Post on 18-Dec-2020
1
ANALISA LIKUIDITAS SOLVABILITAS DAN RENTABILITAS
UNTUK MENILAI KINERJA KEUANGAN
PT BANK CENTRAL ASIA TBK
TAHUN 2002-2006
SKRIPSI Program Studi Akuntansi
Nama : FAJAR KURNIAWAN
NIM : 43206110149
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2008
2
ANALISA LIKUIDITAS SOLVABILITAS DAN RENTABILITAS
UNTUK MENILAI KINERJA KEUANGAN
PT BANK CENTRAL ASIA TBK
TAHUN 2002-2006
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar SARJANA EKONOMI Program Studi Akuntansi
Nama : FAJAR KURNIAWAN
NIM : 43206110149
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2008
3
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama : FAJAR KURNIAWAN
NIM : 43206110149
Program Studi : Akuntansi S I
Judul Skripsi : ANALISA LIKUIDITAS, SOLVABILITAS DAN
RENTABILITAS UNTUK MENILAI KINERJA
KEUANGAN PT BANK CENTRAL ASIA, TBK
TAHUN 2002-2006
Tanggal Ujian Skripsi : 15 Maret 2008
Disahkan Oleh:
Pembimbing,
(Dra. Dewi Anggraini Faisol, ME . Ak.) Tanggal:
Dekan, Ketua Jurusan Akuntansi,
(Drs. Hadri Mulya, MSi ) (H. Sabarudin Muslim, SE, MSi) Tanggal: Tanggal:
4
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Dengan mengucapkan puji dan syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan
kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada
penulis, karena dengan karunia-Nya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menemukan kesulitan
dan hambatan, oleh karena itu, dalam penulisannya membutuhkan kesungguhan,
kesabaran, dan waktu yang cukup sehingga penulis berusaha semaksimal mungkin
untuk memberikan hasil yang terbaik.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi, Universitas
Mercu Buana. Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penulisan
skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik dari semua
pihak sangat diharapkan sebagai penyempurnaan dari penulisan skripsi ini.
Pada kesempatan ini dengan tulus dan sepenuh hati, perkenankanlah
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat:
1. Bapak DR. Ir. Suharyadi, MS, selaku Rektor Universitas Mercu
Buana.
2. Bapak Drs. Hadri Mulya, Msi, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Mercu Buana.
i
5
3. Bapak Sabarudin Muslim, SE, Msi, selaku Ketua Jurusan Akuntansi SI
beserta staf-stafnya atas kebijakan dan bantuannya untuk
memperlancar penyelesaian penulisan skripsi ini.
4. Ibu Dra, Dewi Anggraini Faisol, ME. Ak, selaku pembimbing yang
telah memberikan petunjuk dan arahan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
5. Para Dosen dan karyawan/karyawati (TU) Fakultas Ekonomi
Universitas Mercu Buana yang telah banyak membantu dan
memberikan dorongan serta semangat dan doanya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Untuk ibuku, adikku, nenekku serta om dan tanteku yang telah
memberikan kasih sayang, perhatian, pengertian dan dorongan bagi
penulis secara moril dan materiil sehingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Woen Min Kong, Pak Hadi, Ibu Lily, Pak Fran, Ibu Retno, Pak
Sularto, Ibu Ita, Mba Eva, Mas Roni, Mba Nadya dan rekan-rekan di
BCA lainnya yang telah banyak memberikan dorongan dan semangat
serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabatku tercinta dan tersayang (Desi, Anne, Eko, Cici,
Sulis, Ika dan Lia) yang selama ini selalu memberikan semangat dan
dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
ii
6
9. Seluruh teman-teman jurusan Akuntansi angkatan IX yang telah
membantu dan memberikan semangat serta dorongan dalam
penyelesaian skripsi ini.
Skripsi ini tidak luput dari kekurangan-kekurangan, namun demikian
penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca, agar skripsi ini dapat lebih
baik dan sempurna.
Jakarta, Januari 2008
Penulis,
(FAJAR KURNIAWAN)
iii
7
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ......................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................... 4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................... 4
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Bank ........................................................................................ 6
1. Pengertian Bank ............................................................... 6
2. Fungsi dan Usaha Bank Umum ........................................ 7
3. Risiko Usaha Bank ........................................................... 8
B. Laporan Keuangan ................................................................. 11
1. Pengertian Laporan Keuangan ......................................... 11
2. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan ..................... 11
iv
8
3. Komponen Laporan Keuangan ......................................... 13
4. Pengguna Laporan Keuangan ........................................... 15
5. Laporan Keuangan Bank .................................................. 15
C. Analisa Laporan Keuangan .................................................... 17
1. Tujuan Analisa Laporan Keuangan .................................. 17
2. Teknik-teknik Analisa Laporan Keuangan ........................ 18
3. Analisa Rasio Keuangan Bank .......................................... 20
D. Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum .................. 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Perusahaan ................................................. 32
1. Sejarah Perusahaan ............................................................ 32
2. Visi dan Misi Perusahaan .................................................. 37
3. Struktur Organisasi Perusahaan ......................................... 37
4. Produk-produk Perusahaan ................................................ 38
B. Metode Penelitian .................................................................... 44
C. Definisi Operasional Variabel ................................................. 44
D. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 47
E. Metode Analisis Data .............................................................. 48
BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aspek Likuiditas ...................................................................... 49
1. Analisa Giro Wajib Minimum (GWM) ............................. 49
v
9
2. Analisa Loan to Deposit Ratio (LDR) .............................. 58
B. Aspek Solvabilitas ................................................................... 65
1. Analisa Capital Adequacy Ratio (CAR) ........................... 65
C. Aspek Rentabilitas ................................................................... 69
1. Analisa Return on Total Assets (ROA) ............................. 69
2. Analisa Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO) .............................................................................. 74
D. Tingkat Kesehatan Keuangan Perusahaan Ditinjau dari
Peraturan Bank Indonesia dan Rata-rata Industri
Perbankan Berdasarkan Aspek Likuiditas, Solvabilitas
dan Rentabilitas ....................................................................... 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................. 96
B. Saran ........................................................................................ 98
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
10
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Data Perhitungan Rasio GWM .......................................................... 50
Tabel 2 Data Perhitungan LDR ...................................................................... 59
Tabel 3 Data Perhitungan CAR ...................................................................... 66
Tabel 4 Data Perhitungan Rasio ROA ............................................................ 70
Tabel 5 Data Perhitungan Rasio BOPO ......................................................... 75
Tabel 6 Rangkuman Hasil Perhitungan Rasio ................................................ 80
Tabel 7 Rangkuman Analisa Perbandingan Tahun 2002 ............................... 90
Tabel 8 Rangkuman Analisa Perbandingan Tahun 2003 ............................... 91
Tabel 9 Rangkuman Analisa Perbandingan Tahun 2004 ............................... 92
Tabel 10 Rangkuman Analisa Perbandingan Tahun 2005 .............................. 93
Tabel 11 Rangkuman Analisa Perbandingan Tahun 2006 .............................. 94
vii
11
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Grafik Pertumbuhan Rasio GWM ................................................ 54
Gambar 2 Grafik Pertumbuhan LDR ............................................................. 61
Gambar 3 Grafik Pertumbuhan CAR ............................................................. 68
Gambar 4 Grafik Pertumbuhan Rasio ROA ................................................... 72
Gambar 5 Grafik Pertumbuhan Rasio BOPO .................................................. 77
Gambar 6 Grafik Perbandingan Pertumbuhan Rasio GWM ........................... 82
Gambar 7 Grafik Perbandingan Pertumbuhan LDR ...................................... 84
Gambar 8 Grafik Perbandingan Pertumbuhan CAR ...................................... 85
Gambar 9 Grafik Perbandingan Pertumbuhan Rasio ROA ............................ 87
Gambar 10 Grafik Perbandingan Pertumbuhan Rasio BOPO ......................... 88
viii
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Neraca Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk dan Anak Perusahaan 31 Desember 2006 dan 2005
Lampiran 2 Laporan Laba Rugi Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk dan Anak Perusahaan Tahun Berakhir 31 Desember 2006 dan 2005
Lampiran 3 Neraca Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk dan Anak Perusahaan 31 Desember 2005 dan 2004
Lampiran 4 Laporan Laba Rugi Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk dan Anak Perusahaan Tahun Berakhir 31 Desember 2005 dan 2004
Lampiran 5 Neraca Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk dan Anak Perusahaan 31 Desember 2004 dan 2003
Lampiran 6 Laporan Laba Rugi Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk dan Anak Perusahaan Tahun Berakhir 31 Desember 2004 dan 2003
Lampiran 7 Neraca Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk dan Anak Perusahaan 31 Desember 2003 dan 2002
Lampiran 8 Laporan Laba Rugi Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk dan Anak Perusahaan Tahun Berakhir 31 Desember 2003 dan 2002
Lampiran 9 Neraca Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk dan Anak Perusahaan 31 Desember 2002 dan 2001
Lampiran 10 Laporan Laba Rugi Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk dan Anak Perusahaan Tahun Berakhir 31 Desember 2002 dan 2001
Lampiran 11 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2006 dan 2005 mengenai Giro pada Bank Indonesia
Lampiran 12 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2006 dan 2005 mengenai Simpanan dari Nasabah dan Bank-bank lain
Lampiran 13 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2006 dan 2005 mengenai Kredit yang diberikan
ix
13
Lampiran 14 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2006 dan 2005 mengenai Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Lampiran 15 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2005 dan 2004 mengenai Giro pada Bank Indonesia
Lampiran 16 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2005 dan 2004 mengenai Simpanan dari Nasabah dan Bank-bank lain
Lampiran 17 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2005 dan 2004 mengenai Kredit yang diberikan
Lampiran 18 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central
Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2005 dan 2004 mengenai Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Lampiran 19 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2004 dan 2003 mengenai Giro pada Bank Indonesia
Lampiran 20 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2004 dan 2003 mengenai Simpanan dari Nasabah dan Bank-bank lain
Lampiran 21 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2004 dan 2003 mengenai Kredit yang diberikan
Lampiran 22 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central
Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2004 dan 2003 mengenai Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Lampiran 23 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2003 dan 2002 mengenai Giro pada Bank Indonesia
Lampiran 24 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2003 dan 2002 mengenai Simpanan dari Nasabah dan Bank-bank lain
x
14
Lampiran 25 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2003 dan 2002 mengenai Kredit yang diberikan
Lampiran 26 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central
Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2003 dan 2002 mengenai Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Lampiran 27 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2002 dan 2001 mengenai Giro pada Bank Indonesia
Lampiran 28 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2002 dan 2001 mengenai Simpanan dari Nasabah dan Bank-bank lain
Lampiran 29 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2002 dan 2001 mengenai Kredit yang diberikan
Lampiran 30 Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Bank Central
Asia Tbk Tahun Berakhir 31 Desember 2002 dan 2001 mengenai Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Lampiran 31 Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Komponen Likuiditas berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
Lampiran 32 Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Komponen Rentabilitas berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
Lampiran 33 Kegiatan Usaha Bank Umum
Lampiran 34 Kinerja Bank Umum
Lampiran 35 Peraturan Bank Indonesia No. 6/15/PBI/2004 tanggal 28 Juni 2004 dan No. 7/29/PBI/2005 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing
Lampiran 36 Perhitungan ROA dan BOPO Rata-rata Industri Perbankan Tahun 2006
xi
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Dalam menghadapi pertumbuhan ekonomi dunia yang semakin pesat
dimana terbukanya arus informasi secara global, setiap perusahaan dituntut
untuk dapat bekerja dengan efisien dan efektif agar dapat bertahan dan
bersaing dalam memperebutkan pangsa pasar yang ada. Untuk mengikuti
perkembangan bisnis yang semakin kompleks, diperlukan keseimbangan
informasi yang sesuai. Salah satu bentuk informasi tersebut adalah berupa
laporan keuangan yang disusun oleh perusahaan.
Laporan keuangan perusahaan pada awalnya hanya berfungsi sebagai
Alat Penguji yang dilakukan oleh bagian pembukuan. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, fungsi laporan keuangan menjadi lebih luas
terutama untuk menilai kinerja perusahaan.
Laporan keuangan memberikan informasi tentang kinerja keuangan
suatu entitas atau perusahaan kepada para pemakai laporan keuangan untuk
dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan manajemen. Oleh karena
itu, informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus akurat dan up to
date sehingga dapat bermanfaat secara tepat bagi para pemakai laporan
keuangan.
Di Indonesia, saat ini kondisi pertumbuhan ekonomi semakin
membaik, menuntut para pebisnis untuk terus mengembangkan usahanya agar
1
2
dapat bersaing dengan para pesaing yang ada. Begitu pula halnya dengan
sektor perbankan yang dituntut untuk terus berkembang dan melakukan
berbagai inovasi baru untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang
semakin kompleks. Bisnis perbankan yang juga sering disebut sebagai bisnis
kepercayaan memang merupakan suatu bisnis yang cukup menjanjikan.
Disamping itu, bisnis perbankan juga merupakan suatu usaha yang
sangat erat kaitannya dengan risiko dan risiko ini sendiri erat kaitannya
dengan profitabilitas suatu perusahaan. Bagi perusahaan yang sahamnya telah
tercatat di bursa efek, sangatlah penting bagi perusahaan tersebut untuk dapat
menampilkan suatu kinerja yang terbaik agar nilai sahamnya semakin
meningkat.
Kinerja bank secara keseluruhan merupakan gambaran prestasi yang
dicapai bank dalam operasionalnya, baik menyangkut aspek keuangan,
pemasaran, penghimpunan dan penyaluran dana, teknologi maupun sumber
daya manusia. Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan bank
merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik
menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana yang
biasanya diukur dengan indikator likuiditas, kecukupan modal dan
profitabilitas bank.
Penilaian aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana merupakan
kinerja keuangan yang berkaitan dengan peran bank sebagai lembaga
intermediasi. Adapun penilaian kondisi likuiditas bank berguna untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya
3
kepada para deposan. Sedangkan penilaian aspek profitabilitas berguna untuk
mengetahui kemampuan dalam menciptakan profit, yang sangat penting bagi
para pemilik. Dengan kinerja bank yang baik pada akhirnya akan berdampak
baik pula bagi pihak intern maupun pihak ekstern bank.
Berkaitan dengan analisa kinerja keuangan bank mengandung
beberapa tujuan:
1. Untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan keuangan bank terutama
kondisi likuiditas, kecukupan modal dan profitabilitas yang dicapai dalam
tahun berjalan maupun tahun sebelumnya.
2. Untuk mengetahui kemampuan bank dalam mendayagunakan semua aset
yang dimiliki dalam menghasilkan profit secara efisien.
PT Bank Central Asia, Tbk atau yang lebih dikenal masyarakat dengan
sebutan BCA merupakan salah satu bank swasta nasional terbesar di
Indonesia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisa mengenai
kinerja keuangan BCA yang tercermin dari laporan keuangan publikasi setiap
tahunnya.
Untuk dapat memahami bagaimana kinerja keuangan BCA, maka
penulis mengambil judul skripsi: ANALISA LIKUIDITAS,
SOLVABILITAS DAN RENTABILITAS UNTUK MENILAI KINERJA
KEUANGAN PT BANK CENTRAL ASIA, TBK TAHUN 2002-2006 .
4
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana analisa rasio keuangan PT Bank Central Asia, Tbk selama
tahun 2002-2006 ditinjau dari aspek likuiditas, solvabilitas dan
rentabilitas?
2. Bagaimana tingkat kesehatan keuangan PT Bank Central Asia, Tbk selama
tahun 2002-2006 ditinjau dari Standar Peraturan Bank Indonesia dan rata-
rata industri sejenis berdasarkan aspek likuiditas, solvabilitas dan
rentabilitas?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diungkapkan penulis, maka tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui analisa rasio keuangan PT Bank Central Asia, Tbk
selama tahun 2002-2006 ditinjau dari aspek likuiditas, solvabilitas dan
rentabilitas.
2. Untuk mengetahui tingkat kesehatan keuangan PT Bank Central Asia, Tbk
selama tahun 2002-2006 ditinjau dari Standar Peraturan Bank Indonesia
dan rata-rata industri sejenis berdasarkan aspek likuiditas, solvabilitas dan
rentabilitas.
5
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi penulis
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam melakukan analisa
laporan keuangan suatu perusahaan untuk menilai kinerja keuangan suatu
perusahaan.
2. Bagi perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk bahan
pertimbangan dalam memperbaiki ataupun merancang kinerja keuangan
manajemen PT Bank Central Asia, Tbk.
3. Bagi pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pembaca
mengenai pengetahuan dalam bidang analisa laporan keuangan dan
sebagai referensi dalam melakukan penelitian ilmiah yang terkait.
