Post on 14-Jun-2019
ANALISA ATENUASI MULTIPEL MENGGUNAKAN METODE
TRANSFORMASI RADON, WEMR, DAN SRME PADA DATA
SEISMIK LAUT 2D Dewi Rahma Ahmadi
1, Sabrianto Aswad, S.Si, MT
2, Muh. Fawzy Ismullah., S.Si, MT
3, Tumpal
Bernhard Nainggolan ST, MT4
1,2,3Universitas Hasanuddin
4Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
Email: dewirahmahmadi@gmail.com
ABSTRAK Survey seismik bertujuan untuk memperoleh data yang dapat memprediksi geologi bawah permukaan
yang mendekati kondisi sebenarnya. Saat melakukan survey seismik, data yang terekam bukan hanya
berupa data primer tetapi noise juga ikut terekam. Salah satunya adalah multipel. Multipel dapat
didefinisikan sebagai refleksi yang berulang. Keberadaan multipel ini akan menimbulkan ambiguitas dan
merusak kualitas data seismik sehingga diperlukan suatu metode untuk mengatenuasi keberadaan
multipel ini. Beberapa tahun terakhir, metode yang paling umum digunakan dalam mengatenuasi multipel
yaitu transformasi radon, WEMR, dan SRME, sehingga dalam penelitian ini digunakan ketiga metode ini
untuk menganalisa efektifitas dari ketiga metode tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini
berupa data sintetik dan data rill seismik laut 2D di perairan utara bali lombok. Data sintetik digunakan
untuk melihat pengaruh offset terhadap atenuasi multipel dan efektivitas atenuasi dari ketiga metode
tersebut sebelum diaplikasikan pada data seismik rill. Hasil dari penelitian ini menunjukkan transformasi
radon efektif dalam mengatenuasi multipel tetapi masih menyisahkan multipel residual dan menimbulkan
efek smearing setelah dilakukan stacking pada data seismik, metode WEMR efektif mengatenuasi
multipel baik di daerah near dan far offset tetapi kurang efektif dalam mengatenuasi multipel yang
disebabkan oleh lapisan kedua dan data seismik yang memiliki kemiringan yang cukup curam.
Sedangkan metode SRME efektif dalam mengatenuasi multipel di daerah near offset tetapi kurang efektif
dalam mengatenuasi multipel di daerah far offset.
Kata kunci : Multipel, Transformasi Radon, WEMR, SRME
ABSTRACT
Seismic surveys aim to obtain data that can predict a geological model which is approaches the
actual condition of the subsurface. While conducting a seismic survey, the data recorded not
only the primary data but also recorded noises. One of the noises is multiple. Multiple can be
define as repeated reflection. The existence of this multiple will cause ambiguity and decrease
the quality of seismic data. The methods to attenuate these multiple is needed to produce the
seismic data with good quality. In the last few years, the most commonly methods are used are
radon transform, WEMR, and SRME. In this study, those methods are used to analyze the
effectiveness in attenuate the multiple. The data used are 2D synthetic and 2D real data of
North Sea Bali-Lombok. 2D synthetic data is used to see the effect of offsets on multiple
attenuation and attenuation effectiveness of those methods before applied to real seismic data.
The results of this study shows radon transformation is effective in multiple attenuation but still
have multiple residuals and have smearing effect in seismic data after stacking, the WEMR
method is effective in multiple attenuation in near and far offset but is less effective to attenuate
multiple caused by the second layer and data that have dip in seismic data. While the SRME
method is effective in multiple attenuation in near offset but is less effective to attenuate
multiple in the far offset.
Keywords: Multiple, Radon Transform, WEMR, SRME
I. LATAR BELAKANG
Metode seismik refleksi merupakan
metode ekplorasi geofisika yang
didasarkan pada respon gelombang seismik
yang diinjeksikan ke bawah permukaan
dan kemudian direfleksikan sepanjang
batas lapisan batuan. Secara umum,
metode seismik terbagi atas tiga tahapan
utama yaitu akusisi, pengolahan, dan
interpretasi data seismik. Dari ketiga
tahapan ini, tahap pengolahan data seismik
memiliki peran yang sangat penting karena
pada tahapan ini, data telah direkam dari
tahap akusisi akan diolah sehingga
menghasilkan suatu penampang seismik
dengan S/N ratio yang baik tanpa
mengubah bentuk kenampakan refleksi,
sehingga dapat diinterpretasikan keadaan
dan bentuk dari perlapisan di bawah
permukaan bumi. Dengan demikian
mengolah data seismik merupakan
kegiatan untuk meredam noise dan
memperkuat signal (Sismanto, 2006).
Keberadaan noise biasanya akan merusak
kualitas data dan meningkatkan ambiguitas
ketika dilakukan interpretasi. Salah satu
jenis noise yang mengganggu hasil
perekaman data seismik yaitu multipel.
Multipel ini biasanya lebih sering muncul
pada data seismik laut akibat kontras
impedansi yang besar.
Multipel biasanya dipisahkan dari refleksi
primer berdasarkan karakteristik yang
terindentifikasi dari keduanya.
