. Ini berarti
kepercayaan publik terhadap langkah pemerintah dalam memberantas korupsi meningkat.
Dengan peningkatan yang signifikan ini semestinya pemerintah mampu menjaga
kepercayaan publik dengan upaya lebih keras lagi dalam memberantas korupsi.
“Korupsi ini sebenarnya masalah besar bangsa ini, kalo bangsa ini mau sejahtera,
kalo bangsa ini mau maju, hapusin dulu ini korupsi. Karena negara-negara maju,
negara-negara di Eropa Barat indeks korupsinya itu rendah, tingkat korupsinya itu
rendah.”68
KPK merupakan lembga yang satu-satunya berwenang membongkar praktik kotor
yang dilakukan oleh para koruptor. Kepercayaan publik terhadap pemerintah dan langkah
KPK meningkat, ini merupakan modal awal bagi pemerintah dalam memberantas
korupsi. Jika hampir seluruh lembaga pemerintahan menjadi tempat untuk melakukan
praktik kotor atau korupsi, maka kepada siapa lagi publik harus percaya. Ini merupakan
68
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
64
titik terang bagi pemerintah dan merupakan solusi tepat yang diberikan oleh Harian
Kompas dalam bentuk dukungan kepada kepada KPK untuk memberantas kasus korupsi
e-KTP.
Wakil ketua KPK Laode M Syarif menegaskan, KPK selalu berupaya menegakkan
hukum, khususnya untuk kasus korupsi besar. “KPK bekerja berdasarkan fakta dan
bukti-bukti tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Pada kalimat di atas terdapat kata “khususnya kasus korupsi besar” kasus korupsi
besar itu salah satunya adalah kasus korupsi e-KTP. Kasus korupsi e-KTP tergolong
dalam kasus korupsi besar karena melibatkan banyak nama-nama besar dan jumlah dana
yang di korupsi tidak sedikit. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa KPK benar-benar
serius dalam mengusut kasus korupsi, khususnya kasus korupsi e-KTP.
3. Beritaan Surat Kabar Harian Kompas Edisi 9 Maret 2017
Judul: Proyek KTP-el Jadi Bancakan
Tabel 4.3
Problem Identification 1. Kasus korupsi e-KTP terjadi di lintas partai
maupun lembaga
2. Separuh dari nilai proyek atau senilai RP 2,3
trilliun diduga mengalir ke politisi dan pejabat
lembaga eksekutif.
3. Larangan siaran langsung persidangan kasus
korupsi e-KTP
Causal Interpretation 23 anggota dan mantan anggota DPR
Moral Evaluation Kronologi pengadaan kasus e-KTP yang disajikan
dalam bentuk infografik
Treatment Recommendation Dukungan sejumlah pihak kepada KPK dalam
upaya mengungkap kasus korupsi e-KTP
65
Problem Identification, identifikasi masalah dalam berita ini terdapat pada lead
sebagai berikut:
JAKARTA, KOMPAS − Kasus pengadaan kartu tanda penduduk elektronik
menunjukkan, praktik korupsi terjadi lintas partai maupun lintas lembaga. Hampir
separuh dari nilai proyek itu yang besarnya Rp 5,9 trilliun diduga dibagi ke politisi
dari berbagai partai dan pejabat di lembaga eksekutif.
Pada lead tersebut Kompas menunjukkan kepada khalayak bahwa yang diduga
terlibat dalam korupsi e-KTP jumlahnya tidak sedikit. Kompas menyatakan kasus korupsi
e-KTP di korupsi oleh pejabat yang berasal dari lintas partai dan lintas lembaga. Berarti
dana proyek e-KTP mengalir bukan hanya ke satu atau dua partai melainkan ke banyak
partai serta lembaga. Kompas juga mengingatkan kepada khalayak terkait dana yang di
korupsi dalam kasus e-KTP tidak sedikit yaitu hampir separuh dari nilai proyek atau
sekitar Rp 2,3 trilliun.
Pada edisi 9 Maret 2017, Kompas membuat judul tentang “poyek KTP-el Jadi
Bancakan”. Judul pada edisi ini terdapat kata “bancakan,” yang berarti “selamatan”. Hal
ini menunjukkan dengan adanya proyek e-KTP menjadi selamatan atau pesta bagi para
pejabat yang sebagian besar berasal dari lembaga pemerintahan. Jika proyek e-KTP
menjadi selamatan, maka dana e-KTP dapat diartikan sebagai santapan, yakni santapan
untuk para koruptor.
“Pesan paling penting, awasi loh wakil rakyatmu itu pertama. Yang kedua, ke
penyelenggara negara, karena pembaca Kompas kan bukan cuma rakyat ya tapi bisa
penyelenggara negara, bisa DPR atau pemerintah. Jadi ya jangan korupsi, kalo kamu
66
korupsi, ini loh yang sengsara ini banyak. Kalo kamu korupsi negaramu ini tidak bisa
maju, pesannya sederhana aja, jangan korupsi.”69
Dari hasil wawancara tersebut, terlihat bahwa Kompas menempatkan permasalahan
korupsi sebagai permasalahan yang sangat krusial. Karena korupsi merupakan
permasalahan yang sangat krusial, Kompas gencar memberitakan tentang kasus korupsi
yang sekarang sedang dalam proses hukum yaitu korupsi proyek e-KTP. Dalam
memberitakan kasus korupsi e-KTP Kompas tidak bosan memberikan stimulus kepada
audience bahwa kasus ini melibatkan banyak tokoh negara atau pejabat negara, yang
seharusnya memiliki kewajiban untuk mengabdi kepada rakyat. Disinilah harian Kompas
berperan sebagai pengawas para penyelenggara negara dan memposisikan rakyat sebagai
korban dari tindakan yang dilakukan oleh para pejabat negara.
Larangan siaran langsung juga menjadi problem identification yang sampaikan oleh
Harian Kompas yang terdapat pada paragraf ke-21:
Yohannes Priyana dari bagian Humas Tipikor Jakarta meminta pembacaan dakwaan
perkara KTP-el yang hari ini ini akan digelar di ruang Kusumah Atmadja 1 tidak
disiarkan secara langsung di televisi karena dikhawatirkan mengganggu jalannya
persidangan dan berdampak terhadap hukum yang sedang berproses.
Dari paragraf tersebut ada larangan mengenai siaran langsung saat sidang korupsi e-
KTP berlangsung. Secara tidak langsung, kehadiran wartwan pada saat sidang
berlangsung mengganggu proses hukum yang sedang berjalan. Padahal salah satu fungsi
media massa yaitu kontrol sosial. Media massa berfungsi sebagai alat control social
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hal ini terlihat bahwa keberadaan media
atau pers dianggap sebagai kekuatan keempat (The Fourth State) dalam sistem politik
kenegaraan setelah legislatif, eksekutif dan yudikatif. Oleh sebab itu, sebagai pilar
69
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
67
keempat media media massa dapat dimanfaatkan sebagai penyalur aspirasi rakyat,
pembentuk opini publik, alat menekan yang ikut mempengaruhi dan mewarnai kebijakan
politik negara, pembela kebenaran dan keadilan.70
Causal Interpretation, penyebab masalah yang ditulis oleh Kompas terdapat di
paragraf ke 7:
Dalam dokumen yang beberapa hari beredar di masyarakat antara lain disebutkan
Irman dan Sugiharto melakukan korupsi dalam kasus KTP-el bersama Ketua DPR
Setya Novanto yang pada 2009-2014 menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar dalam
kasus itu juga disebut nama lain yang diduga turut serta dalam kasus ini yaitu Andi
Agustinus alias Andi Naronggong selaku penyedia jasa di Kemendagri, Isnu Edhi
Wijaya (Ketua Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia), Diah Anggraini
(Mantan Sekertaris Jendral Kemendagri), dan Drajat Wisnu Setyawan (Ketua Panitia
Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Ditjen Dukcapil tahun 2011).
Harian Kompas hanya menyebutkan 5 orang yang diduga terlibat dalam kasus
korupsi e-KTP. Nama tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan ilustrasi yang tulis oleh
Kompas yang berjudul “kronologi pengadaan KTP-el”. Pada kronologi tersebut Kompas
menyebutkan terdapat 23 pejabat penyelenggara negara yang diduga menerima aliran
dana dalam kasus koruspi e-KTP.
Dalam dokumen yang beredar juga disebutkan nama anggota DPR periode 2009-
2014 dari sejumlah fraksi yang umumnya anggota Komisi II DPR dan pejabat
Kemendagri.
Dari kalimat tersebut terlihat bahwa sebenarnya telah disebutkan sejumlah nama
yang diduga terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Namun Kompas hanya menyebutkan 5
nama, padahal masih terdapat nama-nama lain yang tertulis dalam dokumen tersebut.
Kompas juga tidak menyebutkan sumber atau asal usul dokumen yang tengah beredar di
masyarakat tersebut. Keakuratan merupakan unsur utama sebuah pemberitaan. Padahal
70
Zaenuddin. HM, The Journallist, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011), h.9-10
68
menurut Billy Khaerudin, salah satu kriteria untuk menjadi seoranng wartawan yang
professional ialah displin verifikasi.71
Disiplin verifikasi merupakan proses mencari
sebuah kebenaran berdasarkan fakta yang terjadi dengan setepat-tepatnya.72
Moral Evaluation, pembenaran argumentasi yang disampaikan oleh Kompas
terdapat pada infografik yang diolah melalui surat dakwaan Nomor DAK-15/24/02/2017.
Isi infografik tersebut diantaranya mengenai kerugian negara hampir dari separuh nilai
proyek atau sekitar Rp 2,31 triliun. Sedangkan anggaran yang dikembalikan kepada KPK
baru sebesar Rp 250 miliar. Ini artinya Kompas mengingatkan kepada publik bahwa
korupsi e-KTP merupakan korupsi sekala besar yang merugikan negara hingga Rp 2,3
triliun.
“Sudah ini korupsi adalah masalah bangsa, ini merupakan jenis korupsi yang sangat
besar, nilai kerugiannya lebih dari 2 trilliun. Saya tidak bisa membayangkan 2 trilliun
itu berapa banyak, nanti kalo menulis skripsimu itu bisa kamu gambarkan, kamu cek
berapa kerugian korupsi e-KTP, biar pembimbingmu juga bisa tau gambaran betapa
besarnya korupsi e-KTP, kamu gambarin aja Rp2,3 trilliun itu bisa buat apa saja si.
Caranya apa misalkan, kamu bisa lihat penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan. Penduduk di bawah garis kemiskinan itu pendapatan perharinya berapa,
anggaplah penduduk yang di bawah garis kemiskinan pendapatan perharinya cuma
Rp 10.000. Ada berapa juta itu orang, dibagi aja dengan duit Rp 2,3 trilliun tadi,
dapet berapa itu? Bisa meningkatkan kesejahteraan orang-orang tersebut, kamu coba
gambarkan seperti itu, itu kan menarik.”73
Selain itu Kompas juga memaparkan mengenai kronologi korupsi e-KTP yang
menjadi “selamatan” bagi para penyelenggara negara. Kronologi tersebut berisi tentang
awal mula anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun. Setelah anggaran proyek e-
KTP cair, KPK memperingati Gamawan Fauzi mantan Menteri Dalam Negeri, agar
berhati-hati dalam menjalankan proyek. Selanjutnya, dugaan penyimpangan dana mulai
71
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017. 72
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2009), h.106 73
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
69
tercium dan dilakukan penyelidikan. Namun penyelidikan dihentikan karena tidak
memiliki bukti yang kuat. Pada tahun 2014 KPK menelusuri kejanggalan proyek e-KTP,
dan baru membuahkan hasil pada 2016 setelah penetapan Irman sebagai tersangka.
Setelah itu, pada 2017 KPK mengungkapkan 23 aktor yang diduga terlibat dalam kasus
korupsi e-KTP yang akan digelar dalam persidangan 9 Maret mendatang. Dalam hal ini
Kompas hanya mengolah informasi yang diperoleh dari surat dakwaan.
“Yang bisa kita lakukan, kita hanya bisa mengumpulkan fakta-fakta itu dan
menuliskannya dalam bentuk berita/karya jurnalistik. Setelah dikumpulkan kemudian
ditulis dalam bentuk berita. Selanjutnya publik bisa menilai sendiri alurnya dari
mana.”74
Treatment Recommendation, Penyelesaian masalah yang ditulis oleh Harian
Kompas terletak pada paragraf ke-16 dan paragraf ke-18 yang berisi
“Kami mendukung penuh upaya KPK memberantas korupsi,” ujar Sekertaris Jendral
PDI-P Hasto Kristiyanto
Hal senada disampaikan oleh Presiden Partai Keadilan Sejahtera Mohamad Sohibul
Iman, “kasus KTP-el harus diproses secara tuntas. PKS mendukung KPK memproses
dan mengungkapkannya.”
Dari kalimat tersebut sudah terlihat dengan jelas Kompas ingin menekankan bahwa
KPK memperoleh dukungan untuk memberantas kasus korupsi e-KTP. Dukungan yang
diperoleh salah satunya dari orang-orang berpengaruh di partai politik. Sebab sebagian
besar yang diduga terlibat dalam kasaus korupsi e-KTP berasal dari partai politik dan
salah satu partai politik tersebut ialah PDIP dan PKS. Pada pemberitaan sebelumnya
Kompas memperoleh data dari GCB bahwa kepercayaan publik kepada KPK meningkat.
Ini berarti, Kompas menginformasikan kepada khalayak bahwa KPK memperoleh
dukungan bukan hanya dari publik tetapi juga dari partai politik.
74
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
70
“Karena e-KTP dikorupsi pengaruhnya apa? Itu juga kita tulis. Sejauh mana kasus ini
mempengaruhi secara politik karena ternyata melibatkan nama-nama besar DPR.
DPR itu kan wakil rakyat, DPR itu kan tokoh kalo kita menulis berita kan kita
cenderung memilih siapa narasumbermu? Narasumber yang dipilih itukan biasanya
dipilih berdasarkan beberapa kritria. Salah satu kriteria pemilihan narasumber itu kan
tokoh, ketokohan seseorang sehingga dia dipilih menjadi narasumber. Nah kalo
seseorang yang sudah menjadi tokoh ini terlibat dalam kasus korupsi, itu jadi bahan
tulisan kita juga.”75
4. Berita Surat Kabar Harian Kompas Edisi 10 Maret 2017
Judul: KTP-el, Korupsi Nyaris Sempurna
Tabel 4.4
Problem Identification 1. Korupsi KTP-el menjadi kejahatan yang nyaris
sempurna
2. Pembagian uang proyek KTP elektronik
Causal Interpretation 1. Penyebab kasus korupsi e-KTP bermula dari usulan
Gumawan Fauzi
2. Kasus korupsi e-KTP melibatkan 60 orang anggota
DPR, 6 orang pejabat kemendagri, BUMN, serta
sejumlah korporasi.
3. Terdapat orang yang diduga menerima bagian
terbesar dalam kasus korupsi e-KTP yaitu Setya
Novanto, Andi Agustinus, Anas Urbaningrum dan
Muhammad Nazaruddin
4. Sepak terjang Andi Agustinus
Moral Evaluation Surat dakwaan Irman dan Sugiharto
75
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
71
Treatment Recommendation Dana proyek e-KTP yang dikorupsi oleh para
penyelenggara negara bisa untuk mensejahterakan
jutaan rakyat miskin dan untuk pembangunan
Problem Identification, identifikasi masalah yang dalam berita ini terdapat pada lead
berita yang ditulis oleh Kompas
JAKARTA, KOMPAS − Korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik tahun
2011-2012 menjadi kejahatan yang nyaris sempurna. Korupsi itu terjadi sejak proyek
masih dalam perencanaan, serta melibatkan anggota legislatif, eksekutif, badan usaha
milik negara dan swasta.
Pada kalimat tersebut terdapat kata “ nyaris sempurna” yang berarti hampir
sempurna, Kompas menggunakan kata sempurna karena kasus korupsi e-KTP merupakan
korupsi yang sudah diatur dengan sedemikian rupa mulai dari perencanaan hingga bagi-
bagi hasil dana korupsi. Sebelum kata sempurna terdapat kata “nyaris” yang berarti
hampir saja terjadi. Kasus korupsi e-KTP merupakan korupsi yang direncanakan secara
terorganisir dan sangat rapih dalam pelaksanaanya. Namun walaupun sudah diatur
dengan sedemikian rupa, kasus korupsi e-KTP pada akhirnya tetap terbongkar oleh KPK.
Oleh karena itu, Kompas menggunakan kata “nyaris” untuk melengkapi kata “sempurna”
pada lead berita tersebut.
Korupsi itu terjadi sejak proyek masih dalam perencanaan, serta melibatkan anggota
legislatif, eksekutif, badan usaha milik negara dan swasta.
Kalimat kedua lead tersebut menunjukkan adanya trail by press, pada kalimat
tersebut Kompas menggunakan kata “melibatkan” anggota legislatif, eksekutif, badan
usaha milik negara dan swasta. Padahal yang ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus
korupsi e-KTP baru dua orang yaitu Irman dan Sugiharo yang berasal dari Kemendagri.
72
Dalam kasus ini anggota legislatif, eksekutif, dan swasta belum ada yang ditetapkan
menjadi tersangka atau terbukti terlibat korupsi e-KTP. Walaupun surat dakwaan
terhadap Irman dan Sugiharto disebutkan nama-nama anggota legislatif, eksekutif, badan
usaha milik negara dan swasta, seharusnya Kompas menggunakan kata “diduga
melibatkan” karena hal tersebut baru berupa dugaan, belum ada putusan hukum yang
tetap.
“Fakta di persidangan bisa didapat dari surat dakwaan, surat dakwaan itu surat yang
disusun oleh jaksa untuk mendakwa terdakwa e-KTP, di surat dakwaan itu tergambar
jelas fakta-faktanya, proses pengadaan e-KTP sapai siapa saja yang terlibat, itu kita
cari disitu, untuk menemukan siapa sebenarnya aktor intelektualisnya, atau siapa
dalangnya, ya kita harus menunggu proses persidangan itu, kita tidak bisa kemudian
ikut menjadi hakim, itu namanya nanti jadi trail by press, yang bisa kita lakukan, kita
hanya bisa mengumpulkan fakta-fakta itu dan menuliskannya dalam bentuk
berita/karya jurnalistik.”76
Dari hasil wawancara tersebut, untuk menemukan siapa dalang intelektualis dari
kasus korupsi e-KTP salah satunya harus menunggu persidangan. Hal ini menunjukkan
bahwa, jika pers terlebih dahulu menentukan dalangnya seperti yang ditulis pada lead
tersebut maka akan menjadi trail by press atau penghakiman oleh pers. Dalam menulis
pemberitaan pers hanya bertugas memberikan informasi sesuai dengan fakta-fakta yang
ada, pers tidak dianjurkan untuk menghakimi. (cari buku ttng trailbypress)
Lead yang ditulis oleh Harian Kompas bisa disebut sebagai informal lead. Informal
lead merupakan lead yang mengandug sebagian unsur berita.77
Dalam lead ini tidak
ditemukan seluruh unsur 5W+1H (what, who, when, where, why dan how). Hanya
terdapat dua unsur yaitu what dan who. Unsur who atau siapa yang disebutkan oleh
76
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017. 77
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, (Jakartaa: Kalam Indonesia, 2005), hal.98
73
Kompas yaitu anggota legislatif, eksekutif, badan usaha milik negara dan swasta.
Sedangkan, unsur what yaitu kasus korupsi menjadi kejahatan yang nyaris sempurna.
Identifikasi masalah yang kedua yaitu harian Kompas membuat bagan yang
bertuliskan nama-nama terdakwa dan terduga korupsi proyek e-KTP. pada bagan tersebut
Kompas menuliskan daftar-daftar nama terduga korupsi e-KTP dengan sangat rapih.
Diawali dengan nama-nama pejabat Kemendagri yang telah ditetapkan sebagai tersangka
dan terduga korupsi e-KTP. Selanjutnya Kompas menulis nama-nama terduga korupsi e-
KTP lengkap dengan nama, jumlah dana yang dikorupsi dan partai politiknya masing-
masing. Anggota legistlatif dan partai politik yang diduga korupsi sebanyak 62 orang,
namun disini Kompas hanya menyebutkan 25 orang nama terduga korupsi e-KTP.
Kompas juga menyebutkan beberapa nama BUMN dan korporasi yang turut diperkaya
dari korupsi e-KTP.
Kompas membuat bagan semenarik mungkin dengan warna-warna yang memiliki
makna tertentu. Seperti terdakwa ditandai dengan warna merah, sedangkan tersangka
diwarnai dengan warna krem. Kompas juga memberikan warna pada partai politik sesuai
dengan bendera partai politik masing-masing. Pada bagan ini Kompas berusaha
menonjolkan aspek tertentu yaitu nama terduga korupsi e-KTP dan dana proyek e-KTP
yang jumlahnya tidak sedikit.
Causal Interpretation, pada elemen ini penyebab masalah dapat dilihat dari apa
(what) dan siapa (who). Pada berta ini, sumber masalah pertama yang ditulis oleh
Kompas yaitu mengenai apa (what) penyebab kasus korupsi e-KTP. Kompas menjelaskan
di paragraf ke-4:
74
Pada persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim John Halasan Butarbutar,
Jaksa Penuntut Umum Irene Putri, dalam dawaannya, menyebutkan perkara korupsi
KTP-el yang merugikan negara Rp 2,3 trilliun ini bermula dari usulan Gamawan
Fauzi pada November 2009 untuk mengubah sumber pembiayaan pengadaan KTP-el
dari pinjaman hibah luar negeri menjadi dari APBN.
Kompas menggunakan kata “bermula” yang berarti asal-usul atau penyebab. Pada
kalimat tersebut, Kompas menginformasikan kepada khalayak bahwa penyebab kasus
korupsi e-KTP bermula dari usulan Gumawan Fauzi, untuk mengubah sumber
pembiayaan e-KTP dari hibah luar negeri menjadi dari APBN murni. Dengan kata lain
dengan adanya usulan dari Gumawan Fauzi tersebut menjadi titik awal atau permulaan
dari adanya praktik korupsi e-KTP. Pada paragraf sebelumnya Kompas juga
menyebutkan nama Gumawan Fauzi.
Dalam dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto, yang kemarin dibacakan di
pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta, disebutkan ada 60 orang anggota DPR
periode 2009-2014 yang menerima dana dalam proyek KTP-el. Proyek itu juga
disebut memperkaya sejumlah pejabat di Kemendagri, seperti mantan Menteri Dalam
Negeri Gumawan Fauzi dan sejumlah korporasi.
Pada kalimat diatas Kompas hanya menyebutkan nama Gumawan Fauzi padahal
dalam kalimat tersebut disebutkan ada 60 orang anggota DPR dan sejumlah korporasi
yang ikut terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Dengan demikian Kompas ingin
menonjolkan kepada publik bahwa Gumawan Fauzi merupakan akar dari permasalahan
dalam kasus korupsi e-KTP. Pada kalimat tersebut Kompas juga menulis ada 60 orang
anggota DPR periode 2009-2014 yang menerima dana dalam proyek KTP-el. Dalam
kalimat tersebut, terdapat kata “menerima” yang membenarkan bahwa ada 60 orang DPR
yang menerima dana e-KTP, padahal belum ada bukti dari tuntutan yang dibacakan oleh
jaksa dalam surat dakwaan tersebut.
75
Selain menyampaikan apa penyebab masalah, Kompas juga menyebutkan siapa yang
menjadi penyebab masalah. Kompas menulis beberapa nama terduga dan tersangka
korupsi e-KTP yang ditulis dalam bentuk bagan. Dalam bagan tersebut berisi nama
lengkap terduga korupsi e-KTP beserta jabatan, partai politik dan jumlah dana yang
dikorupsi. Kompas menyebutkan 6 orang pejabat Kemendagri, 25 orang anggota legislatif
dan 10 orang korporasi.