4. Bagi pengembangan disiplin ilmu terkait
Hasil penelitian ini diharapkan mampu untuk dijadikan masukan-masukan
yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu manajemen keuangan
terutama mengenai likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas.
6
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Bank
1. Pengertian Bank
Pengertian bank menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998:
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
(UU No.
10 Tahun 1998 Tentang Perbankan).
Definisi bank di atas memberi tekanan bahwa bank dalam melakukan
usahanya terutama menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang
merupakan sumber dana bank. Demikian pula dari segi penyaluran
dananya, hendaknya bank tidak semata-mata memperoleh keuntungan
yang sebesar-besarnya bagi pemilik, tetapi juga kegiatannya itu harus pula
diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarakat.
2. Fungsi dan Usaha Bank Umum
a. Fungsi Pokok Bank Umum
Sesuai dengan pengertian bank, fungsi utama bank adalah
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali
kepada masyarakat untuk berbagai tujuan.
6
7
Menurut PSAK No. 31: Akuntansi Perbankan (2007 : 31.1) dinyatakan
bahwa:
Bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Bank memainkan peran penting dalam memelihara kepercayaan masyarakat terhadap sistem moneter melalui kedekatan hubungannya dengan badan-badan pengatur dan instansi pemerintah.
b. Usaha Bank Umum
Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum menurut UU
No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah sebagai berikut:
1) Menghimpun dana dari masyarakat 2) Memberikan kredit 3) Menerbitkan surat pengakuan hutang 4) Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya: a) surat-surat wesel termasuk wesel yang diaksep oleh bank b) surat pengakuan utang c) kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah d) Sertifikasi Bank Indonesia (SBI) e) obligasi f) surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun g) instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai
dengan 1 (satu) tahun 5) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah 6) Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan
dana kepada pihak lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi, maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya
7) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antara pihak ketiga
8) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga 9) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak (custodian)
8
10) Melakukan penempatan dana dari dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek
11) Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya
12) Melakukan kegiatan anjak piutang (factoring), kartu kredit dan kegiatan wali amanat (trustee)
13) Menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil 14) Melakukan kegiatan lain misalnya kegiatan dalam valuta asing,
melakukan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, dan asuransi; dan melakukan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit
15) Kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang.
3. Risiko Usaha Bank
Risiko usaha bank menurut Dahlan Siamat (2001 : 91) dinyatakan sebagai
berikut:
Risiko usaha atau business risk bank merupakan tingkat ketidakpastian mengenai pendapatan yang diperkirakan akan diterima. Pendapatan dalam hal ini adalah keuntungan bank. Semakin tinggi ketidakpastian pendapatan yang diperoleh suatu bank, semakin besar kemungkinan risiko yang dihadapi dan semakin tinggi pula premi risiko atau bunga yang diinginkan.
Risiko usaha yang dapat dihadapi oleh bank antara lain sebagai berikut:
a. Risiko kredit
Yaitu suatu risiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah
mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta
bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.
9
b. Risiko investasi
Yaitu risiko yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian
akibat suatu penurunan nilai portofolio surat-surat berharga, misalnya
obligasi dan surat-surat berharga lain yang dimiliki bank.
c. Risiko likuiditas
Yaitu risiko yang mungkin dihadapi oleh bank untuk memenuhi
kebutuhan likuiditasnya dalam rangka memenuhi permintaan kredit
dan semua penarikan dana oleh penabung pada suatu waktu.
d. Risiko operasional
Yaitu berupa kemungkinan kerugian dari operasi bank bila terjadi
penurunan keuntungan yang dipengaruhi oleh struktur biaya
operasional bank dan terjadinya kegagalan atas jasa-jasa dan produk-
produk baru yang diperkenalkan.
e. Risiko penyelewengan
Yaitu berkaitan dengan kerugian-kerugian yang dapat terjadi akibat
ketidakjujuran, penipuan atau moral dan perilaku yang kurang baik
dari pejabat, karyawan dan nasabah bank.
f. Risiko fidusia
Yaitu risiko yang akan timbul apabila bank dalam usahanya
memberikan jasa dengan bertindak sebagai wali amanat baik untuk
individu maupun badan usaha.
10
g. Risiko tingkat bunga
Yaitu risiko yang timbul akibat berubahnya tingkat bunga akan
menurunkan nilai pasar surat-surat berharga yang terjadi pada saat
bank membutuhkan likuiditas.
h. Risiko solvensi
Yaitu risiko yang terjadi disebabkan oleh ruginya beberapa aset yang
pada gilirannya menurunkan posisi modal bank.
i. Risiko valuta asing
Yaitu risiko yang dapat dihadapi oleh bank-bank devisa yang
melakukan transaksi yang berkaitan dengan valuta asing, baik dari sisi
aktiva maupun dari sisi pasiva.
j. Risiko persaingan
Yaitu risiko yang disebabkan oleh produk-produk yang ditawarkan
bank hampir seluruhnya bersifat homogen, sehingga persaingan antar
bank lebih terfokus pada kemampuan bank memberikan pelayanan
kepada nasabah secara profesional dan paling baik.
B. Laporan Keuangan
1. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan pada dasarnya merupakan hasil refleksi dari sekian
banyak transaksi yang terjadi dalam suatu perusahaan. Laporan keuangan
merupakan hasil tindakan pembuatan ringkasan data keuangan perusahaan
yang disusun dan ditafsirkan untuk kepentingan manajemen dan pihak lain
11
yang menaruh perhatian atau mempunyai kepentingan dengan data
keuangan perusahaan (Jumingan 2006).
Tujuan laporan keuangan yang termuat dalam PSAK No. 1: Penyajian
Laporan Keuangan (2007 : 1.2) adalah sebagai berikut:
Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
Dalam referensi lain disebutkan bahwa tujuan dari pelaporan keuangan
adalah menyediakan informasi yang berguna dalam pengambilan
keputusan investasi dan pemberian kredit, memperkirakan prospek arus
kas suatu perusahaan, dan mempelajari sumber-sumber ekonomi, klaim
atas sumber-sumber tersebut dan perubahan-perubahannya (Kieso dkk.
2002).
2. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
Diperlukan kriteria untuk menentukan alternatif yang terbaik dalam
pelaporan keuangan agar tujuan pelaporan dapat tercapai. Pemilihan
alternatif harus mengacu pada karakteristik kualitatif yang terdiri atas
kualitas utama dan kualitas tambahan (Kieso dkk. 2002).
a. Kualitas Utama
1) Relevan
Informasi akuntansi yang relevan adalah informasi yang memiliki
kemampuan membedakan dalam pembuatan keputusan. Agar
12
relevan, informasi tersebut harus memiliki kemampuan prediksi,
memberikan umpan balik, dan tepat waktu dalam penyampaiannya.
2) Dapat dipercaya
Informasi akuntansi dapat dipercaya apabila memiliki karakteristik
dapat diperiksa kembali, mewakili keadaan yang sebenarnya, serta
bebas dari kesalahan dan bias.
b. Kualitas Tambahan
1) Dapat diperbandingkan
Informasi keuangan suatu perusahaan harus dapat dibandingkan
dengan informasi yang sama dari perusahaan yang lain. Hal ini
dapat tercapai apabila informasi keuangan tersebut diukur dan
dilaporkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut dengan cara yang
sama.
2) Konsisten
Informasi keuangan suatu perusahaan dapat diperbandingkan dari
waktu ke waktu. Hal ini mensyaratkan penerapan perlakuan
akuntansi yang sama atas kejadian-kejadian yang sejenis dari
waktu ke waktu.
Sedangkan menurut PSAK per 1 September 2007 dalam Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dinyatakan bahwa terdapat
empat karakteristik kualitatif pokok laporan keuangan yaitu dapat
dipahami, relevan, keandalan dan dapat diperbandingkan.
13
3. Komponen Laporan Keuangan
Menurut PSAK No. 1: Penyajian laporan Keuangan (2007 : 1.2), laporan
keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini:
a) Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan perusahaan yang terdiri
dari harta, utang dan modal pada satu tanggal tertentu
(Sofyan Safri
Harahap 2007 : 4).
b) Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi menggambarkan hasil yang diterima perusahaan
selama suatu periode tertentu serta biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk mendapatkan hasil tersebut serta labanya (Sofyan Safri
Harahap 2007 : 4).
c) Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas menurut PSAK No. 1: Penyajian laporan
Keuangan (2007 : 1.13) adalah sebagai berikut:
Perubahan ekuitas perusahaan menggambarkan peningkatan atau penurunan aset bersih atau kekayaan selama periode bersangkutan berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang dianut dan harus diungkapkan dalam laporan keuangan. Laporan perubahan ekuitas, kecuali untuk perubahan yang berasal dari transaksi dengan pemegang saham seperti setoran modal dan pembayaran dividen , menggambarkan jumlah keuntungan dan kerugian yang berasal dari kegiatan perusahaan selama periode yang bersangkutan.
d) Laporan Arus Kas
Laporan arus kas menurut Kieso dkk ( 2002 : 83 ) adalah sebagai
berikut:
14
Laporan arus kas melaporkan penerimaan kas, pengeluaran kas dan perubahan kas sebagai hasil dari aktivitas operasional, investasi dan pendanaan suatu perusahaan selama suatu periode dalam suatu format yang merekonsiliasi saldo kas awal dan akhir.
Tujuan laporan arus kas menurut PSAK No. 2: Laporan Arus Kas
(2007 : 2.1) adalah sebagai berikut:
Informasi tentang arus kas suatu perusahaan berguna bagi para pengguna laporan keuangan sebagai dasar untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas serta setara kas dan menilai kebutuhan perusahaan untuk menggunakan arus kas tersebut.
e) Catatan atas Laporan Keuangan
Menurut PSAK No. 1: Penyajian laporan Keuangan (2007 : 1.13),
catatan atas laporan keuangan mengungkapkan:
1) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting;
2) Informasi yang diwajibkan dalam PSAK tetapi tidak disajikan di neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan laporan perubahan ekuitas;
3) Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.
4. Pengguna Laporan Keuangan
Pengguna laporan keuangan menurut PSAK : Kerangka Dasar Penyusunan
dan Penyajian Laporan Keuangan (2007 : 2) adalah sebagai berikut:
Pengguna laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditur usaha lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-lambaganya, dan masyarakat.
15
5. Laporan Keuangan Bank
Laporan keuangan bank menurut PSAK No. 31: Akuntansi Perbankan
(2007 : 31.11) terdiri dari:
a) Neraca Bank menyajikan aset dan kewajiban dalam neraca berdasarkan karakteristiknya dan disusun berdasarkan urutan likuiditasnya. Aset
Kas;
Giro pada Bank Indonesia;
Giro pada bank lain;
Penempatan pada bank lain;
Efek-efek;
Efek yang dibeli dengan janji jual kembali;
Tagihan derivatif;
Kredit;
Tagihan akseptasi;
Penyertaan saham;
Aset tetap
Aset lain-lain.
Kewajiban
Kewajiban segera;
Simpanan;
Simpanan dari bank lain;
Efek-efek yang dijual dengan janji beli kembali;
Kewajiban derivatif;
Kewajiban akseptasi;
Surat berharga yang diterbitkan;
Pinjaman diterima;
Estimasi kerugian komitmen dan kontijensi;
Kewajiban lain-lain;
Pinjaman subordinasi.
Ekuitas
Modal disetor;
Tambahan modal disetor;
Saldo laba (rugi).
b) Laporan Laba Rugi Bank menyajikan laporan laba rugi dengan mengelompokkan pendapatan dan beban menurut karakteristiknya dan disusun dalam bentuk berjenjang (multiple step) yang menggambarkan pendapatan
16
atau beban yang berasal dari kegiatan utama bank dan kegiatan lain. Laporan laba rugi bank menyajikan secara terperinci unsur pendapatan dan beban, serta membedakan antara unsur-unsur pendapatan dan beban yang berasal dari kegiatan operasional dan non-operasional sebagai berikut:
Pendapatan bunga;
Beban bunga;
Pendapatan komisi;
Beban provisi dan komisi;
Keuntungan atau kerugian penjualan efek;
Keuntungan atau kerugian investasi efek;
Keuntungan atau kerugian transaksi valuta asing;
Pendapatan dividen;
Pendapatan operasional lainnya;
Beban penyisihan kerugian kredit dan aset produktif lainnya;
Beban administrasi umum; dan
Beban operasional lainnya.
c) Laporan Arus Kas Laporan arus kas disajikan sesuai dengan PSAK 2: Laporan Arus Kas dan harus disusun berdasarkan kas selama periode pelaporan. Kas dan setara kas terdiri atas:
Kas;
Giro pada bank Indonesia; dan
Giro pada bank lain.
d) Laporan Perubahan Ekuitas Laporan prubahan ekuitas menyajikan peningkatan dan penurunan aset bersih atau kekayaan bank selama periode bersangkutan berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang dianut dan harus diungkapkan dalam laporan keuangan.
e) Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis. Catatan atas laporan keuangan bank mengungkapkan:
Analisis jatuh tempo aset dan kewajiban;
Komitmen, kontijensi dan unsur-unsur di luar neraca;
Konsentrasi aset, kewajiban dan unsur-unsur di luar neraca;
Perkreditan;
Aset yang dijaminkan;
Instrumen derivatif;
Kegiatan wali amanat (trustee);
Pengungkapan tambahan untuk pos tertentu; dan
Pengungkapan hal-hal penting lainnya.
17
C. Analisa Laporan Keuangan
1. Tujuan Analisa Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan menurut Sofyan Syafri Harahap (2007 : 190)
dinyatakan sebagai berikut:
Menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebi kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.
Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh
informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah
dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan. Data keuangan tersebut akan
lebih berarti bagi pihak-pihak yang berkepentingan apabila data tersebut
diperbandingkan untuk dua periode atau lebih, dan dianalisa lebih lanjut
sehingga dapat diperoleh data yang akan dapat mendukung keputusan
yang akan diambil.
2. Teknik-teknik Analisa Laporan Keuangan
Berdasarkan tekniknya, analisis keuangan menurut Jumingan (2006 : 242)
dapat dibedakan menjadi:
a. Analisis Perbandingan Laporan Keuangan
Merupakan teknik analisis dengan cara membandingkan laporan
keuangan dua periode atau lebih dengan menunjukkan perubahan, baik
dalam jumlah (absolut) maupun dalam persentase (relatif). Analisis
18
perbandingan menggunakan tahun sebelumnya sebagai tahun
pembanding.
b. Analisis Tren
Merupakan teknik analisis untuk mengetahui tendensi keadaan
keuangan apakah menunjukkan kenaikan atau penurunan. Analisa ini
menggunakan tahun dasar sebagai tahun pembanding.
c. Analisis Persentase per Komponen
Merupakan teknik analisis untuk mengetahui persentase investasi pada
masing-masing aktiva terhadap total aktiva seluruhnya.
d. Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja
Merupakan teknik analisis untuk mengetahui besarnya sumber dan
penggunaan modal kerja melaui dua periode waktu yang dibandingkan.
Selain mengetahui posisi modal kerja juga dimaksudkan untuk
mengetahui sebab-sebab terjadi perubahan modal kerja dalam suatu
periode tertentu.
e. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas
Merupakan teknik analisis untuk mengetahui kondisi kas disertai sebab
terjadinya perubahan kas pada suatu priode waktu tertentu.
f. Analisis Rasio Keuangan
Merupakan teknik analisis keuangan untuk mengetahui hubungan di
antara pos tertentu dalam neraca maupun laporan laba rugi baik secara
individu maupun secara simultan.
19
Rasio keuangan menurut Sofyan Syafri Harahap (2007 : 297)
dinyatakan sebagai berikut:
Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (berarti). Misalnya antara hutang dan modal, antar kas dan total asset, antara harga pokok produksi dengan total penjualan dan sebagainya. Teknik ini sangat lazim digunakan para analisis keuangan.
g. Analisis Perubahan Laba Kotor
Merupakan teknik analisis untuk mengetahui posisi laba dan sebab-
sebab terjadinya perubahan laba. Analisis ini juga dimaksudkan untuk
mengetahui posisi laba yang dianggarkan dengan laba yang benar-
benar dapat dihasilkan.
h. Analisis Break Even
Merupakan teknik analisis untuk mengetahui tingkat penjualan yang
harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian, tetapi pada
tingkat penjualan tersebut perusahaan belum memperoleh keuntungan.
3. Analisa Rasio Keuangan Bank
Analisa rasio keuangan bank menurut Lukman Dendawijaya (2005 : 114-
122) terdiri dari:
a. Analisa Rasio Likuiditas
Analisa rasio likuiditas adalah analisa yang dilakukan terhadap
kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka
pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo.