Karakteristik yang sering digunakan untuk
mengidentifikasi multipel yaitu melalui
kecepatan moveout yang relatif kecil
oleh metode yang diaplikasikan sebelum
stack (Fail dan Grau, 1963 ; Embree dkk,
1963 dalam Erlangga, 2010) dan prediksi
dan pengurangan energi multipel dari input
data seismik (Badriyah, 2013).
Beberapa penelitian terakhir, metode yang
sering digunakan dalam mengatenuasi
multipel yaitu transformasi radon, WEMR
dan SRME. Trasnformasi radon
merupakan metode yang memanfaatkan
moveout dalam memisahkan multipel dan
refleksi primer. Prinsip utama metode ini
memisahkan sinyal primer dan multipel
dengan mengubah domain jarak-waktu ke
domain tau-phi sehingga proses
mengatenuasi multipel dengan melakukan
desain muting pada data seismik. Menurut
Erlangga (2010) syarat utama agar refleksi
multipel dapat dipisahkan dan diatenuasi
adalah nilai perbedaan moveout antara
refleksi primer dan multipel yang cukup
signifikan. Tetapi, dalam kasus nilai
perbedaan moveout yang terlalu kecil,
multipel sulit untuk dipisahkan dengan
refleksi primer sehingga diperlukan
metode lain dalam memisahkan dan
mengatenuasi multipel.
SRME dan WEMR merupakan metode
yang mengatenuasi multipel tanpa
dipengaruhi oleh perbedaan moveout.
Metode WEMR mengatenuasi multipel
berdasarkan ekstrapolasi waktu penjalaran
ke seabed, sehingga multipel yang berada
pada waktu yang sama akan diatenuasi.
Sedangkan metode SRME memprediksi
multipel dilakukan menggunakan data asli
dari rekaman. Dalam penelitian ini,
dilakukan analisa ketiga metode tersebut
untuk melihat efektivitas dalam
mengatenuasi multipel.
II. TEORI
A. Gelombang Multipel
Dalam akusisi data seismik, receiver tidak
hanya merekam refleksi primer saja, akan
tetapi juga merekam salah satu jenis noise
yaitu multipel.
Gambar 1. Raypath gelombang refleksi dan
multipel (Veschuur, 2006)
Jika refleksi primer merupakan satu upward
reflection dibawah permukaan (lingkaran
biru gambar 1) maka multipel dapat dapat
didefinisikan sebagai refleksi primer yang
memiliki setidaknya satu downward di
permukaan atau di bawah permukaan
(lingkaran merah pada gambar 1). Menurut
Abdullah (2007), Multipel dapat
didefinisikan sebagai pengulangan refleksi
akibat terperangkapnya gelombang seismik
dalam air laut atau terperangkap dalam
lapisan lunak. Pantulan dari multipel lebih
sering ditemui pada data seismik laut karena
adanya perbedaan impedansi yang sangat
tajam antara permukaan air dan udara.
Koefisien refleksi dari udara-air mendekati
satu (Cao, 2006). Keberadaan multipel
sering kali mengganggu pantulan dari
refleksi primer dan menjadikan gambaran
seismik memiliki kualitas yang buruk.
Berdasarkan pada pantulannya multipel
dapat dikategorikan menjadi dua yaitu
multipel permukaan dan multipel internal
(Gambar 2). Multipel disebut sebagai
multipel permukaan jika memiliki
setidaknya satu pantulan downward di
permukaan (misalnya multipel dasar laut
dalam data seismik laut) sedangkan multipel
yang memiliki setidaknya satu downward di
reflektor di bawah permukaan disebut
sebagai multipel internal (misalnya multipel
peg-leg).
Gambar 2. Ilustrasi raypath jenis even multipel
berdasarkan pantulannya (a) multipel permukaan
(surface-related multipel) (b) multipel internal
(Verschuur, 2006).
B. Transformasi Radon
Pada zero-offset, kecepatan gelombang
primer lebih besar daripada multipel
sehingga setelah koreksi NMO gelombang
primer menjadi flat sedangkan multipel
masih berbentuk hiperbola (memiliki nilai
moveout tertentu). Sehingga diperlukan
pemilihan kecepatan stacking yang akurat
dalam mengoreksi moveout dari sinyal
primer dan multipel. Transformasi radon
dilakukan dari domain t-x ke dalam domain
parabolik moveout (p) dan domain zero-
offset time ( ).
Gambar 3. Atenuasi multipel dengan filtering
radon parabolic (a) domain t-x (b) domain
( ) (Kabir, 1999 dalam Dewi dkk, 2016)
Gambar 3 menunjukkan reflektor primer
(biru) dalam domain t-x dipetakan dalam
domain pada p=0. Sedangkan multipel
dipetakan dalam domain pada p>0.
Separasi ini digunakan untuk mengatenuasi
multipel dengan cara memotong atau
membuang wilayah diselah kanan
garis putus-putus gambar 2.6. selanjutnya
dilakukan inverse transform ke dalam
domain t-x sehingga dihasilkan data seismik
yang bebas multipel.