Selain membuat bagan yang berisi nama terduga korupsi, Kompas juga membuat
diagram tentang rencana penggunaan anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 trilliun. Yang
digunakan untuk belanja rill hanya sebesar 51% dari nilai proyek atau sebesar Rp 2,66
trilliun. Sedangkan 49% dari nilai proyek atau sebesar Rp 2,3 trilliun dikorupsi oleh para
pejabat. Pada diagram tersebut ditulis penyelewengan anggaran e-KTP sebesar 49% dari
nilai proyek. Anggota komisi II DPR mendapat 5% atau sekitar Rp 261 miliar, Setya
Novanto dan Andi Agustinus mendapat 11% atau sekitar Rp 574,2 miliar, Anas
Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin mendapat 11% atau sekitar Rp 574,2 miliar,
keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan 15% atau sekitar Rp 783 miliar. Dari
sekian banyak nama yang ditulis oleh Kompas pada bagan sebelumnya terdapat empat
nama yang menonjol yaitu, Setya Novanto, Andi Agustinus, Anas Urbaningrum dan
Muhammad Nazaruddin. Keempat nama tersebut merupakan individu yang mendapat
keuntungan terbesar dari proyek e-KTP yaitu sebesar 22% atau sekitar Rp 1,1 trilliun.
Selain itu, dari keempat nama tersebut, terdapat nama Setya Novanto yang saat ini masih
aktif menjabat sebagai ketua DPR.
“DPR itu kan wakil rakyat, DPR itu kan tokoh kalo kita menulis berita kan kita
cenderung memilih siapa narasumbermu? Narasumber yang dipilih itukan biasanya
dipilih berdasarkan beberapa kritria, salah satu kriteria pemilihan narasumber itu kan
76
tokoh, ketokohan seseorang sehingga dia dipilih menjadi narasumber, nah kalo
seseorang yang sudah menjadi tokoh ini terlibat dalam kasus korupsi, itu jadi bahan
tulisan kita juga.”78
Menurut Haris Sumadira, dalam Jurnalistik Indonesia, tingkah laku serta ucapan para
tokoh selalu menjadi sorotan media massa. Berita mencakup tentang orang-orang penting,
baik dan buruknya tingkah laku para tokoh atau orang-orang penting akan diliput dan
diberitakan oleh media massa.79
Ketokohan seseorang kerap dijadikan contoh atau
panutan bagi masyarakat. Oleh karena itu, dengan adanya surat dakwaan yang menyebut
nama Ketua DPR Setya Novanto, media massa gencar memberitakan hal tersebut,
terlebih jika Setya Novanto dan tiga orang lainnya diduga menerima bagian terbesar
dalam proyek e-KTP.
Selain Setya Novanto, Kompas juga menyebut peran Andi Agustinus yang
dipaparkan di halaman 2. Dalam paparan tersebut Andi Agustinus memiliki banyak andil
dalam praktik korupsi e-KTP. Kompas juga menyebutkan latar belakang Andi Agustinus
dengan lengkap. Di halaman 2, harian Kompas menulis tentang “Sepak Terjang Andi
Agustinus alias Andi Naronggong.” Kata “sepak terjang” berarti “tindakan” dengan kata
lain, Andi Agustinus telah melakukan tindakan yang mengacu pada praktik korupsi,
seperti yang dipaparkan oleh Kompas, Andi berperan mengatur tender dan mengatur
kelancaran proyek. Ini menunjukkan bahwa, Kompas menyebut Andi Agustinus sebagai
salah satu aktor utama dalam kasus korupsi e-KTP.
Moral Evaluation, dalam pemberitaan ini moral evaluation yang disampaikan oleh
Kompas diolah dari surat dakwaan nomor DAK-15/24/02/2017. Surat dakwan tersebut
merupakan bukti dari headline yang ditulis Kompas di halaman pertama yaitu:
78
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017. 79
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis
Profesional, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h.88
77
JAKARTA, KOMPAS − Perkara korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik
tahun 2011-2012 menjadi kejahatan yang nyaris sempurna. Korupsi terjadi sejak
proyek itu masih dalam perencanaan serta melibatkan anggota legislatif, eksekutif,
badan usaha milik negara dan swasta.
Dalam kalimat tersebut terdapat kata “sempurna” yang berarti korupsi e-KTP
dilakukan dengan mulus dan lancar tanpa ada hambatan baik dalam perencanaan maupun
prosesnya. Argumen tersebut dibuktikan dalam surat dakwaan yang disajikan oleh
Kompas di halaman 2 bagian politik dan hukum. Pemberitaan yang disajikan di halaman
2 diolah dari surat dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto. Kompas menyusun kronologi
terjadinya kasus korupsi proyek e-KTP, mulai dari perencanaan penganggaran proyek e-
KTP dari bulan November 2009 - Agustus 2010. Dijelaskan juga rentetan tentang
pembagian dana proyek e-KTP.
Kompas memaparkan terjadinya praktik korupsi e-KTP dengan sangat menarik.
Kompas menyajikan diagram yang bertuliskan nama partai dan jumlah dana yang
dikorupsi. Dalam diagram tersebut Kompas menyebutkan urutan pertama yang ikut
menikmati dana proyek e-KTP yaitu partai Golkar sebesar Rp 150 miliar, partai demokrat
sebesar Rp 15 miliar, Partai PDI-P sebesar Rp 80 miliar, dan partai-partai lain Rp 80
miliar. Bukan hanya partai politik, Kompas juga menyebut nama individu yang diperkaya
oleh proyek e-KTP yaitu, Rp Marzukie Alie Rp 20 miliar dan Chaeruman Harahap Rp 20
miliar.
Selain diagram yang terlihat menarik, Kompas juga menyajikan ilustrasi gambar
yang tidak kalah menarik. Pada gambar tersebut terdapat gambar sebuah dompet yang
berisi beberapa lembar uang pecahan Rp 100.000 dan sebuah kartu tanda penduduk
elektronik. Ilustrasi tersebut memberikan makna seakan-akan e-KTP merupakan kartu
78
ATM yang dapat menghasilkan uang berlimpah. Gambar tersebut sesuai dengan judul
berita yang ditulis di halaman 2 yaitu, “Saat Proyek Nasional Menjadi ATM Pejabat.”
Di sisi kiri, Kompas membuka pemberitaan dengan menyebutkan nama kasus, nama
terdakwa, unsur korupsi, nama pejabat dan korporasi yang diperkaya, dan nilai kerugian
negara. Pada keterangan tersebut Kompas menulis nama sejumlah pihak yang diperkaya.
Kata “diperkaya” menandakan pejabat-pejabat yang diduga korupsi dana e-KTP benar-
benar telah melakukan korupsi. Pada kenyataannya nama-nama pejabat tersebut sebagian
baru berstatus sebagai saksi, belum ada proses hukum atau persidangan yang menetapkan
nama-nama tersebut sebagai pelaku dari korupsi e-KTP.
Pada berita ini Kompas banyak menyebutkan nama Andi Agustinus dibandingkan
dengan nama-nama lainnya. Andi Agustinus merupakan seorang pengusaha yang
memenangkan tender proyek pengadaan e-KTP. Dalam berita ini Kompas lebih banyak
menyebutkan peran peran Andi Agustinus, walaupun ia bukan seorang pejabat
pemerintahan, namun ia berperan banyak dalam mengatur strategi penyimpangan dana
dalam praktik korupsi e-KTP.
Treatment Recommendation, solusi yang ditawarkan oleh Kompas pada
pemberitaan ini terletak di halaman 2 bagian politik dan hukum. Kompas
menggambarkan kepada khalayak bahwa dana proyek e-KTP yang di korupsi oleh para
penyelenggara negara tidak sedikit yaitu sebanyak Rp 2,3 trilliun. Dalam pemberitaan
tersebut Kompas memberikan empat macam gambaran betapa besarnya dana yang
dikorupsi oleh para penyelenggara negara.
79
Pertama, Kompas menggambarkan kerugian negara senilai Rp 2,3 trilliun yang setara
dengan 1,43 juta ton beras sejahtera (raskin). Beras tersebut cukup untuk menghidupi
7.986.111 rumah tangga sasaran (RTS). Asumsinya harga tebus raskin Rp 1.600/kg. Itu
artinya, satu RTS bsa mendapat alokasi 15kg/bulan. Kompas menggambarkan besarnya
dana yang dikorupsi yaitu sebesar Rp 2,3 trilliun, jika dana tersebut digunakan untuk
membeli beras sejahtera (raskin), akan ada jutaan rakyat miskin yang hidup sejahtera.
Dalam kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara senilai Rp 2,3 trilliun, yang menjadi
korban ialah rakyat. Seharusnya dengan dana tersebut rakyat miskin bisa mendapatkan
kesejahteraan dengan memperoleh hak-haknya.
Dari gambar yang disajikan, terlihat bahwa Kompas sebagai media massa berfungsi
sebagai penyambung lidah rakyat. Dengan cara, membela hak-hak rakyat dan mengawasi
kekuasaan agar tetap berpegang pada asas demokrasi.80
Hal tersebut sesuai dengan motto
Kompas yaitu “hati nurani rakyat” yang berarti mencari kebenaran dengan cara
menyuarakan hati nurani rakyat atau membela yang lemah dan menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan.
“Ini merupakan jenis korupsi yang sangat besar, nilai kerugiannya lebih dari 2
Trilliun, saya tidak bisa membayangkan 2 trilliun itu berapa banyak, nanti kalo
menulis skripsimu itu bisa kamu gambarkan, kamu cek berapa kerugian korupsi e-
KTP, biar pembimbingmu juga bisa tau gambaran betapa besarnya korupsi e-KTP,
kamu gambarin aja 2,3 trilliun itu bisa buat apa saja si, caranya apa misalkan, kamu
bisa lihat penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, penduduk di bawah
garis kemiskinan itu pendapatan perharinya berapa, anggaplah penduduk yang di
bawah garis kemiskinan pendapatan perharinya cuma Rp 10.000, ada berapa juta itu
orang, dibagi aja dengan duit 2,3 trilliun tadi, dapet berapa itu? Bisa meningkatkan
kesejahteraan orang-orang tersebut, kamu coba gambarkan seperti itu, itu kan
menarik, kalo beli beras raskin misalkan perkilonya Rp 5.000, duit 2,3 trilliun itu
kamu bagi Rp 5.000 itu bisa dapet berapa juta ton beras raskin. Itu saja kamu bisa
80
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, (Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa, 2009), h.112-113
80
menggambarkan mengapa media cenderung menjadikan berita soal korupsi e-KTP
ini menjadi headline, nilainya seperti itu.81
”
Dari hasil wawancara di atas, terlihat bahwa alasan Kompas menjadikan berita kasus
korupsi e-KTP sebagai headline karena pengaruhnya yang sangat besar. Korupsi e-KTP
mempengaruhi seluruh lini kehidupan. Salah satu pengaruh yang sangat jelas yaitu
merugikan kesejahteraan rakyat Indonesia. Dana yang diselewengkan dalam kasus
korupsi e-KTP seharusnya bisa untuk menyejahterakan rakyat kurang mampu seperti
yang telah dipaparkan dalam berita dan wawancara di atas. Namun, karena dikorupsi
rakyat tidak mendapat apa-apa dan cita-cita untuk memiliki identitas tunggal
kependudukan tidak terwujud. Fisik e-KTP yang sebenarnya senilai Rp 1.500/kartu tapi
karena dana e-KTP dikorupsi harganya menjadi Rp 6.000/kartu. Akibatnya ada 9 juta
orang wajib KTP yang masih belum memiliki fisik e-KTP.
Tidak hanya itu, Kompas juga menginformasikan bahwa dana yang dikorupsi dalam
proyek e-KTP sebanding dengan dana otonomi khusus Papua Barat pada 2016 yaitu
senilai Rp 2,3 trilliun. Dana otonomi khusus Papua Barat merupakan dana yang
dikhususkan untuk daerah Papua Barat yang bertujuan untuk membangun insfraktruktur
di wilayah Papua Barat.
Kompas berasumsi bahwa korupsi proyek e-KTP bukan hanya tidak mementingkan
kesejahteraan rakyat miskin dan pembangunan infraktruktur negara, namun juga tidak
memikirkan kesehatan bagi rakyat kurang mampu. Kompas menjelaskan jika dana Rp 2,3
tiliun yang dikorupsi oleh penyelenggara negara setara dengan iuran setahun 7.316.340
peserta BPJS Kesehatan perawatan kelas III. Kompas memberikan perumpamaan BPJS
81
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
81
Kesehatan perawatan kelas III karena diperuntukkan bagi peserta yang kurang mampu.
Dengan kata lain, Kompas menggring audience atau pembaca untuk memikirkan
kepentingan rakyat miskin.
Gambar terakhir, dana yang dikorupsi sebesar Rp 2,3 trilliun sebanding dengan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Maluku. Bahkan nilai tersebut
lebih besar bila dibandingkan dengan APBD Provinsi Gorontalo, Bangka Belitung,
Sulawesi Barat, dan Maluku Utara. Dalam hal ini Kompas juga mengambil contoh daerah
yang masih minim APBD. Untuk memberikan informasi kepada khalayak bahwa dana
yang dikorupsi oleh para penyelenggara negara dalam kasus korupsi e-KTP setara dengan
APBD di beberapa daerah.
Pada intinya, Kompas menyampaikan bahwa dana yang dikorupsi dalam kasus e-
KTP tidak sedikit. Kasus korupsi e-KTP menghambat kesejahteraan rakyat Indonesia dan
mempengaruhi banyak sektor, seperti sektor pembangunan, sektor kesehatan, sektor
ekonomi, politik dan sosial. Karena pengaruhnya yang begitu besar, maka Kompas
menempatkan hampir seluruh berita tentang korupsi e-KTP sebagai headline. Menurut
Haris Sumadiria, berita merupakan segala sesuatu yang berdampak luas bagi sebagian
besar khalayak. Segala sesuatu yang menimbulkan dampak positif ataupun negatif bagi
masyarakat luas disebut berita. Semakin besar dampak sosial, budaya, politik dan
ekonomi yang ditimbulkan, maka nilai berita yang dikandungnya akan semakin besar.
Seperti yang disampaikan oleh Billy Kaherudin dalam wawancara pribadi berikut:
“Salah satu korupsi terbesar di Indonesia itu korupsi e-KTP, bagaimana pengaruhnya
proyek e-KTP dikorupsi itu seperti apa? Itu menandakan bahwa kasus ini punya
magnitude, pengaruh yang besar terhadap publik, pilihan pertama ketika kamu
menjadikan itu sebagai HL/headline, salah satunya itu, karena kasus ini
82
mempengaruhi banyak sektor, mempengaruhi juga publik, mempengaruhi kehidupan
kamu juga.”82
5. Berita Surat Kabar Harian Kompas Edisi 11 Maret 2017
Judul: KPK Tak Gentar Hadapi Bantahan
Tabel 4.5
Problem Identification 1. Dalam surat dakwaan kepada Irman dan Sgiharto
menyebutkan banyak nama yang diduga ikut
terlibat dalam kasus korupsi e-KTP, namun semua
nama-nama tersbut membantah.
2. KPK tidak terpengaruh hadapi bantahan dari para
politisi, justru KPK akan mengembangkan perkara
di persidangan.
Causal Interpretation Sugiharto menyebutkan ada aliran dana ke sejumlah
anggota dan mantan anggota DPR, seperti Setya
Novanto, Marzuki Alie, Anas Urbaningrum, Ganjar
Pranowo, Yasonna Laoly, Olly Dondokambey, Teguh
Juwarno. Namun semua nama tersebut membantah.
Moral Evaluation 1. Kasus KTP elektronik memalukan
2. Bagan yang berisi rentetan kasus korupsi
pengadaan barang/tender yang pernah ditangani
oleh KPK
Treatment Recommendation Sebaiknya nama yang telah disebutkan dalam dakwaan
82
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
83
mundur
Problem Identification, dalam surat dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto
disebutkan nama mantan DPR dan anggota DPR yang diduga terlibat kasus korupsi e-
KTP. Namun semua nama yang disebutkan dalam surat dakwaan tersebut membantah
telah menerima dana dari proyek e-KTP.
JAKARTA, KOMPAS − Komisi Pemberantasan Korupsi tidak gentar menghadapi
bantahan ataupun gugatan para politisi yang diduga menerima aliran dana pengadaan
KTP elektronik tahun 2011-2012. KPK malah akan mengembangkan perkara ini
berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan.
Secara tidak langsung berita tersebut merupakan sindiran bagi para politisi yang
membantah bahkan menggugat tersangka atas tuduhan pencemaran nama baik. Pada
kalimat tersebut terdapat kata “tidak gentar” yang berarti “tidak takut” dengan bantahan
ataupun gugatan dari para politisi. Pokok pikiran yang disampaikan Kompas terletak pada
kalimat pertama yaitu “tidak gentar hadapi bantahan,” pokok pikiran tersebut diperkuat
dengan kalimat kedua yang berfungsi sebagai kalimat penjelas “KPK malah akan
mengembangkan perkara ini…..”. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa KPK benar-
benar tidak takut dan sebaliknya malah akan mengembangkan perkara korupsi e-KTP di
pengadilan.
Menurut Nurudin (2009), media berfungsi sebagai pengawas pemerintahan, artinya
jika media sedang memberitakan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh seorang
pejabat atau penyelenggara negara, media harus menunjukkan bahwa seseorang itu
benar-benar bersalah dan orang lain tidak bersalah.83
Dalam berita ini Kompas berusaha
mencari fakta untuk bisa membuktikan kesalahan para pejabat yang diduga terlibat
83
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, (Jakarta: PT Radja Grafindo Perkasa, 2009), h.112.
84
korupsi e-KTP. Dalam hal ini, Kompas mengeritik sikap para politisi yang membantah
telah menerima aliran dana e-KTP. Namun pembelaan tersebut merupakan hak bagi para
terduga atau tersangka untuk membela diri salah satunya dengan menyangkal atau
membantah tuduhan tersebut.
“Problemnya tadi, korupsi, korupsi itu mempengaruhi semua lini kehidupan, semua
lini penyelenggaraan negara, semua lini pelayanan publik. Kamu harusnya bisa
mengurus izin tanpa bayar tapi jadinya bayar. Pengusaha yang ingin menerbitkan izin
usaha, karena harus bayar dia jadikan suap tadi sebagai kos produksi, sehingga
barang yag kemudian dijual itu nilainya jauh lebih mahal. Karena barang nilainya
jadi lebih mahal, barangnya tidak kompetitif dibandingkan misalnya dengan barang
dari negara lain. Kalo sudah tidak kompetitif ya sudah negara kita kalah bersaing.
Kalo sudah kalah bersaing ya sudah tidak jadi negara maju.”84
Dari hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa praktik korupsi sangat
mempengaruhi seluruh kehidupan masyarakat. Itulah sebabnya, korupsi menjadi problem
mengapa Indonesia sampai saat ini belum bisa menjadi negara maju. Hal inilah yang
menjadikan faktor mengapa Kompas lebih banyak memberitakan tentang peristiwa
korupsi dan menjadikannya headline pemberitaan daripada peristiwa lainnya. Pada
dasarnya seorang wartawan memberitakan tentang semua peristiwa yang berdampak
besar bagi masyarakat, seberapa besar pengaruh atau dampak yang ditimbulkan dari
sebuah peristiwa akan memiliki nilai berita yang lebih besar daripada peristiwa yang
tidak memiliki pengaruh sama sekali bagi masyarakat.
Causal Interpretation, sumber masalah dalam berita ini terdapat pada paragraf
ketiga:
Surat dakwaan terhadap mantan Direktur Jendral Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Dalam Negeri Irman dan Direktur Pengeloaan Informasi dan Administrasi
Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto menyebutkan ada aliran dana
hasil korupsi proyek e-KTP ke sejumlah anggota dan mantan anggota DPR, seperti
84
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
85
Setya Novanto, Marzuki Alie, Anas Urbaningrum, Ganjar Pranowo, Yasonna Laaoly,
Olly Dandokambey dan Teguh Juwarno. Mereka yang disebut menerima aliran dana
itu semuanya membantah.
Seperti yang telah dipaparkan pada problem identification sebelumnya, Kompas
mengambil sudut pandang tentang politisi yang membantah tuduhan dalam surat
dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto. Politisi yang membantah berjumlah tujuh orang
yaitu, Setya Novanto, Marzuki Alie, Anas Urbaningrum, Ganjar Pranowo, Yasonna
Laaoly, Olly Dandokambey dan Teguh Juwarno. Namun, pada berita itu, tidak ada
kutipan langsung dari ketujuh politisi tersebut yang berisi bantahan telah menerima dana
dari proyek e-KTP. Kutipan langsung yang berisi bantahan dari para politisi justru
disajikan pada pemberitaan sebelumnya yaitu pada edisi 10 Maret 2017. Padahal
khalayak yang membaca edisi 11 Maret 2017 belum tentu telah membaca berita edisi
sebelumnya yaitu 10 Maret 2017, begitupun sebaliknya.
Pencantuman waktu, pengambilan gambar, dan kutipan pernyataan akan menghindari
pers dari memanipulasi dan membuat kesimpulan sendiri. Pencantuman ini memiliki nilai
untuk memenuhi unsur akurat. Kapan di mana dan bagaimana gambar atau sebuah
pernyataan diambil harus dikemukakan sesuai dengan faktanya.85
Oleh karena itu dalam
menulis sebuah berita harus lengkap disertai dengan bukti yang akurat seperti foto atau
pernyataan langsung. Pernyataan langsung menjadi sangat penting karena ketidakjelasan
soal ini dapat menimbulkan tuduhan kepada pers, bahwa pers yang bersangkutan telah
sengaja menyalah artikan pendapat atau kutipan demi kepentingan pers. Kredibilitas
85
Wina Armada Sukardi, Kajian Tuntas 350 Tanya Jawab: UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik, (Jakarta:
Dewan Pers, 2012), h.368
86
sebuah media sangat ditentukan oleh akurasi beritanya yang dijadikan sebagai
konsekuaensi dari kehati-hatian para wartawan dalam membuat sebuah berita 86
“Dilengkapi dengan fakta ada pemberitaan-pemberitaan soal ini, itu yang membuat
wartawan Komopas kaya, sehingga pembaca Kompas merasa “informasi yang aku
baca dari Kompas ini jauh lebih lengkap.” Oke yang lain bisa real time tapi dari sisi
archiving Kompas lebih kaya mendapatkan informasi/lebih banyak mendapatkan
data.”87
Dari hasil wawancara tersebut Billy Khaerudin menjelaskan, yang membuat Kompas
lebih unggul dibandingkan dengan media lainnya ialah karena berita yang disajikan ebih
lengkap sehingga khalayak lebih puas dengan informasi yang disajikan. Pada edisi
sebelumnya Kompas menyajikan berita dengan lengkap dan jelas namun pada berita edisi
ini ada keganjilan yaitu tidak adanya kutipan langsung yang menjadi bukti bantahan yang
dilakukan oleh para politisi, ini menunjukkan bahwa apa yang disampaikan oleh
wartawan Kompas tidak sesuai dengan berita yang disajikan.pada berita edisi 11 Maret
2017.
Moral Evaluation, nilai moral yang disampaikan oleh Kompas terletak pada sub
headline yaitu “Kasus KTP Elektronik Memalukan.”
Pokok pikiran yang disampaikan Kompas pada sub headline di atas terdapat pada
kata “memalukan.” Kata memalukan ditujukan kepada para politisi yang membantah
menerima aliran dana proyek e-KTP. Bukan hanya bagi pejabat yang membantah, kata
memalukan juga ditujukan kepada Marzuki yang justru melaporkan Irman dan Sugiharto
86
Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), hal.47
87
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
87
kepada Bareskrim Polri. Kelakukuan para pejabat ini dianggap memalukan, karena
bantahan dan gugatan yang mereka lakukan.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (10/3), di Jakarta, mengatakan, selama 13
tahun KPK bekerja memberantas korupsi tak terpengaruh oleh reaksi pihak yang
diduga terlibat korupsi, baik berupa bantahan maupun gugatan. Dalam membangun
konstuksi dakwaan, KPK membangunnya dari informasi yang kuat.
Pada kalimat pertama mencantumkan waktu yang cukup lama dalam memberantas
korupsi yaitu selama 13 tahun. Itu artinya KPK memiliki kekeuatan yang tangguh dalam
menghadapi reaksi pihak yang diduga terlibat korupsi. Hal ini menunjukkan bantahan dan
gugatan bukan pertama kalinya dihadapi oleh KPK. Kalimat terakhir menegaskan bahwa
KPK tidak sembarangan menuduh dan memiliki bukti yang kuat dalam menentukan siapa
saja yang diduga terlibat dalam kasus korupsi e-KTP.