20
Beberapa rasio likuiditas yang sering dipergunakan dalam menilai
kinerja suatu bank antara lain sebagai berikut:
1) Cash Ratio
Cash ratio adalah rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga yang
dihimpun bank yang harus segera dibayar. Rasio ini digunakan
untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali
simpanan nasabah pada saat ditarik dengan menggunakan alat
likuid yang dimilikinya. Menurut ketentuan Bank Indonesia, alat
likuid terdiri atas uang kas ditambah dengan rekening giro bank
yang disimpan pada Bank Indonesia. Cash ratio dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Cash ratio = Alat Likuid x 100%
Pinjaman yang harus segera dibayar
2) Reserve Requirement (Giro Wajib Minimum)
Reserve requirement atau lebih dikenal dengan juga dengan
likuiditas wajib minimum adalah suatu simpanan minimum yang
wajib dipelihara dalam bentuk giro di Bank Indonesia bagi semua
bank. Besarnya reserve requirement sejak tahun 1997 hingga
sekarang sebesar 5%. Untuk mengetahui besarnya reserve
requirement dapat dirumuskan sebagai berikut:
GWM = Saldo Rekening Giro di Bank Indonesia
x 100%
Dana Pihak Ketiga (DPK)
21
Reserve requirement merupakan ketentuan bagi setiap bank umum
untuk menyisihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil
dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum yang berupa
rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia.
3) Loan to Deposit Ratio (LDR)
LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank
dengan dana yang diterima oleh bank. Rasio ini menunjukkan salah
satu penilaian likuiditas bank dan dapat dirumuskan sebagai
berikut:
LDR = Jumlah Kredit yang Diberikan
x 100%
Total Dana Pihak Ketiga (DPK)
LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam
membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya.
Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin
rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan.
Dalam tata cara penilaian tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia
menetapkan ketentuan untuk rasio LDR di bawah 110 % diberi
nilai kredit 100 yang artinya likuiditas bank tersebut dinilai sehat,
dan untuk rasio LDR sebesar 110 % atau lebih diberi nilai kredit 0
yang artinya likuiditas bank tersebut dinilai tidak sehat.
22
4) Loan to Asset Ratio
Loan to asset ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
tingkat likuiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk
memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang
dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini, tingkat likuiditasnya
semakin kecil karena jumlah aset yang diperlukan untuk
membiayai kreditnya menjadi semakin besar. Rasio ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Loan to Asset Ratio = Jumlah Kredit yang Diberikan
x 100%
Jumlah Aset
5) Rasio Kewajiban Bersih Call Money
Persentase dari rasio ini menunjukkan besarnya kewajiban bersih
call money terhadap aktiva lancar atau aktiva yang paling likuid
dari bank. Jika rasio ini semakin kecil nilainya, likuiditas bank
dikatakan cukup baik karena bank dapat segera menutup kewajiban
dalam kegiatan pasar uang antar bank dengan alat likuid yang
dimilikinya. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rasio Kewajiban Bersih Call Money =
Kewajiban Bersih Call Money
x 100%
Aktiva lancar
b. Analisa Rasio Solvabilitas
Analisa rasio solvabilitas adalah analisa yang digunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka
23
panjangnya atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-
kewajiban jika terjadi likuidasi bank.
Beberapa rasio solvabilitas yang sering dipergunakan dalam menilai
kinerja suatu bank antara lain sebagai berikut:
1) Capital Adequacy Ratio (CAR)
CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh
aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat
berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal
sendiri bank, disamping memperoleh dana-dana dari sumber-
sumber di luar bank seperti dana masyarakat, pinjaman (utang),
dan lain-lain. Dengan kata lain, CAR adalah rasio kinerja bank
untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk
menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko,
misalnya kredit yang diberikan. Rasio ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
CAR = Total Modal x 100%
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk
menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-
kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko.
Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tanggal 13 Desember
2001 mewajibkan bank-bank untuk memenuhi rasio kewajiban
24
penyediaan modal minimum (KPMM atau CAR) minimum
sebesar 8 %.
2) Debt to Equity Ratio
Debt to equity ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam menutup sebagian atau seluruh utang-
utangnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek, dengan
dana yang berasal dari modal bank sendiri. Rasio ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Debt to Equity Ratio = Jumlah Utang x 100%
Jumlah Modal Sendiri
3) Long Term Debt to Asset Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai seluruh
aktiva bank dibiayai atau dananya diperoleh dari sumber-sumber
utang jangka panjang. Rasio ini dapat dirumuskan sebagaiberikut:
Long Term Debt to Asset Ratio = Utang Jangka Panjang
x 100%
Total Aktiva
c. Analisa Rasio Rentabilitas
Analisa rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau
mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh
bank yang bersangkutan. Dalam perhitungan rasio-rasio rentabilitas ini
biasanya dicari hubungan timbal balik antarpos, yang terdapat pada
laporan laba rugi ataupun hubungan timbal balik antarpos, yang
25
terdapat pada laporan laba rugi bank dengan pos-pos pada neraca bank
guna memperoleh berbagai indikasi yang bermanfaat dalam mengukur
tingkat efisiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan.
Beberapa rasio rentabilitas yang sering dipergunakan dalam menilai
kinerja suatu bank antara lain sebagai berikut:
1) Return on Total Assets (ROA)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin
besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan
yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank
tersebut dari segi penggunaan aset. Rasio ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
ROA = Laba Sebelum Pajak x 100%
Total Asset
2) Return on Equity (ROE)
ROE adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan modal
sendiri. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
ROE = Laba Bersih
x 100%
Modal sendiri
Rasio ROE merupakan indikator yang amat penting bagi para
pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan
bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan
pembayaran dividen.
26
3) Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO)
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
BOPO = Biaya Operasional
x 100%
Pendapatan Operasional
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan
kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya.
Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak
sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana, maka
biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya
bunga dan hasil bunga.
4) Net Profit Margin Ratio (NPM)
Net profit margin adalah rasio yang menggambarkan tingkat
keuntungan (laba) yang diperoleh bank dibandingkan dengan
pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Rasio ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
NPM = Laba Bersih x 100%
Pendapatan Operasional
Rasio NPM mengacu kepada pendapatan operasional bank yang
terutama berasal dari kegiatan pemberian kredit yang dalam
praktiknya memiliki berbagai risiko.
27
D. Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Dengan semakin meningkatnya kompleksitas usaha dan profil risiko, bank
perlu mengidentifikasi permasalahan yang mungkin timbul dari operasional
bank. Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi bank tersebut dapat
digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di
waktu yang akan datang, sedangkan bagi Bank Indonesia antara lain
digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi startegi pengawasan
bank oleh Bank Indonesia.
Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai
aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui
penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas
dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut
dilakukan melalui penilaian kuantitatif dan atau kualitatif setelah
mempertimbangkan unsur judgment yang didasarkan atas materialitas dan
signifikasi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor lainnya
seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional.
Penilaian tingkat kesehatan bank menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.
6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 mencakup penilaian terhadap faktor-faktor
CAMELS yang terdiri dari:
1. Permodalan (Capital)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara
lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai
berikut:
28
a. Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku;
b. Komposisi permodalan;
c. Trend ke depan/ proyeksi KPMM;
d. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal
bank;
e. Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang
berasal dari keuntungan (laba ditahan);
f. Rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha;
g. Akses kepada sumber permodalan; dan
h. Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan
bank.
2. Kualitas Aset (Asset Quality)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara
lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai
berikut:
a. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total
aktiva produktif;
b. Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total
kredit;
c. Perkembangan aktiva produktif bermasalah/ non performing asset
dibandingkan dengan aktiva produktif;
29
d. Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva
produktif (PPAP);
e. Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif;
f. Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif;
g. Dokumentasi aktiva produktif; dan
h. Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
3. Manajemen (Management)
Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. Manajemen umum;
b. Penerapan sistem manajemen risiko; dan
c. Kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen
kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
4. Rentabilitas (Earnings)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara
lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai
berikut:
a. Return on Assets (ROA);
b. Return on Equity (ROE);
c. Net Interest Margin (NIM);
d. Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional;
e. Perkembangan laba operasional;
f. Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan;
30
g. Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya;
dan
h. Prospek laba operasional.
5. Likuiditas (Liquidity)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain
dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai
berikut:
a. Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid
kurang dari 1 bulan;
b. 1-month maturity mismatch ratio;
c. Loan to Deposit Ratio (LDR);
d. Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang;
e. Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti;
f. Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liability
management/ ALMA);
g. Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar
modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya; dan
h. Stabilitas dana pihak ketiga (DPK).
6. Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitvity to Market Risk)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap
risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-
komponen sebagai berikut:
31
a. Modal atau cadangan yang dibentuk dengan mengcover fluktuasi suku
bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi
(adverse movement) suku bunga;
b. Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai
tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi
(adverse movement) nilai tukar; dan
c. Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Gambaran Umum
1. Sejarah Perusahaan
PT Bank Central Asia Tbk ( Bank ) didirikan di negara Republik
Indonesia dengan akte notaris Raden Mas Soeprapto tanggal 10 Agustus
1955 No. 38 dengan nama N.V. Perseroan Dagang Dan Industrie
Semarang Knitting Factory . Akte ini disetujui oleh Menteri Kehakiman
dengan No. J.A.5/89/19 tanggal 10 Oktober 1955 dan diumumkan dalam
Tambahan No. 595 pada Berita Negara No. 62 tanggal 3 Agustus 1956.
Setelah melalui perubahan nama beberapa kali, maka berdasarkan akte
Wargio Suhardjo, SH, pengganti notaris Ridwan Suselo, tanggal 21 Mei
1974 No. 144, nama Bank diubah menjadi PT Bank Central Asia.
Anggaran dasar Bank telah mengalami beberapa kali perubahan,
termasuk perubahan yang dilakukan sehubungan dengan Penawaran
Umum Perdana saham Bank pada bulan Mei 2000, yang antara lain,
mengubah status Bank menjadi perusahaan terbuka dan nama Bank
menjadi PT Bank Central Asia Tbk. Perubahan ini dilakukan dengan akte
notaris Hendra Karyadi, SH, tanggal 29 Desember 1999 No. 62, yang
disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan No. C-21020HT.01.04.TH.99
tanggal 31 Desember 1999 dan dumumkan dalam Tambahan No. 1871
pada Berita Negara No. 30 tanggal 14 April 2000.
32
33
Perubahan terakhir sehubungan dengan penerbitan saham baru
dalam rangka Program Kompensasi Manajemen Berbasis Saham, dimana
eksekusi opsi telah dilakukan hingga 31 Desember 2006, dilakukan
dengan akte notaris Hendra Karyadi, SH, tanggal 9 Januari 2007 No. 1.
Akte ini disetujui oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia No.
W7-HT.01.04-797 tanggal 18 Januari 2007.
Bank mulai beroperasi di bidang perbankan sejak tanggal 12
Oktober 1956. Sesuai dengan pasal 3 Anggaran Dasarnya, Bank beroperasi
sebagai Bank Umum. Bank bergerak di bidang perbankan dan jasa
keuangan lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.
Bank memperoleh ijin untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut
berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan No. 42855/U.M.II tanggal
14 Maret 1957. Bank memperoleh ijin untk melakukan kegiatan usaha
devisa berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
9/110/Kep/Dir/UD tanggal 28 Maret 1977.
Peristiwa kerusuhan yang terjadi pada tanggal 13-15 Mei 1998,
mengakibatkan PT. BCA mengalami penarikan simpanan yang signifikan
oleh nasabah yang mempengaruhi likuiditas Bank. Penarikan simpanan
yang signifikan ini terjadi selama jangka waktu ketika kurs tukar mata
uang asing terhadap rupiah sedang tinggi. Di samping itu, penarikan
simpanan nasabah tersebut juga telah meningkatkan kewajiban Bank
kepada Bank Indonesia dan mengakibatkan turunnya tingkat kesehatan
34
Bank secara signifikan dan selanjutnya Bank ditempatkan dalam
pengelolaan dan pengawasan BPPN.
Berdasarkan surat keputusan Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) No. 19/BPPN/1998 tanggal 28 Mei 1998, BPPN
mengambil alih operasi dan manajemen Bank. Sesuai dengan keputusan
tersebut, status Bank diubah menjadi Bank Taken Over (BTO). Bank
ditetapkan untuk ikut serta dalam program rekapitalisasi bank berdasarkan
keputusan bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia No.
117/KMK.017/1999 dan No. 31/15/KEP/GBI tanggal 26 Maret 1999
mengenai pelaksanaan program rekapitalisasi bank untuk Bank Taken
Over.
Sehubungan dengan program rekapitalisasi, pada tanggal 28 Mei
1999 Bank menerima pembayaran sebesar Rp 60.877 milyar dari
Pemerintah Republik Indonesia. Jumlah ini terdiri dari (i) nilai pokok
kredit yang diberikan kepada perusahaan afiliasi yang telah diserahkan
kepada BPPN (terdiri dari Rp 47.751 milyar yan dialihkan secara efektif
pada tanggal 21 September 1998 dan Rp 4.975 milyar yang dialihkan
secara efektif pada tanggal 26 April 1999), dan (ii) bunga yang masih
harus diterima atas kredit yang diberikan kepada perusahaan afiliasi
terhitung sejak tanggal efektif pengalihan sampai dengan tanggal 30 April
1999, sejumlah Rp 8.771 milyar, dikurangi dengan (iii) kelebihan saldo
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (termasuk bunga) sejumlah Rp 29.100
milyar atas pembayaran rekapitalisasi dari Pemerintah melalui BPPN
35
sejumlah Rp 28.480 milyar. Pada tanggal yang sama, Bank mengamankan
penerimaan tersebut untuk membeli obligasi pemerintah yang baru
diterbitkan sejumlah Rp 60.877 milyar (terdiri dari obligasi dengan tingkat
bunga tetap sejumlah Rp 2.752 milyar dan obligasi dengan tingkat bunga
variabel sejumlah Rp 58.125 milyar) melalui Bank Indonesia.
Berdasarkan surat keputusan ketua BPPN No. SK-501/BPPN/0400
tanggal 25 April 2000, BPPN mengembalikan Bank kepada Bank
Indonesia yang berlaku efektif pada tanggal tersebut. Untuk memenuhi
persyaratan yang ditentukan dalam peraturan Bank Indonesia No.
2/11/PBI/2000 tanggal 31 maret 2000, Bank Indonesia mengumumkan
melalui Peng. No. 2/4/Bgub tanggal 28 April 2000, bahwa program
pemulihan termasuk restrukturisasi Bank telah selesai dan Bank telah
dikembalikan ke dalam pengawasan Bank Indonesia.
Berdasarkan surat Ketua Badan Pengawas Pasar Modal No. S-
1037/PM/2000 tanggal 11 Mei 2000, Bank menawarkan 662.400.000
saham melalui Penawaran Umum Perdana dengan jumlah nilai nominal
Rp 331.200 juta (harga penawaran Rp 1.400, dalam rupiah penuh, per
saham), yang merupakan 22% dari modal saham yang ditempatkan dan
disetor, sebagai bagian dari divestasi pemilikan saham Republik Indonesia
yang diwakili oleh BPPN. Penawaran umum ini dicatatkan pada Bursa
Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tanggal 31 Mei 2000.
Berdasarkan surat Ketua Badan Pengawas pasar Modal No. S-
1611/PM/2001 tanggal 29 Juni 2001, Bank menawarkan lagi 588.800.000
36
saham dengan jumlah nilai nominal Rp 147.200 juta (harga penawaran Rp
900, dalam rupiah penuh, per saham), yang merupakan 10% dari modal
saham ditempatkan dan disetor saat itu, sebagai bagian dari divestasi
pemilikan saham Republik Indonesia yang diwakili oleh BPPN.
Penawaran umum ini dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek
Surabaya pada tanggal 10 Juli 2001.
Saat ini, BCA terus memperkokoh tradisi tata kelola perusahaan
yang baik, kepatuhan penuh pada regulasi, pengelolaan risiko secara baik
dan komitmen pada nasabahnya yang baik sebagai bank transaksional
maupun sebagai lembaga intermediasi finansial. Sekarang ini BCA
didukung oleh 20.520 karyawan yang andal dan profesional, mengelola
6.824.860 rekening, dan memproses ratusan juta transaksi keuangan.
Jaringan BCA yang luas kini meliputi 791 kantor cabang, 5.042 ATM dan
53.807 electronic data capture (EDC).