Persamaan transformasi radon parabolik
dapat dituliskan sebagai:
( ) ∫ ( )
(2.1)
Atau
( ) ∑ ( ) (2.2)
Persamaan 2.1 dan 2.2 adalah transformasi
maju (dari t-x ke ) dan persamaan 2.3
dan 2.4 adalah transformasi mundur (dari
ke t-x).
( ) ∫ ( )
(2.3)
Atau
( ) ∑ ( ) (2.4)
C. Wave Equation Multiple Rejection
(WEMR)
Prinsip metode WEMR yaitu mengatenuasi
multipel tanpa dipengaruhi offset. Dalam
mengatenuasi multipel salah satu cara yaitu
dengan memisahkan refleksi primer dan
refleksi multipel. Pemisahan ini akan sulit
dilakukan jika perbedaan moveout-nya
terlalu kecil. Penyebab kecilnya perbedaan
moveout antara refleksi primer dan refleksi
multipel yaitu jarak offset yang terbatas.
Metode WEMR baik digunakan dalam
mengatenuasi multipel dasar laut dan
multipel peg-leg. Multipel dasar laut dapat
dieleminasi/dihilangkan, sedangkan multipel
peg-leg tidak dapat dihilangkan namun
dapat dikurangi.
(a) (b)
Gambar 4. Hubungan antara gelombang
downgoing dan upgoing pada dasar laut
(Erlangga, 2010).
Gambar 4 mengilustrasikan hubungan
antara refleksi multipel dan refleksi primer
pada dasar laut. Gelombang upgoing yang
berada diatas dasar laut terdiri dari refleksi
primer yang ditransmisikan dari dasar laut
dan gelombang downgoing yang
direfleksikan. Hubungan ini secara
sederhana dituliskan sebagai berikut.
(2.5) Dimana
:gelombang upgoing diatas dasar laut
: gelombang upgoing dibawah dasar laut
: gelombang downgoing diatas dasar laut
tidak terdiri dari beberapa multipel,
tetapi sinyal yang terbebas dari multipel
yang kita inginkan. Persamaan diatas dapat
ditulis secara sederhana sebagai berikut.
(2.6)
Dengan kata lain, kita mengatenuasi
multipel dengan mengaplikasikan operator
reflektivitas dasar laut pada gelombang
downgoing di atas dasar laut dan
mensubstraksi hasil tersebut dari gelombang
upgoing di atas dasar laut.
Proses di atas adalah memprediksi dan
menghilangkan multipel, tetapi hasil dari
proses tersebut hanya menggambarkan
medan gelombang yang berada di atas dasar
laut. Untuk men-cover medan gelombang
pada datum perekaman, ektrapolasi
gelombang diperlukan untuk memindahkan
ke belakang dalam waktu dan menaikkan ke
atas pada permukaan. Ekstrapolasi ketiga ini
melengkapi proses atenuasi multipel untuk
satu shot gather.
C. Surface Related Multiple Elimination
(SRME)
Metode SRME merupakan salah satu
metode dalam mengatuasi hadirnya multipel
khususnya pada multipel yang berkaitan
dengan permukaan (surface-related
multipel). Metode ini dikemukakan oleh D.J
Verschuur secara sederhana untuk
memprediksi multipel dari hasil perekaman.
Prediksi metode ini yaitu dengan
mengkonvolusikan setiap trace yang ada
pada suatu gather, dengan keseluruhan
gather hasil perekaman.
Gambar 5. Multipel permukaan orde pertama
dapat dilihat sebagai kombinasi dua refleksi
primer yang dihubungkan satu sama lain pada
titik refleksi permukaan (Verschuur, 2006)
Gambar 5 menunjukkan konsep dasar dari
metode SRME. Multipel permukaan
terekam pada receiver B dengan shot S.
Penjalaran gelombang multipel permukaan
seperti gambar dapat dibagi menjadi dua
penjalaran gelombang yaitu SA dan AB.
Dimana masing-masing penjalaran
gelombang tersebut merupakan gelombang
refleksi dan dapat ditemukan dalam data
seismik. Jika kedua trace tersebut dipilih
pada suatu data seismik dan dikonvolusikan
maka akan menghasilkan satu trace baru
yang merupakan multipel permukaan orde
pertama.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. DATA
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data gather sintetik yang diperoleh
dari perangkat lunak Tesseral Pro versi
Demo dan data seismik yang diperoleh
dari akusisi di lapangan Bali Utara. Data
gather sintetik digunakan untuk
memberikan pemahaman yang dalam
mengenai proses kerja dari metode radon,
WEMR, dan SRME.
Data sintetik merupakan model sederhana
2D dengan empat perlapisan seperti yang
ditunjukkan oleh gambar 6. Model ini
dibuat untuk memberikan pemahaman
lebih mendalam mengenai cara kerja
metode radon, WEMR, dan SRME
bekerja, sehingga model ini mefokuskan
pada munculnya efek multipel pada data
seismik yang akan di atenuasi.