Selain itu kasus korupsi e-KTP melibatkan banyak pihak, baik dari lintas partai
maupun lembaga. yang lebih memalukan lagi kasus ini melibatkan nama-nama besar
seperti Setya Novanto selaku Ketua DPR saat ini.
Terlebih lagi, kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama Said Aqil Siroj,
Kasus korupsi proyek KTP-el sangat memalukan dan mengecewakan. Kasus ini
menunjukkan partai politik masih gagal mendidik partai politik untuk tidak
melakukan praktik korupsi.
Kasus korupsi e-KTP bukan hanya memalukan tetapi juga sangat mengecewaakan.
Dalam surat dakwaan sebagian besar yang diduga terlibat dalam kasus ini berasal dari
partai politik. Hal ini menunjukkan partai politik masih gagal dalam mendidik kadernya
agar tidak melakukan korupsi. Para pejabat melihat proyek e-KTP sebagai bancakan,
akibatnya proyek ini tidak berjalan sesuai dengan program yang telah direncanakan.
Salah satu dampak paling nyata dari korupsi e-KTP yaitu, saat ini sekitar 9 juta orang
wajib KTP belum memiliki e-KTP, padahal proyek ini berlangsung dari awal tahun 2011.
88
Enam tahun bukan waktu yang sebentar untuk mewujudkan cita-cita membuat program
e-KTP. Maka tidak heran jika kasus korupsi e-KTP sangat memalukan dan
mengecewakan seperti yang disampaikan pada paragraf tersebut.
“Gini, e-KTP itu digagas agar kita mempunyai single identity number/nomor induk
tunggal untuk siapa pun, kalo di Amerika nomor induk tunggal itu ada istilahnya
nomor jaminan kesejahteraan sosial, jadi kamu bisa dikenali dengan itu, nomormu
sekian sekian sekian, oh ini si Fatimah nih, catetannya ada, dia punya catetan
kejahatan ga disitu, dia punya catatan perbankan tidak disitu, nomor sekian si
Fatimah ini sudah berhak memilih atau belum. Cita-citanya seperti itu, cita-cita
membuat e-KTP itu tadi, tapi kemudian ada koruptor yang melihat proyek membuat
single identity number ini, proyek membuat nomor identitas tunggal ini bisa
dikorupsi, karena peluangnya banyak, kalo nanti bikin chips disitu kita bisa bikin,
softwarenya, belum alat pemindai, belum lagi secara fisik e-KTP, kalo ini
diadakan/ditenderin “ah kita bisa atur nih”, akibatnya adalah ketika dari awalnya saja
sudah mau dikorupsi, sudah diatur begini-begini-begini, niatnya saja sudah jelek,
hasilnya tidak akan baik.”88
Moral evaluation yang kedua ialah bagan tentang sejumlah kasus korupsi pengadaan
barang/tender. Dalam bagan tersebut Kompas memaparkan ada empat kasus korupsi
barang/tender yang pernah terjadi yaitu, kasus korupsi simulator SIM, kasus pengadaan
10 unit mobile crane di PT Pelindo, kasus korupsi sarana olah raga terpadu di Hambalang
dan kasus korupsi pengadaan alat kesehatan. Pada bagan tersebut Kompas juga
menyebutkan kerugian negara beserta nama tersangka dan pelaku dari masing-masing
kasus korupsi. Kasus korupsi e-KTP termasuk jenis korupsi pengadaan barang/tender.
Namun, dalam bagan tersebut Kompas justru tidak memasukkan kasus korupsi e-KTP ke
dalam daftar korupsi pengadaan barang/tender.
Treatment Recommendation, solusi dalam pemberitaan ini terletak pada paragraf ke-
6. Pada paragraf tersebut aspek pembahasan sedikit melebar yang ditandai dengan
penggunaan huruf tebal dan tulisan lebih besar. Kompas mengawali pembahasan pada
88
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
89
aspek yang berbeda dengan menulis “Sebaiknya Mundur.” Kata tersebut merupakan
saran bagi para politisi yang telah disebutkan namanya dalam surat dakwaan terhadap
Irman dan Sugiharto.
Terkait pengusutan kasus dugaan korupsi proyek KTP-el, Guru Besar Unversitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra menuturkan, setiap orang
yang diduga terlibat dalam korupsi itu sebaiknya mengundurkan diri dari jabatannya.
Pada pragraf tersebut terlihat jelas terdapat kalimat bernada sindiran. Sindiran untuk
mengundurkan diri dari jabatannya, yang diperuntukkan kepada “setiap orang yang
diduga terlibat dalam kasus korupsi”. Namun, sindiran tersebut secara khusus ditujukan
kepada para politisi yang membantah menerima aliran dana dalam kasus korupsi e-KTP.
Berita tersebut menyangkut tentang bagaimana perlakuan media terhadap para tertuduh
atau terdakwa. Padahal seorang tertuduh atau terdakwa sebelum divonis hakim maka
yang bersangkutan masih harus diperlakukan seperti orang yang belum bersalah.89
Perlakuan terhadap tertuduh atau terdakwa menjadi penting karena apa yang dituduhkan
belum dapat dipastikan kebenarannya. Hal ini untuk menjaga nama tertuduh atau
terdakwa apabila perkara yang dituduhkan tidak terbukti di perngadilan.
“Mereka yang beralasan atau membela diri percuma saja. Rakyat sekarang tidak bisa
dibodohi. Tidak ada maling yang mengaku maling. Ibaratnya tidak ada asap tanpa
api. Jika nama mereka disebut dalam dakwaan jaksa pasti KPK memiliki bukti kuat,
dan karenanya tidak semudah itu dibantah,” tutur Azyumardi.
Kutipan di atas menunjukkan bahwa nama-nama yang disebut dalam surat dakwaan
merupakan sebuah fakta yang tidak bisa lagi dibantah. Pernyataan yang disampaikan oleh
Azyumarzi Azra secara tidak langsung mewakili pendapat wartawan dalam menulis
berita. Berita merupakan kejadian aktual yang dikemas sesuai dengan fakta dan realitas
yang terjadi. Artinya dalam menulis sebuah berita wartawan tidak diperkenankan
89
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, (Bandung: Simbiosa Rekatama, 2006), h.141.
90
menggabungkan sebuah fakta dengan opini atau kecendrungan tertentu. Apa yang
disampaikan oleh narasumber merupakan sebuah opini atau bahkan berpotensi menjadi
subjektivitas si sumber berita.90
6. Berita Surat Kabar Harian Kompas Edisi 12 Maret 2017
Judul: Presiden: Bongkar Korupsi KTP-el
Tabel 4.6
Problem Identification 1. Presiden Joko Widodo meminta untuk membongkar
kasus korupsi e-KTP
2. Tujuan utama e-KTP agar Indonesia memiliki
sistem identitas tunggal bagi penduduknya tidak
terwujud sampai sekarang.
Causal Interpretation Dalam berita ini Kompas hanya menyebutkan satu
nama terduga kasus korupsi e-KTP yaitu Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasona Laoly.
Moral Evaluation Tidak akan ada turbulensi politik akibat kasus korupsi
e-KTP
Treatment Recommendation 1. Presiden meminta maaf kepada masyarakat akibat
persoalan korupsi e-KTP.
2. KPK diharapkan segera mengusut dalang utama
dari kasus korupsi e-KTP serta para pejabat dan
politisi yang menerima aliran dana proyek e-KTP
90
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, (Bandung: Simbiosa Rekatama, 2006), h.78.
91
3. Proses hukum e-KTP seharusnya berjalan secara
terbuka agar publik bisa mengawal proses hukum
pengadaan e-KTP.
Problem Identification, identifikasi masalah pertama yang disampaikan oleh
Kompas adalah mengenai permintaan Presiden Joko Widodo untuk mengusut tuntas
kasus korupsi e-KTP yang disampaikan di lead pada kalimat kedua:
Presiden Joko Widodo meminta komisi pemberantasan korupsi membongkar tuntas
kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.
Permintaan tersebut menjadi penting karena secara langsung disampaikan oleh orang
nomor satu di Indonesia. Menurt Haris Sumadiria, tingkah laku serta ucapan para tokoh,
orang-orang penting dan ternama selalu menjadi sorotan media massa.91
Selain itu,
persoalan korupsi e-KTP mempunyai irisan kepentingan yang begitu besar bagi
khalayak. Seperti yang dijelaskan oleh Billy Khaerudin dalam wawancara berikut:
“Salah satu korupsi terbesar di Indonesia itu korupsi e-KTP, bagaimana pengaruhnya
proyek e-KTP dikorupsi itu seperti apa? Itu menandakan bahwa kasus ini punya
magnitude, pengaruh yang besar terhadap publik, pilihan pertama ketika kamu
menjadikan itu sebagai HL/headline, salah satunya itu, karena kasus ini
mempengaruhi banyak sektor, mempengaruhi juga publik, mempengaruhi kehidupan
kamu juga, yang kedua ada tidak peristiwa yang berkaitan dengan peristiwa yang
terjadi pada hari itu, dalam jurnalistik ada dasar 5W+1H, whatnya itu apa? Oh iya,
hari ini itu ada orang yang dijadikan tersangka, siapa yang dijadikan tersangka?
Ketua DPR, kalo ketua DPR kan pemimpin penyelenggara negara, jadi ada 2 hal,
pertama dampak, kedua ada peristiwa yang terjadi pada hari itu.”92
Dari hasil wawancara tersebut, dijelaskan alasan Kompas menjadikan berita tentang
kasus korupsi e-KTP sebagai headline pemberitaan karena memiliki pengaruh yang
91
Haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis, (Bandung: Simbiosa
Rekatama, 2008), h. 82-91 92
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
92
begitu besar terhadap publik. Wawancara di atas juga menjelaskan, untuk membuat
headline pemberitaan lebih baik dimulai dengan unsur “apa”. peristiwa apa yang terjadi
pada hari ini akan lebih mudah menarik perhatian khalayak. Teras berita yang
mengandung unsur “apa” lebih menarik karena naluri manusia yang selalu ingin tahu apa
yang terjadi hari ini.
Penekanan selanjutnya yang disampaikan oleh Harian Kompas yaitu tentang sistem
identitas tunggal yang belum terbangun yang menjadi salah satu program dari proyek e-
KTP. Kompas membahas tentang hal tersebut di beberapa paragraf salah satunya terletak
di lead kalimat kedua:
Akibat dikorupsi tujuan utama KTP-el agar Indonesia memiliki sistem identitas
tunggal bagi penduduknya tak terwujud sampai sekarang.
Selain permintaan presiden untuk membongkar kasus korupsi e-KTP, Kompas juga
menyinggung tentang sistem identitas tunggal yang belum juga terwujud. Pada kalimat
tersebut terdapat kata “tak terwujud” yang menandakan ketidak berhasilan dari program
e-KTP. Terlebih lagi pada kalimat tersebut dijelaskan bahwa sistem identitas tunggal
merupakan tujuan utama dari proyek e-KTP. Hal tersebut menandakan jika tujuan
utamanya saja belum terwujud bagaimana dengan tujuan-tujuan lain yang telah
direncanakan dalam proyek e-KTP. Penekanan tersebut juga ditulis kembali di paragraf
kedua:
Hingga tahun keenam pelaksanaan proyek, sistem identitas tunggal yang adalah
tujuan akhir program kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el), belum juga
terbangun. Selain itu sampai kini masih banyak penduduk yang belum memperoleh
fisik KTP-el meski sudah melakukan perekaman data kependudukan.
Pada kalimat tersebut Kompas kembali menekankan tentang sistem identitas tunggal
yang belum terbangun. Hal tersebut berulang-kali disampaikan oleh Kompas karena
93
sistem identitas tunggal berperan penting bagi setiap individu. Sistem identitas tunggal
mencegah penduplikasian KTP demi kepentingan pribadi. Namun, pokok pikiran yang
disampaikan oleh Harian Kompas tidak disertai dengan kalimat penjelas yang menjadi
bukti dari tidak terbangunnya sistem identetitas tunggal.
JAKARTA, KOMPAS − Presiden Jokowi melihat ada permasalahan besar dalam
pengadaan KTP-el. Dengan anggaran hingga Rp 5,9 trilliun, seharusnya tahun ini
proyek KTP elektronik sudah selesai. Tidak hanya perekaman data kependudukan,
tetapi juga sistem identitas tunggal semestinya sudah terbangun.
Pada paragraf selanjutnya lagi-lagi Kompas menekankan isu mengenai sistem
identitas tunggal yang belum terbangun. Pada kalimat tersebut terdapat kata
“Semestinya” yang berarti kewajiban atau keharusan untuk membangun sistem identitas
tunggal. Penonjolan isu pada berita di atas menandakan bahwa sistem identitas tunggal
kependudukan menjadi tujuan utama dari proyek e-KTP yang sangat penting. Penonjolan
isu tertentu merupakan cara wartawan untuk membingkai sebuah pemberitaan, sekaligus
untuk melihat bagaimana cara pandang wartawan dalam melihat suatu permasalahan.
Cara pandang wartawan menentukan fakta apa yang diambil dan bagian mana yang
ditonjolkan. Melihat pemberitaan tersebut Kompas ingin mengingatkan kepada khalayak
bahwa program dari proyek e-KTP belum terwujud akibat praktik kotor yang dilakukan
oleh para penyelenggara negara. Selanjutya, pada paragraf keenam Kompas kembali
menekankan tentang sistem identitas tunggal yang belum terbangun.
Apabila sistem identitas tunggal terbangun dengan baik, persoalan yang menyangkut
identitas kependudukan bisa terselesaikan. Tidak akan ada masalah dalam mengurus
paspor, surat izin mengemudi, perpajakan, dan daftar pemilih dalam pemilu.
Setelah menekankan tentang sistem identitas tunggal pada paragraf sebelumnya,
Kompas baru menjelaskan tentang pengaruh dari tidak terwujudnya sistem identitas
tunggal kependudukan di paragraf keenam. Kata “apabila” pada paragraf di atas
94
mengandung ungkapan pengandaian tentang keinginan yang belum terpenuhi. Keinginan
yang dimaksud yaitu terkait sistem identitas tunggal kependudukan yang belum
terbangun dengan baik. Selain itu, Kompas berasumsi bahwa sistem identitas tunggal
kependudukan yang belum terbangun merupakan satu-satunya yang menjadi masalah
dalam mengurus paspor, surat izin mengemudi, perpajakan, dan daftar pemilih dalam
pemilu.
“Karena negara dirugikan, anggarannya jadi kurang, aku pun sampe sekarang belum
punya e-KTP, itu kan kerugian-kerugian yang didapat karena proyek ini dikorupsi,
masyarakat lagi yang dirugikan, cita-cita untuk mendapat identitas tunggal
kependudukan dapat? Pasti lama, karena aku juga belum punya, kamu pun belum
punya, kalo seandainya itu sudah punya orang-orang tidak akan berdebat lagi soal
daftar pemilih tetap, setiap pemilu itu kan selalu, DKI itu DPTnya berapa si? Sampe
ada yang bilang kalo penyusunan DPT itu potensinya curang, kalo semua penduduk
itu punya single identity number, semua jadi tahu, nomor sekian-sekian ini masuk
wilayah DKI, yasudah dia masuk wilayah pemiih DKI, karena itu tidak ada, semua
itu jadi kacau, nah salah satu korupsi terbesar di Indonesia itu kasus korupsi e-
KTP.”93
Dari hasil wawancara di atas menunjukkan adanya pengamatan yang dilakukan oleh
wartawan Kompas mengenai kekacauan daftar pemilih dalam pemilu yang diakibatkan
oleh korupsi e-KTP. Pengamatan tersebut diperoleh berdasarkan pengalaman yang
ditemui langsung di lapangan. Dalam hal ini salah satu fungsi media massa adalah
sebagai pengamat lingkungan mengenai apa yang terjadi di dunia kepada audience.94
Pada akhirnya, pengamatan yang diperoleh dari pengalaman wartawan kemudian
disajikan dalam bentuk berita.
Causal Interpretation, Kompas hanya menulis satu orang nama yang diduga terlibat
dalam kasus korupsi e-KTP, padahal banyak sekali nama yang diduga terlibat dalam
kasus tersebut.
93
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017. 94
Ade Armando, et al, Media dan Integrasi Sosial: Jembatan Antar Umat Beragama, (Jakarta: Center For
The Study Of Religion And Culture UIN Syarif Hidayatullah), 2011, h.3
95
Presiden Jokowi pun meminta KPK mengungkap kasus yang diduga melibatkan
banyak anggota DPR dan pejabat negara, termasuk menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Yasona Laoly.
Dari pemberitaan tersebut terlihat bahwa Kompas memiliki tujuan tertentu dengan
hanya menyebutkan satu nama yaitu Yasona Laoly yang menjabat sebagai Menteri
Hukum dan HAM. Bagaimana perspektif wartawan dalam melihat suatu peristiwa
menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan dan
hendak dibawa kemana berita tersebut.95
Sebelum menjadi menteri, ia juga pernah
menjabat sebagai Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Sumatera Utara (2005 – 2008).
Berita di atas berjudul “Presiden Bongkar Korupsi KTP-el,” berita ini menyangkut
tentang permintaan Presiden Joko Widodo untuk membongkar kasus korupsi e-KTP.
Sedangkan Yasona Laoly berasal dari partai yang sama dengan Presiden Joko Widodo,
yaitu PDI-P. Artinya, kalimat tersebut menekankan bahwa pengusutan kasus korupsi e-
KTP harus dilakukan dengan adil tanpa tebang pilih. Walaupun kasus tersebut melibatkan
pejabat dari berbagai partai politik termasuk PDI-P. Selain itu pada berita sebelumnya,
Yasona Laoly merupakan salah satu nama yang disebut dalam surat dakwaan terhadap
Irman dan Sugiharto, namun ia membantah telah menerima aliran dana dalam proyek e-
KTP. Hal ini menunjukkan, nama pejabat yang telah disebutkan dalam surat dakwaan
tidak bisa mengelak karena KPK memiliki bukti kuat untuk itu.
Moral Evaluation, nilai moral yang disampaikan oleh Kompas terletak pada sub
headline yaitu, “tak akan ada turbulensi politik.” Menurut KBBI online “turbulensi”
bararti gerak bergolak tidak teratur.96
Turbulensi politik yang dimaksud yaitu kekacauan
politik yang terjadi dalam lingkup pemerintahan. Maksud dari sub headline yang ditulis
95
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media Massa, (Yogyakarta, LKiS, 2011),
h.221. 96
https://kbbi.web.id/turbulensi, diakses pada 26 Oktober 2017
96
Kompas adalah meski kasus korupsi e-KTP melibatkan banyak nama besar, namun tidak
akan terjadi kekacauan politik. Dengan terjadinya turbulensi politik, maka akan
menghambat pengusutan kasus korupsi e-KTP. Oleh karena itu, Kompas menegaskan
dengan kalimat “tak akan ada turbulensi politik”. Kalimat tersebut disampaikan agar
kasus korupsi e-KTP dapat segera diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Tidak
akan terjadi turbulensi politik juga disampaikan pada pernyataan Jusuf Kalla di paragraf
ketujuh:
Wakil Presiden M Jusuf Kalla, secara terpisah di Jakarta, mengatakan, pengusutan
kasus ini tidak akan menimbulkan keguncangan atau turbulensi politik meski
sejumlah nama politisi dan pejabat disebut menerima aliran dana dari proyek ini.
“Partai-partai pasti ada masalah, tetapi tidak akan terjadi turbulensi. Kalau ketua
DPR yang terkena, banyak orang antre untuk menggantinya. Tidak usah mencari
penggantinya,” ujar Kalla seraya tertawa.
Treatment Recommendation, solusi pertama yang disampaikan oleh Kompas
terletak di paragraf kedelapan.
Kalla mengatakan, kini perhatian publik tertuju pada proses persidangan kasus itu.
“Semua pihak mendukung kasus itu berjalan. Selama proses hukum terbuka, supaya
diketahui semua orang. Selama proses hukumnya benar orang akan setuju itu,”
katanya.
Pernyataan tersebut menunjukkan seharusnya persidangan berlangsung secara
terbuka agar publik bisa mengawal persidangan kasus korupsi e-KTP. Publik berhak
mengetahui karena kasus korupsi e-KTP turut merugikan semua kalangan masyarakat.
Jika sidang korupsi e-KTP tidak bisa disiarkan secara langsung, maka publik tidak bisa
memperoleh informasi akurrat tentang kasus korupsi e-KTP. Padahal fungsi utama media
massa ialah menyebarkan informasi bagi khalayak. Dengan adanya media massa,
berbagai informasi dapat diliput dan disiarkan, baik melalui media cetak, media
97
elektronik, atau media online.97
Selain itu, media massa juga berfungsi sebagai alat
kontrol sosial, artinya media dapat berperan untuk mengontrol akuntabilitas para
pemimpin. Oleh karena itu penting sekali melibatkan media dalam semua hal baik
sebagai kontrol sosial di masyarakat umum maupun bagi para pemimpin dan pejabat.98
Media massa berfungsi sebagai alat kontrol sosial, publik bisa mengetahui berbagai hal
yang terjadi melalui media massa. Karena sidang e-KTP tidak boleh disiarkan secara
langsung oleh media, KPK diharapkan secepatnya mengusut dalang utama dari kasus
korupsi e-KTP. penyelesaian masalah ini disampaikan pada paragraf ke-11 dan paragraf
ke-12:
Sementara terkait dengan nama-nama politisi dan pejabat negara yang disebut dalam
dakwaan menerima aliaran dana korupsi KTP-el, sejumlah pihak meminta KPK
mengungkap aktor utama kasus tersebut. Ini untuk menjawab keraguan politisi yang
namanya diduga terlibat kasus itu.
Mantan wakil ketua KPK Adnan Pandu Praja mengatakan, KPK harus segera
mengungkap siapa aktor utama kasus ini karena sidang perkara ini tak boleh
disisarkan langsung oleh televisi. Ketertutupan sidang bisa membuat publik tak bisa
mengawal kasus ini.
7. Berita Surat Kabar Harian Kompas Edisi 13 Maret 2017
Judul: Politik Kuasai Anggaran
Tabel 4.7
Problem Identification Kepentingan politik telah menguasai praktik
penganggaran di DPR.
97
Zaenuddin. HM, The Journallist, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011), hal.9 98
Ade Armando et al, Media dan Integrasi Sosial: Jembatan Antar Umat Beragama, (Jakarta: Center For
The Study Of Religion And Culture UIN Syarif Hidayatullah), 2011, h.38
98
Causal Interpretation Akar masalah penganggaran yaitu ada pada partai
politik
Moral Evaluation Total yang dianggarkan negara untuk parpol sekitar Rp
13 miliar per tahun. sementara nilai anggaran yang
dibahas mencapai trilliunan rupiah
Treatment Recommendation 1. Pejabat yang disebut menerima uang dalam
dakwaan perkara korupsi e-KTP, agar
mengundurkan diri dari jabatannya.
2. Pemerintah harus membenahi semua partai politik
di Indonesia terutama dalam pendanaan dan
penganggaran.
Problem Identification, identifikasi masalah yang ditulis dalam berita ini yaitu
mengenai anggaran negara yang dikuasai oleh partai politik, hal tersebut disampaikan
pada lead berikut:
JAKARTA, KOMPAS − Kepentingan politik telah menguasai praktik penganggaran
di DPR. Meski kini DPR tidak lagi berwenang membahas anggaran hingga satuan
tiga, tetap ada celah korupsi, antara lain, lewat lobi saat pembahasan anggaran.
Jika pada berita sebelumnya Kompas membahas tentang peran DPR dalam praktik
korupsi e-KTP. Kali ini pembahasan sedikit meluas, yaitu mengenai campur tangan partai
politik dalam praktik korupsi. Campur tangan partai politik dilakukan melalui kader
partainya yang duduk di kursi DPR. Masalah yang diutarakan dalam berita ini terkait
penganggaran yang dilakukan oleh DPR, pembahasan anggaran tersebut membuat celah
adanya dana yang mengalir ke partai politik.
99
Selanjutnya, di paragraf kedua, Kompas berusaha mengkritisi “kepentingan politik”
yang menguasai anggaran negara. Kepentingan politik itu pada akhirnya menyebabkan
kepentingan publik untuk memperoleh identitas tunggal kependudukan terabaikan.