BCA berkedudukan di Jakarta dengan kantor pusat di Jalan Jendral
Sudirman kav.22-23. Pada tanggal 31 Desember 2006, BCA memiliki
sejumlah cabang dan kantor perwakilan sebagai berikut:
Cabang dalam negeri 789
Kantor perwakilan luar negeri 2
Jumlah 791
Cabang-cabang dalam negeri berlokasi di berbagai pusat bisnis
utama yang tersebar di seluruh Indonesia. Kantor-kantor perwakilan luar
negeri berlokasi di Hongkong dan Singapura.
37
2. Visi dan Misi Perusahaan
a. Visi Perusahaan
Menjadi bank pilihan utama andalan masyarakat, yang berperan
sebagai pilar penting perekonomian Indonesia.
b. Misi Perusahaan
1) Membangun institusi yang unggul di bidang penyelesaian
pembayaran dan solusi keuangan bagi nasabah bisnis dan
perseorangan.
2) Memahami beragam kebutuhan nasabah dan memberikan layanan
finansial yang tepat demi tercapainya kepuasan optimal nasabah.
3) Meningkatkan nilai francais dan nilai stakeholder BCA.
3. Struktur Organisasi Perusahaan
a. Direksi
Susunan Direksi berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang
Saham pada tanggal 26 Mei 2005 adalah sebagai berikut:
Presiden Direktur : Djohan Emir Setijoso
Wakil Presiden Direktur : Aswin Wirjadi
Jahja Setiaatmadja
Direktur-direktur : Dahlia Mansor Ariotedjo
Anthony Brent Elam
Suwignyo Budiman
Tan Ho Hien / Subur Tan
38
b. Dewan Komisaris
Susunan Dewan Komisaris BCA adalah sebagai berikut:
Presiden Komisaris : Eugene Keith Galbraith
Komisaris : Tonny Kusnadi
Komisaris Independen : Cyrillus Harinowo
Renaldo Hector Barros
Raden Pardede
4. Produk-produk Perusahaan
a. Produk Pasiva
1) Giro
Merupakan simpanan masyarakat pada bank yang penarikannya
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro (BG),
sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan
pemindahbukuan. BCA menyediakan 2 jenis rekening giro, yaitu
rekening giro rupiah dan rekening giro valas. Untuk rekening giro
valas, penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan sarana
amanat tertulis berupa Letter of Authorization (LA).
Fasilitas yang diberikan BCA dari rekening giro antara lain
yaitu fasilitas rekening bersama (joint account), autodebet,
autotransfer, e-banking, BCA By Phone dan menerima rekening
koran yang dapat diambil di kantor cabang BCA atau dikirim ke
alamat sesuai permintaan nasabah.
39
2) Deposito Berjangka
Merupakan simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah dengan bank.
Deposito BCA merupakan sarana investasi yang menawarkan
keuntungan yang tinggi, karena deposito menawarkan suku bunga
yang paling tinggi di antara produk-produk lainnya. BCA
menawarkan empat pilihan waktu deposito berjangka, yaitu 1, 3, 6,
dan 12 bulan.
3) Tahapan BCA
Merupakan produk tabungan yang dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia karena didukung berbagai macam fasilitas dan
memberikan banyak manfaat untuk mempermudah kegiatan dalam
transaksi perbankan. Tahapan BCA merupakan produk andalan
BCA. BCA menawarkan Untuk Kenyamanan Hidup Anda bagi
para penabung, untuk melukiskan kemudahan dan keleluasaan
yang dimiliki pemegang rekening dalam menggunakan fasilitas
bertransaksi, yaitu melalui kartu paspor BCA, klik BCA (internet
banking), dan m-BCA (mobile banking).
Selain itu, telah setiap tahun Tahapan BCA memberikan
hadiah kepada para nasabah, dimana setiap kelipatan tertentu dari
rata-rata saldo tabungan, akan diikutsertakan dalam program
undian Gebyar Hadiah Tahapan. Makin tinggi saldo Tahapan,
makin besar peluang memenangkan hadiah.
40
4) Tapres
Tapres (Tabungan Prestasi) ditujukan BCA bagi pangsa pasar
kelas menengah ke atas dengan keunggulan suku bunga yang lebih
kompetitif dibandingkan Tahapan. Yang dapat membuka rekening
Tapres hanyalah perseorangan dengan bukti kepemilikan berupa
kartu Tapres (bentuknya seperti Kartu Paspor BCA Gold) yang
dapat berfungsi sebagai kartu ATM dan Debit BCA.
5) BCA Dollar
Merupakan simpanan masyarakat pada bank dalam mata uang
Dollar (USD dan SGD) yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat dengan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan
BCA Dollar, nasabah dapat menabung sambil berinvestasi. Pemilik
rekening BCA Dollar akan mendapatkan kartu BCA Dollar yang
berfungsi sebagai kartu identitas dan sekaligus akses pada ATM
BCA.
b. Produk Jasa
1) Internet Banking (Klik BCA)
Sejak pertengahan tahun 2000, BCA menawarkan produk
perbankan elektronik berupa Klik BCA, yang akan memberikan
kemudahan untuk melakukan transaksi perbankan melalui
komputer dan jaringan internet. Fasilitas ini dinamakan Klik BCA
dan dapat diakses melalui alamat situs www.klikbca.com
41
Semua jenis transaksi finansial non tunai melalui ATM
BCA dapat dilakukan pada Klik BCA dan bukti transaksi akan
dikirimkan melalui e-mail (surat elektronik) ke alamat yang telah
didaftarkan pengguna saat login pertama kali ke Klik BCA.
2) Mobile Banking (m-BCA)
Mobile banking adalah layanan yang diberikan kepada nasabah
dengan tujuan memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi
perbankan melalui handphone dengan menggunakan media SMS.
3) BCA By Phone
BCA menyediakan layanan produk perbankan elektronik kepada
nasabah BCA Prioritas, Tapres, Giro, BCA Dollar, BCA Card, dan
Tahapan dengan Kartu Paspor Platinum untuk mendapatkan
informasi dan melakukan transaksi finansial non tunai melalui
pesawat telepon (touch tone atau handphone)
4) Halo BCA
Halo BCA adalah layanan hotline 24 jam sehari, 7 hari seminggu
yang didukung oleh customer service yang siap setiap saat
memberi layanan informasi, mendengarkan keluhan, serta memberi
alternatif solusi masalah nasabah yang berkaitan dengan layanan
BCA.
5) Kartu Paspor BCA
Melalui Kartu Paspor BCA, BCA menawarkan bentuk
kenyamanan dan kemudahan hidup yang dapat dinikmati oleh para
42
nasabah tabungan (Tahapan, Tapres, BCA Dollar) dan giro
perorangan. Kartu Paspor ini dapat digunakan untuk berbagai
kegiatan perbankan pada ATM BCA.
6) Debit BCA
Debit BCA adalah fasilitas tambahan pada Kartu Paspor BCA
untuk membayar barang atau jasa di toko-toko (merchant) yang
menerima debit BCA. Kini berbelanja menjadi semakin nyaman
dan menyenangkan karena tidak perlu lagi membawa uang tunai.
Transaksi pembayaran dapat dilakukan dengan Kartu Paspor BCA
yang berfungsi sebagai debit BCA.
7) Tunai BCA
Tunai BCA adalah fasilitas tambahan bagi pelanggan merchant
yang mempunyai kartu ATM BCA untuk mengambil uang tunai
saat membayar belanjannya di tempat yang memasang logo Tunai
BCA.
8) ATM BCA
Pada awal pemakaian, sebuah mesin ATM (Anjungan Tunai
Mandiri) hanya dikhususkan untuk menarik uang tunai. Oleh BCA,
fungsi ATM dikembangkan dengan fasilitas transfer, informasi,
pembelian, pembayaran, registrasi, ganti pin dan lain sebagainya.
Di beberapa tempat, BCA menambahkan sebuah mesin ATM
Nontunai, yaitu dapat melakukan seluruh fungsi kecuali penarikan
uang tunai.
43
c. Produk Kredit
1) Kartu Kredit BCA
Salah satu sarana pembayaran yang populer dipakai oleh
masyarakat saat ini adalah Kartu Kredit. Kartu kredit BCA terdiri
dari BCA Card (silver, gold dan platinum), BCA Visa, BCA
Mastercard, dan BCA JCB Card. Kartu kredit BCA selain
berfungsi sebagai alat pembayaran, juga menawarkan berbagai
keunggulan lain, seperti desain yang unik, fasilitas yang
menguntungkan, dan jaringan yang luas.
2) Kredit Kendaraan Bermotor (KKB BCA)
Merupakan pinjaman yang diberikan guna keperluan pembelian
kendaraan bermotor dalam kondisi baru untuk keperluan pribadi
(tidak untuk angkutan barang/penumpang/keperluan usaha).
3) Kredit Pemilikan/Perbaikan Rumah (KPPR BCA)
Merupakan pinjaman jangka panjang dengan tujuan untuk
membiayai pembelian rumah untuk dihuni sendiri,
perbaikan/renovasi rumah, atau pembelian ruko.
4) Kredit Modal Kerja
Merupakan produk-produk kredit yang ditawarkan kepada debitur/
calon debitur dengan tujuan untuk memperlancar perputaran modal
kerja dalam rangka meningkatkan pendapatan dan keuntungan.
BCA memiliki beberapa jenis kredit modal kerja yaitu kredit lokal,
time loan, trust receipt, kredit ekspor dan installment loan.
44
5) Kredit Investasi
Merupakan kredit jangka panjang yang diberikan dengan tujuan
investasi berupa pembelian barang modal seperti mesin dan
bangunan, dan juga untuk keperluan perluasan usaha.
B. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian yang digunakan adalah Metode
Penelitian Deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk membuat
deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-
sifat dari populasi (obyek) penelitian. Penelitian jenis ini tidak perlu mencari
atau menerangkan saling hubungan (korelasi) atau pengaruh, dan juga tidak
perlu menguji hipotesis. Dalam skripsi ini juga terdapat studi komparatif yaitu
membandingkan antara kinerja keuangan PT Bank Central Asia, Tbk dengan
standar yang telah ditetapkan Bank Indonesia dan kinerja keuangan rata-rata
industri sejenis di bidang perbankan berdasarkan aspek likuiditas, solvabilitas
dan rentabilitas.
C. Definisi Operasional Variabel
1. Aspek Likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan suatu bank untuk membayar utang-utang
jangka pendeknya dengan alat-alat likuid yang dimilikinya.
Analisa rasio yang akan digunakan dalam menilai aspek likuiditas dalam
penelitian ini antara lain:
45
a) Giro Wajib Minimum (GWM)
Giro Wajib Minimum (GWM) adalah simpanan minimum yang harus
dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank
Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar
persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK).
Giro Wajib Minimum (GWM) dapat dirumuskan sebagai berikut:
GWM = Saldo Rekening Giro di Bank Indonesia x 100%
Dana Pihak Ketika (DPK)
b) Loan to Deposit Ratio (LDR)
Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio kredit terhadap dana yang
diterima oleh Bank.
Loan to Deposit Ratio (LDR) dapat dirumuskan sebagai berikut:
LDR = Jumlah Kredit yang Diberikan
x 100%
Total Dana Pihak Ketiga (DPK)
2. Aspek Solvabilitas
Solvabilitas adalah kemampuan kecukupan modal Bank dalam
mendukung kegiatan Bank secara efisien.
Analisa rasio yang akan digunakan dalam menilai aspek solvabilitas dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan Capital Adequacy Ratio
(CAR).
46
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kinerja bank untuk mengukur
kecukupan modal yang dimiliki oleh bank untuk menunjang aktiva yang
mengandung risiko.
Capital Adequacy Ratio (CAR) dirumuskan sebagai berikut:
CAR = Total Modal x 100%
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
3. Aspek Rentabilitas
Analisa rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau
mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank
yang bersangkutan.
Analisa rasio yang akan digunakan dalam menilai aspek rentabilitas dalam
penelitian ini antara lain:
a) Return on Total Asset (ROA)
Rasio ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan.
Nilai Return on Total Asset (ROA) dapat dihitung dengan rumus:
ROA = Laba Sebelum Pajak
x 100%
Total Aset
b) Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
Rasio BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan
kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya.
47
Nilai Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional dapat
dihitung dengan rumus:
BOPO = Biaya Operasional x 100%
Pendapatan Operasional
D. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan
keuangan perusahaan tahunan (annual report) yaitu laporan keuangan PT
Bank Central Asia, Tbk selama periode 5 tahun dimulai tahun 2002 sampai
dengan tahun 2006.
Studi kepustakaan dilakukan peneliti dengan melakukan telaah
kepustakaan dan dengan membaca literatur dan buku-buku yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti. Studi kepustakaan ini dilakukan untuk
mendapatkan data dan informasi yang berkaitan dengan penelitian dan juga
untuk mencari dan menentukan dasar alur penelitian atau untuk memperoleh
landasan teoritis yang akan digunakan, untuk memperdalam teori yang
berkaitan dengan penelitian ini sehingga dapat digunakan untuk menganalisis
masalah dengan baik dan untuk memperoleh gambaran yang sesuai dengan
permasalahan. Penulis juga menggunakan fasilitas internet untuk memperoleh
tambahan data yang dapat menambah perbendaharaan pengetahuan penulis
berkaitan dengan masalah yang diteliti.
48
E. Metode Analisis Data
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis melakukan analisis dengan
menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Analisis dengan menggunakan
metode deskriptif kuantitatif dimulai dengan mengumpulkan data-data,
kemudian data tersebut dianalisa sehingga pada akhirnya dapat diambil suatu
kesimpulan. Metode penelitian kuantitatif yaitu metode penelitian yang
berdasarkan pada data-data yang dapat dihitung untuk dapat menghasilkan
penaksiran kuantitatif yang kuat. Dalam penelitian ini, akan dilakukan
perhitungan-perhitungan rasio keuangan dalam laporan keuangan ditinjau dari
aspek likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas. Kemudian penulis melakukan
studi komparatif yaitu membandingkan antara kinerja keuangan PT Bank
Central Asia, Tbk dengan standar yang telah ditetapkan Bank Indonesia dan
kinerja keuangan rata-rata industri sejenis di bidang perbankan berdasarkan
aspek likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas.
49
BAB IV
ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aspek Likuiditas
Aspek likuiditas dianalisa dengan menggunakan rasio Giro Wajib Minimum
dan Loan to Deposit Ratio.
1. Analisa Giro Wajib Minimum (GWM)
Giro Wajib Minimum (GWM) merupakan simpanan yang wajib
dimiliki oleh setiap bank umum pada Bank Indonesia. GWM dapat
diklasifikasikan lagi menjadi GWM Rupiah dan GWM Valas. Cara
perhitungan Giro Wajib Minimum adalah sebagai berikut :
GWM = Saldo Rekening Giro di Bank Indonesia x 100%
Dana Pihak Ketika (DPK)
Saldo rekening giro di Bank Indonesia yang terdapat pada lampiran 1,
3, 5, 7, dan 9, Laporan Neraca Konsolidasi BCA pada pos aktiva dapat
dibagi ke dalam 2 jenis, yaitu Giro Rupiah dan Giro Valas (Lihat pada
catatan atas laporan keuangan, lampiran 11, 15, 19, 23, dan 27).
Dana Pihak Ketiga (DPK) merupakan simpanan dari nasabah yang ada
di BCA (Lihat Lampiran 1, 3, 5, 7, dan 9 Laporan Neraca Kosolidasi BCA
pada pos kewajiban). Selanjutnya dalam perhitungan rasio GWM, dana
pihak ketiga tersebut diklasifikasikan menjadi DPK dalam bentuk rupiah
dan DPK dalam bentuk valuta asing. Menurut Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/15/PBI/2004 pasal 9, DPK dalam rupiah meliputi kewajiban
49
50
dalam rupiah kepada pihak ketiga bukan bank. Sedangkan DPK dalam
valuta asing meliputi kewajiban dalam valuta asing kepada pihak ketiga,
termasuk bank di Indonesia. Dana pihak ketiga terdiri dari penjumlahan
saldo giro, tabungan dan deposito (baik sertifikat deposito maupun
deposito berjangka) nasabah (Lihat pada catatan atas laporan keuangan,
lampiran 12, 16, 20, 24, dan 28).
Data-data yang digunakan dalam perhitungan rasio GWM dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1
Data Perhitungan Rasio GWM
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006(dlm jutaan Rp)
Saldo Rekening di BI:
Rupiah 4,736,543 5,484,008 9,901,854 14,589,982 17,954,208 Valuta Asing 305,642 331,524 332,867 439,401 447,449
Dana Pihak Ketiga:
Rupiah 94,121,975 107,817,833 122,726,005 118,419,878 139,713,542 Valuta Asing 9,588,169
10,234,714
8,894,491
11,148,427
14,154,386
Rasio GWM 2002 2003 2004 2005 2006 Rupiah 5.03%
5.09%
8.07%
12.32%
12.85%
Valas 3.19%
3.24%
3.74%
3,94%
3.16%
Sumber : Laporan Keuangan Tahunan PT Bank Central Asia, Tbk.