Lapisan pertama dalam model bawah
permukaan adalah udara dengan kecepatan
penjalaran gelombang 340 m/s. Lapisan
kedua (kuning) merupakan lapisan air laut
dengan kecepatan 1500 m/s Lapisan
pertama dan kedua ini dibuat sehingga data
sintetik ini dapat menghasilkan multipel
yang berkaitan dengan permukaan akibat
perbedaan impedansi yang besar antara
udara dan air. Selanjutnya lapisan ketiga
(hijau muda), lapisan keempat (biru
mudah) dan lapisan kelima (biru tua)
merupakan sandstone, claystone, dan
batuan basement dengan masing-masing
kecepatan 2500 m/s, 3500 m/s, dan 4200
m/s.
Gambar 6. Model data sintetik
Data riil yang digunakan adalah data yang di
dapatkan dari akusisi seismik pada perairan
utara bali Lombok. Dengan lintasan seperti
terlihat pada gambar 7.
Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian
B. METODE PENELITIAN
Pengolahan data dimulai dengan raw data
SEG-Y kemudian dilakukan proses
geometri yaitu memasukkan parameter
akusisi lapangan ke dalam raw data. Proses
geometri diperlukan ketelitian karena
apabila terjadi kesalahan dalam melakukan
proses ini, maka tahap pengolahan
selanjutnya tidak akan berjalan dengan baik
dan menghasilkan gambaran geometri yang
keliru.
Selanjutnya dilakukan pre-processing
(Filter, Dekonvolusi, dan Muting),
kemudian pemprosesan dengan
menggunakan transformasi radon, WEMR,
dan SRME.
Adapun bagan alir dari penelitian ini
sebagai berikut.
Gambar 8. Bagan Alir Penelitian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. DATA SINTETIK
Gambar 9. Shot gather (a) data far offset 675 m
dengan jumlah channel 25, (b) data far offset
675 m dengan jumlah channel 49, (c) data far
offset 1300 m dengan jumlah channel 50.
Multipel dapat didefinisikan sebagai
pengulangan refleksi akibat
terperangkatnya gelombang seismik dalam
air laut atau terperangkapnya dalam
lapisan batuan lunak (Abdullah, 2010).
Keberadaan multipel permukaan orde
pertama dapat diketahui dengan melihat
waktu dua kali kedatangan gelombang
primer. Melalui model data sintetik pada
gambar 6 dapat dihitung waktu penjalaran
gelombang primer dan multipel. Pada
waktu sekitar 550 ms merupakan reflektor
dari lapisan pertama, reflektor pada lapisan
kedua pada waktu sekitar 800 ms, dan
reflektor lapisan ketiga pada waktu 980 ms
(Panah biru gambar 9). Multipel
permukaan orde-1 yang dihasilkan dari
lapisan pertama berada di sekitar 1100 ms
sedangkan pada reflektor yang ada di
sekitar 1340 ms merupakan multipel
permukaan orde-1 yang dihasilkan dari
reflektor kedua (Panah merah gambar 9).
Gambar 10. Analisa multipel pada penampang
CMP stack
Gambar 10 merupakan penampang CMP
stack, dimana gambar tersebut
memperlihatkan bahwa setelah proses
stacking dilakukan, masih terdapat multipel
yang berkaitan dengan permukaan baik
berasal dari reflektor pertama maupun
reflektor kedua.
Atenuasi Multipel dengan Menggunakan
Transformasi Radon
Proses radon filter diterapkan untuk
menghilangkan multipel perioda panjang,
termasuk multipel permukaan. Teknik yang
digunakan adalah dengan memisahkan
multipel dan sinyal primer pada data seismik
berdasarkan perbedaan moveout-nya. Prinsip
dasar dari metode ini yaitu dengan
mentransformasikan data ke dalam domain
tau-residual moveout agar mempermudah
picking mute untuk melemahkan energi
moveout yang tidak diinginkan.
Fungsi kecepatan diestimasi dan digunakan
untuk membuat reflektor primer flat pada
CMP gather. Moveout-corrected gather
kemudian ditransformasikan kedalam
domain Radon. Karena transformasi forward
dan inverse menimbulkan distorsi, multipel
diestimasi dalam domain radon, kemudian
dilakukan inverse kedalam domain time-
offset, selanjutnya data hasil invers tersebut
dikurangkan dengan data awal sehingga
dihasilkan data yang bebas dari multipel.
(Firliyadi, 2010). Data masukan dalam
analisa radon ini adalah CMP gather yang
telah dilakukan koreksi NMO. Pada gather
yang telah dilakukan koreksi NMO,
reflektor utama akan berbentuk flat
sedangkan multipel akan memiliki residual
moveout yang akan semakin bertambah
menuju offset terjauh (masih berbentuk
hiperbola). Karena adanya perbedaan
moveout primer dan multipel tersebut,
keduanya akan lebih mudah dibedakan pada
domain radon.
Gambar 11 Analisa transformasi radon yang
mengelompokkan sinyal primer dan multipel
pada data sintetik berdasarkan moveout-nya (a)
data far offset 675 m dengan jumlah channel 25,
(b) data far offset 675 m dengan jumlah channel
49,(c) data far offset 1300 m dengan jumlah
channel 50.