“Ini ada proyek namnya e-KTP, e-KTP ini proyek yang seharusnya punya manfaat
bagi seluruh rakyat Indonesia, karena manfaatnya tadi kan kamu bisa punya nomor
induk tunggal kependudukan Indonesia, tapi proyek besar ini dikorupsi, sudah ini
korupsi adalah masalah bangsa, ini merupakan jenis korupsi yang sangat besar, nilai
kerugiannya lebih dari 2 Trilliun”99
Sebagai media professional, Kompas melayani masyarakat dengan hati nurani.
Profesionalisme dalam melayani masyarakat, tujuannya yaitu mengutamakan kepentingan
umum. Dalam pasal 6 UU Pokok Pers No.40/1999 disebutkan, salah satu peran pers
nasional ialah melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum.100
Hal ini sesuai dengan berita yang ditulis oleh
Kompas pada edisi 13 Maret 2017. Dalam beritanya Kompas mengkritik partai politik
yang ternyata menggunakan anggaran negara untuk kepentingan kelompoknya. Kompas
juga menyebut bahwa partai politik adalah “akar masalah” artinya, semua praktik korupsi
yang terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat terjadi di bawah kendali partai politik.
Pembenahan tidak lagi cukup pada penganggaran di DPR, tatapi harus menyentuh
pada akar masalah, yakni pembenahan partai politik. Pasalnya dana yang diperoleh
dari sebagian besar korupsi anggaran di DPR dipakai untuk berbagai macam kegiatan
politik, baik untuk individu rekan politik, maupun partai politik itu sendiri.
Kalimat kedua paragraf di atas Kompas berasumsi bahwa dana anggaran negara
digunakan untuk berbagai kepentingan partai politik. Selain itu, Kompas juga
menyebutkan dana yang diperoleh dari hasil korupsi digunakan untuk berbagai kegiatan
politik. Dari berita tersebut sulit dibedakan apakah yang ditulis oleh wartawan merupakan
99
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017. 100
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h.46-47
100
suatu fakta atau hanya opini media, sebab paragraf tersebut ditulis tanpa disertai sumber
berita yang jelas. Padahal hal tersebut telah diatur dalam kode etik jurnalistik PWI pasal 3
yaitu, “dalam menyusun suatu berita wartawan Indonesia membedakan kejadian (fakta)
dan pendapat (opini), sehingga tidak mencampur baurkan fakta dan opini tersebut.”101
Causal Interpretation, sumber masalah yang diutarakan Kompas pada berita ini
terletak di paragraf ke-9:
Donal dan Pahala sepakat, akar masalah korupsi anggaran itu terletak pada partai
politik. Terkait dengan hal itu, pemerintah harus membenahi semua partai politik di
Indonesia, terutama dalam pendanaan dan anggaran.
Paragraf di atas jelas disebutkan bahwa, partai politik merupakan akar masalah
terjadinya praktik korupsi anggaran. Namun, penyebab masalah yang ditulis Kompas,
tidak disertai bukti atau fakta pendukung bahwa partai politik benar-benar terlibat dalam
setiap kasus korupsi yang dimaksud pada paragraf tersebut. Kompas hanya menulis
pernyataan yang diutarakan oleh narasumber tanpa menelusuri lebih jauh tentang
kebenarannya. Tugas seorang wartawan ialah mencari sebuah kebenaran melalui fakta
yang benar-benar terjadi di lapangan. Sebab, apa yang disampaikan oleh narasumber
merupakan sebuah opini atau bahkan berpotensi menjadi subjektivitas si sumber berita.102
Menurut Billy Khaerudin, wartawan mempunyai kewajiban untuk menggali fakta
lebih dalam.103
Jika wartawan menulis partai politik sebagai sumber masalah dalam
pemberitaannya, maka wartawan memiliki kewajiban untuk menggali fakta mengenai
keterlibatan partai politik dalam kasus korupsi. Kalau wartawan hanya memberitakan
tentang pernyataan yang disampaikan oleh narasumber, maka wartawan terjebak pada
101
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h.101 102
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h.78 103
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
101
realitas psikologis, yaitu apa yang dipikirkan atau dikatakan oleh individu atau kelompok
dalam suatu masyarakat. Dengan kata lain, wartawan memiliki kecendrungan untuk lebih
suka mengutip pernyataan orang lain, lalu selesai dan diberitakan.104
Seperti yang
terdapat pada paragraf ke-10 berikut:
Kordinator Bidang Korupsi dan Politik Indonesia Corruption Watch Donal Fariz,
Minggu (12/3), saat dihubungi dari Jakarta mengatakan, korupsi pengadaan kartu
tanda penduduk elektronik (KTP-el) tahun 2011-2012 merupakan gambaran nyata
distribusi dana korupsi yang mengalir ke hampir semua parpol di DPR.
Moral Evaluation, pada lead yang telah dibahas sebelumnya Kompas
menyampaikan identifikasi masalah tentang praktik pengusaan yang dilakukan oleh
partai politik. Untuk memperkuat pandangannya, Kompas menyampaikan dalam paragraf
ke-3:
Kordinator Bidang Korupsi dan Politik Indonesia Corruption Watch Donal Fariz,
Minggu (12/3), saat dihubungi dari Jakarta mengatakan, korupsi pengadaan kartu
tanda penduduk elektronik (KTP-el) tahun 2011-2012 merupakan gambaran nyata
distribusi dana korupsi yang mengalir ke hampir semua parpol di DPR.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa pernyataan narasumber bukanlah
sebuah fakta melainkan opini berdasarkan apa yang dipercaya dan diyakininya. Paragraf
tersebut menyatakan bukti dari penguasaan anggaran oleh partai politik, yang tercermin
pada praktik korupsi e-KTP. Jika ditelaah kembali, baru dua orang yang ditetapkan
menjadi tersangka yaitu, Irman matan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan
Sipil dan Sugiharto mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan
Ditjen Dukcapil Kemendagri. Perlu diingat bahwa kedua orang tersebut bukan dari partai
politik. Dalam surat dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto memang beberapa
disebutkan nama anggota DPR dan partai politik. Namun hal tersebut baru tuduhan yang
104
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), h.113
102
dibacakan oleh jaksa penuntut umum yang belum terbukti kebenarannya. Itu artinya,
paragraf ke-3 yang disampaikan pada berita tersebut, tidak sesuai dengan fakta yang
sebenarnya terjadi.
“Wartawan itu kan dituntut bekerja secara profesional dia harus taat pada kaidah-
kaidah jurnalistik, disiplin verifikasi, hanya menulis sesuai fakta yang dia temukan,
mau melakukan cover both side dan sebagainya.”105
Moral evaluation kedua yang disampaikan Kompas terletak di paragraf ke-10:
Total yang dianggarkan negara untuk parpol sekitar Rp 13 miliar per tahun.
sementara nilai anggaran yang dibahas mencapai trilliunan rupiah. “Ini jadi salah satu
faktor mengapa korupsi masih terus terjadi karena kegiatan politik itu membutuhkan
dana yang tidak sedikit,” ucapnya.
Treatment Recommendation, solusi yang disampaikan Kompas dalam berita ini
terletak pada paragraf ke-7:
Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Pahala Nainggolan
mengungkapkan, intervensi DPR ke penganggaran itu masih besar. Pada titik tertentu
dalam penyusunan anggaran, kementrian harus tetap membahasnya dengan DPR.
“Kami masih berpikir bagaimana membuat formulasi penganggaran di pemerintah
pusat agar intervensi DPR ini bisa minimum,” katanya.
Solusi yang disampaikan pada berita tersebut ialah dengan meminimalisir
pembahasan anggaran dengan DPR. Namun solusi yang disampaikan masih berbentuk
wacana yang belum tentu terelisasi. Apa yang disampaikan Nainggolan pada berita
tersebut hanya sebagai peringatan kepada DPR agar tidak melakukan korupsi. Tidak ada
dampak signifikan dari pernyataan, “Kami masih berpikir bagaimana membuat formulasi
penganggaran di pemerintah pusat agar intervensi DPR ini bisa minimum.” Sebab hal
tersebut telah diatur dalam pasal 1, UU APBN tahun 2015 yang berbunyi, “Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana
105
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
103
keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat.”106
Artinya semua hal yang terkait dengan anggaran negara harus dibahas dan
disetujui oleh DPR. Pembahasan anggaran oleh DPR juga tidak bisa diminimalisir karena
telah diatur dalam undang-undang, terkecuali jika ada revisi undang-undang APBN.
Belum ada solusi yang bisa ditempuh untuk mengatasi penguasaan anggaran yang terjadi
di DPR seperti yang disampaikan pada paragraf ke-8:
Menurut Pahala, saat ini belum ada alternatif yang bisa ditempuh pemerintah jika
anggaran itu tidak disetujui DPR.
Meminimalisir pembahasan anggaran negara dengan DPR relatif sulit bahkan tidak
mungkin diwujudkan. Oleh karena itu Kompas menyampaikan solusi kedua terkait
dengan masalah tersebut. Solusi ini ditujukan untuk pemerintah, karena pemerintah
memiliki hak mutlak untuk mengatur tata kelola pemerintahan. Kompas menyampaikan
di paragraf ke-9, baris kedua:
Terkait hal itu, pemerintah harus membenahi semua partai politik di Indonesia,
terutama dalam pendanaan dan anggaran.
8. Pemberitaan Surat Kabar Harian Kompas Edisi 14 Maret 2017
Judul: Korupsi Merusak Program KTP-el
Tabel 4.8
Problem Identification Korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik
diduga telah mempengaruhi kualitas ataupun capaian
atas konsep ideal sistem identitas tunggal
106
http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/Publikasi/NK%20APBN/UU%20APBN%202016.pdf,
Diakses pada 4 november 2017.
104
kependudukan yang dibangun Indonesia.
Causal Interpretation 1. Jika mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi
terbukti melakukan korupsi e-KTP, maka
penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award
(BHACA) yang diperolehnya harus dicabut.
2. Dalam dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto,
Gamawan disebut menerima aliran uang 4,5 juta
dollar AS (atau sekitar Rp 60,7 miliar dengan kurs
rupiah Rp13.500) dan Rp50 juta.
Moral Evaluation 1. Sarana pra sarana pendukung e-KTP rusak
2. Fisik e-KTP yang mudah rusak
Treatment Recommendation 1. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, ia
mengatakan, pembuatan KTP-el bagi 183 juta
penduduk ditargetkan tuntas tahun 2017.
Problem Identification, pada berita ini Kompas berusaha menekankan adanya
pengaruh yang timbulkan akibat terjadinya korupsi e-KTP, yang disampaikan dalam
paragraf pertama:
Korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik diduga telah memengaruhi
kualitas ataupun capaian atas konsep ideal sistem identitas tunggal kependudukan
yang dibangun Indonesia. Dampak dari korupsi pengadaan KTP-el tahun 2011-2012
yang merugikan negara sekitar Rp 2,3 trilliun akan dibuka Komisi Pemberantasan
Korupsi dalam persidangan perkara itu.
Pada berita di atas Kompas berasumsi bahwa korupsi e-KTP memengaruhi
pencapaian atas konsep ideal sistem identitas tunggal kependudukan. Namun Kompas
105
tidak menjelaskan seperti apa konsep ideal dari sistem identitas tunggal kependudukan.
Jika Kompas menyampaikan identifikasi masalah tentang adanya pengaruh dari capaian
konsep ideal, maka seharusnya Kompas menjelaskan secara lebih rinci tentang konsep
ideal dari sistem identitas tunggal kependudukan yang dimaksud. Seperti apa konsep
ideal yang seharusnya terbangun juga bisa dijadikan sebagai solusi permasalahan pada
berita tersebut.
Dalam paragraf jurnalistik terdapat kalimat penjelas yang berfungsi untuk
menjelaskan ide pokok yang disampaikan oleh wartawan. Kalimat penjelas berusaha
menjelaskan sesuatu yang abstrak menjadi sesuatu yang lebih konkrit. Kalimat penjelas
biasanya terletak dalam satu paragraf setelah ide pokok disampaikan.107
Melihat paragraf
pertama berita tersebut, Kompas menyajikan berita dengan satu gagasan pokok namun
tidak disertai kalimat penjelas. Pada kalimat kedua Kompas tidak menyebutkan pengaruh
atau dampak dari korupsi e-KTP, Kompas hanya menyampaikan waktu berlangsungnya
sidang korupsi e-KTP. Dalam wawancara berikut Billy Khaerudin menjelaskan
mengenai cita-cita atau capaian atas sistem identitas tunggal.
“Gini, e-KTP itu digagas agar kita mempunyai single identity number/nomor induk
tunggal untuk siapa pun. Kalo di Amerika nomor induk tunggal itu ada istilahnya
nomor jaminan kesejahteraan sosial, jadi kamu bisa dikenali dengan itu, nomormu
sekian sekian sekian, oh ini si Fatimah nih, catetannya ada, dia punya catetan
kejahatan ga disitu, dia punya catatan perbankan tidak disitu, nomor sekian si
Fatimah ini sudah berhak memilih atau belum. Cita-citanya seperti itu, cita-cita
membuat e-KTP itu tadi, tapi kemudian ada koruptor yang melihat proyek membuat
single identity number ini, proyek membuat nomor identitas tunggal ini bisa
dikorupsi, karena peluangnya banyak.”108
Causal Interpretation, sumber masalah yang disampaikan dalam berita ini dilihat
dari siapa (who). Seperti yang sudah dijelaskan pada berita edisi sebelumnya bahwa
107
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, Bandung: Simbiosa Rekatama, 2006, h.88 108
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
106
korupsi e-KTP diduga melibatkan banyak pihak, mulai dari anggota DPR, pejabat
Kemendagri, BUMN, serta pengusaha swasta. Namun pada berita ini Kompas hanya
menyebut satu orang nama yang berasal dari Kemendagri.
Dalam dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto, Gamawan disebut menerima aliran
uang 4,5 juta dollar AS (atau sekitar Rp 60,7 miliar dengan kurs rupiah Rp 13.500)
dan Rp50 juta.
Kasus KTP-el memunculkan desakan agar penghargaan Bung Hatta Anti Corruption
Award (BHACA) yang diterima mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi saat
menjabat Bupati Solok, Sumatera Barat dicabut jika yang bersangkutan terbukti
terlibat dalam kasus itu. (Paragraf ke-6)
Seperti yang sudah dijelaskan pada berita edisi sebelumnya bahwa korupsi e-KTP
diduga melibatkan banyak pihak, mulai dari anggota DPR, pejabat Kemendagri, BUMN,
serta pengusaha swasta. Namun pada berita ini Kompas hanya fokus membahas satu
orang nama yang berasal dari Kemendagri yaitu Gamawan Fauzi. Gamawan diduga
terlibat dalam kasus korupsi e-KTP setelah namanya disebut dalam surat dakwaan yang
dibacakan oleh jaksa penuntut umum. Berbeda dengan nama pejabat lainnya yang juga
disebut dalam surat dakwaan, Gamawan Fauzi merupakan pejabat yang pernah menerima
penghargaan anti korupsi dari Bung Hatta Anti Corruption Award.
Dengan mendapat penghargaan tersebut, Gamawan Fauzi menjadi sorotan media
massa, karena ia merupakan tokoh pejabat yang bersih dari korupsi. Namun saat ini nama
Gamawan mencuat ke publik sebagai terduga korupsi e-KTP. Karena apa saja yang
dikatakan dan dilakukan oleh seorang tokoh selalu menarik perhatian media massa.109
Terlebih lagi jika berita tersebut merupakan pemberitaan yang buruk bagi tokoh yang
diberitakan, seperti pepatah yang mengatakan “ is a good news” Hal tersebutlah yang
109
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h.88
107
menyebabkan Kompas hanya fokus memberitakan tentang satu orang terduga korupsi e-
KTP.
“Nah kalo seseorang yang sudah menjadi tokoh ini terlibat dalam kasus korupsi, itu
jadi bahan tulisan kita juga.”110
Gamawan tercatat sebagai Bupati Solok periode 1995-2000 dan 2000-2004. Pada
2004 dia mendapat penghargaan BHACA yang merupakan penghargaan bagi pribadi
yang bersih dari praktik korupsi, tidak pernah menyalahgunakan kekuasaan atau
jabatan, tidak pernah menyuap atau menerima suap, dan berperan aktif menginspirasi
masyarakatnya dalam pemberantasan korupsi.
Pada kalimat tersebut terlihat kalimat sindiran bagi Gamawan fauzi yang diduga
terlibat dalam korupsi e-KTP. Sebagai pejabat yang menerima penghargaan BHACA
seharusnya ia bisa menjaga diri dari praktik korupsi. Dalam paragraf tersebut, Kompas
berusaha menjelaskan bahwa penghargaan yang diperoleh Gumawan Fauzi
diperuntukkan untuk orang-orang yang “bersih dari praktik korupsi, tidak pernah
menyalahgunakan kekuasaan atau jabatan, tidak pernah menyuap atau menerima
suap, dan berperan aktif menginspirasi masyarakatnya dalam pemberantasan
korupsi.”
Moral Evaluation, Kompas memperkuat identifikasi masalah terkait dugaan adanya
pengaruh atas capaian konsep ideal sistem identitas tungal kependudukan dengan
pernyataan yang disamapikan narasumber, pada paragraf kedua sebagai berikut:
Secara terpisah, Ombudsman RI telah menemukan, di beberapa tempat, sarana pra
sarana pendukung KTP-el yang sudah rusak. “Sarana pra sarana rusak, seperti alat
perekam data biometrik di kecamatan dan alat pencetak KTP elektronik di
kabupaten. Kerusakan itu menjadi salah satu kendala mengapa pelayanan KTP
elektronik menjadi lambat,” kata Komisioner Ombudsman RI Ahmad Suaedy, Senin
(13/3), di Jakarta.
110
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
108
Damapak yang ditimbulkan dari korupsi e-KTP tidak sedikit, salah satunya sarana
pra sarana yang rusak di kecamatan dan kabupaten yang disampaikan pada paragraf di
atas. Pernyataan tersebut ditulis untuk memperkuat identifikasi masalah yang
sebelumnya disampaikan oleh Kompas. Namun dalam berita tersebut tidak disertai foto
mengenai sarana pra sarana yang rusak sebagai bukti atau pelengkap yang disampaikan
dalam berita tersebut. Dalam berita di atas juga tidak disebutkan sarana pra sarana di
daerah mana saja yang sudah rusak.
“Ya Kompas mengemasnya dengan apa? Biar tidak ketinggalan dengan media-media
yang real time memberitakan peristiwa. Ya dengan lebih dalam/lebih lengkap, lebih
dalam dengan cara bukan hanya cover both side tapi juga cover all side.”111
Dari hasil wawancara tersebut terlihat bagaimana harian Kompas sebagai media
massa cetak tetap bertahan dan berkompetisi dengan media real time, seperti halnya
media online. Cara Kompas dalam menangani hal tersebut, salah satunya yitu menyajikan
berita lebih lengkap dan mendalam dibandingkan dengan media real time lainnya. Namun
melihat berita yang disajikan oleh Kompas, penulis berpendapat, berita yang disajikan
kurang lengkap. Kompas hanya menulis berdasarkan apa yang diucapkan oleh
narasumber tanpa menelusuri lebih lanjut dari kebenaran pernyataan tersebut, seperti
yang terdapat pada paragraf kedua berita di atas.
Di media sosial sejumlah pengguna internet (netizen) mulai mengunggah keluhan
menyangkut KTP-el yang mudah rusak. Sebagian netizen bahkan mengunggah foto
KTP-el yang lapisannya terkelupas.
Tidak jauh berbeda dengan paragraf kedua, pada paragraf ketiga, Kompas
menyampaikan fisik e-KTP yang mudah rusak, berdasarkan unggahan para netizen. Hal
ini juga tanpa didasari fakta pendukung seperti foto/tulisan yang diunggah oleh para
111
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
109
netizen terkait dengan permasalahan tersebut. menurut Emery, dilihat dari fungsinya, foto
jurnalistik berungsi untuk menginformasikan (to inform) dan meyakinkan (to
persuade).112
Jadi, apabila kalimat yang disajikan dalam sebuah berita berdasarkan
pengamatan langsung yang dilakukan oleh wartawan, hendaknya disertai foto jurnalistik
untuk meyakinkan khalayak bahwa informasi yang disajikan merupakan sebuah fakta.
Treatment Recommendation, solusi yang diberikan dalam pemberitaan ini terletak
pada paragraf terakhir.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, ia mengatakan, pembuatan KTP-el dibagi
183 juta penduduk ditargetkan tuntas tahun 2017. Saat ini tinggal sekitar 9 juta wajib
KTP yang belum memiliki KTP-el. Dengan pertimbangan ini Tjahjo optimis
persoalan KTP-el segera teratasi sehingga dapat disiapkan untuk pemilihan kepala
daerah serentak 2018. “Untuk Pilkada 2018 akan terkejar sehingga hak politik warga
untuk menggunakan hak pilihnya akan terpenuhi,” ucapnya.
Penekanan penyelesaian dalam berita ini disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri
Tjahjo Kumolo, ia menyampaikan mengenai target pembuatan e-KTP untuk 183 juta
penduduk yang akan tuntas pada 2017. Penyelesaian masalah yang disampaikan dalam
berita tersebut sangat tepat. Karena proyek e-KTP yang dikorupsi berdampak besar bagi
rakyat Indonesia, salah satunya, penduduk wajib KTP yang belum juga mempunyai fisik
e-KTP. Banyak masalah yang ditimbulkan akibat penduduk belum memiliki e-KTP.
Pada berita edisi sebelumnya (12/03), Kompas menyebutkan beberpa masalah yang
ditimbulkan akibat belum memiliki e-KTP, diantaranya masalah dalam mengurus paspor,
perpajakan, pembuatan SIM, dan mengenai daftar pemilih tetap dalam pemilu. Terkait
dengan daftar pemilih tetap dalam pemilu pada berita kali ini Kompas menyampaikan
kembali dalam paragraf terakhir bahwa hak politik rakyat untuk memilih dalam Pilkada
112
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, (Bandung: Simbiosa Rekatama, 2006), h.79
110
2018 akan terpenuhi. Itu artinya, Kompas menjadikan isu tersebut sebagai faktor
terpenting yang ditonjolkan, dan mendapatkan alokasi penyelesaian lebih besar daripada
masalah lainnya.
“Pasti lama, karena aku juga belum punya, kamu pun belum punya. Kalo seandainya
itu sudah punya orang-orang tidak akan berdebat lagi soal daftar pemilih tetap. Setiap
pemilu itu kan selalu, DKI itu DPTnya berapa si? Sampe ada yang bilang kalo
penyusunan DPT itu potensinya curang. Kalo semua penduduk itu punya single
identity number, semua jadi tahu, nomor sekian-sekian ini masuk wilayah DKI,
yasudah dia masuk wilayah pemiih DKI. Karena itu tidak ada, semua itu jadi kacau,
nah salah satu korupsi terbesar di Indonesia itu kasus korupsi e-KTP.”113
9. Pemberitaan Surat Kabar Harian Kompas Edisi 15 Maret 2017
Judul: Komitmen Elite Dipertanyakan
Tabel 4.9
Problem Identification 1. Presiden Joko Widodo tidak membahas masalah
mengenai dugaan korupsi e-KTP dengan pimpinan
lembaga negara.
2. Pimpinan DPR berencana menggulirkan hak angket
untuk KPK.
3. Kedua hal tersebut menimbulkan pertanyaan terkait
dukungan elite terhadap pemberantasan korupsi,
khususnya dalam korupsi e-KTP.
Causal Interpretation 1. Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan
persoalan KTP-el tidak dibahas dalam pertemuan
anatara Presiden dan pimpinan lembaga negara
113
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
111
karena tema pertemuan itu mengenai pemerataan
pembangunan.
2. Korupsi e-KTP merupakan korupsi politik bersekala
besar, yang di dalamnya bermain para aktor politisi,
birokrat dan pembisnis. Penyebabnya karena tidak
ada pengawasan yang kuat bagi anggota DPR dan
partai politik.
Moral Evaluation 1. Infografik yang berjudul “Kasus-Kasus Korupsi
Besar”
2. Permintaan Presiden Joko Widodo agar kasus e-
KTP diusut tuntas dalam berita sebelumnya.
Treatment Recommendation 1. Setiap pejabat publik harus memiliki niat tulus
untuk mengemban amanat rakyat dan menjauhi
praktik korupsi.
2. Menurut Azyumardi, pimpinan lembaga yang
terkait dengan penegakan hukum, seperti
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi,
demi kepentingan bangsa, semestinya
menyampaikan dukungan terhadap pengusutan
kasus KTP-el.