Sebagai contoh, perhitungan rasio GWM akan penulis rinci pada rasio
GWM tahun 2002. Berikut adalah hasil perhitungannya:
a. Tahun 2002
Saldo Rekening Giro di BI (Rupiah) : Rp 4.736.543
Dana Pihak Ketiga Rupiah:
51
- Giro : Rp 16.072.605
- Tabungan : Rp 45.692.876
- Deposito Berjangka : Rp 32.343.772
- Sertifikat Deposito : Rp 12.722
Total DPK Rupiah Rp 94.121.975
GWM Rupiah = Rp 4.736.543
Rp 94.121.975
= 5,03 %
Saldo Rekening Giro di BI (Valas) : Rp 305.642
Dana Pihak Ketiga Valas :
- Giro : Rp 1.932.018
- BCA Dollar : Rp 3.428.586
- BCA Ekstra : Rp 122.063
- Deposito Berjangka : Rp 4.090.808
- Sertifikat Deposito : Rp 2.717
- Giro Bank lain : Rp 11.977
Total DPK Valas Rp 9.588.169
GWM Valas = Rp 305.642
Rp 9.588.169
= 3,19 %
X 100 %
X 100 %
52
Berarti pada tahun 2002, saldo rekening giro dalam mata uang
Rupiah di Bank Indonesia sebesar 5,03 % dari total dana pihak ketiga
yang terhimpun dalam bentuk Rupiah. Sedangkan saldo rekening giro
dalam valuta asing sebesar 3,19 % dari total dana pihak ketiga yang
terhimpun dalam bentuk valas.
b. Tahun 2003
GWM Rupiah = Rp 5.484.008
Rp 107.817.833
= 5,09 %
Pada tahun 2003, saldo rekening giro dalam mata uang Rupiah di
Bank Indonesia sebesar 5,09 % dari total dana pihak ketiga yang
terhimpun dalam bentuk Rupiah.
GWM Valas = Rp 331.524
Rp 10.234.714
= 3.24 %
Pada tahun 2003, saldo rekening giro dalam valuta asing di Bank
Indonesia sebesar 3,24 % dari total dana pihak ketiga yang terhimpun
dalam bentuk valas.
c. Tahun 2004
GWM Rupiah = Rp 9.901.854
Rp 122.726.005
= 8,07 %
X 100 %
X 100 %
X 100 %
53
Pada tahun 2004, saldo rekening giro dalam mata uang Rupiah di
Bank Indonesia sebesar 8,07 % dari total dana pihak ketiga yang
terhimpun dalam bentuk Rupiah.
GWM Valas = Rp 332.867
Rp 8.894.491
= 3,74 %
Pada tahun 2004, saldo rekening giro dalam valuta asing di Bank
Indonesia sebesar 3,74 % dari total dana pihak ketiga yang terhimpun
dalam bentuk valas.
d. Tahun 2005
GWM Rupiah = Rp 14.589.982
Rp 118.419.878
= 12,32 %
Pada tahun 2005, saldo rekening giro dalam mata uang Rupiah di
Bank Indonesia sebesar 12,32 % dari total dana pihak ketiga yang
terhimpun dalam bentuk Rupiah.
GWM Valas = Rp 439.401
Rp 11.148.427
= 3,94 %
Pada tahun 2005, saldo rekening giro dalam valuta asing di Bank
Indonesia sebesar 3,94 % dari total dana pihak ketiga yang terhimpun
dalam bentuk valas.
X 100 %
X 100 %
X 100 %
54
e. Tahun 2006
GWM Rupiah = Rp 17.954.208
Rp 139.713.542
= 12,85 %
Pada tahun 2006, saldo rekening giro dalam mata uang Rupiah di
Bank Indonesia sebesar 12,85 % dari total dana pihak ketiga yang
terhimpun dalam bentuk Rupiah.
GWM Valas = Rp 447.449
Rp 14.154.386
= 3,16 %
Pada tahun 2006, saldo rekening giro dalam valuta asing di Bank
Indonesia sebesar 3,16 % dari total dana pihak ketiga yang terhimpun
dalam bentuk valas.
Selanjutnya, rangkuman perhitungan rasio GWM dapat dilihat
dalam gambar 1 dibawah ini.
0
2
4
6
8
10
12
14
2002 2003 2004 2005 2006
GWM Rupiah(%)
GWM Valas (%)
Gambar 1
Grafik Pertumbuhan Rasio GWM
X 100 %
X 100 %
55
Pada tahun 2002 rasio GWM rupiah sebesar 5,03 % dan rasio
GWM valas sebesar 3,19 %. Hal tersebut berarti bahwa BCA dapat
menjaga saldo rekening giro di Bank Indonesia sesuai persyaratan dan
ketentuan yang berlaku dimana menurut ketentuan Bank Indonesia
GWM rupiah minimum sebesar 5 % dan GWM valas minimum
sebesar 3 % serta juga dapat tetap menjalankan operasional perusahaan
dengan baik di tengah berbagai tekanan faktor eksternal yang
mempengaruhi pasar keuangan domestik.
Pada tahun 2003, terdapat peningkatan saldo rekening rupiah 15,78
% menjadi sebesar Rp 5,48 triliun dan rekening valas sebesar 8,47 %
menjadi Rp 331,52 miliar. Peningkatan saldo tersebut sejalan juga
dengan meningkatnya dana pihak ketiga di BCA yang meningkat
masing-masing sebesar 14,55 % (rupiah) dan 6,74 % (valas) dari tahun
2002. Meningkatnya dana pihak ketiga dipicu oleh adanya peningkatan
komponen dana murah yang makin diminati masyarakat, berupa giro
dan tabungan.
Pada tahun 2004, saldo rekening giro rupiah meningkat signifikan
sebesar 80,56 % dibandingkan tahun 2003. Sementara itu, saldo
rekening valas tetap stabil berada pada kisaran Rp 300 miliar meskipun
ada peningkatan tipis sebesar 0,41%. Dana pihak ketiga meningkat
sebesar 13,83 % untuk mata uang rupiah dan menurun sebesar 13,09 %
untuk valuta asing. Penurunan dana pihak ketiga dalam bentuk valuta
asing tersebut dikarenakan tingkat inflasi yang cukup tinggi pada tahun
56
2004 serta melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Akan
tetapi, meskipun terjadi penurunan dana pihak ketiga valas, rasio
GWM Valas dapat tetap dipertahankan sesuai ketentuan minimum dari
Bank Indonesia, yakni sebesar 3,74%.
Pada tahun 2005, saldo rekening giro rupiah dan valas sama-sama
meningkat masing-masing sebesar 47,35 % dan 32,00 %. Sementara
itu, dana pihak ketiga rupiah menurun sebesar 3,51 % atau Rp 4,31
triliun dan dana pihak ketiga valas kembali naik setelah sebelumnya
sempat turun pada tahun 2004 menjadi sebesar Rp 11,15 triliun. Pada
tahun ini juga Bank Indonesia menerapkan kebijakan pengetatan
tingkat likuiditas Giro Wajib Minimum, sehingga BCA terus berupaya
memenuhi kepatuhan tersebut dengan meningkatkan saldo rekening
rupiah dan valas. Penurunan dana pihak ketiga rupiah disebabkan oleh
menurunnya jumlah tabungan sebesar 7.97 %, menurunnya rekening
giro rupiah sebesar 5.67 % sementara deposito meningkat sebesar 8.16
% (data dihitung berdasarkan lampiran 16). Nasabah lebih memilih
deposito dibandingkan dengan tabungan dan rekening giro, disebabkan
karena deposito memberikan bunga yang lebih tinggi. Faktor lain yang
mungkin menyebabkan menurunnya dana pihak ketiga rupiah karena
selama tahun 2005 banyak tekanan ekonomi yang membebani
perekonomian nasional seperti naiknya harga BBM hingga dua kali
lipat, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi terhadap dolar Amerika
dan valuta asing lainnya, inflasi yang merangkak tinggi dan masih
57
banyak lagi yang membuat situasi perekonomian menjadi kurang
kondusif.
Pada tahun 2006, saldo rekening giro di Bank Indonesia tetap
dipertahankan pada kisaran Rp 400 triliun untuk valas dan meningkat
3,36 triliun untuk rupiah. Sementara itu dana pihak ketiga rupiah
meningkat sebesar 17,98 % menjadi Rp 139,71 triliun dan dana pihak
ketiga valas meningkat sebesar 26,96 % menjadi sebesar Rp 14,15
triliun. Peningkatan dana pihak ketiga ditengah pertumbuhan
perekonomian Indonesia yang kurang bergairah dan tingkat suku
bunga yang semakin tinggi tersebut disebabkan adanya investasi BCA
dalam pengembangan produk, ekspansi jaringan, dan berbagai program
promosi.
Jika dilihat pada gambar 1, terlihat bahwa rasio GWM Rupiah
mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2004 dan
2005. Faktor utama yang menyebabkan peningkatan tersebut
dikarenakan kenaikan saldo rekening giro rupiah di Bank Indonesia
yang meningkat hingga mencapai 80,56 % pada tahun 2004 dan
mencapai 47,35 % pada tahun 2005. Meskipun dana pihak ketiga
sempat mengalami penurunan pada tahun 2005, tapi justru karena
itulah rasio GWM di tahun 2005 bisa lebih tinggi dibandingkan pada
tahun 2004. Pada tahun 2006, GWM Rupiah bergerak cukup stabil dari
posisi tahun sebelumnya.
58
Pada gambar 1 juga dapat dilihat bahwa rasio GWM Valas
bergerak sangat stabil dan terus berada pada kisaran 3 %. Meskipun
terdapat peningkatan dalam saldo rekening valas di Bank Indonesia
dan peningkatan dana pihak ketiga valas, tapi peningkatan dan
penurunan tersebut masih saling mengimbangi sehingga selalu
membuat pergerakan rasio GWM Valas stabil dari tahun ke tahun.
Secara keseluruhan, dilihat dari aspek likuiditas berdasarkan rasio
GWM, dapat dilihat bahwa BCA cukup likuid dengan dipatuhinya
ketentuan dari BI tentang GWM Rupiah dan Valas.
2. Analisa Loan to Deposit Ratio (LDR)
Loan to Deposit Ratio bertujuan untuk mengukur tingkat likuiditas
bank dengan membandingkan jumlah kredit yang disalurkan dengan
jumlah deposit yang dimiliki. Cara perhitungan Loan to Deposit Ratio
adalah sebagai berikut :
LDR = Jumlah Kredit yang Diberikan
x 100%
Total Dana Pihak Ketiga (DPK)
Total Kredit yang Diberikan dihitung dari jumlah kredit yang
diberikan sebelum penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) dan
terdiri dari kredit dalam bentuk rupiah dan valuta asing (lihat lampiran 13,
17, 21, 25, dan 29).
59
Total dana pihak ketiga terdiri dari penjumlahan simpanan dari
nasabah pihak ketiga dan pihak yang mempunyai hubungan istimewa, baik
dalam rupiah dan valas (lihat lampiran 12, 16, 20, 24, dan 28).
Data-data yang digunakan dalam perhitungan LDR dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2
Data Perhitungan LDR
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
(dlm jutaan Rp)
Tot Kredit yg diberikan: 21,388,599 29,217,797 40,359,765 54,127,930 61,422,308
Tot Dana Pihak Ketiga: 103,716,229
118,014,102
131,626,234
129,555,406
152,736,193
LDR 20.62%
24.76%
30.66%
41.78%
40.21%
Sumber : Laporan Keuangan Tahunan PT Bank Central Asia, Tbk
Berikut ini adalah hasil perhitungan LDR:
a. Tahun 2002
LDR = Rp 21.388.599
Rp 103.716.229
= 20,62 %
Pada tahun 2002, kredit yang disalurkan ke masyarakat adalah
sebesar 20,62 % dari total dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun
dari masyarakat.
b. Tahun 2003
LDR = Rp 29.217.797
Rp 118.014.102
= 24,76 %
X 100 %
X 100 %
60
Pada tahun 2003, kredit yang disalurkan ke masyarakat adalah
sebesar 24,76 % dari total dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun
dari masyarakat.
c. Tahun 2004
LDR = Rp 40.359.765
Rp 131.626.234
= 30,66 %
Pada tahun 2004, kredit yang disalurkan ke masyarakat adalah
sebesar 30,66 % dari total dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun
dari masyarakat.
d. Tahun 2005
LDR = Rp 54.127.930
Rp 129.555.406
= 41,78 %
Pada tahun 2005, kredit yang disalurkan ke masyarakat adalah
sebesar 41,78 % dari total dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun
dari masyarakat.
e. Tahun 2006
LDR = Rp 61.422.308
Rp 152.736.193
= 40,21 %
X 100 %
X 100 %
X 100 %
61
Pada tahun 2006, kredit yang disalurkan ke masyarakat adalah
sebesar 40,21 % dari total dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun
dari masyarakat.
Selanjutnya, rangkuman perhitungan LDR dapat dilihat dalam
gambar 2 dibawah ini.
05
1015202530354045
2002 2003 2004 2005 2006
LDR (%)
Gambar 2
Grafik Pertumbuhan LDR
Pada tahun 2002 LDR BCA sebesar 20,62 % ditunjang dari kredit
yang disalurkan ke masyarakat sebesar Rp 21,39 triliun, sedangkan
dana pihak ketiga yang terhimpun pada tahun tersebut adalah sebesar
Rp 103,72 triliun. Pertumbuhan kredit selama tahun 2002 berasal dari
kredit non-korporasi (terdiri dari kredit ritel, komersial, dan
konsumer). Pertumbuhan ini sejalan dengan strategi BCA untuk fokus
pada pertumbuhan kredit non-korporasi di masa yang akan datang.
Komposisi dana pihak ketiga pada akhir tahun 2002 terdiri dari 91 %
dalam mata uang Rupiah dan sisanya dalam mata uang asing. Selama
tahun 2002, deposito berjangka meningkat cukup signifikan, sehingga
62
untuk mengimbangi peningkatan jumlah deposito tersebut, manajemen
menetapkan penurunan suku bunga deposito dan tabungan.
Pada tahun 2003 pertumbuhan LDR naik menjadi 24,76 %.
Kenaikan tersebut dikarenakan kenaikan dana pihak ketiga sebesar
13,79 % dan kenaikan jumlah kredit yang disalurkan sebesar 36,60 %.
Keberhasilan peningkatan dana pihak ketiga BCA di tengah
menurunnya suku bunga simpanan menunjukkan semakin
bertambahnya kepercayaan nasabah pada BCA. Strategi BCA dalam
penyaluran kredit yang akan fokus pada pemberian kredit non-
korporasi seperti yang diungkapkan pada tahun 2002, membuahkan
hasil yang tidak sia-sia. Selama tahun 2003, kenaikan jumlah
penyaluran kredit sebesar 36,60 % tersebut sebagian besar terdiri dari
kenaikan kredit non-korporasi sebesar 42,86 % dibandingkan tahun
2002.
Pada tahun 2004, LDR kembali naik menjadi 30,66 % dengan
kenaikan jumlah penyaluran kredit sebesar Rp 11,14 triliun atau 38,13
% dan kenaikan dana pihak ketiga sebesar Rp 13,61 triliun atau 11,53
% dibandingkan tahun 2003. Peningkatan dana pihak ketiga selama
tahun 2004 disebabkan karena peningkatan dana murah (giro dan
tabungan) sebesar Rp 16,17 triliun, sementara dana mahal (deposito)
turun Rp 2,55 triliun. Hal ini selaras dengan strategi manajemen untuk
menjadikan dana murah sebagai target mobilisasi dana pihak ketiga.
63
Sementara itu, pertumbuhan kredit BCA yang cukup signifikan
selama tahun 2004 disebabkan pertumbuhan kredit yang merata
hampir di seluruh sektor, terutama kredit konsumen yang mengalami
pertumbuhan sangat pesat sebesar 82,11 %. Hal tersebut menandakan
behwa produk KPR BCA, KKB BCA, dan kartu kredit memperoleh
tempat di hati masyarakat. Perkembangan kredit yang terus stabil dan
berkesinambungan dari tahun ke tahun ini berdampak pada kenaikan
LDR.