Gambar 11 merupakan tampilan analisa
radon pada software. Terlihat bahwa
semakin besar nilai offset maka multipel
akan memiliki nilai residual moveout yang
lebih besar (P>0) (Kotak merah gambar 4.6).
Sedangkan reflektor primer akan memiliki
zero residual moveout (P=0) dalam domain
radon dan undercorrected reflektor berada
pada residual moveout negatif (P<0).
Berdasarkan pengelompokan antara reflektor
primer dan multipel tersebut dilakukan
desain muting untuk memisahkan antara
gelombang primer dan multipel dalam
domain tau-residual moveout. Desain muting
dilakukan pada seperti ditunjukkan gambar
12.
Gambar 12. Desain muting yang digunakan
dalam menghilangkan multipel (a) data far offset
675 m dengan jumlah channel 25, (b) data far
offset 675 m dengan jumlah channel 49, (c) data
far offset 1300 m dengan jumlah channel 50.
Setelah proses muting multipel pada radon
analisis telah dianggap cukup baik pada tiap-
tiap CDP, maka akan dilakukan radon filter
dengan masukan hasil muting dari proses
analisis radon sebelumnya. Radon filter
secara umum digunakan untuk menekan
multipel dengan meloloskan reflektor
primer.
Gambar 13. Hasil CDP gather (a.1) sebelum
(a.2) setelah diaplikasikan radon filter pada data
far offset 675 m dengan jumlah channel 25, (b.1)
sebelum (b.2) setelah diaplikasikan radon filter
pada data far offset 675 m dengan jumlah
channel 49, (c.1) sebelum (c.2) setelah
diaplikasikan radon filter pada data far offset
1300 m dengan jumlah channel 50.
Gambar 13 menunjukkan CDP gather
koreksi NMO yang telah diaplikasikan radon
filter. Pada data yang memiliki far offset
675 m dengan jumlah channel 25 terlihat
bahwa multipel dapat diatenuasi secara
efektif hal ini ditunjukkan dengan
melemahnya amplitudo multipel setelah
diaplikasikan radon filter. Hal itupun
ditunjukkan pada data yang memiliki far
offset 675 m dengan jumlah channel 49 dan
far offset 1300 m dengan jumlah channel
50. Akan tetapi pada data yang memiliki far
offset 1300 m dengan jumlah channel 50,
multipel yang berada pada offset yang besar
masih memiliki multipel residual. Ini
dikarenakan adanya permasalahan resolusi
pada metode transformasi radon seperti yang
ditunjukkan gambar 14.
Even multipel dalam domain t-x ketika
ditransformasikan ke dalam domain tau-
residual moveout akan menyebabkan
smearing horizontal dan oblique (Gambar 14
(1)) Smearing horizontal disebabkan oleh
pembagian energi pada offset yang dekat
(Gambar 14 (2)) dan smearing oblique
disebabkan oleh far offset (Gambar 14 (3)).
Sehingga, meskipun data seismik yang
memiliki offset yang jauh metode radon
filter belum seratus persen dapat
mengatenuasi multipel disebabkan oleh
faktor smearing tersebut.
Gambar 14. (1) even multipel (a) dalam domain
t-x (b) dalam domain tau-p; (2) Data CMP gather
pada zero offset (a) dalam domain t-x (b) dalam
domain tau-p; (3) Data CMP gather pada far
offset (a) dalam domain t-x (b) dalam domain
tau- p; (Erlangga, 2010)
Gambar 15. Penampang seismik (a) Stacking
konvensional; Stacking setelah diaplikasikan
radon filter (b) far offset 675 m dengan jumlah
channel 25, (c) far offset 675 m dengan jumlah
channel 49, (d) far offset 1300 m dengan
jumlah channel 50.
Pada penampang yang telah diaplikasikan
radon filter terlihat even multipel mengalami
pelemahan walaupun masih memiliki residu
(Gambar 15). Hal ini dikarenakan pada data
yang memiliki terdapat reflektor primer dan
multipel yang sulit dibedakan di sekitar zero
offset pada domain t-x sehingga
menimbulkan multipel residu (kotak merah
gambar 15) dan juga data hasil stacking
setelah diaplikasikan radon filter terdapat
beberapa efek smearing (kotak biru gambar
15).
Dari ketiga data yang telah diolah dengan
menggunakan metode transformasi radon
diperoleh bahwa semakin besar offset yang
dimiliki data maka transformasi radon
kurang efektif dalam mengatenuasi mutipel
utamanya pada trace yang memiliki offset
besar hal ini dikarenakan efek smearing
yang disebabkan transformasi dari domain t-
x ke domain tau-residual moveout. Selain
itu, interval antar channel juga
mempengaruhi dalam mengatenuasi multipel
di metode transformasi radon, dimana
semakin besar jarak antar channel dari data
yang dimiliki maka semakin baik metode
radon dalam mengatenuasi multipel.
Atenuasi multipel menggunakan metode
WEMR
Metode WEMR merupakan salah satu
metode atenuasi multipel dengan melakukan
prediksi dan substraksi. Prediksi multipel
menggunakan wave extrapolation kemudian
hasil model tersebut dikurangkan dengan
data yang berisi multipel dan sinyal primer
sehingga akan menghasilkan data yang
bersih dari multipel.