Problem Identification, identifikasi masalah dalam berita ini terdaapat di teras berita
sebagai berikut:
112
JAKARTA, KOMPAS – dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik
tak dibahas dalam pertemuan presiden Joko Widodo dengan pimpinan lembaga
negara, Selasa (14/3). Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait dukungan elite
terhadap pemberantasan korupsi, khususnya dalam korupsi KTP-el.
Harian Kompas berpendapat bahwa, dugaan korupsi e-KTP yang tidak dibahas
Presiden Joko Widodo saat pertemuan dengan pimpinan lembaga negara, memunculkan
keraguan terkait dukungan para elite politik terhadap pemberantasan korupsi e-KTP.
Kompas menulis hal tersebut atas dasar permintaan presiden Joko Widodo untuk
membongkar kasus korupsi e-KTP yang disampaikan pada berita sebelumnya yaitu berita
edisi 12 Maret 2017. Namun kenyataannya tidak ada langkah yang diambil oleh presiden
terkait dengan permintaannya tersebut. Penonjolan isu mengenai keraguan kepada elite
politik juga disampaikan Kompas pada paragraf kedua Sebab, pembahasan kasus korupsi
e-KTP saat pertemuan bertujuan agar KPK mendapat dukungan dari para elite dalam
upaya memberantas kasus korupsi e-KTP. Dukungan para elite yang menimbulkan
pertanyaan selanjutnya terkait dengan hak angket DPR kepada KPK yang disampaikan
pada paragraf kedua:
Dukungan elite politik dalam mengungkap kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el)
makin dipertanyakan karena pimpinan DPR juga berencana menggulirkan hak angket
terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain muncul keraguan kepada elite politik, akibat tidak dibahasnya dugaan korupsi
e-KTP oleh presiden saat pertemuan dengan para pemimpin negara. Keraguan terhadap
elite politik yang disampaikan selanjutnya, disebabkan karena rencana hak angket yang
digulirkan DPR kepada KPK. Dalam Pasal 79 ayat 3 Undang-Undang MD3
menjelaskan, “hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap
pelaksanaan suatu undang-undang dan atau kebijakan pemerintah yang berkaitan
dengan hal penting, stategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,
113
berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan.”114
Jika hak angket DPR kepada KPK terealisasi maka, langkah KPK dalam
memberantas korupsi akan terhambat karena secara otomatis kinerja KPK dalam
memberantas korupsi juga akan terbatas. Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan
lembaganegara yang bersifat independen, menjalankan tugas dan wewenang bebas dari
kekuasaan mana pun. Yang dimaksud dengan “kekuasaan manapun” ialah kekuatan yang
dapat mempegaruhi tugas dan wewenang KPK dalam memberantas korupsi115
Oleh karena itu Kompas menyampaikan penekanan isu bahwa dukungan elite politik
dalam memberantas korupsi “dipertanyakan.” Sebab bukan dukungan yang diperoleh
KPK untuk dapat memberantas korupsi, justru elite politik melakukan intimidasi kepada
KPK dengan menggulirkan hak angket terhadap KPK. Hal ini juga sesuai dengan judul
dalam berita yaitu, “Komitmen Elite Dipertanyakan” komitmen berarti perjanjian atau
keterikatan untuk melakukan sesuatu. Apa yang ditulis Kompas dalam berita ini
menggiring opini publik tentang sikap para elite politik dalam mendukung KPK untuk
mengusut kasus korupsi e-KTP. Bagaimana media massa mengemas berita tentang suatu
peristiwa akan sangat mempengaruhi pemaparan tentang peristiwa tersebut dan pada
akhirnya dapat membentuk opini publik.116
“Yang bisa kita lakukan, kita hanya bisa mengumpulkan fakta-fakta itu dan
menuliskannya dalam bentuk berita/karya jurnalistik. Setelah dikumpulkan kemudian
ditulis dalam bentuk berita. Selanjutnya publik bisa menilai sendiri alurnya dari
mana. Sehingga publik bisa berkesimpulan bahwa, KTP ini sudah dikorupsi sejak
114
http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2014_17.pdf, diakses pada 8 Oktober 2017. 115
Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, h.257. 116
Armando, Ade. et al, Media dan Integrasi Sosial: Jembatan Antar Umat Beragama, (Jakarta: Center For
The Study Of Religion And Culture UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h.27
114
awal, siapa saja yang mengkorupsi sejak awal itu, dari proses penganggaran, siapa
yang terlibat dari proses penganggaran.”117
Causal Interpretation, sumber masalah yang disampaikan pada berita ini adalah
tidak dibahasnya masalah korupsi e-KTP dalam pertemuan Presiden Joko Widodo
dengan para pimpinan lembaga negara. Penyebab tidak dibahasnya masalah korupsi e-
KTP dalam pertemuan tersebut dijelaskan pada paragraf ke-5:
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan persoalan KTP-el tidak dibahas
dalam pertemuan anatara Presiden dan pimpinan lembaga negara karena tema
pertemuan itu mengenai pemerataan pembangunan.
Walaupun Kompas memiliki pandangan negatif tentang elite politik mengenai
masalah tidak dibahasnya korupsi e-KTP dalam pertemuan antara presiden dengan
pimpimnan lembaga negara. Namun Kompas tetap melakukan cover both side dengan
meminta klarifikasi dari para elite terkait masalah tersebut. Dengan memberitakan dari
kedua sisi yaitu, pro dan kontra, maka berita yang disajikan akan berimbang. Sebab fakta
yang disajikan dalam bentuk berita merupakan realitas kedua yang dikonstruksi melalui
interpretasi wartawan.
“Ya Kompas mengemasnya dengan apa? Biar tidak ketinggalan dengan media-media
yang real time memberitakan peristiwa. Ya dengan lebih dalam/lebih lengkap, lebih
dalam dengan cara bukan hanya cover both side tapi juga cover all side.”118
Setelah menyampaikan penyebab masalah dari sisi apa (what), selanjutnya Kompas
menyampaikan penyebab masalah dari sisi siapa (who), yang terdapat dalam paragraf ke-
13:
“Kami menyebutnya sebagai korupsi politik, yang di dalamnya bermain para aktor
politisi, birokrat dan pembisnis. Mengapa ini bisa terjadi? Karena kita belum punya
117
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017. 118
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
115
pengawasan yang kuat untuk para anggota DPR dan partai politik” tutur Sekertaris
Jendral Transperency International Indonesia Dadang Trisasongko.
Seperti yang telah disampaikan pada analisis berita sebelumnya, bahwa yang menjadi
akar masalah dari kasus korupsi e-KTP ialah permainan partai politik. Partai politik yang
duduk menjadi anggota DPR merupakan celah terjadinya praktik korupsi. Berita yang
disajikan oleh Kompas tentang kasus korupsi e-KTP saling terkait satu sama lain, seperti
pada paragraf di atas yang sebelumnya pernah dibahas secara detail dalam berita edisi 13
Maret 2017, yang berjudul “Politik Kuasai Anggaran.” Hal ini juga terlihat bahwa
Kompas ingin menonjolkan isu tertentu yaitu peran aktor politik dalam praktik korupsi
eKTP. Pada berita ini Kompas juga menjalankan salah satu fungsinya sebagai media
massa yaitu mengawasi dan mengontrol kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif,
agar tidak terjadi kekuasan yang penuh dengan prktik korupsi dan absolut.119
Moral Evaluation, pada berita edisi 15 Maret 2017 harian Kompas menyertakan info
grafik yang sangat menarik, dan disertai dengan gambar animasi dengan judul “Kasus-
Kasus Korupsi Besar.”
Info grafik yang disajikan oleh Kompas berisi tentang rentetan korupsi besar yang
pernah terjadi di Indonesia. Kompas menyebutkan rentetan korupsi berdasarkan tahun
kejadian berlangsungnya korupsi yang dimulai dari tahun 1989-2012. Korupsi pertama
yang disebutkan yaitu korupsi bantuan likuiditas Bank Indonesia yang terjadi pada tahun
1989, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 138,44 trilliun. Kedua, tahun 2008-
2009 terjadi korupsi pemberian dana talangan untuk Bank Century, kerugian negara
hingga Rp 8 trilliun.
119
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, (Bandung: Simbiosa Rekatama, 2006), h.33
116
Korupsi ketiga terjadi pada tahun 2010-2012, yaitu korupsi sarana olahraga terpadu
di Hambalang, Bogor, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 464,5 miliar.
Korupsi keempat, korupsi kuota haji yang terjadi pada tahun 2010-2013, kerugian negara
Rp 27,2 miliar. Kelima, korupsi mafia pajak yang terjadi pada tahun 2010 yang
menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1 trilliun. Keenam, proyek pengadaan
simulator mengemudi roda 2 dan roda 4, kerugian negara sebesar Rp 121 miliar. Ketujuh,
pada tahun 2011-2012 terjadi korupsi pengadaan KTP elektronik yang merugikan negara
hingga Rp 2,31 triliun.
Jika dilihat kembali korupsi e-KTP merupakan kasus korupsi terbesar ketiga yang
pernah terjadi di Indonesia, setelah korupsi Bank Indonesia dan korupsi Bank Century.
Itulah sebabnya, Kompas meragukan komitmen elite, karena tidak dibahasnya kasus
korupsi e-KTP oleh presiden Joko Widodo. Padahal korupsi e-KTP bukan korupsi biasa
yang bersekala kecil, melainkan korupsi dalam sekala besar, dengan kerugian negara
yang sangat besar hingga Rp 2,31 trilliun.
“Saya tidak bisa membayangkan 2 trilliun itu berapa banyak, nanti kalo menulis
skripsimu itu bisa kamu gambarkan, kamu cek berapa kerugian korupsi e-KTP, biar
pembimbingmu juga bisa tau gambaran betapa besarnya korupsi e-KTP, kamu
gambarin aja Rp2,3 trilliun itu bisa buat apa saja si. Caranya apa misalkan, kamu bisa
lihat penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Penduduk di bawah garis
kemiskinan itu pendapatan perharinya berapa, anggaplah penduduk yang di bawah
garis kemiskinan pendapatan perharinya cuma Rp 10.000. Ada berapa juta itu orang,
dibagi aja dengan duit Rp 2,3 trilliun tadi, dapet berapa itu? Bisa meningkatkan
kesejahteraan orang-orang tersebut, kamu coba gambarkan seperti itu, itu kan
menarik.”120
Moral evaluation kedua, Kompas memperkuat pokok pikiran dalam berita ini dengan
melihat record berita sebelumnya. Dalam berita ini, masalah yang disampaikan menenai
120
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
117
pertemuan Presiden Jokowi dengan pimpinan lembaga negara, Jokowi malah tak
membahas mengenai dugaan korupsi e-KTP dengan para elite politik. Padahal pada berita
sebelumnya, Presiden Jokowi memerintahkan untuk membongkar kasus korupsi e-KTP.
inilah yang menyebabkan timbulnya pertanyaan dukungan para elite politik terhadap
pemberantasan korupsi. Berikut moral evaluation disampaikan Kompas pada paragraf ke-
8:
Permintaan agar kasus KTP-el diusut tuntas disampaikan Presiden pada 11 Maret
atau empat hari lalu. “Sekarang jadi bubrah semua gara-gara anggaran dikorupsi.
Habis hampir Rp 6 trilliun, jadinya KTP yang dulu kertas sekarang jadi pelastik,
sistemnya juga belum benar,” ujar Presiden (Kompas, 12/3)
Dari berita tersebut terlihat bahwa Presiden Joko Widodo tidak konsisten mendukung
KPK dalam memberantas kasus korupsi e-KTP. Awalnya Presiden lah yang meminta
KPK untuk mengusut tuntas kasus korupsi e-KTP. Namun, pernyataan Presiden pada saat
itu, berbanding terbalik dengan sikap presiden yang enggan membahas masalah korupsi
e-KTP dengan para pimpinan lembaga negara. Padahal pertemuan tersebut merupakan
saat yang tepat agar KPK memperoleh dukungan dari para elite untuk memberantas
korupsi e-KTP. Pemberantasan korupsi e-KTP harus memperoleh banyak dukungan,
mengingat korupsi tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap publik.
“Ini ada proyek namnya e-KTP, e-KTP ini proyek yang seharusnya punya manfaat
bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena manfaatnya tadi kan kamu bisa punya nomor
induk tunggal kependudukan Indonesia, tapi proyek besar ini dikorupsi. Sudah ini
korupsi adalah masalah bangsa, ini merupakan jenis korupsi yang sangat besar, nilai
kerugiannya lebih dari 2 Trilliun.”121
Treatment Recommendation, solusi permasalahan yang disampaikan dalam berita
ini terdapat pada paragraf ke 6:
121
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
118
Menurut Azyumardi, pimpinan lembaga yang terkait dengan penegakan hukum,
seperti Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, demi kepentingan bangsa,
semestinya menyampaikan dukungan terhadap pengusutan kasus KTP-el.
Mahkamah Agung merupakan pengadilan tertinggi dan pengadilan kasasi yang
bertugas menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang
diajukan kepadanya, seperti yang tercantum dalam pasal 2 ayat (1), UU No.14 Tahun
1970. Sedangkan, Mahkamah Konstitusi adalah lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia, yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-
sama dengan mahkamah agung. Peran Mahkamah Konstitusi ialah mengharmoniskan
hubungan antara lembaga negara yang sering berbenturan.122
Jadi solusi permasalahan
yang tulis oleh Kompas berdasarkan pernyataan Azyumardi Azra pada paragraf ke-8,
merupakan solusi yang tepat. Sebab, Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung
merupakan lembaga pengadilan tertinggi yang berwenang memberikan putusan perkara
termasuk perkara mengenai hak angket KPK. Hak angket untuk KPK nantinya akan diuji
oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, oleh karena itu dukungan untuk KPK
dari kedua lembaga tersebut sangat penting.
Setiap pejabat publik, lanjut Meutia, harus memiliki niat tulus untuk mengemban
amanat rakyat dan menjauhi praktik korupsi. Tiadanya kesungguhan untuk mengabdi
kepada rakyat jadi salah satu penyebab elite politik tersangkut korupsi.
Solusi yang disampaikan Kompas selanjutnya yaitu pernyataan Meutia Hatta pada
paragraf ke-11. Pernyataan tersebut berisi sebuah nasihat yang ditujukan untuk para
pejabat agar tidak terjebak dalam praktik korupsi. Berita yang disampaikan pada paragraf
di atas berkesinambungan dengan berita edisi 14 Maret 2017 yang disajikan Kompas
sebelumnya. Pembahasan berita tersebut mengenai salah satu pejabat yang mendapat
122
119
penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award. Namun pejabat yang mendapatkan
penghargaan tersebut justru diduga terlibat dalam kasus korupsi e-KTP.
10. Pemberitaan Surat Kabar Harian Kompas Edisi 16 Maret 2017
Judul: Jangan Halangi Langkah KPK
Tabel 4.10
Problem Identification 1. Perjuangan memberantas korupsi di Indonesia masih
panjang dan membutuhkan dukungan masyarakat.
2. Upaya meyerang balik gerakan pemberantasan
korupsi terlihat dari upaya mendorong kembali
revisi Undang-Undang KPK, ditengah upaya KPK
dalam memberantas korupsi e-KTP
Causal Interpretation 1. DPR menilai ada yang tidak beres dalam pengusutan
kasus korupsi e-KTP hingga muncul wacana untuk
menggunakan hak angket untuk KPK.
2. KPK melayangkan permohonan pencegahan
berpergian ke luar negeri pada Direktorat Jenderal
Imigrasi, Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia, untuk sembilan orang, yang terdiri atas
dua orang terdakwa dan tujuh orang saksi perkara
korupsi e-KTP.
Moral Evaluation 1. Korupsi jadi ancaman terbesar
120
2. Dukungan untuk KPK dari para tokoh akademisi
Treatment Recommendation 1. Ketua KPK Agus Rahardjo, berharap jangan ada
upaya untuk menghalangi langkah KPK dalam
mengungkap kasus korupsi
2. Gerakan para akademisi diharapkan mampu
memberikan suntikan semangat bagi KPK.
3. Pengadaan blangko KTP-el yang tertunda beberapa
bulan terakhir akan kembali berjalan.
Problem Identification, identifikasi masalah yang disampaikan oleh Kompas pada
berita ini terdapat pada lead berita berikut:
JAKARTA, KOMPAS − Perjuangan memberantas korupsi di Indonesia masih
panjang dan membutuhkan dukungan masyarakat. Dukungan itu makin penting
ditengah munculnya upaya sebagian elite politik melawan balik upaya Komisi
Pemberantasan Korupsi dalam membongkar kasus korupsi.
Lead pada berita di atas termasuk ke dalam jenis contrast lead atau teras berita
kontras. Teras berita kontras umumnya lebih banyak terjadi pada peristiwa yang bersifat
negatif atau bertentangan dengan apa yang seharusnya terjadi.123
Pada berita tersebut
menunjukkan seharusnya para elite politik mendukung KPK dalam upaya memberantas
kasus korupsi. Namun kenyataannya, para elite politik justru menyerang dan menghambat
kinerja KPK dalam upaya memberantas korupsi.
Kalimat tersebut juga menghimbau masyarakat untuk turut berperan aktif
mendukung KPK. Melihat sikap dari para elite politik yang justru menyerang KPK, kalau
123
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, (Bandung: Simbiosa Rekatama, 2006), h.138
121
bukan masyarakat yang antusias mendukung KPK untuk memberantas kasus korupsi, lalu
siapa lagi yang akan mendukung KPK. Sebab tugas KPK dalam memberantas korupsi
masih membutuhkan perjuangan panjang. Perjuangan yang dimaksud bukan hanya pada
kasus korupsi e-KTP, akan tetapi pada kasus korupsi selanjutnya yang harus diselidiki
dan dibongkar oleh KPK. Jika upaya KPK dalam memberantas korupsi terhambat, maka
upaya Indonesia untuk menjadi negara maju juga akan terhambat.
“Apa yang menghambat Indonesia tidak sejahtera? Apa yang menghambat
Indonesia tidak maju? Salah satunya itu karena korupsi, korupsi itu dilakukan oleh
penyelenggara negara, pejabat, penegak hukum, bahkan oleh pihak swasta,
pengusaha dan sebagainya. Kalo kamu percaya bahwa Indonesia ini kaya raya,
sumber dayanya melimpah. Indonesia itu punya pra syarat, Indonesia itu punya
prasyarat untuk jadi negara yang maju. Sama seperti negara-negara Eropa Barat,
sama seperti Amerika Serikat, semuanya punya, prasyaratnya apa? Sistem ketahanan
negara kita berdasarkan demokrasi. Demokrasi itu memungkinkan semua orang
setara, berhak memilih maupun dipilih.”124
Problem identification kedua yang disampaikan berita ini terdapat pada paragraf
kedua:
Upaya meyerang balik gerakan pemberantasan korupsi terlihat dari upaya
mendorong kembali revisi Undang-Undang KPK, ditengah upaya komisi tersebut
mengungkap korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik yang menyeret
sejumlah nama politisi.
Kompas berpendapat bahwa revisi Undang-Undang KPK merupakan serangan balik
yang dilakukan oleh para elite politik yang bertujuan untuk melemahkan KPK. Revisi
Undang-Undang KPK baru disosialisasikan setelah adanya pengusutan kasus korupsi e-
KTP yang melibatkan banyak nama besar. Namun pada dasarnya apa yang disampaikan
pada berita bukan lah realitas tangan pertama, melainkan realitas tangan kedua yang
sudah dikonstruksi sesuai dengan cara pandang media itu sendiri.125
Intervensi atau
124
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017. 125
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, (Bandung: Simbiosa Rekatama, 2006), h.74
122
campur tangan media terhadap suatu fakta, secara spontan dapat menggiring opini publik
sesuai dengan perspektif atau cara pandang wartawan yang menulis berita tersebut,
seperti yang terdapat pada berita di paragraf kedua.
Causal Interpretation, penyebab masalah yang disampaikan Kompas pada berita ini
terdapat di paragraf kedua:
DPR juga menilai ada hal yang tidak beres dalam pengusutan kasus KTP-el sehingga
muncul wacana penggunaan hak angket untuk KPK.
Dalam berita ini, Kompas menyebutkan penyebab masalah dari aspek apa (what).
Nampak dengan jelas bahwa penyebab masalah yang ditimbulkan dalam peristiwa ini
ialah wacana penggunaan hak angket untuk KPK. Judul dalam berita ini adalah “Jangan
Halangi Langkah KPK” dengan kata lain, hak angket yang diwacanakan oleh DPR untuk
KPK merupakan upaya untuk menghalangi langkah KPK dalam memberantas kasus
korupsi. Dari kalimat tersebut terdapat kata “DPR juga menilai ada hal yang tidak beres
dalam pengusutan kasus KTP-el” namun, dalam hal ini Kompas tidak menjelaskan lebih
lanjut mengenai „apa‟ hal yang tidak beres, yang dimaksud oleh DPR.
Jika demikian maka, Kompas hanya memberitakan apa yang menjadi perspektifnya
dalam melihat suatu peristiwa. Sehingga Kompas lebih menonjolkan aspek tertentu dan
menghilangkan aspek yang lain. Aspek tertentu yang ditonjolkan yaitu, KPK merupakan
korban dari adanya wacana hak angket DPR untuk KPK, karena hak angket untuk KPK
bertujuan menghalangi KPK dalam memberantas kasus korupsi e-KTP. Oleh sebab itu
KPK berhak memperoleh dukungan dari semua kalangan terkait dengan hak angket yang
akan menghambat kinerja KPK sebagai lembaga independen. Sedangkan aspek yang
dihilangkan yaitu mengenai tidak dibahasnya lebih lanjut alasan DPR melakukan hak
123
angket untuk KPK. Cara kerja KPK dibagian mana yang dianggap tidak beres oleh DPR.
Sehingga publik dengan sendirinya dapat mengangambil kesimpulan, tentang mana yang
benar dan mana yang salah.
“Kita tidak bisa kemudian ikut menjadi hakim, itu namanya nanti jadi trail by
press. Yang bisa kita lakukan, kita hanya bisa mengumpulkan fakta-fakta itu dan
menuliskannya dalam bentuk berita/karya jurnalistik. Setelah dikumpulkan kemudian
ditulis dalam bentuk berita. Selanjutnya publik bisa menilai sendiri alurnya dari
mana.”126
Setelah menyampaikan penyebab masalah dari aspek apa (what), selanjutnya
Kompas menyampaikan penyebab masalah dari aspek siapa (who) pada paragraf ke-15
dan paragraf ke-16.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan, dari Sembilan orang itu, dua orang
diantaranya adalah terdakwa dalam perkara ini yaitu, mantan Dirjen Dukcapil
Kemendagri Irman serta Mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi
Kependudukan Ditjen Dukcapil Sugiharto. Tujuh orang lainnya kini berstatus
sebagai saksi. Surat permohonan pencegahan pertama sudah dilayangkan September
2016.
Saksi yang dicegah ke luar negeri antara lain Isnu Edhi Wijaya (Ketua Konsorsium
Percetakan Negara RI), Anang Sugiarna (Direktur Utama PT Quadra Solution) dan
Andi Agustinus alias Andi Naronggong (pengusaha rekanan Kemendagri).
Pada berita tersebut terlihat adanya penetapan saksi yang akan menjadi tersangka
karena para saksi tersebut dilaranng untuk berpergian ke luar negeri. Disebutkan bahwa
yang dilarang berpergian ke luar negeri berjumlah Sembilan orang, Dua orang
diantaranya ialah tersangka dan tujuh diantaranya berstatus saksi. Namun pada paragraf
berikutnya Kompas hanya menyebutkan tiga orang saksi yaitu Isnu Edhi Wijaya, Anang
Sugiarna dan Andi Agustinus. Kompas tidak menyebutkan nama empat orang saksi
lainnya. Jika demikian maka ada dua kemungkinan, kemungkinan pertama Kompas tidak
126
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
124
memperoleh data mengenai hal tersebut. Kemungkinan kedua, Kompas dengan sengaja
tidak menyebut siapa saksi yang dilarang untuk berpergian ke luar negeri. Nampak
dengan jelas bahwa ada isu tertentu yang ditonjolkan dan sebagian isu yang lain
dihilangkan, sehingga khalayak lebih mengingat aspek apa yang sengaja ditonjolkan oleh
media.127
Moral Evaluation, pada elemen ini Kompas meperkuat penonjolan dengan
pernyataan para akademisi yang mendukung upaya KPK dalam memberantas kasus
korupsi. Kompas memperkuat argumentasimelalui pernyataan akademisi sebagai berikut:
Rektor Universitas Airlangga, Surabaya, Mohammad Nasih menilai, masyarakat
perlu menunjukkan sikap untuk melawan pelemahan terhadap KPK. Dengan
demikian kelompok yang ingin melemahkan upaya pemberantasan korupsi akan
gentar.