Selama tahun 2005, total dana pihak ketiga sedikit menurun
sebesar Rp 2,07 triliun atau 1,57 % dibandingkan posisi akhir tahun
2004. Penurunan tersebut disebabkan turunnya saldo tabungan sebesar
7,97 % atau 5,51 triliun, sementara deposito naik sebesar 9,59 % atau
Rp 3,24 triliun. Hal tersebut dikarenakan naiknya selisih bunga
tabungan dan deposito, sehingga menyebabkan nasabah berpindah ke
jenis simpanan yang lebih memiliki bunga tinggi yaitu deposito.
Sementara saldo dana pihak ketiga menurun, jumlah kredit yang
disalurkan terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama tahun 2005,
kredit meningkat sebesar Rp 13,77 triliun (34,11 %). Keberhasilan
BCA dalam meningkatkan portfolio kredit didukung oleh posisi
likuiditas yang stabil, tingkat bunga yang kompetitif, serta kesiapan
infrastruktur dalam pemrosesan kredit.Komposisi kenaikan jumlah
kredit dan penurunan dana pihak ketiga tersebut menyebabkan
64
terjadinya peningkatan LDR yang signifikan sebesar 11,12 % menjadi
41,78 % di tahun 2005.
Pada tahun 2006, LDR turun menjadi sebesar 40,21 %. Penurunan
tersebut dikarenakan kenaikan kredit yang lebih sedikit dibandingkan
tahun sebelumnya, yakni hanya sebesar Rp 7,29 triliun. Sedangkan
kenaikan dana pihak ketiga sebesar Rp 23,18 triliun, sangat signifikan
dibandingkan tahun 2005 yang mengalami sedikit penurunan. Total
giro dan tabungan tumbuh 14,3 % dan berkontribusi 69,3 % terhadap
total dana pihak ketiga. Dalam rangka mendukung pertumbuhan dan
stabilitas pendanaan tersebut, BCA melakukan investasi dalam
pengembangan produk, ekspansi jaringan, serta melakukan beragam
program promosi. Pendorong pertumbuhan kredit pada tahun 2006
didukung oleh kredit komersial dan kredit korporasi di hampir seluruh
sektor kegiatan nasabah terutama sektor perdagangan, jasa, serta
manufaktur. Selama tahun 2006 kredit konsumer tumbuh secara
signifikan pada produk KPR dan kartu kredit. Sedangkan untuk KKB,
berkurang karena menurunnya permintaan kendaraan dikarenakan
berhentinya sementara perjanjian joint financing dengan perusahaan
pembiayaan pihak ketiga.
Melalui gambar 2, terlihat bahwa pergerakan rasio terus meningkat
sejak tahun 2002, dan mencapai puncak pada tahun 2005 meskipun
pada tahun 2006 LDR mengalami penurunan. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa penurunan tersebut dikarenakan
65
kenaikan jumlah kredit yang lebih sedikit dibandingkan tahun
sebelumnya, sementara peningkatan dana pihak ketiga cukup
signifikan.
Secara keseluruhan, dilihat dari aspek likuiditasnya berdasarkan
rasio LDR, dapat dilihat bahwa BCA cukup likuid untuk membayar
kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Ini
terlihat dari rasio LDR BCA yang nilainya di bawah 110% yang
artinya likuiditas BCA dinilai sehat.
B. Aspek Solvabilitas
1. Analisa Capital Adequacy Ratio (CAR)
Aspek solvabilitas dianalisa dengan menggunakan rasio kecukupan
modal (Capital Adequacy Ratio/CAR). Cara perhitungan CAR adalah
sebagai berikut :
CAR = Total Modal
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
Total Modal terdiri dari modal inti (modal disetor + cadangan
tambahan modal) ditambah modal pelengkap (cadangan revaluasi
aktiva tetap + cadangan umum penyisihan penghapusan aktiva
X 100 %
66
produktif) kemudian dikurangi dengan penyertaan (lihat lampiran 14,
18, 22, 26, dan 30).
Data ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko) dapat dilihat
pada lampiran 14, 18, 22, 26, dan 30.
Data-data yang digunakan dalam perhitungan CAR dapat dilihat
pada tabel 3.
Tabel 3
Data Perhitungan CAR
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
(dlm jutaan Rp)
Total Modal 8,765,823 10,960,054 12,387,149 14,189,217 16,251,834
ATMR 27,229,785 39,212,970 51,715,369 65,902,209 73,559,501
CAR 32.19%
27.95%
23.95%
21.53%
22.09%
Sumber : Laporan Keuangan Tahunan PT Bank Central Asia, Tbk
Sebagai contoh, perhitungan CAR akan penulis rinci pada CAR tahun
2002. Berikut adalah hasil perhitungannya :
a. Tahun 2002
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko Rp 27.229.785
Modal Inti:
- Modal disetor Rp 1.504.381
- Cadangan tambahan modal Rp 6.087.358
Rp 7.591.739
67
Modal Pelengkap:
- Cadangan revaluasi aktiva tetap Rp 1.059.907
- Cadangan umum PPAP Rp 340.372
Rp 1.400.279
Jumlah modal inti dan modal pelengkap Rp 8.992.018
Penyertaan (Rp 226.195)
Total Modal Rp 8.765.823
CAR = Rp 8.765.823
Rp 27.229.785
= 32,19 %
b. Tahun 2003
CAR = Rp 10.960.054
Rp 39.212.970
= 27,95 %
c. Tahun 2004
CAR = Rp 12.387.149
Rp 51.715.369
= 23,95 %
d. Tahun 2005
CAR = Rp 14.189.217
Rp 65.902.209
= 21,53 %
X 100 %
X 100 %
X 100 %
X 100 %
68
e. Tahun 2006
CAR = Rp 16.251.834
Rp 73.559.501
= 22,09 %
Selanjutnya, rangkuman perhitungan CAR dapat dilihat dalam
gambar 3 dibawah ini.
0
5
10
15
20
25
30
35
2002 2003 2004 2005 2006
CAR (%)
Gambar 3
Grafik Pertumbuhan CAR
Pada tahun 2002, CAR BCA mencapai sebesar 32.19 %, namun
pada tahun 2003 turun menjadi 27.95 %. Penurunan tersebut
dikarenakan kenaikan jumlah ATMR yang sangat pesat tanpa
diimbangi dengan kenaikan jumlah modal. Selama tahun-tahun
berikutnya, yakni tahun 2004 dan 2005, nilai CAR terus menurun yang
diakibatkan oleh hal yang sama seperti tahun 2003. Kenaikan ATMR
menunjukkan bahwa kondisi perekonomian negara semakin beresiko
dari tahun ke tahun. Namun, pada tahun 2006 nilai CAR mengalami
sedikit kenaikan sebesar 0.56 % dari 21.53 % tahun 2005 menjadi
X 100 %
69
22.09 % tahun 2006. Kenaikan tersebut disebabkan karena pada tahun
2006 kenaikan jumlah ATMR tidak sebanyak kenaikan pada tahun-
tahun sebelumnya, yakni hanya 11.62 % (tahun sebelumnya kenaikan
jumlah ATMR mencapai hingga 21 %). Gambaran mengenai tren CAR
selama 5 tahun tersebut dapat dilihat pada gambar 3.
Secara keseluruhan, dilihat dari aspek solvabilitas berdasarkan
rasio CAR, dapat dilihat bahwa BCA cukup solvable dengan
dipatuhinya ketentuan dari Bank Indonesia memiliki nilai CAR yang
lebih dari 8 %.
C. Aspek Rentabilitas
Rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat rentabilitas atau
kemampuan bank dalam menghasilkan profit dari kegiatan operasinya adalah
rasio Return on Asset (ROA) dan rasio Biaya Operasional terhadap
Pendapatan Operasional (BOPO).
1. Analisa Return on Total Assets (ROA)
Return on Asset menunjukkan kemampuan bank dalam menghasilkan
laba bersih melalui penggunaan aktiva. Cara perhitungan ROA adalah
sebagai berikut :
ROA = Laba Sebelum Pajak x 100%
Total Asset
Laba sebelum pajak dapat dilihat pada lampiran 2, 4, 6, 8, dan 10
laporan laba rugi konsolidasi BCA.
70
Total aset dapat dilihat pada lampiran 1, 3, 5, 7, dan 9 laporan neraca
konsolidasi BCA.
Data-data yang digunakan dalam perhitungan ROA dapat dilihat pada
tabel 4.
Tabel 4
Data Perhitungan Rasio ROA
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
(dlm jutaan Rp)
Laba sebelum pajak 3,400,066 3,139,711 4,528,733 5,123,618 6,066,603
Total Aset 117,304,586
133,260,087
149,168,842
150,180,752
176,798,726
ROA 2.90%
2.36%
3.04%
3.41%
3.43%
Sumber : Laporan Keuangan Tahunan PT Bank Central Asia, Tbk
Berikut adalah hasil perhitungannya :
a. Tahun 2002
ROA = Rp 3.400.066
117.304.586
= 2,90 %
Hasil penghitungan ROA tersebut diatas menggambarkan bahwa pada
tahun 2002 besarnya laba sebelum pajak yang dihasilkan sebesar 2,90
% dari total asset yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut.
b. Tahun 2003
ROA = Rp 3.139.711
Rp 133.260.087
= 2,36 %
X 100 %
X 100 %
71
Pada tahun 2003, besarnya laba sebelum pajak yang dihasilkan
sebesar 2,36 % dari total asset yang digunakan untuk menghasilkan
laba tersebut.
c. Tahun 2004
ROA = Rp 4.528.733
Rp 149.168.842
= 3,04 %
Pada tahun 2004, besarnya laba sebelum pajak yang dihasilkan
sebesar 3,04 % dari total asset yang digunakan untuk menghasilkan
laba tersebut.
d. Tahun 2005
ROA = Rp 5.123.618
Rp 150.180.752
= 3,41 %
Pada tahun 2005, besarnya laba sebelum pajak yang dihasilkan
sebesar 3,41 % dari total asset yang digunakan untuk menghasilkan
laba tersebut.
e. Tahun 2006
ROA = RP 6.066.603
Rp 176.798.726
= 3,43 %
X 100 %
X 100 %
X 100 %
72
Pada tahun 2006, besarnya laba sebelum pajak yang dihasilkan
sebesar 3,43 % dari total asset yang digunakan untuk menghasilkan
laba tersebut.
Selanjutnya, rangkuman perhitungan ROA dapat dilihat dalam
gambar 4 dibawah ini.
0
0.5
1
1.52
2.5
3
3.5
4
2002 2003 2004 2005 2006
ROA (%)
Gambar 4
Grafik Pertumbuhan Rasio ROA
Pada tahun 2002 laba sebelum pajak sebesar Rp 3,40 triliun dan total
aset mencapai Rp 117,30 triliun sehingga ROA pada tahun tersebut
sebesar 2,90 %.
Pada tahun 2003, ROA mengalami penurunan sebesar 0,54 %
dikarenakan laba sebelum pajak tahun 2003 mengalami penurunan sebesar
0,26 triliun (7,66 %) yang terutama disebabkan karena penurunan
pendapatan bunga bersih sejalan dengan penurunan SBI sepanjang tahun
2003 dan peningkatan biaya operasional lainnya. Di samping itu, total aset
meningkat sebesar Rp 15,96 triliun atau 13,60 % pada akhir tahun 2003.
73
Pertumbuhan tersebut mulai meningkat khususnya sejak semester II tahun
2003.
Pada tahun 2004, ROA mengalami kenaikan 0,68 %. Kenaikan
tersebut dikarenakan terjadi peningkatan yang cukup signifikan dalam laba
sebelum pajak, yakni meningkat sebesar Rp 1,39 triliun atau 44,24 %.
Kenaikan laba disebabkan karena keberhasilan BCA dalam meningkatkan
pendapatan bunga bersih dengan cara mengelola beban dana yang rendah
(low cost of fund) dan melakukan reposisi aktiva produktif. Sementara itu
total aset pada akhir tahun 2004 meningkat sebesar Rp 15,91 triliun atau
11,94 %.
Nilai ROA kembali meningkat sebesar 0,37 % menjadi 3,41 % pada
tahun 2005. Peningkatan ROA tersebut dikarenakan adanya peningkatan
laba sebelum pajak sebesar 13,14 % yang lebih besar daripada peningkatan
jumlah total aset sebesar 0,68 %.
Pada tahun 2006, terjadi peningkatan tipis nilai ROA sebesar 0,02%
menjadi 3,43% dari sebesar 3,41 % pada tahun 2005. Kenaikan ROA
tersebut diakibatkan peningkatan yang seimbang antara nilai total aset dan
laba sebelum pajak, yang mana kedua komponen tersebut mengalami
peningkatan sekitar 17,7 % (Total aset tumbuh sebesar 17,72 % dan laba
sebelum pajak juga meningkat sebesar 18,40 %).
Secara keseluruhan, jika dilihat pada gambar 4 terlihat bahwa
pergerakan rasio ROA cukup stabil dari tahun ke tahun, kecuali pada tahun
2003 dimana terjadi penurunan nilai ROA dikarenakan adanya penurunan
74
pendapatan bunga yang berdampak pada menurunnya laba sebelum pajak.
Akan tetapi pada tahun berikutnya, yakni tahun 2004 nilai ROA kembali
meningkat karena manajemen telah menjalankan strategi yang tepat dalam
mengelola aktiva produktif dan cost of fund.
Secara keseluruhan, dilihat dari aspek rentabilitas berdasarkan rasio
ROA, dapat dilihat bahwa BCA mampu untuk memperoleh keuntungan
yang besar setiap tahunnya dan juga BCA memiliki posisi yang baik dari
segi penggunaan aset. Hal ini tercermin dari rasio ROA yang meningkat
setiap tahunnya meskipun pada tahun 2003 sempat mengalami penurunan.
2. Analisa Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
Rasio ini bertujuan untuk mengukur berapa besar biaya operasional
yang digunakan untuk dapat menghasilkan pendapatan operasional
tertentu. Cara perhitungan BOPO adalah sebagai berikut :
BOPO = Biaya Operasional x 100%
Pendapatan Operasional
Biaya operasional terdiri dari biaya bunga, beban penyisihan
penghapusan aktiva produktif (PPAP), beban operasional lainnya, dan
beban taksiran kerugian atas transaksi rekening administratif (lihat
lampiran 2, 4, 6. 8, dan 10).
Pendapatan operasional terdiri dari pendapatan bunga, pendapatan
operasional lainnya, dan pemulihan taksiran kerugian atas transaksi
rekening administratif (lihat lampiran 2, 4, 6. 8, dan 10).
75
Data-data yang digunakan dalam perhitungan BOPO dapat dilihat
pada tabel 5.
Tabel 5
Data Perhitungan Rasio BOPO
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
(dlm jutaan Rp)
Biaya Operasional 11,814,101 10,493,729 8,752,188 10,395,625 13,367,790
Pendapatan Operasional 15,177,816
13,612,975
13,229,085
15,399,620
19,376,468
BOPO 77.84%
77.09%
66.16%
67.51%
68.99%
Sumber : Laporan Keuangan Tahunan PT Bank Central Asia, Tbk
Sebagai contoh, perhitungan BOPO akan penulis rinci pada BOPO
tahun 2002. Berikut adalah hasil perhitungannya :
a. Tahun 2002
Biaya Operasional :
- Beban bunga Rp 8.529.649
- Beban PPAP Rp 159.368
- Beban operasional lainnya Rp 3.125.084
Total biaya operasional Rp 11.814.101
Pendapatan Operasional :
- Pendapatan bunga Rp 13.993.603
- Pendapatan operasional lainnya Rp 1.184.168
- Pemulihan taksiran kerugian Rp 45
atas transaksi rekening adm
Total pendapatan operasional Rp 15.177.816
76
BOPO = 11.814.101
15.177.816
= 77,84 %
Pada tahun 2002, biaya operasional yang dikeluarkan sebesar 77,84
% dari total pendapatan operasional.
b. Tahun 2003
BOPO = 10.493.729
13.612.975
= 77,09 %
Pada tahun 2003, biaya operasional yang dikeluarkan sebesar 77,09
% dari total pendapatan operasional.
c. Tahun 2004
BOPO = 8.752.188
13.229.085
= 66,16 %
Pada tahun 2004, biaya operasional yang dikeluarkan sebesar 66,16
% dari total pendapatan operasional.
d. Tahun 2005
BOPO = 10.395.625
15.399.620
= 67,51 %
Pada tahun 2005, biaya operasional yang dikeluarkan sebesar 67,51
% dari total pendapatan operasional.
X 100 %
X 100 %
X 100 %
X 100 %
77
e. Tahun 2006
BOPO = 13.367.790
19.376.468
= 68,99 %
Pada tahun 2006, biaya operasional yang dikeluarkan sebesar 68,99
% dari total pendapatan operasional.