Gambar 16. Hasil shot gather (a.1) sebelum
(a.2) setelah diaplikasikan WEMR pada data
far offset 675 m dengan jumlah channel 25,
(b.1) sebelum (b.2) setelah diaplikasikan
WEMR pada data far offset 675 m dengan
jumlah channel 49, (c.1) sebelum (c.2) setelah
diaplikasikan WEMR pada data far offset 1300
m dengan jumlah channel 50.
Gambar 16 merupakan shot gather sebelum
dan setelah dikurangkan dengan model
prediksi multipe WEMR. Multipel di sekitar
waktu 1100 s terlihat jelas berhasil
diatenuasi sedangkan multipel pada waktu
sekitar 1320 s multipel masih terlihat sedikit
baik pada data yang memiliki far offset 675
m dengan jumlah channel 25, data yang
memiliki far offset 675 m dengan jumlah
channel 49 dan data yang memiliki far offset
1300 m dengan jumlah channel 50.
Gambar 17. Penampang seismik (a)sebelum
diaplikasikan WEMR ; dan setelah diaplikasikan
WEMR (b) far offset 675 m dengan jumlah
channel 25, (c) far offset 675 m dengan jumlah
channel 49, (d) far offset 1300 m dengan jumlah
channel 50
Gambar 17 merupakan data hasil stacking
sebelum dan setelah diaplikasikan WEMR.
Dimana terlihat pada multipel yang
disebabkan oleh lapisan pertama berhasil
teratenuasi sedangkan multipel yang
disebabkan oleh lapisan kedua multipel
belum teratenuasi secara sempurna.
Kelebihan dari metode ini pada data stack
setelah diaplikasikan data yang dihasilkan
lebih bersih dibandingkan dengan metode
transformasi radon.
Atenuasi multipel menggunakan
metode SRME
Tahap awal dari metode ini yaitu melakukan
picking water bottom yang bertujuan untuk
menentukan dan meletakkan water bottom
yang tepat. Picking water bottom ini data
haruslah di-shorting dalam FFID dan
AOFFSET. Informasi dari water bottom ini
akan mempengaruhi prediksi multipel
karena prediksi multipel dilakukan
berdasarkan waktu kedatangan gelombang
primer, dalam hal ini water bottom
merupakan reflektor primer.
Model prediksi multipel permukaan yang
paling optimum akan diperoleh apabila
seluruh even terekam disetiap offset (mulai
dari offset nol). Pada saat akusisi seismik
tidak didesain untuk mendapatkan data pada
daerah zero offset. Sehingga perlu dilakukan
rekontruksi offset. Cara kerja rekontruksi
offset ini dengan memunculkan trace baru
hasil dari ektrapolasi, sehingga diasumsikan
data direkam mulai dari offset nol hingga
offset maksimum.
Multipel diprediksi dari konvolusi trace ke
trace. Model prediksi ini kemudian
disubstrak terhadap data seismik yang
masih mengandung multipel sehingga di
dapatkan data yang bebas dari multipel
(Gambar 18).
Gambar 18. Hasil shot gather (a.1) sebelum (a.2)
setelah diaplikasikan SRME pada data far offset
675 m dengan jumlah channel 25, (b.1) sebelum
(b.2) setelah diaplikasikan SRME pada data far
offset 675 m dengan jumlah channel 49, (c.1)
sebelum (c.2) setelah diaplikasikan SRME pada
data far offset 1300 m dengan jumlah channel
50.
Dimana multipel di sekitar waktu 1100 ms
dan multipel pada waktu sekitar 1320 ms
multipel dapat teratenuasi baik pada data
yang memiliki far offset 675 m dengan
jumlah channel 25, data yang memiliki far
offset 675 m dengan jumlah channel 49 dan
data yang memiliki far offset 1300 m
dengan jumlah channel 50. Hal ini
ditunjukkan dengan amplitudo yang
melemah setelah diaplikan metode SRME.
Akan tetapi, pada offset jauh, SRME belum
dapat mengatenuasi multipel secara efektif
seperti yang ditunjukkan pada tanda panah
biru gambar 18.
Selanjutnya dilakukan stacking pada data
yang telah diaplikasikan kan SRME.
Terlihat pada multipel yang disebabkan oleh
lapisan pertama dan kedua berhasil
teratenuasi (Panah merah gambar 19).
Meskipun ada beberapa residual amplitudo
multipel yang disebabkan oleh pengaruh
amplitudo yang ada di far offset yang belum
dapat di atenuasi secara efektif (Panah biru
gambar 19).
Gambar 19. Penampang seismik (a)sebelum
diaplikasikan SRME ; dan setelah diaplikasikan
SMRE (b) far offset 675 m dengan jumlah
channel 25, (c) far offset 675 m dengan jumlah
channel 49, (d) far offset 1300 m dengan jumlah
channel 50.