Akademisi yang pernyataannya ditulis pertama yaitu Rektor Universitas Airlangga,
Mohammad Nasih, ia berpendapat bahwa masyarakat tidak boleh diam saja melihat KPK
dilemahkan, harus ada aksi penolakan terkait dengan hak angket untuk KPK. Dengan
demikian, anggota DPR atau para elite politik yang sengaja ingin melemahkan kinerja
KPK akan takut dengan aksi perlawanan dari semua kalangan masyarakat, khusunya
kalangan masyarakat sipil dan akademisi. Seperti yang terdapat pada paragraf ke-4
berikut:
Sikap ini, lanjut Mohammad Nasih, terutama perlu ditunjukkan oleh kelompok
masyarakat sipil dan akademisi yang memiliki posisi tawar tinggi, idealis dan
disegani masyarakat. “KPK bukan lembaga yang sendirian. KPK selalu didukung
masyarakat”
Rektor Universitas Paramadina, Jakarta, Firmanzah menambahkan, publik masih
percaya dengan komitmen KPK memberantas korupsi. Perguruan tinggi mendukung
127
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media , (Yogyakarta: LKiS, 2011), h.221
125
upaya-upaya memberantas korupsi, baik yang dilakukan oleh KPK, Polri, maupun
kejaksaan.
Argumen penguat lainnya disampaikan oleh Firmanzah, Rektor Unversitas
Paramadina, Jakarta. Tidak jauh berbeda dengan pendapat Muhammad nasih
sebelumnya, Firmanzah berpendapat bahwa masyarakat percaya terhadap janji KPK
dalam upaya memberantas korupsi. Para akademisi yang berada di tingkat perguruan
tinggi pada khususnya akan mendukung penuh upaya KPK untuk memberantas korupsi.
Namun menurut Rektor Universitas Negeri Walisongo, Semarang, Muhibbin, peran
akademisi dalam memutus mata rantai korupsi kian masif dan lemah. Perlawanan
terhadap korupsi tidak cukup dengan teori dan imbauan, tetapi harus dengan gerakan
nyata. “Selama ini akademisi diam, perguruan tinggi belum muncul. Sudah saatnya
berbicara,” katanya.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat Firmanzah dan Mohammad Nasih, Rektor
Universitas Islam Negeri Walisongo, Muhibbin berpendapat selama ini akademisi hanya
diam, peran akademisi melawan korupsi semakin lemah dan tak berpengaruh. Kini
saatnya para akademisi berbicara, bukan lagi bicara tentang teori dan himbauan, akan
tetapi dengan gerakan nyata.
Pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkarya, Franz Magnis Suseno, menambahkan,
masyarakat luas harus menuntut pemberantasan korupsi melalui kritik di media
ataupun gerakan-gerakan masyarakat sipil. Pasalnya korupsi merupakan ancaman
terbesar bagi kesatuan dan ketahanan bangsa.
Dukungan terakhir disampaikan oleh Magnis Suseno, ia berpendapat bahwa
masyarakat harus aktif mendukung KPK dalam upaya memberantas korupsi. Menurut
Franz, korupsi merupakan ancaman terbesar bagi kesatuan dan ketahanan bangsa. Hal
tersebut lah yang dijadikan sebagai sub headline oleh Kompas. Dengan sub headline
“korupsi merupakan ancaman” Kompas berusaha menggiring opini publik agar
masyarakat turut berperan aktif mendukung KPK dalam upaya memberantas korupsi.
126
“Problemnya tadi, korupsi, korupsi itu mempengaruhi semua lini kehidupan, semua
lini penyelenggaraan negara, semua lini pelayanan publik.”128
Treatment Recommendation, sesuai dengan identifikasi masalah sebelumnya,
mengenai dukungan terhadap KPK dan hak angket untuk KPK, solusi permasalahan
pertama yang disampaikan dalam berita ini terkait dengan hal tersebut, yang terdapat
pada paragraf ke-
Terkait dengan hal ini Ketua KPK Agus Rahardjo berharap jangan ada upaya untuk
mennghalangi langkah KPK dalam mengungkap kasus korupsi. “saya pesan setiap
ada penetapan, kok, dibelain. Itu mungkin kurang tepat, mari kita dan bangsa ini
bersama-sama menghilangkan korupsi dari negara kita. Jadi langkah-langkah KPK
jangan dihalangi seperti itu,” kata Agus, rabu (15/3), di Jakarta.
Pernyataan yang disampaikan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo, merupakan nasihat
sekaligus sindiran bagi anggota DPR yang justru menghalangi langkah KPK dalam upaya
memberantas korupsi. Seperti yang dijelaskan pada elemen sebelumnya, bahwa DPR
berencana menggulirkan hak angket untuk KPK yang bertujuan melemahkan dan
menghalangi langkah KPK. Agus menghimbau kepada pihak-pihak tertentu agar tidak
membela terduga korupsi dan tidak menghalangi langkah KPK dalam upaya
memberantas korupsi.
Budaya anti korupsi tidak hanya disuarakan di kelas-kelas bersama mahasiswa, tetapi
juga di lingkungan sekitar. Gerakan para akademisi diharapkan mampu memberikan
suntikan semangat bagi KPK.
Paragraf tersebut berkaitan dengan gerakan nyata yang disuarakan oleh para
akademisi untuk mendukung KPK dalam upaya memberantas korupsi. Dalam peragraf di
atas, Kompas berupaya untuk mendukung penuh KPK serta memberikan semangat bagi
KPK, dengan cara mencari, mengolah dan menyebarkan informasi dalam bentuk berita
128
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
127
mengenai gerakan para akademisi dalam mendukung KPK. Solusi selanjutnya yang
disampaikan oleh Kompas terdapat pada paragraf ke-
Di tengah proses hukum kasus KTP-el, Kemendagri optimis proses pengadaan
blangko KTP-el yang tertunda selama beberapa bulan terakhir akan kembali berjalan.
Sudah ada perusahaan pemenang pengadaan 7 juta blangko KTP-el.”Pemenang
sudah ditetapkan Unit Layanan Pengadaan Kemendagri,” kata Dirjen Dukcapil
Kemendagri Zu dan Arif Fakhrulloh.
Dampak dari korupsi e-KTP salah satunya ialah ada sekitar 9 juta penduduk wajib
KTP, namun belum memiliki fisik e-KTP. Solusi pada berita ini sangat tepat, karena
dapat menjawab masalah yang kini sedang dialami oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia. Kalimat di atas juga memberikan harapan kepada masyarakat bahwa kendala
dari program e-KTP akan segera terselesaikan. Pada berita edisi sebelumnya, Kompas
juga telah menjelaskan dampak dari korupsi e-KTP yaitu sulitnya mengurus surat izin
mengemudi, perpajakan, perbankan, dan daftar pemilih tetap dalam pemilu.
“Siapa yang dirugikan? Negara, karena negara dirugikan, anggarannya jadi kurang,
aku pun sampe sekarang belum punya e-KTP. Itu kan kerugian-kerugian yang
didapat karena proyek ini dikorupsi, masyarakat lagi yang dirugikan. Cita-cita untuk
mendapat identitas tunggal kependudukan dapat? Pasti lama, karena aku juga belum
punya, kamu pun belum punya. Kalo seandainya itu sudah punya orang-orang tidak
akan berdebat lagi soal daftar pemilih tetap.”129
11. Pemberitaan Surat Kabar Harian Kompas Edisi 17 Maret 2017
Judul: Pembagian Uang Mulai Terkuak
Tabel 4.11
Problem Identification Dalam sidang kedua yang berlangsung di pengadilan
129
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
128
tindak pindana korupsi, pembagian uang dalam proyek
e-KTP mulai terkuak Ketua DPR Setya Nobanto pun
disebut ikut andil dalam berjalannya proyek senilai Rp
5,9 triliun yang merugikan negara Rp 2,3 triliun ini.
Causal Interpretation Kesaksian Diah Anggraeni dalam sidang perkara e-
KTP
Moral Evaluation Infografik tentang kutipan dari sejumlah saksi
Treatment Recommendation KPK: Saksi Wajib Bicara Benar
Problem identification, identifikasi masalah yang ditulis dalam berita ini terdapat
pada lead berikut:
JAKARTA, KOMPAS − Adanya pembagian uang ke beberapa pihak dalam proyek
pengadaan kartu tanda penduduk elektronik 2011-2012 mulai terkuak. Ketua DPR
Setya Novanto pun disebut ikut andil dalam berjalannya proyek senilai Rp 5,9 triliun
yang merugikan negara Rp 2,3 triliun ini.
Pada berita di atas nampak dengan jelas bagaimana perspektif wartawan dalam
melihat suatu peristiwa. Berita tersebut membahas mengenai proses persidangan perkara
e-KTP di Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi. Namun, dari sekian banyak nama
yang disebutkan dalam persidangan perkara korupsi e-KTP, hanya ada satu nama yang
ditulis dalam teras berita yaitu Ketua DPR Setya Novanto. Penyebutan nama Setya
Novanto disebabkan karena, ia merupakan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode
2014-2019. Hal ini sangatlah bertentangan dengan tanggung jawab yang semestinya
diemban oleh ketua DPR sekaligus tokoh politik yang harusnya mewakili hati nurani
rakyat, namun kenyataannya ia malah diduga terlibat dalam kasus korupsi e-KTP.
129
Penempatan nama Setya Novanto pada lead tersebut merupakan cara bagaimana
media mengkonstruksi suatu pemberitaan dengan menonjolkan aspek tertentu. Jika dilihat
kembali lead di atas merupakan jenis who lead, yang dipilih atas dasar pertimbangan
unsur siapa dalam sebuah peristiwa. Unsur „siapa‟ memiliki nilai berita lebih tinggi
dibandingkan dengan unsur-unsur lain seperti, apa, mengapa, bagaimana, kapan, dan di
mana.130
Oleh sebab itu, berita dipenuhi dengan informasi mengenai orang-orang penting
dan para tokoh. Ada pepatah mengatakan jika “anjing menggigit orang” bukanlah sebuah
berita, akan tetapi jika “orang menggigit anjing” barulah dianggap sebuah berita. Namun,
menurut Nuruddin, dalam karya bukunya “Jurnalisme Masa Kini” pepatah tersebut tidak
relevan lagi, sebab jika “anjing menggigit pejabat/artis” akan memiliki nilai berita yang
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan “Joko menggigit anjing.”131
“Karena e-KTP dikorupsi pengaruhnya apa? Itu juga kita tulis, sejauh mana kasus ini
mempengaruhi secara politik karena ternyata melibatkan nama-nama besar DPR.
DPR itu kan wakil rakyat, DPR itu kan tokoh kalo kita menulis berita kan kita
cenderung memilih siapa narasumbermu? Narasumber yang dipilih itukan biasanya
dipilih berdasarkan beberapa kritria. Salah satu kriteria pemilihan narasumber itu kan
tokoh, ketokohan seseorang sehingga dia dipilih menjadi narasumber. Nah kalo
seseorang yang sudah menjadi tokoh ini terlibat dalam kasus korupsi, itu jadi bahan
tulisan kita juga.”132
Causal Interpretation, sebagian besar paragraf yang terdapat dalam berita ini
merupakan penyebab masalah yang disajikan oleh Kompas. Pada persidangan kedua
perkara korupsi e-KTP ada empat orang saksi yang dimintai keterangan pada saat itu.
keempat orang saksi tersebut antara lain, Gamawan Fauzi, Chairuman Harahap, Diah
Anggraini dan Winata Cahyadi. Kompas menulis keterangan pertama dari Diah
Anggraeni dalam paragraf kedua dan ketiga:
130
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, Bandung: Simbiosa Rekatama, 2006, h.129 131
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, Jakarta: PT Radja Grafindo Perkasa, 2009, h.169 132
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
130
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (16/3),
mantan Sekertaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Diah
Anggraini mengaku menerima kiriman uang dari Direktur Jenderal Kependudukan
dan Catatan Sipil Kemendagri (saat itu) Irman sebesar 300.000 dollar Amerika
Serikat dan 200.000 dollar AS dari pengusaha Andi Agustinus atau Andi
Naronggong.
Sebelum pemberian uang itu Diah diberi tahu Irman mengenai pembagian besaran
jatah. “akhir 2013 kami dihubungi Irman. Dikatakan ada sedikit rezeki. Namun kami
tidak pernah tanya asal usulnya. Pembagian ada 7, yaitu ada 3 untuk beliau (Irman),
3 untuk saya, 1 untuk Giharto (Sugiharto),” kata Diah dalam persidangan yang
dipimpin Ketua Majelis Hakim, John Halasan Butarbutar.
Pada berita ini Kompas hanya menjelaskan apa yang terjadi saat persidangan
berlangsung. Kompas menulis berita tersebut dengan detail sesuai dengan urutan
peristiwa yang terjadi. Pada berita itu, dijelaskan alur cerita terjadinya praktik korupsi e-
KTP menurut keterangan para saksi. Melalui alur yang ditulis oleh Kompas publik dapat
menilai dan menentukan sendiri dalang dari pertik kotor ini. Sepeti yang dijelaskan dalam
wawancara pribadi berikut:
“Pertama, pasti faktanya kan? Faktanya apa? Bahwa telah terjadi korupsi. Terus
korupsinya seperti apa? Mungkin soal modusnya, modus korupsinya. Dari
pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh para koruptor, dari bagaimana para
tersangka korupsi ini merancang korupsi, sampai kemudian siapa para pelakunya,
siapa tersangkanya. Yang kedua, karena ini kasus besar membawa dampak tidak?
Karena e-KTP dikorupsi pengaruhnya apa? Itu juga kita tulis.”133
Sebagai media massa, Kompas telah menjalankan fungsinya dengan memberikan
informasi secara lengkap dan akurat.134
Peran media massa sangat penting sebagai alat
perpanjangan indra manusia, maksudnya melalui media massa khalayak dapat
mengetahui semua informasi dengan cepat dan lengkap tanpa mencari tahu secara
langsung mengenai apa yang telah terjadi.
133
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
134
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, Bandung: Simbiosa Rekatama, 2006, h.32
131
Moral Evaluation, Kompas memperkuat argumentasi dengan menyajikan info grafik
yang berisi pernyataan dari para saksi pada sidang perkara korupsi e-KTP. Pernyataan
pertama dalam infografik, disampaikan oleh Gamawan Fauzi Mantan Menteri Dalam
Negeri “Satu sen pun tidak pernah saya menerima. Saya minta kepada seluruh rakyat
Indonesia. Tolong, doakan saya mati sekarang kalo saya pernah terima satu sen pun.”
Pernyataan kedua dari mantan Ketua Komisi II DPR Chaeruman Harahap, “saya tidak
terima uang, yang jelas faktanya, 2012 dikatakan saya menerima dari Bu Yani (Miryam
S. Haryani) yang diberi Kemendagri. Padahal, Agustus 2012 tidak lagi menjadi ketua
komisi.” Selanjutnya, pernyataan ketiga dari Mantan sekertaris Jenderal Kementerian
Dalam Negeri Diah Anggraini, “kami tidak pernah tanyakan asal-usul uang. Dia katakan
ada tujuh (bagian). Tiga untuk beliau, dua untuk kami, satu untuk Giharto (Sugiharto).”
Pernyataan terakhir diampaikan oleh Mantan Direktur Utama PT Karsa Wira Utama
Winata Cahyadi, “perusahaan saya digugurkan, saya mengajukan sanggah beberapa kali
tidak pernah ditanggapi. Lalu muncul nama pemenang yang tidak asing. Ada Andi (Andi
Naronggong). Dari situ, saya curiga ada kongkalikong.”
Dari pernyataan yang disajikan dalam bentuk infografik tersebut, nampak bahwa
keempat saksi membantah telah menerima dana dari proyek e-KTP. Pada infografik
disertai pula dengan foto dan kutipan langsung dari para saksi. Namun pernyataan salah
seorang pengusaha swasta Winata Cahyadi tidak disertai dengan foto, seperti para saksi
132
lainnya. Hal ini memunculkan beberapa kemungkinan, kemungkinan pertama Kompas
lebih menonjolkan ketiga orang saksi yaitu Gamawan Fauzi, Chairuman Harahap dan
Diah anggraini. Kemungkinan yang lain, Kompas berusaha melindungi Winata Cahyadi
yang merupakan salah satu saksi, dengan tidak menyertakan fotonya dalam infografik
yang disajikan. Dalam penulisan berita hukum, seorang wartwan dituntut untuk bersikap
adil atau fairness.135
Dengan memberitakan informasi secara transparan secara apa
adanya tanpa ada keberpihakan pada indivdu tertentu.
Treatment Recommendation, solusi mengenai masalah yang disampaikan pada
berita ini terdapat pada sub headline pemberitaan. Sub headline tersebut diperoleh dari
pernyataan Juru Bicara KPK Febri Diansyah yang bertuliskan, KPK: Saksi Wajib Bicara
Benar. Kompas menempatkan pernyataan tersebut sebagai sub headline karena para saksi
dari perkara e-KTP sebagian besar membantah telah menerima dana dari proyek e-KTP.
Selain itu, keterangan yang diberikan para saksi berbeda satu sama lain, hal inilah yang
kemudian membuat informasi dari para saksi menjadi simpang siur. Berikut keterangan
Febri Diansyah yang dijadikan sub headline pemberitaan pada paragraf ke-19:
Secara terpisah Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengingatkan setiap saksi untuk
berbicara benar. Ia mencontohkan Muchtar Effendi, orang dekat mantan Ketua
Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar yang divonis lima tahun penjara. Pasalnya
Muchtar memberikan keterangan palsu dalam persidangan perkara Akil.
Berita di atas nampak bahwa Juru Bicara KPK Febri Diansyah, memberi peringatan
kepada para saksi agar memberikan kesaksian dengan sebenar-benarnya. Sebab orang
135
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, (Bandung: Simbiosa Rekatama, 2006), h.73
133
yang tidak bersalah namun memberikan keterangan palsu, dapat dikenakan hukuman
seperti Muchtar Effendi yang dijelaskan dalam berita tersebut.
B. Tahapan Konstruksi Sosial Surat Kabar Harian Kompas dalam Memberitakan
Kasus Korupsi e-KTP
1. Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi
Merupakan tahap dimana media menyeleksi isu/peristiwa tertentu yang akan
diberitakan. Tidak semua peristiwa layak untuk dijadikan berita, oleh karena itu setiap
hari media massa hanya menyajikan tentang isu-isu penting. Isu penting yang menjadi
fokus media massa berkaitan dengan persoalan yang menyangkut tiga hal yaitu, harta,
tahta dan wanita. Persoalan mengenai harta, salah satunya menyangkut tentang kasus
korupsi. 136
Itulah sebabnya mengapa Kompas memberitakan tentang kasus korupsi e-
KTP dan menempatkannya di headline pemberitaan, karena peristiwa tersebut merupakan
fokus media massa yang berkaitan dengan isu-isu penting mengenai harta dan tahta.
“Sudah ini korupsi adalah masalah bangsa, ini merupakan jenis korupsi yang sangat
besar, nilai kerugiannya lebih dari 2 trilliun. Saya tidak bisa membayangkan 2 trilliun
itu berapa banyak, nanti kalo menulis skripsimu itu bisa kamu gambarkan, kamu cek
berapa kerugian korupsi e-KTP, biar pembimbingmu juga bisa tau gambaran betapa
besarnya korupsi e-KTP, kamu gambarin aja Rp2,3 trilliun itu bisa buat apa saja si.
Caranya apa misalkan, kamu bisa lihat penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan. Penduduk di bawah garis kemiskinan itu pendapatan perharinya berapa,
anggaplah penduduk yang di bawah garis kemiskinan pendapatan perharinya cuma
Rp 10.000. Ada berapa juta itu orang, dibagi aja dengan duit Rp 2,3 trilliun tadi,
dapet berapa itu? Bisa meningkatkan kesejahteraan orang-orang tersebut, kamu coba
gambarkan seperti itu, itu kan menarik. Kalo beli beras raskin misalkan perkilonya
Rp 5.000, duit Rp 2,3 trilliun itu kamu bagi Rp 5.000 itu bisa dapet berapa juta ton
beras raskin. Itu saja kamu bisa menggambarkan mengapa media cenderung
menjadikan berita soal korupsi e-KTP ini menjadi headline, nilainya seperti itu.”137
136
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006), h.209 137
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
134
Hasil wawancara di atas menjelaskan alasan Kompas memberitakan tentang kasus
korupsi e-KTP. Salah satu penyebabnya karena anggaran yang dikorupsi oleh para
pejabat sangat besar. maka secara otomatis pengaruh yang ditimbulkan dari korupsi e-
KTP juga sangat besar. Harta yang dikorupsi oleh para penyelenggara negara memiliki
manfaat yang sangat besar bagi mayarakat, khususnya masyarakat yang berada di bawah
garis kemiskinan. Dalam menyajikan pemberitaan, Kompas menggambarkan betapa
banyaknya anggaran negara yang dikorupsi dalam proyek e-KTP, Kompas
menggambarkan dana yang dikorupsi dapat menyetahterakan 7.986.111 rumah tangga
yang berada di bawah garis kemiskinan dengan cara membeli beras raskin senilai Rp 2,3
triliun.
Dalam hal ini Kompas menunjukkan keberpihakannya kepada kepentingan umum
dengan memperhatikan kesejahteraan rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan.
Namun menurut Burhan Bungin, keberpihakan media kepada masyarakat atau
kepentingan umum merupakan keberpihakan yang semu, karena apa yang dikonstruksi
oleh media dengan memberikan dukungan pada masyarakat, bertujuan untuk menjual
berita dan menaikkan rating penjualan, yang pada akhirnya menguntungkan kepentingan
kapitalis atau pemilik modal.138
Jadi pada dasarnya, berita yang disajikan oleh media
massa tidak ada yang tulus untuk memperjuangkan kepentingan umum, karena berita
yang disajikan melalui beberapa tahap konstruksi yang berdasarkan atas kepentingan
media itu sendiri.
“Media itu kan melayani publik. Majikan wartawan yang sebenarnya bukan pemilik
modal, bukan pemilik koran, tapi audiense/pembaca. Seberapa besar sebuah berita
itu punya irisan kepentingan dengan pembaca. Kalo semakin besar ya akan semakin
mudah untuk dijadikan berita utama/headline.”139
138
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006), h.210 139
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
135
“Simbiosis mutualisme” merupakan kata yang tepat untuk menggambarkan interaksi
yang saling menguntungkan antara media massa dengan dengan khalayak (audiense).
Media massa diuntungkan khalayak untuk menaikan rating berita karena menulis
pemberitaan yang berpihak pada masyarakat dan kepentingan umum. khalayak juga
merasa diuntungkan dengan berita yang disajikan oleh media massa, karena keberpihakan
media pada rakyat. Namun sebagian besar khalayak tidak menyadari bahwa berita yang
disajikan oleh media massa merupakan hasil konstruksi dan semata-mata hanya untuk
kepentingan media yang bersangkutan.
2. Tahap Sebaran Konstruksi
Prinsip utama sebaran konstruksi media massa ialah real-time, dimana konsep
aktualitas menjadi pertimbangan utama sehingga khalayak merasa tepat waktu
mengonsumsi berita yang disajikan oleh media massa. Jadi prinsip dasar sebaran
konstruksi media massa adalah semua informasi harus sampai pada pembaca secepatnya
berdasarkan pada agenda media. Namun, dengan kehadiran media online, saat ini media
cetak memiliki konsep ketepatan waktu yang sifatnya tertunda 140
Jika media online pada
umumnya bisa menyebarkan puluhan atau bahkan ratusan berita mengenai satu peristiwa
perhari, media massa cetak hanya bisa menyebarkan satu berita mengenai satu peristiwa
perhari. Hal inilah yang menjadi problem yang dihadapi media massa cetak, sebab prinsip
“real time“ antara media cetak dan media online berbeda jauh. Menghadapi hal tersebut
Kompas memiliki cara tersendiri agar tetap kompetitf dengan media massa real time.
