Post on 19-Dec-2015
description
Case Report Session
TRAUMA KAPITIS
Disusun Oleh:
Preseptor
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2015
BAB I
TRAUMA KAPITIS
2.1. Pengertian Trauma kapitis
Trauma kapitis atau cedera kepala adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau
gangguan fungsional jaringan otak.1 Menurut Brain Injury Association of America,
trauma kapitis adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik.2
Statistik negara-negara maju menunjukkan bahwa trauma kapitis mencakup
26% dari jumlah segala macam kecelakaan, yang mengakibatkan seorang tidak bisa
bekerja lebih dari satu hari. Kurang lebih 33% kecelakaan yang berakhir pada
kematian menyangkut trauma kapitis. Selain itu trauma kapitis juga dapat terjadi
dikarenakan pukulan atau jatuh. Pada kecelakaan lalu lintas, biasanya kepala yang
bergerak terbentur atau terpelanting pada benda yang diam. Kepala yang diam yang
dibentur oleh benda yang bergerak terjadi bila kepala tertimpa sesuatu atau dipukul.3
2.2. Kareteristik Penderita Trauma kapitis
2.2.1. Jenis Kelamin
Pada populasi secara keseluruhan, laki-laki dua kali ganda lebih banyak
mengalami trauma kapitis dari perempuan. Namun, pada usia lebih tua perbandingan
hampir sama. Hal ini dapat terjadi pada usia yang lebih tua disebabkan karena
terjatuh. Mortalitas laki-laki dan perempuan terhadap trauma kapitis adalah 3,4:1.3
Menurut Brain Injury Association of America, laki-laki cenderung mengalami trauma
kapitis 1,5 kali lebih banyak daripada perempuan.4
2.2.2. Umur
Resiko trauma kapitis adalah dari umur 15-30 tahun, hal ini disebabkan
karena pada kelompok umur ini banyak terpengaruh dengan alkohol, narkoba dan
kehidupan sosial yang tidak bertanggungjawab.3 Menurut Brain Injury Association of
America, dua kelompok umur mengalami risiko yang tertinggi adalah dari umur 0
sampai 4 tahun dan 15 sampai 19 tahun. 4
2.3. Klasifikasi Trauma Kapitis 5,6
Berdasarkan ATLS (2004), trauma kapitis diklasifikasikan dalam berbagai
aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme,
beratnya cedera, dan morfologi.
2.3.1. Berdasarkan Mekanisme Cedera Kepala
Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul
biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda
tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
2.3.2. Berdasarkan Beratnya Cedera Kepala
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi
beratnya penderita cedera otak. Penderita yang mampu membuka kedua matanya
secara spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS total
sebesar 15, sementara pada penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya flaksid
dan membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya minimal atau sama
dengan 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera
otak berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera otak dengan nilai GCS 9-
13 dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15
dikategorikan sebagai cedera otak ringan.
Menurut Brain Injury Association of Michigan (2005), klasifikasi keparahan dari
Traumatic Brain Injury yaitu:
Tabel 2.1. Klasifikasi Keparahan Traumatic Brain Injury
Ringan
Kehilangan kesadaran < 20 menit
Amnesia post traumatik < 24 jam
GCS = 13 – 15
Sedang
Kehilangan kesadaran ≥ 20 menit dan ≤ 36 jam
Amnesia post traumatik ≥ 24 jam dan ≤ 7 hari
GCS = 9 - 12
Berat
Kehilangan kesadaran > 36 jam
Amnesia post traumatik > 7 hari
GCS = 3 – 8
2.3.3 Berdasarkan Morfologi
a) Fraktur Kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat berbentuk
garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka ataupun tertutup. Fraktur
dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT scan dengan teknik “bone
window” untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar
tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Fraktur kranium terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit
kepala dengan permukaan otak karena robeknya selaput dura. Adanya fraktur
tengkorak tidak dapat diremehkan, karena menunjukkan bahwa benturan yang terjadi
cukup berat.