Dari gambar 19 terlihat juga bahwa data
yang memiliki offset yang lebih besar (d)
lebih bersih dan memiliki sedikit residual
multipel dibandingkan dengan data yang
memiliki offset kecil (b dan c). Selain itu,
terlihat pengaruh antar channel dari data
yang dimiliki meskipun memiliki offset
yang sama (b dan c) dimana semakin kecil
jarak antar channel semakin efektif metode
SRME mengatenuasi multipel.
B. DATA RILL
Data riil yang digunakan adalah data yang di
dapatkan dari akusisi seismik pada perairan
utara Bali-Lombok. Secara garis besar,
pengolahan data pada data riil ini sama
dengan data sintetik terbagi atas empat
bagian, yaitu metode konvensional tanpa
proses atenuasi multipel, metode atenuasi
multipel menggunakan radon filter, WEMR,
dan SRME.
Gambar 20. Analisa multipel pada
penampang CMP stack
Gambar 20 merupakan penampang CMP
stack, dimana gambar tersebut
memperlihatkan bahwa setelah proses
stacking dilakukan, masih terdapat multipel
yang berkaitan dengan permukaan seperti
yang ditunjukkan pada panah berwarna
merah.
Atenuasi multipel dengan
menggunakan filtering radon
Pada transformasi radon, data masukan yang
digunakan adalah data hasil preprocessing
yang telah dikoreksi NMO. Data seismik
yang telah dikoreksi NMO masih dalam
waktu-jarak (t-x) dan selanjutnya di
transformasikan dalam domain time-
moveout. Reflektor primer pada domain
time- moveout memiliki nilai p=0 sedangkan
dalam domain time-moveout multipel akan
berada pada daerah p>0, sehingga dilakukan
desain muting seperti gambar 21. Desain
muting ini dilakukan tidak tepat dinol
dikarenakan saat dilakukan pemilihan
kecepatan RMS, proses analisa kecepatan
yang dilakukan tidak seratus persen akurat
sehingga reflektor primer tidak tepat pada
p=0 melainkan mendekati 0.
Setelah dilakukan desain mute pada radon,
selanjutnya data dalan domain time-
moveout ditransformasikan kembali kedalam
domain time-jarak (t-x). Hasil transformasi
balik tersebut kemudian dilakukan stacking.
Gambar 21. (a) data rill dalam domain t-x; (b)
Desain muting untuk memisahkan sinyal
primer dan multipel pada domain tau-residual
moveout; (c) data hasil muting dalam domain t-
x.
Gambar 22 (b) multipel water bottom yang
berada pada waktu sekitar 250 -350 ms pada
kisaran CDP 39-247 dapat teratenuasi secara
sempurna. Sedangkan water bottom yang
berada pada waktu sekitar 340 -1020 ms
pada kisaran CDP 29 sampai CDP 5677
belum dapat teratenuasi secara sempurna.
Hal ini ditunjukkan dengan amplitudo pada
water bottom tersebut mengalami
pelemahan. Selain itu, multipel peg-leg yang
berada pada waktu sekitar 1104 ms-5674 ms
pada CDP 5064-5674 (kotak kuning) dan
multipel peg-leg pada waktu sekitar 1054
ms-1212 ms pada CDP 3710-4702 belum
teratenuasi secara sempurna (kotak merah).
Hal ini menunjukkan bahwa metode
transfomasi radon tidak dapat
menghilangkan multipel secara keseluruhan
dikarenakan oleh picking pada analisa
kecepatan yang seratus persen akurat
sehingga data primer dan multipel tidak
dapat dipisahkan secara sempurna dan juga
efek smearing yang dibahas pada data
sintetik sebelumnya.
Gambar 22. Penampang seismic (a)Stacking
konvensional, (b) Stacking setelah diaplikasikan
Radon.
Atenuasi multipel dengan menggunakan
WEMR
Gambar 23. (a) CDP gather koreksi NMO yang
mengandung sinyal primer dan multipel. (b) Shot
gather setelah diaplikasikan WEMR.
Gambar 4.24 terihat CDP 4761 yang telah
dikoreksi NMO setelah dan sebelum
diaplikasikan WEMR. Terlihat sebelum
diaplikasikan WEMR, multipel permukaan
berada pada waktu sekitar 600 ms dan 900
ms. Setelah diaplikasikan WEMR, terlihat
amplitudo multipel pada waktu sekitar 600
ms dan 900 ms mengalami pelemahan.
Selain itu, penampang seismik setelah
dilakukan stacking (Gambar 24) dapat
dianalisa untuk melihat hasil reduksi
multipel oleh metode WEMR.
Gambar 24. Penampang seismik (a) Stacking
konvensional, (b) Stacking setelah diaplikasikan
WEMR.
Berdasarkan gambar 24 (b) multipel water
bottom yang muncul berada pada waktu
sekitar 340-1020 ms pada kisaran CDP 29
sampai CDP 5677 dapat diatenuasi. Hal ini
ditunjukkan dengan amplitudo multipel
memiliki nilai lebih kecil dibandingkan
sebelum dilakukan proses WEMR (Gambar
24). Selain itu, Metode WEMR juga
mengatenuasi multipel peg-leg pada waktu
sekitar 1054ms-1212 ms pada CDP 3710-
4702. Akan tetapi, multipel peg-leg yang
berada pada waktu sekitar 1104 ms-5674 ms
pada CDP 5064-5674 belum dapat
teratenuasi.