“Media cetak itu menghadapi krisis sekarang, karena dihadapkan pada era digital ini
disebut citizen journalism semua orang bisa jadi wartawan. Lu bisa ngetweet
kejadian, ada kebakaran misalkan, sebelum wartawan datang oh kita udah tau, dari
mana? Dari pentweet yang lewat disitu. Ya Kompas mengemasnya dengan apa? Biar
140 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006), h.211
136
tidak ketinggalan dengan media-media yang real time memberitakan peristiwa. Ya
dengan lebih dalam/lebih lengkap, lebih dalam dengan cara bukan hanya cover both
side tapi juga cover all side. Cara yang lain lagi receiving dengan bahan/data arsip-
arsip soal korupsi misalkan, tadi berita soal DPR merupakan lembaga terkorup
menurut basis survei yang tertera disitu. Dilengkapi dengan fakta ada pemberitaan-
pemberitaan soal ini, itu yang membuat wartawan Komopas kaya, sehingga pembaca
Kompas merasa “informasi yang aku baca dari Kompas ini jauh lebih lengkap.” Oke
yang lain bisa real time tapi dari sisi archiving Kompas lebih kaya mendapatkan
informasi/lebih banyak mendapatkan data.” 141
Dari hasil wawancara tersebut Kompas mempunyai cara untuk mengatasi masalah
“real time” yang merupakan prinsip utama media massa. Kompas mensiasati dengan
menyajikan fakta-fakta yang lebih lengkap dan lebih mendalam. Ini terlihat dari berita
tentang kasus korupsi e-KTP yang disajikan oleh Kompas selama 11 hari berturut-turut.
Kompas menyajikan berita mengenai kasus korupsi e-KTP secara berkesinambungan
sehingga berita yang disajikan jauh lebih lengkap dibandingan dengan media online yang
real time dalam memberitakan peristiwa. Hal ini terlihat saat persidangan e-KTP yang
berlangsung pada tanggal 9 Maret 2017, pada berita edisi 10 Maret 2017 Kompas
langsung mengungkapkan kronologi mengenai modus para terduga korupsi e-KTP dan
menjelaskan dengan rinci alur terjadinya kasus korupsi e-KTP sesuai dengan fakta yang
terjadi dipersidangan. Berbagai fakta dikumpulkan, diolah dan dikonstruksi, sehingga
berita yang disajikan ke hadapan khalayak memiliki bobot informasi yang lebih besar,
dibandingkan dengan media real time lainnya.
3. Pembentukan Konstruksi Realitas
Konstruksi citra yang dibangun oleh media massa terbentuk dalam dua model yaitu
model good news dan model bad news. Model good news adalah sebuah konstruksi yang
cendrung mengkonstruksi pemberitaan dari sisi baiknya saja. Pada model ini objek
pemberitaan dikonstruksi sebgai sesuatu yang memiliki citra baik sehingga terkesan lebih
141
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
137
baik dari yang sesungguhnya. Sedangkan model bad news adalah sebuah konstruksi yang
cenderung mengkonstruksi sebuah kejelekan atau cenderung memberi citra buruk pada
objek pemberitaan, sehingga terkesan lebih buruk, lebih jelek, lebih jahat dari
sesugguhnya sifat yang ada pada objek pemberitaan itu sendiri.142
“Sejauh mana kasus ini mempengaruhi secara politik karena ternyata melibatkan
nama-nama besar DPR. DPR itu kan wakil rakyat, DPR itu kan tokoh kalo kita
menulis berita kan kita cenderung memilih siapa narasumbermu? Narasumber yang
dipilih itukan biasanya dipilih berdasarkan beberapa kritria. Salah satu kriteria
pemilihan narasumber itu kan tokoh, ketokohan seseorang sehingga dia dipilih
menjadi narasumber. Nah kalo seseorang yang sudah menjadi tokoh ini terlibat
dalam kasus korupsi, itu jadi bahan tulisan kita juga.”143
Berita tentang kasus korupsi e-KTP yang disajikan oleh harian Kompas cenderung
menggunakan model bad news. Ini terlihat dari hampir keseluruhan berita yang
menyudutkan terduga korupsi e-KTP. Terutama para pejabat yang berasal dari DPR dan
partai politik yang diduga korupsi proyek e-KTP. Salah satunya terlihat pada berita edisi
8 Maret 2017 yang berjudul “DPR Jadi Lembaga Terkorup.” hanya dengan membaca
judul berita tersebut, terlihat bahwa Kompas berupaya menjatuhkan citra lembaga tertentu
yaitu DPR. Dalam berita tersebut Kompas menggabungkan dua fakta yang diperoleh
berdasarkan hasil survei dari Global Corruption Barometer bahwa DPR merupakan
lembaga terkorup, dan fakta pendukung lainnya yaitu tentang kasus korupsi yang pernah
dilakukan oleh DPR. Selanjutnya, fakta-fakta tersebut disatukan dengan sesuatu yang
terjadi pada saat ini yaitu, kasus korupsi e-KTP yang diduga melibatkan anggota DPR.
Namun dalam hal ini Kompas terkesan memojokkan anggot DPR karena pada saat itu
belum ada anggota DPR yang ditetapkan menjadi tersangka. Oknum yang diduga terlibat
pun bukan hanya anggota DPR melainkan dari berbagai lembaga seperti Kemendagri,
142
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006), h.213 143
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
138
BUMN dan pengusaha swasta. Pada intinya, dalam memberitakan kasus korupsi e-KTP,
Kompas membentuk citra DPR dengan model bad news atau cenderung memberi citra
yang buruk pada objek yang diberitakan.
4. Tahap Konfirmasi
Tahap konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca memberi
argumentasi atau akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap
pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian untuk memberi
argumentasi terhadap alasan-alasannya dalam mengkonstruksi suatu peristiwa.
Sedangkan bagi khalayak atau pembaca, tahapan ini juga sebagai bagian untuk
menjelaskan mengeapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial.144
“Korupsi ini sebenarnya masalah besar bangsa ini, kalo bangsa ini mau sejahtera,
kalo bangsa ini mau maju, hapusin dulu ini korupsi. Karena negara-negara maju,
negara-negara di Eropa Barat indeks korupsinya itu rendah, tingkat korupsinya itu
rendah. Jadi begitu ini ada persoalan korupsi yang kita anggap sebagai persoalan
besar bangsa Indonesia, kita tulis. Kemudian korupsinya kan macem-macem nih, dari
mulai korupsi dana desa di kelurahan, sampe proyek korupsi di kabupaten, sampe
korupsi yang sekalanya besar. Ini ada proyek namanya e-KTP, e-KTP ini proyek
yang seharusnya punya manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena manfaatnya
tadi kan kamu bisa punya nomor induk tunggal kependudukan Indonesia, tapi proyek
besar ini dikorupsi. Sudah ini korupsi adalah masalah bangsa, ini merupakan jenis
korupsi yang sangat besar, nilai kerugiannya lebih dari 2 trilliun.”145
Hasil wawancara tersebut membahas mengenai alasan Kompas mengkonstruksi
peristiwa kasus korupsi e-KTP. Alasan utamanya karena kasus korupsi e-KTP merupakan
korupsi bersekala besar. Dalam pemberitaannya, Kompas kerap kali mengingatkan
kepada khalayak mengenai kerugian negara yang mencapai Rp 2,3 triliun dengan
berbagai strategi. Strategi yang sangat sering digunakan Kompas yaitu dengan membuat
144
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006), h.216 145
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
139
ilustrasi atau infografik semenarik mungkin dengan warna-warna yang dapat menarik
perhatian khalayak.
Kompas menyajikan kerugian negara secara terus-menerus agar dapat dengan mudah
mengkonstruksi pikiran khalayak bahwa kasus korupsi e-KTP bukanlah korupsi yang
kecil, melainkan sebuah praktik korupsi yang sangat besar karena mengakibatkan
kerugian negara yang sangat besar. Untuk menggambarkan bahwa korupsi e-KTP
merupakan korupsi yang sangat besar, Kompas menggambarkan kerugian negara sebesar
Rp 2,31 triliun setara dengan 1,43 juta ton beras raskin yang cukup untuk menghidupi
7.986.111 rumah tangga. Sehingga kesan yang pertama kali muncul di pikiran khalayak
tentang “korupsi e-KTP” ialah “kasus korupsi yang sangat besar” yang pernah terjadi di
Indonesia.
“Saya tidak bisa membayangkan 2 trilliun itu berapa banyak, nanti kalo menulis
skripsimu itu bisa kamu gambarkan, kamu cek berapa kerugian korupsi e-KTP, biar
pembimbingmu juga bisa tau gambaran betapa besarnya korupsi e-KTP, kamu
gambarin aja Rp2,3 trilliun itu bisa buat apa saja si. Caranya apa misalkan, kamu bisa
lihat penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Penduduk di bawah garis
kemiskinan itu pendapatan perharinya berapa, anggaplah penduduk yang di bawah
garis kemiskinan pendapatan perharinya cuma Rp 10.000. Ada berapa juta itu orang,
dibagi aja dengan duit Rp 2,3 trilliun tadi, dapet berapa itu? Bisa meningkatkan
kesejahteraan orang-orang tersebut, kamu coba gambarkan seperti itu, itu kan
menarik. Kalo beli beras raskin misalkan perkilonya Rp 5.000, duit Rp 2,3 trilliun itu
kamu bagi Rp 5.000 itu bisa dapet berapa juta ton beras raskin. Itu saja kamu bisa
menggambarkan mengapa media cenderung menjadikan berita soal korupsi e-KTP
ini menjadi headline, nilainya seperti itu.”146
Selain penekanan mengenai kerugian negara senilai Rp 2,3 triliun, Kompas juga
menekankan mengenai aktor intelektualis yang diduga terlibat dalam kasus korupsi e-
KTP. Kompas menyebutkan satu-persatu nama pejabat yang diduga terllibat dalam kasus
korupsi e-KTP, lengkap disertai dengan jabatan dan anggaran yang dikorupsi oleh para
146
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
140
pejabat. Selain itu, Kompas juga menyebutkan partai politik yang turut mengambil bagian
dari proyek e-KTP. Kompas berupaya agar aktor intelektualis dalam kasus korupsi e-KTP
segera terungkap. Dalam kasus tersebut diduga melibatkan nama-nama besar yang
berpengaruh dalam politik dan pemerintahan. Sebab prilaku, tindakan atau ucapan
seorang tokoh memiliki nilai berita yang tinggi bagi media massa.147
Terlebih lagi jika
yang diberitakan merupakan pemberitaan buruk bagi tokoh yang bersangkutan, karena
pada dasarnya, berita yang berisi kabar buruk merupakan berita yang bagus.
“Sejauh mana kasus ini mempengaruhi secara politik karena ternyata melibatkan
nama-nama besar DPR. DPR itu kan wakil rakyat, DPR itu kan tokoh kalo kita
menulis berita kan kita cenderung memilih siapa narasumbermu? Narasumber yang
dipilih itukan biasanya dipilih berdasarkan beberapa kriteria. Salah satu kriteria
pemilihan narasumber itu kan tokoh, ketokohan seseorang sehingga dia dipilih
menjadi narasumber. Nah kalo seseorang yang sudah menjadi tokoh ini terlibat
dalam kasus korupsi, itu jadi bahan tulisan kita juga.”148
147
Haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis, (Bandung: Simbiosa
Rekatama, 2008), hal 148
Wawancara Pribadi dengan Billy Khaerudin, Wakil Editor Desk Politik dan Hukum, 02 Agustus 2017.
141
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan akhir dari penelitian ini ialah untuk menjawab pertanyaan yang terdapat
pada rumusan masalah. Berdasarkan hasil penelitian berita kasus korupsi e-KTP
yang disajikan oleh Harian Kompas dengan menggunakan analisis framing model
Robert N Etnman, maka penulis berkesimpulan bahwa Harian Kompas menonjolkan
aspek tertentu dalam membingkai peristiwa tersebut. Aspek yang ditonjolkan ialah
mengenai aktor yang diduga terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Harian Kompas
hanya menonjolkan satu lembaga yaitu Dewan Perwakilan Rakyat. Padahal yang
diduga terlibat dalam kasus korupsi e-KTP bukan hanya berasal dari DPR, melainkan
berasal dari berbagai lembaga seperti Kemendagri, BUMN dan pengusaha swasta.
Dalam menonjolkan aspek tersebut, harian Kompas menjadikan sebagian besar berita
tentang kasus korupsi e-KTP sebagai headline pemberitaan dan disertai dengan
grafik di sebagian besar headline.
Harian Kompas juga tidak jarang menulis nama Setya Novanto yang menjabat
sebagai Ketua DPR, karena Ketua DPR merupakan salah satu tokoh yang paling
berpengaruh terhadap sistem ketatanegaraan negara, terlebih lagi Setya Novanto
disebut sebagai salah satu dari empat pejabat yang paling banyak menerima dana dari
proyek e-KTP. Dalam menulis berita, Kompas juga sangat bergantung pada
pernyataan narasumber atau disebut juga dengan jurnalisme kutipan. Pernyataan
narasumber atau kutipan serta fakta-fakta pendukung lainnya, disesuaikan dengan
bingkai yang ingin ditampilkan oleh Kompas. Sehingga isu yang diberitakan oleh
142
Kompas nampak seperti sesuatu yang wajar dan memang seharusnya terjadi. Secara
tidak langsung, berita tersebut mewakili perspektif wartawan dalam memandang
“siapa” pelaku korupsi e-KTP. Pada akhirnya proses konstruksi yang dilakukan oleh
Kompas membentuk citra lembaga DPR sebagai lembaga yang semakin buruk.
Selain itu, Kompas juga berupaya mengkonstruksi pemikiran khalayak dengan
menganggap penting peristiwa korupsi e-KTP. Dalam beritanya Kompas
menjelaskan bahwa koruspi e-KTP merupakan kasus korupsi yang sangat besar,
karena kerugian akibat praktik ini mencapai Rp 2,3 triliun. Kompas menggambarkan
uang Rp 2,3 triliun setara dengan 1,43 juta ton beras raskin yang cukup untuk
menghidupi 7.986.111 rumah tangga. Ketika membaca berita tersebut secara
otomatis khalayak akan membayangkan betapa besarnya anggaran yang dikorupsi
dalam proyek e-KTP. Sehingga khalayak akan terkonstruksi oleh berita yang
disajikan Kompas dan menganggap penting persoalan mengenai korupsi e-KTP.
Ini menunjukkan bahwa sesuatu yang dianggap penting oleh media massa akan
dianggap penting pula oleh khalayak. Pada dasarnya berita tentang kasus korupsi e-
KTP yang disampaikan Kompas sesuai dengan motto Kompas yaitu “amanat hati
nurani rakyat.” Ini terbukti dari sebagian besar berita yang menunjukkan
keberpihakan Kompas kepada kepentingan rakyat. Namun hal tersebut juga didasari
atas kepentingan media itu sendiri yaitu demi meningkatkan rating penjualan.
143
B. Saran
1. Dalam menyajikan berita mengenai hukum dan peradilan hendaknya media
massa lebih memperhatikan tentang asas praduga tak bersalah, prinsip adil
dan berimbang karena dari hasil penelitian ini, berita kasus korupsi e-KTP
yang ditulis oleh Harian Kompas lebih menekankan isu tentang anggota DPR
dan partai politik, sehingga sebagian berita yang disajikan terkesan
menyudutkan atau tidak berimbang dan menjurus ke trial by press.
2. Dalam memberitakan suatu peristiwa hendaknya media tidak hanya
bergantung pada kutipan dari narasumber, sebab kutipan narasumber
merupakan sebuah opini yang dapat menjurus pada subjektivitas berita.
3. Khalayak hendaknya dapat lebih bijak dalam mengonsumsi berita yang
disajikan oleh media massa, karena berita yang disajikan oleh media massa
bukan realitas pertama yang disajikan secara apa adanya, melainkan realitas
tangan kedua yang sudah dikonstruksi oleh media massa dengan tujuan
tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Armando, Ade. et al. Media dan Integrasi Sosial: Jembatan Antar Umat Beragama.
Jakarta: Center for The Study of Religion and Culture UIN Syarif
Hidayatullah, 2011.
Birowo, M. Antonius. Metode Penulisan Komunikasi Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Gintayali, 2004.
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana
Company Profile Kompas, 2006.
Djaja, Ermansjah. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Bungin Burhan. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2006.
Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi Ideologi dan Politik Media.Yogyakarta,:
Lkis, 2011.
Harian Kompas. “KTP-el Korupsi Nyaris Sempurna.” 10 Maret 2017.
Kriyanto, Rakhmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2008.
Kusumaningrat, Hikmat. Purnama Kusumaningrat. Jurnalistik: Teori dan Praktik.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.
Littlejohn, Stephen P. Theories of Human Communication. Belmont: Wadsworth
Publishing Company, 1996.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT Remaja
Rosdakaryah, 2007.
Mondry. Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia,
2008.
Muhtadi, Asep Saeful. Jurnalistik: Pendekatan Teori dan Praktik.Ciputat: PT Logos
Wacana Ilmu, 2008.
Muhtadi, Asep Saeful. Komunikasi Politik Indonesia. Bandung: Rosdakarya, 2008.
Nurudin. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009.
Rakhmat, Jalaluddin. Metodologi Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis
Statistik. Bandung: Rosdakarya, 2003.
Sukardi Armada Wina. Kajian Tuntas 350 Tanya Jawab. Jakarta: Dewan Pers, 2012.
Sumadiria, Haris. Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis.
Bandung: Simbiosa Rekatama, 2008.
Suryawati, Indah. Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2011.
Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. Jakarta: Kalam Indonesia, 2005.
Zaenuddin. HM. The Journallist. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011.
https://kbbi.web.id/turbulensi
http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/Publikasi/NK%20APBN/UU%20APBN%202016.
http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2014_17.pdf
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Billy Khaerudin
Jabatan : Wakil Editor Desk Politik dan Hukum
Tanggal Wawancara : 2 Agustus 2017
Tempat Wawamcara : Bentara Budaya, Jl. Palmerah Selatan, Jakarta 10270
1. Peristiwa atau kejadian apa yang diutamakan oleh Surat Kabar Harian Kompas
untuk dimuat menjadi sebuah pemberitaan?
Sebenarnya jawabannya itu soal magnitude, soal kedekatan dengan peristiwa. Kalo
magnitude kan berarti soal dampak ya, soal dampak dari peristiwa itu sendiri,
mempengaruhi atau tidak dengan siapa yang kita layani, media itu melayani siapa? Media
itu kan melayani publik. Majikan wartawan yang sebenarnya bukan pemilik modal,
bukan pemilik koran, tapi audiense/pembaca. Seberapa besar sebuah berita itu punya
irisan kepentingan dengan pembaca. Kalo semakin besar ya akan semakin mudah untuk
dijadikan berita utama/headline.
2. Bagaimana cara Surat Kabar Harian Kompas menyajikan berita dengan baik,
sehingga informasi yang diperoleh layak untuk diberitakan?
Wartawan itu kan dituntut bekerja secara profesional dia harus taat pada kaidah-kaidah
jurnalistik, disiplin verifikasi, hanya menulis sesuai fakta yang dia temukan, mau
melakukan cover both side dan sebagainya. Wartawan yang baik ya seperti itu, yang mau
professional. Definisi profesional itu apa? Yang taat dengan kaidah-kaidah jurnalistik dan
menaati juga kode etik jurnalistik wartawan Indonesia.
3. Bagaimana pandangan Anda mengenai permasalahan kasus korupsi proyek e-
KTP?
Aku bicara dulu soal korupsi ya, korupsi itu masalah krusial bangsa ini, masalah utama
Indonesia. Apa yang menghambat Indonesia tidak sejahtera? Apa yang menghambat
Indonesia tidak maju? Salah satunya itu karena korupsi, korupsi itu dilakukan oleh
penyelenggara negara, pejabat, penegak hukum, bahkan oleh pihak swasta, pengusaha
dan sebagainya. Kalo kamu percaya bahwa Indonesia ini kaya raya, sumber dayanya
melimpah. Indonesia itu punya pra syarat, Indonesia itu punya prasyarat untuk jadi
negara yang maju. Sama seperti negara-negara Eropa Barat, sama seperti Amerika
Serikat, semuanya punya, prasyaratnya apa? Sistem ketahanan negara kita berdasarkan
demokrasi. Demokrasi itu memungkinkan semua orang setara, berhak memilih maupun
dipilih. Kalo semua orang setara artinya ada persaingan, persaingannya bisa sehat, ada
rule of law disitu, tapi kenapa kita, dengan semua prasyarat tersebut masih belum bisa
menjadi negara yang maju. Paling tidak kalo di Asia itu tidak seperti Jepang, atau seperti
Korea Selatan, atau seperti Taiwan, kenapa? Problemnya tadi, korupsi, korupsi itu
mempengaruhi semua lini kehidupan, semua lini penyelenggaraan negara, semua lini
pelayanan publik. Kamu harusnya bisa mengurus izin tanpa bayar tapi jadinya bayar.
Pengusaha yang ingin menerbitkan izin usaha, karena harus bayar dia jadikan suap tadi
sebagai kos produksi, sehingga barang yag kemudian dijual itu nilainya jauh lebih mahal.
Karena barang nilainya jadi lebih mahal, barangnya tidak kompetitif dibandingkan
misalnya dengan barang dari negara lain. Kalo sudah tidak kompetitif ya sudah negara
kita kalah bersaing. Kalo sudah kalah bersaing ya sudah tidak jadi negara maju. Karena
korupsi anggaran untuk riset, anggaran untuk R&D riset and devepolment itu, penelitian
dan pengembangan jadi sedikit. Karena riset dan pengembangan sedikit, institusi negara
itu tidak bisa melakukan pengembangan yang sophisticated/canggih. Misalkan dulu kita
tahun 50-an itu sudah menngembangkan teknologi roket, sekarang kita kalah sama
negara-negara lain. Negara-negara lain bicara perjalanan antariksa, kita bahkan meroket
saja masih tidak maju-maju, ya mungkin karena apa? Karena tidak ada uang riset untuk
itu, uangnya dikorupsi. Layanan publik juga begitu, efeknya itu berantai karena korupsi,
karena korupsi kemudian layanan publik jadi tidak optimal. Karena penegak hukumnya
korup, kamu di jalan bisa seenaknnya. Contohnya, kamu nerobos jalur busway, ditangkap
polisi, lalu damai, itu kemudian tidak jadi membuat kamu “oh iya ada penegakkan hukum
disini sehingga saya ga berani lagi melakukan pelanggaran-pelanggaran itu”, akibanya
apa? Ya lihat sendiri disiplin lalu lintas kita sehari-hari, mungkin, kalo kita menegakkan
hukum dengan benar, kalo penegak hukumnya tidak korup, jalur busway itu akan steril
setiap saat. Sehingga orang akan dengan mudah, dengan senang hati menggunakan
layanan transportasi publik, bener kan? Saya tidak akan naik mobil lagi kalo buswaynya
enak. Layanan-layanan publik yang sudah diperbaiki dan cendrung bebas dari korupsi itu
sekarang yang kemudian dipilih oleh publik, contohnya apa? Kereta api, orang sekarang
tidak perlu lagi bayar calo untuk beli tiket kereta api. Dulu mungkin orang bayar ke
kondektur kereta api diatas ga perlu bayar tiket gitu kan? Sehingga kamu bisa aja naik
kereta api, berdesak-desakkan di kereta api tidak akan ketauan. Tapi sekarang semua
orang harus tertib kan? Hukum ditegakkan, kamu harus beli tiket, tiket kamu harus sesuai
dengan KTP, dan kalo kamu masuk peron, kamu harus orang yang punya tiket, dan orang
yang ga punya tiket ga boleh masuk peron. Itu contoh layanan yang kemudian bebas dari
korupsi sehingga publik memilih itu. Sekarang kalo kamu naik kereta api itu layanannya
sudah standar seperti di negara maju, tapi kalo layanan-layanan publik yang lain belum
bisa seperti itu. Nah kembali lagi, bahwa problem utama bangsa ini untuk tidak maju itu
salah satunya karena korupsi. Terus bagaimana kita memandang korupsi tersebut?