Selanjutnya, rangkuman perhitungan rasio BOPO dapat dilihat dalam
gambar 5 dibawah ini.
60
65
70
75
80
2002 2003 2004 2005 2006
BOPO (%)
Gambar 5
Grafik Pertumbuhan Rasio BOPO
Rasio BOPO pada tahun 2002 adalah sebesar 77,84 % yang berarti
bahwa dalam rangka menghasilkan laba operasi pada tahun 2002,
biaya operasional mencapai 77,84 % dari pendapatan operasional.
Pada tahun 2003, BOPO turun menjadi 77,09 %. Penurunan
tersebut dikarenakan menurunnya pendapatan operasional yang
dipengaruhi oleh penurunan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia
X 100 %
78
(SBI) yang terus berlanjut sepanjang tahun 2003. Selain pendapatan
operasional, beban operasional juga turun 11,18 %.
Pada tahun 2004, BOPO kembali turun cukup signifikan, yakni
sebesar 10,93 %. Penurunan tersebut terutama dikarenakan
menurunnya biaya operasional sebesar Rp 1,74 triliun (16,60 %).
Sepanjang tahun 2004 masih berlangsung kecenderungan penurunan
suku bunga, namun berkat kebijakan manajemen dalam mengelola
suku bunga dana, maka pendapatan operasional hanya mengalami
penurunan sebesar 2,82 %.
Pada tahun 2005, rasio BOPO mengalami sedikit peningkatan
sebesar 1,35 %. Peningkatan tersebut dikarenakan kembali
meningkatnya pendapatan bunga bersih BCA (16,21 %) yang berasal
dari pertumbuhan kredit yang signifikan. Selain itu, seiring dengan
meningkatnya pendapatan operasional, maka biaya operasional juga
meningkat sebesar Rp 1,64 triliun atau 18,78 %. Peningkatan biaya
operasional tersebut sebagian besar berasal dari beban umum dan
administrasi guna mendukung pertumbuhan usaha, seperti beban
promosi dan beban keperluan kantor.
Rasio BOPO kembali mengalami sedikit peningkatan
dibandingkan sebelumnya pada tahun 2006, menjadi 68,99 %.
Peningkatan tersebut bersumber dari adanya kenaikan pendapatan
operasional dan biaya operasional yang cukup besar. Pendapatan
79
operasional naik sebesar Rp 3,98 triliun (25,82 %) dan biaya
operasional naik sebesar Rp 2,97 triliun (28,60 %).
Dalam gambar 5 mengenai tren rasio BOPO selama 5 tahun
terakhir, pada tahun 2002 dan 2003 rasio BOPO BCA berada pada
kisaran 77 %. Namun, terlihat bahwa terjadi penurunan yang cukup
besar pada tahun 2004 (rasio BOPO menjadi 66,16 %) dikarenakan
terjadinya penurunan dalam biaya operasional pada tahun tersebut
sebesar 16.60 % dan penurunan pendapatan operasional sebesar 2.82
%, yang berarti semakin efisiennya BCA dalam mengelola biaya
operasional yang dikeluarkan. Pada tahun-tahun berikutnya, yakni
tahun 2005 dan 2006, rasio BOPO mengalami kenaikan masing-
masing sekitar 1 % tiap tahunnya.
Secara keseluruhan, dilihat dari aspek rentabilitas berdasarkan
rasio BOPO, dapat dikatakan bahwa BCA cukup efisien dalam
mengatur biaya operasionalnya dalam melakukan kegiatan operasinya.
Setelah dilakukan perhitungan rasio untuk tiap aspek, yakni aspek
likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas, maka agar lebih mempermudah
untuk menganalisa pertumbuhan dari tiap-tiap rasio tersebut, penulis
membuat rangkuman yang dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini.
80
Tabel 6
Rangkuman Hasil Perhitungan Rasio
NO Tahun 2002 2003 2004 2005 2006Rasio (%)
1 GWM Rupiah 5.03 5.09 8.07 12.32 12.85 Valas 3.19 3.24 3.74 3.94 3.16
2 LDR 20.62 24.76 30.66 41.78 40.21
3 CAR 32.19 27.95 23.95 21.53 22.09
4 ROA 2.9 2.36 3.04 3.41 3.43
5 BOPO 77.84 77.09 66.16 67.51 68.99
D. Tingkat Kesehatan Keuangan Perusahaan Ditinjau dari Peraturan Bank
Indonesia dan Rata-rata Industri Perbankan Berdasarkan Aspek
Likuiditas, Solvabilitas dan Rentabilitas
Untuk dapat mengevaluasi apakah perusahaan saat ini sudah memenuhi
ketentuan yang disyaratkan oleh Bank Indonesia, maka penulis akan
membandingkan hasil perhitungan rasio perusahaan dengan standar ketentuan
dari Bank Indonesia. Selain itu, akan disajikan bagaimana posisi perusahaan
dalam industri perbankan nasional.
1. Aspek Likuiditas
a. Giro Wajib Minimum (GWM)
1) Berdasarkan hasil perhitungan rasio GWM di atas, maka nilai
GWM Rupiah BCA berturut-turut dari tahun 2002 sampai 2006
adalah sebesar 5.03 %, 5.09 %, 8.07 %, 12.32 %, dan 12.85%.
Sedangkan nilai GWM Valas BCA berturut-turut dari tahun 2002
81
sampai 2006 adalah sebesar 3.19 %, 3.24 %, 3.74 %, 3.94 %, dan
3.16 % (Lihat Tabel 6, Rangkuman Hasil Perhitungan Rasio).
2) Ketentuan yang berkaitan dengan Giro Wajib Minimum (GWM)
telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir tahun 1998.
Berdasarkan ketentuan GWM lama ditetapkan bahwa GWM
Rupiah minimum sebesar 5 % dan GWM Valas sebesar 3 %.
Ketentuan tersebut mengalami sedikit perubahan dengan
dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia No.6/15/PBI/2004
tanggal 28 Juni 2004. Dalam ketentuan GWM Baru, besarnya %
GWM baik untuk giro rupiah maupun valuta asing masih sama,
yaitu 5% untuk GWM rupiah dan 3% untuk GWM valuta asing,
namun ada tambahan % GWM rupiah secara berjenjang sesuai
dengan jumlah DPK rupiah. Kemudian ketentuan tersebut
mengalami sedikit perubahan kembali dengan dikeluarkannya
Peraturan Bank Indonesia No.7/29/PBI/2005 tanggal 6 September
2005 (Lihat Lampiran 35 Pasal 3). Maka, jika melihat hasil
perhitungan rasio GWM Rupiah di point (1) di atas, BCA telah
memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
3) Rata-rata industri perbankan memiliki rasio GWM Rupiah dari
tahun 2002 sampai 2006 berturut-turut sebesar 6.66 %, 8.28%, 9.43
%, 11 %, dan 11.50 % (Lihat Lampiran 33, Penempatan di BI
Giro dibagi dengan DPK Rupiah). Jika dibandingkan dengan rata-
82
rata industri sejenis, maka pada tahun 2002 sampai 2004, industri
perbankan memiliki rasio GWM yang lebih tinggi, tetapi untuk
tahun 2005 dan 2006 BCA memiliki rasio GWM yang lebih tinggi.
Hal ini disebabkan karena pada tahun 2002 sampai dengan 2004,
perbandingan saldo rekening giro yang ada di Bank Indonesia
terhadap total dana pihak ketiga rupiah untuk rata-rata industri
lebih besar daripada perbandingan saldo rekening giro yang ada di
Bank Indonesia terhadap total dana pihak ketiga rupiah untuk
BCA. Namun di tahun 2005 dan 2006 terjadi perubahan dimana
perbandingan saldo rekening giro yang ada di Bank Indonesia
terhadap total dana pihak ketiga rupiah untuk rata-rata industri
lebih kecil daripada perbandingan saldo rekening giro yang ada di
Bank Indonesia terhadap total dana pihak ketiga rupiah untuk
BCA.
Perbandingan rasio GWM Rupiah antara BCA dengan rata-rata
industri perbankan tersebut dapat dilihat pada gambar 6.
0
2
4
6
8
10
12
14
2002 2003 2004 2005 2006
GWM Rp (BCA,%)
GWM Rp(Industri, %)
Gambar 6
Grafik Perbandingan Pertumbuhan Rasio GWM
83
b. Loan to Deposit Ratio (LDR)
1) Berdasarkan hasil perhitungan rasio LDR di atas, maka nilai LDR
BCA berturut-turut dari tahun 2002 sampai 2006 adalah sebesar
20.62 %, 24.76 %, 30.66 %, 41.78 %, dan 40.21 % (Lihat Tabel 6,
Rangkuman Hasil Perhitungan Rasio).
2) Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal
31 Mei 2004 lampiran 2e dalam Matriks Kriteria Penetapan
Peringkat Komponen Likuiditas, Bank Indonesia membagi nilai
LDR bank-bank ke dalam 5 peringkat (Lihat lampiran 31).
Maka, berdasarkan hasil perhitungan LDR yang dicantumkan pada
point (1) di atas, BCA berada pada peringkat 3 menurut Matriks
Kriteria Penetapan Peringkat Komponen Likuiditas.
3) Rata-rata industri perbankan memiliki nilai LDR dari tahun 2002
sampai 2006 berturut-turut sebesar 38.24 %, 43.52 %, 49.95 %,
59.66 %, dan 61.56 % (lihat lampiran 34). Jika dibandingkan
dengan rata-rata industri perbankan, LDR BCA berada di bawah
rata-rata industri perbankan, yang berarti persentase jumlah kredit
yang disalurkan ke masyarakat oleh rata-rata industri lebih besar
dibandingkan BCA. Hal ini mungkin disebabkan karena BCA
masih cenderung hati-hati dalam menyalurkan kredit dan mungkin
juga karena BCA ingin mempertahankan likuiditasnya untuk
segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali
uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit.
84
Perbandingan rasio LDR antara BCA dengan rata-rata industri
perbankan tersebut dapat dilihat pada gambar 7.
0
10
20
3040
50
60
70
2002 2003 2004 2005 2006
LDR (BCA, %)
LDR (Industri, %)
Gambar 7
Grafik Perbandingan Pertumbuhan LDR
2. Aspek Solvabilitas
a. Capital Adequacy Ratio
1) Berdasarkan hasil perhitungan rasio CAR di atas, maka nilai CAR
BCA berturut-turut dari tahun 2002 sampai 2006 adalah sebesar
32.19 %, 27.95 %, 23.95 %, 21.53 %, dan 22.09 % (Lihat Tabel 6,
Rangkuman Hasil Perhitungan Rasio).
2) Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tanggal 13 Desember
2001 mewajibkan bank-bank untuk memenuhi rasio kewajiban
penyediaan modal minimum (KPMM atau CAR) minimum sebesar
8 %. Kemudian, berdasarkan peraturan Bank Indonesia No.
5/12/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003 mewajibkan bank-bank di
Indonesia agar memperhitungkan risiko pasar (market risk) dalam
perhitungan CAR, minimum sebesar 8 %. Maka, jika melihat hasil
85
perhitungan CAR pada point (i) di atas, BCA telah memenuhi
ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3) Rata-rata industri perbankan memiliki nilai CAR dari tahun 2002
sampai 2006 berturut-turut sebesar 22.44 %, 19.43 %, 19.42 %,
19.30%, dan 21.27 % (Lihat lampiran 34). Jika dibandingkan
dengan rata-rata industri, maka nilai CAR BCA lebih unggul, yang
berarti kemampuan BCA untuk memenuhi kewajiban jangka
pendek dan jangka panjangnya dengan menggunakan modal sendiri
telah lebih baik dari rata-rata industri. Hal ini mungkin disebabkan
karena BCA memiliki modal yang lebih unggul jika dibandingkan
dengan rata-rata industri dan juga memiliki kemampuan yang lebih
unggul dalam mengelola aktiva yang dimilikinya sehingga
membuat CAR BCA lebih unggul dibandingkan rata-rata industri.
Perbandingan rasio CAR antara BCA dengan rata-rata industri
perbankan tersebut dapat dilihat pada gambar 8.
0
5
10
15
20
25
30
35
2002 2003 2004 2005 2006
CAR (BCA, %)
CAR (Industri, %)
Gambar 8
Grafik Perbandingan Pertumbuhan CAR
86
3. Aspek Rentabilitas
a. Return on Total Assets (ROA)
1) Berdasarkan hasil perhitungan rasio ROA di atas, maka nilai ROA
BCA berturut-turut dari tahun 2002 sampai 2006 adalah sebesar
2.9 %, 2.36 %, 3.04 %, 3.41 %, dan 3.43 % (Lihat Tabel 6,
Rangkuman Hasil Perhitungan Rasio).
2) Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal
31 Mei 2004 lampiran 2d dalam Matriks Kriteria Penetapan
Peringkat Komponen Rentabilitas, Bank Indonesia membagi nilai
ROA bank-bank ke dalam 5 peringkat (Lihat lampiran 32). Dalam
penilaian tingkat kesehatan bank dengan menggunakan metode
CAMEL, ditetapkan ketentuan yaitu untuk setiap kenaikan rasio
ROA sebesar 0.015 % nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum
100. Berdasarkan Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Komponen
Rentabilitas, BCA berada pada peringkat 2 yaitu perolehan laba
BCA tinggi.
3) Rata-rata industri perbankan memiliki rasio ROA dari tahun 2002
sampai 2006 berturut-turut sebesar 1.96 %, 2.63 %, 3.46 %, 2.55
%, dan 2.46 % (Lihat lampiran 34). Jika dibandingkan dengan rata-
rata industri, rasio ROA BCA pada tahun 2002, 2005. dan 2006
lebih unggul dari rata-rata industri, sedangkan pada tahun 2003 dan
2004 lebih kecil dari rata-rata industri. Hal ini kemungkinan
disebabkan pada tahun 2002, 2005 dan 2006 BCA dapat
87
menghasilkan laba sebelum pajak yang lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata industri perbankan, namun pada tahun 2003 dan
2004 rata-rata industri perbankan mampu menghasilkan laba
sebelum pajak yang lebih tinggi dibandingkan BCA. Perbandingan
rasio ROA antara BCA dengan rata-rata industri perbankan
tersebut dapat dilihat pada gambar 9.
00,5
11,5
22,5
33,5
4
2002 2003 2004 2005 2006
ROA (BCA, %)
ROA (Industri, %)
Gambar 9
Grafik Perbandingan Pertumbuhan Rasio ROA
b. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
1) Berdasarkan hasil perhitungan rasio BOPO di atas, maka nilai rasio
BOPO BCA berturut-turut dari tahun 2002 sampai 2006 adalah
sebesar 77.84 %, 77.09 %, 66.16 %, 67.51 %, dan 68.99 % (Lihat
Tabel 6, Rangkuman Hasil Perhitungan Rasio).
2) Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal
31 Mei 2004 lampiran 2d dalam Matriks Kriteria Penetapan
Peringkat Komponen Rentabilitas, Bank Indonesia membagi rasio
BOPO bank-bank ke dalam 5 peringkat (Lihat lampiran 32). Dalam
88
penilaian tingkat kesehatan bank dengan menggunakan metode
CAMEL, ditetapkan ketentuan yaitu untuk setiap penurunan rasio
BOPO sebesar 0.08 % nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum
100. Berdasarkan Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Komponen
Rentabilitas, BCA berada pada peringkat 2 yaitu BCA memiliki
tingkat efisiensi baik.
3) Rata-rata industri perbankan memiliki rasio BOPO dari tahun 2002
sampai 2006 berturut-turut sebesar 94.76 %, 88.10 %, 76.64%,
89.50 %, dan 90.76 % (Lihat lampiran 34). Jika dibandingkan
dengan rata-rata industri, BCA selalu memiliki rasio BOPO yang
lebih rendah. Hal ini berarti bahwa BCA lebih efisien dalam
mengelola biaya operasional dibandingkan dengan industri sejenis
pada umumnya (perbankan). Perbandingan rasio BOPO antara
BCA dengan rata-rata industri perbankan tersebut dapat dilihat
pada gambar 10.
0
20
40
60
80
100
2002 2003 2004 2005 2006
BOPO (BCA, %)
BOPO (Industri,%)
Gambar 10
Grafik Perbandingan Pertumbuhan Rasio BOPO
89
4. Rangkuman Perbandingan Rasio Keuangan dengan Bank Indonesia
dan Rata-Rata Industri Perbankan
Rangkuman rasio GWM, LDR, CAR, ROA dan BOPO antara BCA,
ketentuan Bank Indonesia, dan rata-rata industri perbankan dapat dilihat
pada tabel 7 hingga tabel 11 (tiap tabel berisi perbandingan rasio untuk 1
tahun).