Atenuasi multipel dengan menggunakan
SRME
Gambar 25. CDP gather yang telah dikoreksi
NMO sebelum dan setelah diaplikasikan SRME
Gambar 25 terihat CDP 4761 yang telah
dikoreksi NMO setelah dan sebelum
diaplikasikan SRME. Terlihat sebelum
diaplikasikan SRME, multipel permukaan
berada pada waktu sekitar 600 ms dan
900 ms. Setelah diaplikasikan SMRE,
terlihat amplitudo multipel pada waktu
sekitar 600 ms dan 900 ms mengalami
pelemahan.
Selain itu, penampang seismik setelah
dilakukan stacking (Gambar 26) dapat
dianalisa untuk melihat hasil reduksi
multipel oleh metode SRME.
Gambar 27. Penampang seismik (a) Stacking
konvensional, (b) Stacking setelah diaplikasikan
SRME
Gambar 4.29 (b) multipel water bottom yang
muncul berada pada waktu sekitar 340 -1020
ms pada kisaran CDP 29 sampai CDP 5677
dapat diatenuasi. Selain itu, multipel peg-leg
yang berada pada waktu sekitar 1104 ms-
5674 ms pada CDP 5064-5674 (kotak
kuning) dapat diatenuasi. Hal ini
ditunjukkan dengan amplitudo multipel
memiliki nilai lebih kecil dibandingkan
sebelum dilakukan proses SRME
(Gambar 4.25 (a)). Akan tetapi, Metode
SRME kurang efektif dalam
mengatenuasi multipel peg-leg pada
waktu sekitar 1054 ms-1212 ms pada
CDP 3710-4702.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari studi yang telah
dikerjakan oleh penulis, kesimpulan yang
diperoleh sebagai berikut:
1. Hasil pengolahan data seismik yang
dilakukan untuk mengatenuasi multipel
diperoleh metode SRME paling efektif
menghilangkan multipel yang berkaitan
dengan permukaan dibandingkan metode
WEMR, dan trandformasi radon.
2. Metode transformasi radon memiliki
kelebihan dalam mengatenuasi multipel
pada offset dekat tetapi memiliki
kelemahan dalam hal resolusi
ditunjukkan dengan munculnya efek
smearing pada data hasil stacking dan
masih tersisa multipel residu, metode
WEMR efektif dalam mengatenuasi
multipel baik permukaan maupun
multipel pegleg akan tetapi kurang
efektif dalam mengatenuasi multipel
yang disebabkan oleh lapisan kedua dan
pada lapisan yang memiliki kemiringan
yang besar, sedangkan metode SRME
kurang efektif menghilangkan multipel
pada offset yang jauh tetapi memiliki
efektifitas yang besar dalam
mengatenuasi multipel offset dekat.
VI. REFERENSI
Abdullah, Agus. 2007. Ensiklopedia
Seismik Online Ebook, Jakarta.
Badriyah, Lia. 2013. Penerapan Metode
Surface Related Mutiple Elimination
(SRME) untuk Mereduksi Pantulan
Mutiple pada Data Seismik Laut. Skripsi
dari Departemen dan Teknologi Kelautan.
Institut Pertanian Bogor.
Cao, Z., 2006. Analysis and Application of
The Radon Transform. Thesis from
Department of Geology and Geophysics.
University of Calgary, Canada.
Dewi,dkk. 2016. Atenuasi Multiple
Seismik Refleksi Menggunakan Metode
Filtering Radon Perairan X : Youngster
Physics journal.
Erlangga, M. 2010. Atenuasi Multiple pada
Data Seismik Refleksi menggunakan
Metode Radon Filter dan Wave Equation
Multiple Rejection (WEMR). Skripsi
Program Studi Teknik Geofisika. Fakultas
Teknik Pertambangan dan Perminyakan.
Institut teknologi Bandung, Bandung.
Firliyadi, Ading. 2010. Atenuasi Multiple
dengan Menggunaka Metode Filtering
Radon pada Common Reflection Surface
(CRS) Supergather. Skripsi Departemen
Fisika Program Studi Geofisika. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Indonesia.
Sismanto. 2006. Dasar-dasar Akusisi dan
Pemrosesan Data Seismik. Yogyakarta :
Labolatorium Geofisika Fakultas MIPA,
Universitas Gadjah Mada.
Telford, W.M. Geldart, L.P. Sheriff, R.E.
Keys, D.A. 1976. Applied Geophysics.
Cambridge University Press, London.
USNA.2014.Seismic ReflectionSurveys.
https://www.usna.edu/Users/oceano/pguth/m
d_help/geology_course/seism
ic_reflection_surveys.htm Diakses tanggal
10 Desember 2018.
Verschuur, D.J., 1991. Surface Related
Multiple Elimination, an inversion approach,
Delft university of Technology, Belanda..
Verschuur, D.J., 2006. Seismic Multiple
Removal Technique Past, Present, and
Future. EAGE Publication for Education
Series. Nether