Indonesia itu punya pra syarat untuk jadi negara maju, rata-rata negara maju itu negara-
negara yang demokrasi kan? Eropa Barat itu maju karena negara yang demokratis,
Amerika Serikat maju ya negaranya demokratis, kita kok negara demokrasi ga maju-
maju? Menurutku problemnya karena korupsi tadi. Bagaimana dengan korupsi e-KTP?
Ini salah satu bentuk korupsi yang membuat kita kesulitan untuk jadi negara maju. Gini,
e-KTP itu digagas agar kita mempunyai single identity number/nomor induk tunggal
untuk siapa pun. Kalo di Amerika nomor induk tunggal itu ada istilahnya nomor jaminan
kesejahteraan sosial, jadi kamu bisa dikenali dengan itu, nomormu sekian sekian sekian,
oh ini si Fatimah nih, catetannya ada, dia punya catetan kejahatan ga disitu, dia punya
catatan perbankan tidak disitu, nomor sekian si Fatimah ini sudah berhak memilih atau
belum. Cita-citanya seperti itu, cita-cita membuat e-KTP itu tadi, tapi kemudian ada
koruptor yang melihat proyek membuat single identity number ini, proyek membuat
nomor identitas tunggal ini bisa dikorupsi, karena peluangnya banyak. Kalo nanti bikin
chips disitu kita bisa bikin, softwarenya, belum alat pemindai, belum lagi secara fisik e-
KTP, kalo ini diadakan/ditenderin “ah kita bisa atur nih”, akibatnya adalah ketika dari
awalnya saja sudah mau dikorupsi, sudah diatur begini-begini-begini, niatnya saja sudah
jelek, hasilnya tidak akan baik. Fisik e-KTP yang seharusnya dihargai Rp 1.500, karena
dikorupsi dihargai berkali-kali lipat jadi Rp 6.000, siapa yang dirugikan? Negara, karena
negara dirugikan, anggarannya jadi kurang, aku pun sampe sekarang belum punya e-
KTP. Itu kan kerugian-kerugian yang didapat karena proyek ini dikorupsi, masyarakat
lagi yang dirugikan. Cita-cita untuk mendapat identitas tunggal kependudukan dapat?
Pasti lama, karena aku juga belum punya, kamu pun belum punya. Kalo seandainya itu
sudah punya orang-orang tidak akan berdebat lagi soal daftar pemilih tetap. Setiap pemilu
itu kan selalu, DKI itu DPTnya berapa si? Sampe ada yang bilang kalo penyusunan DPT
itu potensinya curang. Kalo semua penduduk itu punya single identity number, semua
jadi tahu, nomor sekian-sekian ini masuk wilayah DKI, yasudah dia masuk wilayah
pemiih DKI. Karena itu tidak ada, semua itu jadi kacau, nah salah satu korupsi terbesar di
Indonesia itu kasus korupsi e-KTP.
4. Mengapa Surat Kabar Harian Kompas memberitakan tentang kasus korupsi proyek
e-KTP selama 11 hari berturut-turut? Mengapa sebagian besar pemberitaanya
menjadi headline?
Salah satu korupsi terbesar di Indonesia itu korupsi e-KTP. Bagaimana pengaruhnya
proyek e-KTP dikorupsi itu seperti apa? Itu menandakan bahwa kasus ini punya
magnitude, pengaruh yang besar terhadap publik. Pilihan pertama ketika kamu
menjadikan itu sebagai HL/headline, salah satunya itu, karena kasus ini mempengaruhi
banyak sektor, mempengaruhi juga publik, mempengaruhi kehidupan kamu juga. Yang
kedua ada tidak peristiwa yang berkaitan dengan peristiwa yang terjadi pada hari itu.
Dalam jurnalistik ada dasar 5W+1H, whatnya itu apa? Oh iya, hari ini itu ada orang yang
dijadikan tersangka. Siapa yang dijadikan tersangka? Ketua DPR, kalo ketua DPR kan
pemimpin penyelenggara negara. Jadi ada 2 hal, pertama dampak, kedua ada peristiwa
yang terjadi pada hari itu. Peristiwa yang lain, selain Setia Novanto menjadi tersangka,
mungkin karena panitia angket DPR, tiba-tiba datang ke LP suka miskin, nanya ke
narapidana, korupsi ini siapa korbannya? Rakyatkan? Kok panitia angket DPR yang
katanya mewakili rakyat bertanyanya ke koruptor? Bukan bertanya ke rakyat yang jadi
korban? Itu juga mempengaruhi dalam hal kita membuat headline/membuat judul berita
utama.
5. Aspek apa yang ditonjolkan oleh Surat Kabar Harian Kompas dalam
memberitakan kasus korupsi proyek e-KTP?
Pertama, pasti faktanya kan? Faktanya apa? Bahwa telah terjadi korupsi. Terus
korupsinya seperti apa? Mungkin soal modusnya, modus korupsinya. Dari pertemuan-
pertemuan yang dilakukan oleh para koruptor, dari bagaimana para tersangka korupsi ini
merancang korupsi, sampai kemudian siapa para pelakunya, siapa tersangkanya. Yang
kedua, karena ini kasus besar membawa dampak tidak? Karena e-KTP dikorupsi
pengaruhnya apa? Itu juga kita tulis. Sejauh mana kasus ini mempengaruhi secara politik
karena ternyata melibatkan nama-nama besar DPR. DPR itu kan wakil rakyat, DPR itu
kan tokoh kalo kita menulis berita kan kita cenderung memilih siapa narasumbermu?
Narasumber yang dipilih itukan biasanya dipilih berdasarkan beberapa kritria. Salah satu
kriteria pemilihan narasumber itu kan tokoh, ketokohan seseorang sehingga dia dipilih
menjadi narasumber. Nah kalo seseorang yang sudah menjadi tokoh ini terlibat dalam
kasus korupsi, itu jadi bahan tulisan kita juga.
6. Menurut Anda siapa yang menjadi dalang dari permasalahan kasus korupsi proyek
e-KTP?
Kompas itukan menulis berdasarkan fakta, fakta korupsi e-KTP. Sebenarnya, pertanyaan
ini lebih tepat ditanyakan ke penegak hukum yang mengusut kasus ini. Kalo Kompas
hanya mencari, menggali fakta seputar kasus itu di lapangan, lapangannya mana? Bisa di
KPK, bisa di pengadilan Tipikor atau juga bisa di tempat-tempat lain, tempat tempat lain
itu misalkan begini, proyek e-KTP ini yang melakukan/menenderkan siapa? Kementerian
dalam negeri kan? Dirjen kependudukan dan catatan sipil, pejabat-pejabat di dirjen itu
bisa ditanya juga untuk fakta-faktanya. Kemudian swasta yang terlibat, ada misalkan,
Konsorsium Negara Republik Indonesia. Di konsorsium itu bisa digali juga, sebenarnya
gimana sih proses percetakan e-KTP di konsorsium ini, itu bisa dicari oleh wartawan.
Tapi dari sisi siapa dalangnya? Yang paling bisa menjawab itu kan penegak hukum,
penegak hukum itu bermainnya dimana? Ada satu kantor yang namanya Komisi
Pemberantasan Korupsi kemudian kasus ini ditindakkan di Tipikor Jakarta. Dari dua
tempat itu kita bisa menggali fakta-faktanya. Fakta di persidangan bisa didapat dari surat
dakwaan, surat dakwaan itu surat yang disusun oleh jaksa untuk mendakwa terdakwa e-
KTP. Di surat dakwaan itu tergambar jelas fakta-faktanya, proses pengadaan e-KTP
sampai siapa saja yang terlibat, itu kita cari disitu. Untuk menemukan siapa sebenarnya
aktor intelektualisnya, atau siapa dalangnya, ya kita harus menunggu proses persidangan
itu. Kita tidak bisa kemudian ikut menjadi hakim, itu namanya nanti jadi trail by press.
Yang bisa kita lakukan, kita hanya bisa mengumpulkan fakta-fakta itu dan
menuliskannya dalam bentuk berita/karya jurnalistik. Setelah dikumpulkan kemudian
ditulis dalam bentuk berita. Selanjutnya publik bisa menilai sendiri alurnya dari mana.
Sehingga publik bisa berkesimpulan bahwa, KTP ini sudah dikorupsi sejak awal, siapa
saja yang mengkorupsi sejak awal itu, dari proses penganggaran, siapa yang terlibat dari
proses penganggaran. Disitukan ditulis juga dalam bentuk berita, tapi kita tidak
berwenang untuk menyimpulkan bahwa si A ini loh dalangnya, kecuali penegak hukum
menyebut itu. Kita hanya meneruskan informasi dari penegak hukum yang mengusut
kasus itu, menunggu persidangan itu salah satunya.
7. Pada edisi 8 Maret 2017 Kompas memberitakan bahwa “DPR merupakan lembaga
pemerintahan terkorup” apa yang mendasari pernyataan tersebut?
Coba kamu cek lagi berita 8 Maret, berdasarkan apa Kompas menulis judul tersebut.
Biasanya akan berdasarkan survei publik terhadap lembaga-lembaga pemerintah yang
paling bersih siapa, yang paling tidak dipercaya publik siapa. Lembaga survei ini ya salah
satuya tadi, kalau lembaga suveinya credible kan bisa jadi sumber berita juga. Anggap
misalkan yang bikin survei LSI Lembaga Survei Indonesia atau SMRC, kalo kamu
menjadikan bahan rilis hasil survei itu menjadi bahan berita, yang paling mudah untuk
kamu cek adalah metodologi surveinya. Metodologinya dilakukan dengan benar atau
tidak, kalo metodologinya objektif dan dilakukan dengan benar, ngambil samplingnya
dengan benar, itu bisa dijadikan berita. Karena saat ini banyak lembaga survei abal-abal,
dan kita di lapangan sebagai wartawan pasti tahu lembaga survei yang credible dan bisa
dipercaya untuk dijadikan sumber berita. Ya masa kita tidak percaya dengan SMRC,
selama ini surveinya bagus, metodologinya baik, ya kita tulis itu. Coba kamu cek lagi
tanggal 8 maret itu siapa yang menentukan itu. Pasti bukan karena wartawannya yang
menulis itu, pasti wartawan berdasarkan hasil surveinya siapa? Surveinya Transparasi
Nasional Indonesia misalkan, TII itu kan setiap tahun menggelar yang namanya indeks
persepsi korupsi, disitu ketauan lembaga-lembaga mana yang dianggap oleh publik,
biasanya TII itu nanya ke pelaku usaha. Pelaku usaha ini ditanya sama TII menurut kalian
dari lembaga-lembaga ini yang paling korup siapa, TII dia lembaga credible masa kita
tidak percaya.
Kamu cek itu, ini ada fakta bahwa Global Corruption Barometer, melakukan survei
kemudian hasilnya menyatakan bahwa DPR merupakan lembaga terkorup. Itu satu fakta,
fakta yang lain ada kasus korupsi e-KTP, dalam kasus korupsi e-KTP itu jaksa KPK
menyebut si A, si B, si C, anggota-anggota DPR itu disebut terlibat dan menerima uang
dari proyek itu, satu fakta lagi. Kemudian karena saya wartawan, saya punya kewajiban
untuk menggali fakta lebih dalam lagi. Akan saya gali dengan cara lihat record berita-
berita korupsi yang dilakukan oleh anggota DPR. Misalkan kasus korupsi Hambalang,
kasus korupsi deputi gubernur Bank Indonesia, data korupsi di KPK, data korupsi di
LSM seperti ICW. ICW punya daftar siapa saja orang yang dihukum karena kasus
korupsi sejak KPK berdiri, kan datanya pasti ada tuh, oh ternyata salah satu yang paling
banyak itu DPR. Kamu gabungin kedua fakta ini, satu fakta yang pertama DPR
berdasarkan survei, survei loh ya, artinya survei itu kan nanya aja, kamu bertanya ke
responden kan, dan hasil survei menemukan bahwa ternyata responden itu menyatakan
bahwa lembaga DPR merupakan lembaga paling korup dibanding lembaga-lembaga
lainnya. Kemudian fakta yang kamu temukan kedua, ada kasus korupsi e-KTP, dalam
kasus ini yang ikut terlibat bahkan yang menjadi tersangka salah satunya adalah DPR.
Kemudian ada kasus korupsi lain yang sudah berkekuatan hukum tetap, siapa yang
terpidana? Anggota DPR misalkan, korupsi apa lagi? Ada anggota DPR juga, kasus suap
misalkan, suap insfraktruktur, mengkonfirmasi tidak hasil rilis ini? Hasil realis ini
terkonfirmasi dengan rentetan fakta kasus korupsi tidak? Sehingga kamu percaya tidak
bahwa DPR itu merupakan lembaga terkorup? Jadi hasil survei itu ternyata terkonfirmasi
dengan fakta-fakta di Indonesia.
8. Dalam Kode Etik Jurnalistik PWI pasal 7, menyebutkan bahwa, “wartawan
Indonesia dalam memberitakan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran
hukum dan proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip,
adil, jujur dan penyajian yang berimbang.” Apakah dalam memberitakan kasus
korupsi proyek e-KTP Anda menerapkan kode etik tersebut?
Ya harus seperti itu karena itu kode etik, Kode Etik Wartawan Indonesia. Bukan hanya
Kode Etik PWI, semua organisasi-organisasi wartawan yang credible itu punya kode etik.
Di Dewan Pers itu ada yang namanya Kode Etik Wartawan Indonesia, kalo dalam
pemberitaan soal hukum kita harus menghormati asas praduga tak bersalah, iya, harus
berimbang dan adil ya iya, ya kalo kamu tidak berimbang dan adil terus menghakimi
sebelum ada putusan hukum tetap ya tidak boleh.
Melanggarnya dimana? Ketika kamu menyebut dia bersalah sebelum ada putusan hukum
tetap, misalkan kamu tulis Setia Novanto terlibat korupsi e-KTP. Faktanya belum ada
sidang, baru hanya tersangka, itu baru kamu salah. Tapi ketika kamu tulis, Setia Novanto
tersangka e-KTP salah tidak? Bisa tau bedanya tidak? Bisa tau beda kalimatnya gini,
Setia Novanto pelaku korupsi e-KTP, satu itu. Yang kedua, Setia Novanto tersangka
korupsi e-KTP, kamu bisa tau bedanya? Yang satu sudah dihukumi dulu padahal belum
ada putusan hukum tetap, yang kedua kalo Setia Novanto tersangka korupsi e-KTP benar
atau tidak? Paham kan bedanya? Sejauh kita belum menyatakan dia sebagai orang yang
bersalah atas kasus ini, karena proses persidangannya juga belum ada ya ga masalah. Kita
tulis dia sebagai tersangka faktanya memang dia tersangka kan? Faktanya KPK
mengumumkan dia sebagai tersangka. Ada istilah seperti ini, dalam kalimat itu kalo kita
menulis, tersangka itu kan baru diduga belum terbukti makanya kalimatnya harus
lengkap. Ketua DPR Setia Novanto ditetapkan sebagai tersangka karena “diduga”. Ini
pelajaran tata bahasanya seperti itu, karena “diduga” terlibat e-KTP, satu dia disebut
tersangka karena diduga. Beda misalkan ketika ada vonis hukum oleh Tipikor yang
menyatakan bahwa, dalam putusan hakim itu selalu ada kalimat secara sah dan
meyakinkan terbukti melakukan korupsi, ada kalimat seperti itu, jadi berdasarkan putusan
hakim si A, si B, si C, dinyatakan meyakinkan terbukti melakukan korupsi, itu kalo sudah
ada bukti putusan hukumnya, kalo masih sidang, masih jadi tersangka ya
terduga/tersangka seperti itu.
9. Selain menarik perhatian khalayak, apa tujuan Surat Kabar Harian Kompas
mengonstruksi pemberitaan kasus korupsi proyek e-KTP?
Korupsi ini sebenarnya masalah besar bangsa ini, kalo bangsa ini mau sejahtera, kalo
bangsa ini mau maju, hapusin dulu ini korupsi. Karena negara-negara maju, negara-
negara di Eropa Barat indeks korupsinya itu rendah, tingkat korupsinya itu rendah. Jadi
begitu ini ada persoalan korupsi yang kita anggap sebagai persoalan besar bangsa
Indonesia, kita tulis. Kemudian korupsinya kan macem-macem nih, dari mulai korupsi
dana desa di kelurahan, sampe proyek korupsi di kabupaten, sampe korupsi yang
sekalanya besar. Ini ada proyek namanya e-KTP, e-KTP ini proyek yang seharusnya
punya manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena manfaatnya tadi kan kamu bisa
punya nomor induk tunggal kependudukan Indonesia, tapi proyek besar ini dikorupsi.
Sudah ini korupsi adalah masalah bangsa, ini merupakan jenis korupsi yang sangat besar,
nilai kerugiannya lebih dari 2 trilliun. Saya tidak bisa membayangkan 2 trilliun itu berapa
banyak, nanti kalo menulis skripsimu itu bisa kamu gambarkan, kamu cek berapa
kerugian korupsi e-KTP, biar pembimbingmu juga bisa tau gambaran betapa besarnya
korupsi e-KTP, kamu gambarin aja Rp2,3 trilliun itu bisa buat apa saja si. Caranya apa
misalkan, kamu bisa lihat penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Penduduk di
bawah garis kemiskinan itu pendapatan perharinya berapa, anggaplah penduduk yang di
bawah garis kemiskinan pendapatan perharinya cuma Rp 10.000. Ada berapa juta itu
orang, dibagi aja dengan duit Rp 2,3 trilliun tadi, dapet berapa itu? Bisa meningkatkan
kesejahteraan orang-orang tersebut, kamu coba gambarkan seperti itu, itu kan menarik.
Kalo beli beras raskin misalkan perkilonya Rp 5.000, duit Rp 2,3 trilliun itu kamu bagi
Rp 5.000 itu bisa dapet berapa juta ton beras raskin. Itu saja kamu bisa menggambarkan
mengapa media cenderung menjadikan berita soal korupsi e-KTP ini menjadi headline,
nilainya seperti itu. Kamu bandingkan juga dengan kasus korupsi yang lain, yang sudah
diusut KPK atau yang sudah diusut oleh penegak hukum lain, apa sih nilai kerugian
negara. Dalam korupsi itu kamu harus bisa bedakan apa yang disebut dengan kerugian
negara. Kalo kerugian negara kasus korupsinya itu ada proyek kemudian
dikorupsi/digelembungkan nilai proyeknya. Tadinya kamu misalkan beli komputer
harganya Rp 10 juta, karena kamu mau korupsi dianggaran APBD/APBN kamu tulis
harga komputer itu jadi Rp 20 juta, itu kan sudah 2x lipat, itu yang disebut dengan
korupsi. Ada yang namanya suap, kalo suap itu tidak ada kerugian negaranya, kamu
menyuap untuk bisa melakukan sesuatu. Waktu itu kan rame, ada satu ketua umum partai
politik yang disuap, terus pendukung-pendukungnya bilang mana kerugian negaranya?
Ya jelas tidak ada, orang disuap kok, disuap itu agar dia melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hak dan kewajiban. Kalo korupsi itu tadi,
pengadaan, digelembungkan, itu korupsi. Kalo suap saya nyuap kamu biar kamu
ngelulusin ujian SIM, ngelulusin ujian skripsi, itu namanya suap, tidak ada kerugian
negara disitu. Kalo kamu bandingkan kerugian-kerugian negara dengan kasus-kasus
pengadaan biasanya.
10. Solusi apa yang diberikan Surat Kabar Harian Kompas terkait dengan
permasalahan kasus korupsi proyek e-KTP?
Gini, resep korupsi itu cuma satu sih, penegak hukumnya bersih, penyelenggaraan
negaranya transparan, penyelenggara negara itu tata kelola pemerintahannya transparan.
Penegak hukum bersih artinya dari polisi, jaksa, hakim pengacara, sampai KPK
semuanya harus dijamin bersih. Dalam kasus e-KTP solusinya apa? Sama seperti proses-
proses pengadaan yang lain kamu harus transparan. Memastikan dari proses
penganggaran juga transparan, karena transparan berarti tidak memungkinkan orang
untuk memarkup/menggelembungkan dana. Misalkan karena korupsi e-KTP ada 2 juta
atau berapa juta penduduk belum punya e-KTP. Sekarang kan harus punya e-KTP, yang
sekian juta/yang sudah punya e-KTP ini, ternyata nilai fisik e-KTP harusnya dari sidang
itu terungkap Rp 1.500 tapi karena dikorupsi nilainya jadi Rp 6.000. Yaudah yang belum
jadi ini bagaimana caranya memastikan nilainya jadi Rp 1.500 bukan Rp 6.000 lagi. Apa
yang sudah dikorupsi ya jangan diulangi disini, di yang belum punya e-KTP ini. Ya itu
solusi nya, tapi Kompas bukan pada yang memberikan solusi, Kompas hanya ada pada
posisi memberitakan, kalo mau yang baik ya yang transparan tadi.
11. Bagaimana tanggapan pembaca/khalayak mengenai pemberitaan kasus korupsi
proyek e-KTP yang disajikan oleh Surat Kabar Harian Kompas?
Kalo kita si merasa bahwa ini kasus yang mempengaruhi publik sehingga kita wajib
memberitakan itu. Apakah publik merasa butuh informasi itu, jawabannya bukan sama
kami sebenarnya, Kompas biasanya setiap senin melakukan polling litbang ada di
halaman 5 setiap hari senin, nah itu bisa terlihat tapi polling itu macam-macam. Aku ga
tau apakah ada polling yang temanya adalah seberapa perhatian publik terhadap kasus ini,
tapi seberapa perhatian publik terhadap kasus korupsi dan DPR biasanya ada. Coba cari
aja di kelipingnya Kompas, kalo tidak kamu cari aja di perpustakaannya Kompas.
12. Dari berita yang dibuat oleh Surat Kabar Harian Kompas tentang kasus korupsi
proyek e-KTP pada edisi 7-17 Maret 2017, apa pesan yang ingin disampaikan
Kompas kepada khalayak?
Pesan paling penting, awasi loh wakil rakyatmu itu pertama. Yang kedua, ke
penyelenggara negara, karena pembaca Kompas kan bukan cuma rakyat ya tapi bisa
penyelenggara negara, bisa DPR atau pemerintah. Jadi ya jangan korupsi, kalo kamu
korupsi, ini loh yang sengsara ini banyak. Kalo kamu korupsi negaramu ini tidak bisa
maju, pesannya sederhana aja “jangan korupsi”.
13. Prinsip dasar media massa cetak ialah “real time”, bagaimana cara Surat Kabar
Harian Kompas mewujudkan hal tersebut agar tetap kompetitif dengan media
massa lainnya, terutama oleh media online?
Media cetak itu menghadapi krisis sekarang, karena dihadapkan pada era digital ini
disebut citizen journalism semua orang bisa jadi wartawan. Lu bisa ngetweet kejadian,
ada kebakaran misalkan, sebelum wartawan datang oh kita udah tau, dari mana? Dari
pentweet yang lewat disitu. Ya Kompas mengemasnya dengan apa? Biar tidak
ketinggalan dengan media-media yang real time memberitakan peristiwa. Ya dengan
lebih dalam/lebih lengkap, lebih dalam dengan cara bukan hanya cover both side tapi
juga cover all side. Cara yang lain lagi receiving dengan bahan/data arsip-arsip soal
korupsi misalkan, tadi berita soal DPR merupakan lembaga terkorup menurut basis survei
yang tertera disitu. Dilengkapi dengan fakta ada pemberitaan-pemberitaan soal ini, itu
yang membuat wartawan Komopas kaya, sehingga pembaca Kompas merasa “informasi
yang aku baca dari Kompas ini jauh lebih lengkap.” Oke yang lain bisa real time tapi dari
sisi archiving Kompas lebih kaya mendapatkan informasi/lebih banyak mendapatkan
data.
14. Bagaimana seorang wartawaan dapat dikatakan sebagai wartawan profesional?
Apa kriteria untuk menjadi seorang wartawan profesional?
Disiplin verifikasi, berpegang pada kode etik, kode etiknya bermacam-macam, silahkan
didownload di Dewan Pers kode etik wartawan Indonesia itu apa saja, tidak boleh
menerima sesuatu dari narasumber, harus selalu melakukan cover both side, selama dia
berpegang teguh pada kaidah maupun kode etik jurnalistik ya itu yang dianggap sebagai
wartawan yang profesional.
Billy Khaerudin
Wakil Editor Desk Politik dan Hukum