1
Rasio (%) Keterangan
BCA BI Perbankan
Likuiditas : GWM Rupiah 5.03 5 6.66 BCA telah memenuhi ketentuan dari BI, walaupun jika dibandingkan
dengan rata-rata perbankan, persentase GWM-nya masih lebih kecil. GWM Valas 3,19 3 BCA telah memenuhi ketentuan dari Bank Indonesia.
LDR 20,62 1) 50% < LDR 75% 38.24 Berdasarkan standar dari Bank Indonesia, BCA berada pada peringkat2) 75% < LDR 85% 3. Begitu pula dengan nilai LDR yang terdapat pada industri 3) 85% < LDR 100% perbankan. Namun, LDR industri perbankan lebih besar dari BCA, yang
atau LDR 50% berarti persentase kredit yang disalurkan ke masyarakat lebih besar 4) 100% < LDR 120% daripada BCA5) LDR > 120%
Solvabilitas : CAR 32,19 8 22.44 CAR BCA telah melebihi jauh di atas ketentuan yang ditetapkan Bank
Indonesia dan juga lebih tinggi dari rata-rata perbankan nasional. Haltersebut berarti kemampuan BCA dalam memenuhi kewajiban jangkapendek dan jangka panjang dengan menggunakan modal sendirilebih baik daripada rata-rata perbankan nasional.
Rentabiitas : ROA 2.9 1,5 1.96 ROA BCA telah memenuhi ketentuan Bank Indonesia dan lebih tinggi
dari rata-rata perbankan. Artinya BCA memiliki kemampuan mengha-silkan laba yang lebih tinggi dari rata-rata perbankan.
BOPO 77.84 92 94.76 BOPO BCA lebih rendah dari yang telah ditetapkan Bank Indonesiadan lebih rendah dari perbankan nasional. Artinya, BCA memiliki kemampuan efisiensi yang lebih tinggi dari ketentuan Bank Indonesiadan rata-rata perbankan pada umumnya.
2002
Tabel 7.
Rangkuman Analisa Perbandingan Tahun 2002
90
2
Rasio (%) Keterangan
BCA BI Perbankan
Likuiditas : GWM Rupiah 5,09 5 8.28 BCA telah memenuhi ketentuan dari BI, walaupun jika dibandingkan
dengan rata-rata perbankan, persentase GWM-nya masih lebih kecil. GWM Valas 3.24 3 BCA telah memenuhi ketentuan dari Bank Indonesia.
LDR 24,76 1) 50% < LDR 75% 43.52 BCA berada pada peringkat 3 menurut standar dari Bank Indonesia.2) 75% < LDR 85% Begitu pula dengan nilai LDR yang terdapat pada industri perbankan.3) 85% < LDR 100% Namun, LDR industri perbankan lebih besar dari BCA, yang berarti
atau LDR 50% persentase kredit yang disalurkan ke masyarakat lebih besar daripada4) 100% < LDR 120% BCA.5) LDR > 120%
Solvabilitas : CAR 27,95 8 19.43 CAR BCA telah melebihi jauh diatas ketentuan yang ditetapkan Bank
Indonesia dan juga lebih tinggi dari rata-rata perbankan nasional. Hal tersebut berarti kemampuan BCA dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dengan menggunakan modal sendiri lebih baik daripada rata-rata perbankan nasional.
Rentabiitas : ROA 2,36 1,5 2.63 ROA BCA telah memenuhi ketentuan Bank Indonesia, namun ROA
rata-rata perbankan lebih tinggi .
BOPO 77,09 92 88.1 BOPO BCA lebih rendah dari yang telah ditetapkan Bank Indonesiadan lebih rendah dari perbankan nasional. Artinya, BCA memiliki kemampuan efisiensi yang lebih tinggi dari ketentuan Bank Indonesiadan rata-rata perbankan pada umumnya.
2003
Tabel 8. Rangkuman Analisa Perbandingan Tahun 2003
91
3
Tabel 9. Rangkuman Analisa Perbandingan Tahun 2004
Rasio (%) KeteranganBCA BI Perbankan
Likuiditas : GWM Rupiah 8.07 8 9.43 BCA telah memenuhi ketentuan dari BI, walaupun jika dibandingkan
dengan rata-rata perbankan, persentase GWM-nya masih lebih kecil. GWM Valas 3.74 3 BCA telah memenuhi ketentuan dari Bank Indonesia.
LDR 30.66 1) 50% < LDR 75% 49.95 BCA berada pada peringkat 3 menurut standar dari Bank Indonesia.2) 75% < LDR 85% Begitu pula dengan nilai LDR yang terdapat pada industri perbankan.3) 85% < LDR 100% Namun, LDR industri perbankan lebih besar dari BCA, yang berarti
atau LDR 50% persentase kredit yang disalurkan ke masyarakat lebih besar daripada4) 100% < LDR 120% BCA.5) LDR > 120%
Solvabilitas : CAR 23.95 8 19.42 CAR BCA telah melebihi jauh di atas ketentuan yang ditetapkan Bank
Indonesia dan juga lebih tinggi dari rata-rata perbankan nasional. Hal tersebut berarti kemampuan BCA dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dengan menggunakan modal sendiri lebih baik daripada rata-rata perbankan nasional.
Rentabiitas : ROA 3.04 1,5 3.46 ROA BCA telah memenuhi ketentuan Bank Indonesia, namun ROA
rata-rata perbankan lebih tinggi .
BOPO 66.16 92 76.64 BOPO BCA lebih rendah dari yang telah ditetapkan Bank Indonesiadan lebih rendah dari perbankan nasional. Artinya, BCA memiliki kemampuan efisiensi yang lebih tinggi dari ketentuan Bank Indonesiadan rata-rata perbankan pada umumnya.
2004
92
4
Tabel 10. Rangkuman Analisa Perbandingan Tahun 2005
Rasio (%) KeteranganBCA BI Perbankan
Likuiditas : GWM Rupiah 12.32 12 11 BCA telah memenuhi ketentuan dari BI, dan lebih tinggi dari rata-rata
perbankan nasional. GWM Valas 3.94 3 BCA telah memenuhi ketentuan dari Bank Indonesia.
LDR 41.78 1) 50% < LDR 75% 59.66 BCA berada pada peringkat 3 menurut standar dari Bank Indonesia,2) 75% < LDR 85% dan industri perbankan berada pada peringkat 1. 3) 85% < LDR 100%
atau LDR 50%4) 100% < LDR 120%5) LDR > 120%
Solvabilitas : CAR 21.53 8 19.3 CAR BCA telah melebihi jauh di atas ketentuan yang ditetapkan Bank
Indonesia dan juga lebih tinggi dari rata-rata perbankan nasional. Hal tersebut berarti kemampuan BCA dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dengan menggunakan modal sendiri lebih baik daripada rata-rata perbankan nasional.
Rentabiitas : ROA 3.41 1,5 2.55 ROA BCA telah memenuhi ketentuan Bank Indonesia dan lebih tinggi
dari rata-rata perbankan nasional.
BOPO 67.51 92 89.5 BOPO BCA lebih rendah dari yang telah ditetapkan Bank Indonesiadan lebih rendah dari perbankan nasional. Artinya, BCA memiliki kemampuan efisiensi yang lebih tinggi dari ketentuan Bank Indonesiadan rata-rata perbankan pada umumnya.
2005
93
5
Tabel 11. Rangkuman Analisa Perbandingan Tahun 2006
Rasio (%) KeteranganBCA BI Perbankan
Likuiditas : GWM Rupiah 12,85 12 11,5 BCA telah memenuhi ketentuan dari BI, dan lebih tinggi dari rata-rata
perbankan nasional. GWM Valas 3,16 3 BCA telah memenuhi ketentuan dari Bank Indonesia.
LDR 40,21 1) 50% < LDR 75% 61,56 BCA berada pada peringkat 3 menurut standar dari Bank Indonesia,2) 75% < LDR 85% dan industri perbankan berada pada peringkat 1. 3) 85% < LDR 100%
atau LDR 50%4) 100% < LDR 120%5) LDR > 120%
Solvabilitas : CAR 22,09 8 21,27 CAR BCA telah melebihi jauh di atas ketentuan yang ditetapkan Bank
Indonesia dan juga lebih tinggi dari rata-rata perbankan nasional. Hal tersebut berarti kemampuan BCA dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dengan menggunakan modal sendiri lebih baik daripada rata-rata perbankan nasional.
Rentabiitas : ROA 3,43 1,5 2,46 ROA BCA telah memenuhi ketentuan Bank Indonesia dan lebih tinggi
dari rata-rata perbankan nasional.
BOPO 68,99 92 90,76 BOPO BCA lebih rendah dari yang telah ditetapkan Bank Indonesiadan lebih rendah dari perbankan nasional. Artinya, BCA memiliki kemampuan efisiensi yang lebih tinggi dari ketentuan Bank Indonesiadan rata-rata perbankan pada umumnya.
2006
94
95
Tabel 7 sampai dengan tabel 11 menunjukkan bahwa ditinjau dari aspek
likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas, BCA telah memenuhi ketentuan yang
disyaratkan oleh Bank Indonesia dari tahun ke tahun.
Jika dibandingkan dengan kinerja rata-rata industri perbankan nasional,
ditinjau dari aspek likuiditas terutama LDR, rata-rata perbankan nasional
masih memilki rasio yang lebih tinggi dari BCA. Dari aspek solvabilitas
(CAR) dan rentabilitas yakni rasio BOPO, BCA selalu lebih unggul dari rata-
rata perbankan pada umumnya. Untuk dua rasio lain, yakni GWM dan ROA,
nilai rasio antara BCA dan rata-rata perbankan berfluktuasi.
96
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisa dan pembahasan
rumusan masalah pada bab-bab sebelumnya antara lain sebagai berikut :
1. Rasio yang digunakan dalam mengukur aspek likuiditas, solvabilitas, dan
rentabilitas di BCA adalah sebagai berikut :
a. Aspek likuiditas diukur dengan menggunakan dua jenis rasio, yakni
rasio Giro Wajib Minimum (GWM) dan Loan To Deposit Ratio
(LDR). Rasio GWM dihitung dengan rumus Saldo Rekening (giro) di
Bank Indonesia dibagi dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) . GWM
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu GWM Rupiah dan GWM
Valuta Asing, yang besarnya masing-masing harus memenuhi syarat
yang ditentukan oleh Bank Indonesia. LDR dihitung dengan rumus
Total Kredit yang diberikan dibagi dengan Total Dana Pihak Ketiga .
b. Aspek solvabilitas diukur dengan menggunakan rasio Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum atau sering disebut Capital Adequacy
Ratio (CAR). CAR dihitung dengan rumus Total Modal dibagi
dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko .
c. Aspek rentabilitas diukur dengan menggunakan dua jenis rasio, yakni
rasio Return On Assets (ROA) dan Rasio Biaya Operasional terhadap
Pendapatan Operasional (BOPO). Rasio ROA dihitung dengan rumus
Laba sebelum Pajak dibagi dengan Total Aset . Rasio BOPO dihitung
96
97
dengan rumus Total Biaya Operasional dibagi dengan Pendapatan
Operasional .
2. Hasil analisa menunjukkan bahwa ditinjau dari aspek likuiditas,
solvabilitas, dan rentabilitas, BCA telah memenuhi ketentuan yang
disyaratkan oleh Bank Indonesia dari tahun ke tahun, dan dalam matriks
kriteria penetapan peringkat komponen, BCA selalu berada pada peringkat
3 ke atas (peringkat diberikan dari skala 1 sampai 5, dimana peringkat 1
adalah paling baik dan peringkat 5 paling buruk).
3. Dibandingkan dengan kinerja rata-rata industri perbankan nasional,
ditinjau dari aspek likuiditas terutama LDR, rata-rata perbankan nasional
masih memilki rasio yang lebih tinggi dari BCA. Sedangkan dari aspek
solvabilitas (CAR) dan rentabilitas yakni rasio BOPO, BCA selalu lebih
unggul dari rata-rata perbankan pada umumnya. Untuk dua rasio lain,
yakni GWM dan ROA, nilai rasio antara BCA dan rata-rata perbankan
berfluktuasi, tapi dari hasil analisa, dimana dapat dilihat tren untuk tiap-
tiap rasio selama 5 tahun terakhir, maka penulis berkesimpulan bahwa
akan ada kecenderungan untuk tahun-tahun berikut BCA akan mampu
memiliki nilai ROA dan GWM yang lebih unggul jika BCA dapat
mempertahankan kinerjanya dengan baik.
98
B. SARAN
Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan hasil analisa dan kesimpulan
yang telah dibuat, adalah sebagai berikut :
1. BCA harus terus melakukan investasi dalam pengembangan produk,
ekspansi jaringan, serta melakukan berbagai program promosi lainnya agar
dapat meningkatkan total dana pihak ketiga dan memiliki saldo rekening
giro yang lebih besar di Bank Indonesia yang pada akhirnya akan
meningkatkan rasio GWM BCA ditahun-tahun berikutnya.
2. Melihat adanya kecenderungan penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI
Rate), maka keadaan tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan oleh BCA
untuk dapat mengalokasikan dana pihak ketiga yang terhimpun ke
masyarakat dengan cara mengucurkan kredit. Hal tersebut dengan tujuan
agar BCA dapat meningkatkan nilai LDR agar mampu mengimbangi rata-
rata perbankan nasional. Namun tentu saja kredit yang dikucurkan harus
disertai juga dengan kualitas kredit, sehingga nilai kredit bermasalah dapat
tetap ditekan.
3. Selain dalam bidang kredit, BCA juga hendaknya dapat meningkatkan
komposisi dana pihak ketiga yang menguntungkan dan aktiva produktif
yang berimbang. Sehingga pendapatan dari bunga bersih dapat lebih
meningkat, yang akan berdampak pada menurunnya rasio BOPO dan
meningkatnya rasio ROA. Agar dapat meningkatkan dana pihak ketiga,
BCA harus lebih dapat memahami keinginan masyarakat dan terus
memberikan layanan yang memuaskan. Penawaran yang menarik juga
99
harus tetap diberikan agar BCA dapat menarik nasabah baru dan mampu
bersaing dengan industri sejenis. Tentu saja dengan tetap berpedoman
pada visi dan misi perusahaan.
100
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia. 2001. Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Jakarta.
____________. 2003. Peraturan Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2003 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Jakarta.
____________. 2004. Peraturan Bank Indonesia No. 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing, Jakarta.
____________. 2004. Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Jakarta.
____________. 2005. Peraturan Bank Indonesia No. 7/29/PBI/2005 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing, Jakarta.
Bank Central Asia, Tbk. 2002. Keuangan Perbankan, Pusdiklat BCA - Kantor Pusat, Jakarta.
_____________. 2002. Pengetahuan Produk Kredit, Pusdiklat BCA - Kantor Pusat, Jakarta.
_____________. 2004. Pengetahuan Produk Jasa, Pusdiklat BCA - Kantor Pusat, Jakarta.
_____________. 2004. Pengetahuan Produk Pasiva, Pusdiklat BCA - Kantor Pusat, Jakarta.
Dahlan Siamat. 2001. Manajemen Lembaga Keuangan, Edisi Ketiga, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan, Buku I, Salemba Empat, Jakarta.
Jumingan. 2006. Analisis Laporan Keuangan, Cetakan Pertama, Bumi Aksara, Jakarta.
Kieso, Donald E, Jerry J. Weygandt, Terry D. Warfield. 2001. Akuntansi Intermediate, Gina Gania, Ichsan Setiyo Budi, Edisi Kesepuluh, 2002, Erlangga, Jakarta.
101
Lukman Dendawijaya. 2005. Manajemen Perbankan, Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Bogor.
Mangasa Augustinus Sipahutar. 2007. Persoalan- Persoalan Perbankan Indonesia, Cetakan Pertama, Gorga Media, Jakarta.
Sofyan Syafri Harahap. 2007. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, Edisi 1, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
102
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : FAJAR KURNIAWAN
Nama Panggilan : Fajar
Jenis Kelamin : Laki-laki
Warga Negara : Indonesia
Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 13 Januari 1985
Alamat : Jl. H. Jian No. 9 RT 004 RW 007 Cipete Utara, Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12150
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Pendidikan Formal :
Tahun 1991 - 1997 SDN Cipete Utara 03 Pagi Jakarta
Tahun 1997
2000 SLTP Negeri 56 Jakarta
Tahun 2000
2003 SMU Negeri 34 Jakarta
Tahun 2003
2006 Program Pendidikan Akuntansi Bank Central Asia, Tbk
Tahun 2006
2008 Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Jakarta Jurusan Akuntansi SI