Menurut Japardi (2004), klasifikasi fraktur tulang tengkorak sebagai berikut:
a. Gambaran fraktur, dibedakan atas:
Linier
Diastase
Comminuted
Depressed
b. Lokasi Anatomis, dibedakan atas :
Calvarium / Konveksitas ( kubah / atap tengkorak )
Basis cranii ( dasar tengkorak )
c. Keadaan luka, dibedakan atas :
Terbuka
Tertutup
b) Komosio serebri
Komosio serebri atau gegar otak adalah keadaan pingsan yang berlangsung
tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala yang tidak disertai keruakan jaringan
otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin munth, tampak pucat.
Vertigo dan muntah disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat di
dalam batang otak. Pada komosio serebri mungkin pula terdapat amnesia retrogard,
yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya keelakaan.
Amnesia ini timbul kibat terhapusnya rekaman kejdian antaranya di daerah lobus
temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat ialah foto tengkorak, EEG dan
pemeriksaan memori. Terapinya simptomatis dengan mobilisasi secepatnya setelah
keluhan-keluhan menghilang.6
c) Luka memar (kontosio)
Pada kontusio atau memar otak terjadi perdarahan-perdarahan di dalam
jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-
neuron mengalami kerusakan atau terputus. Pada kontusio terjadi kerusakan jaringan
subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan
sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka
memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada
ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat
terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar. Pada
kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di sebut
edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat kesadaran.
Pada pemeriksaan neurologic pada kontusio ringan mungkin tidk dijumpai
kelainan neurologic yang jelas kecuali kesadaran yang menurun. Pada kontusio
serebri dengan penurunan kesadaran yang berlangsung berjam-jam pada pemeriksaan
dapat atau tidak jumpai deficit neurologic. Pada kontusio serebri yang berlangsung
lebih dari 6 jam penurunan kesadarannya, biasanya selalu disertai dengan defisit
neurologic yang jelas.6
d) Laserasi (luka robek atau koyak)
Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau
runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam
dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi
kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi pada
kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan biasanya pada
penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut.
e) Abrasi
Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini
bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan
subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak.
f) Avulsi
Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi
sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada
kranial terlepas setelah kecederaan.
2.4. Perdarahan Intrakranial 5,6
2.4.1. Perdarahan Epidural
Perdarahan epidural adalah antara tulang kranial dan dura mater. Perdarahan
ini lebih sering teradi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea
media robek. Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa
terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting mungkin
penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam,
penderita akan merasakan nyeri kepala yang progresif memberat, kemudian
kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini disebut
interval lusid. Pada pemeriksaaan kepala biasanya ditemukan tempat benturan yang
membengkak dan nyeri, juga disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin
terjadi hemiparese kontralateral. Pada sisi kontralateral dari benturan, timbul gejala-
gejala tergangunya traktus kortikospinalis, misalnya reflex tendo tinggi, reflex
patologik positif dan papilla nervi optisi dapat menjadi sembab. Perdarahan epidural
di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan
kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari. Diagnosis harus
ditegakkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan pasien harus segera di operasi
untuk mengeluaran hematoma nya, diikuti pengikatan cabang arteri yang robek. Bila
tidak mendapat pertolongan, pasien dengan perdaraan epidural yang progresif akan
meninggal akibat tekanan intrakranial yang meninggi, dalam waktu beberapa hari.6
2.4.2. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid, yang
biasanya meliputi perdarahan vena. Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena
jembatan yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam
duramater atau karena robeknya araknoidea. Perdarahan yang besar akan
menimbukan gejala-gejala akut menyerupai hematom epidural. Perdarahan yang tidak
terlalu besar akan membeku dan di sekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang
membentuk kapsula.
Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik cairan dari sekitarnya dan
menggembung, memberikan gejala-gejala seperti tumor serebri karena tekanan
intracranial yang berangsur meningkat. Gejala-gejala ini ialah nyeri kepala progresif,
tajam penglihatan mundur aibat edema papil, tanda-tanda deisit neurologis daerah
otak yang tertekan. Gejala-gejala ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-
bulan setelah terjadinya trauma kepala.6Perdarahan subdural terbagi atas 3 bagian
yaitu:
a) Perdarahan subdural akut
- Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon yang
lambat, serta gelisah.
- Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.
- Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera
batang otak.
b) Perdarahan subdural subakut
- Perdarahan subdural subakut, biasanya tpai 10 hari setelah cedera dan dihubungkan
dengan kontusio serebri yang agak berat.
- Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.
c) Perdarahan subdural kronis
- Terjadi karena luka ringan.
- Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural.
- Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler dan secara
pelan-pelan ia meluas.
- Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.
- Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.
2.4.3. Perdarahan Subaraknoidal Traumatik
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan
otak yaitu yang dikenal sebagai ruang subaraknoid, karena robeknya pembuluh-
pembuluh darah di dlamnya. Bila perdarahan agak besar dan terjadi lebih dekat ke
basis serebri, dapat timbul kaku tengkuk. Pada trauma kapitis yang berat dapat timbul
campuran kontusio serebri dan perdarahan subraknoidal. Pemerikaan dan perawata
sama seperti pada kontusio serebri.6
2.4.4. Perdarahan Intraventrikular
Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel
otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan
intraserebral.
2.4.5. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Di
mana terjadi penumpukan darah pada sebelah otak yang sejajar dengan hentaman, ini
dikenali sebagai counter coup phenomenon. (Hallevi, Albright, Aronowski, Barreto,
2008).
2.5. Gejala Klinis Trauma kapitis5,6,7
2.5.1. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:
1. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid)
2. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)
3. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
4. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
5. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
2.5.2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kapitis ringan;
1. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.
2. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
3. Mual atau dan muntah.
4. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
5. Perubahan keperibadian diri.
6. Letargik.
2.5.3. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kapitis berat;
1. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun
atau meningkat.
2. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
3. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).
4. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal
ekstrimitas.
2.6. Penyebab Trauma kapitis
2.6.1. Mekanisme Terjadinya Kecederaan
Beberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kapitis adalah seperti
translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala
bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat
searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi)
pada arah tersebut. Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah
secara tiba-tiba dan dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok
maka kepala tiba-tiba terhenti gerakannya. Rotasi adalah apabila tengkorak tiba-tiba
mendapat gaya mendadak sehingga membentuk sudut terhadap gerak kepala.
Kecederaan di bagian muka dikatakan fraktur maksilofasial.1
2.6.2. Penyebab Trauma kapitis2,6
Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kapitis
adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena
disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11%
dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama trauma kapitis.
Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien trauma
kapitis yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan adalah
penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kapitis mencatat sebanyak 7,1 per100.000
populasi di Amerika Serikat. Penyebab utama terjadinya trauma kapitis adalah seperti
berikut:
1. Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor bertabrakan dengan
kendaraan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau
kecederaan kepada pengguna jalan raya.
2. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah
dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun
sesudah sampai ke tanah.
3. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan
seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau
menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).
2.7. Indikasi CT –Scan pada Trauma kapitis
CT-Scan adalah suatu alat foto yang membuat foto suatu objek dalam sudut
360 derajat melalui bidang datar dalam jumlah yang tidak terbatas. Bayangan foto
akan direkonstruksi oleh komputer sehingga objek foto akan tampak secara
menyeluruh (luar dan dalam). Foto CT-Scan akan tampak sebagai penampang-
penampang melintang dari objeknya. Dengan CT-Scan isi kepala secara anatomis
akan tampak dengan jelas. Pada trauma kapitis, fraktur, perdarahan dan edema akan
tampak dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya.1
Indikasi pemeriksaan CT-scan pada kasus trauma kapitis adalah seperti
berikut:
1. Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi trauma kapitis sedang dan
berat.
2. Trauma kapitis ringan yang disertai fraktur tengkorak.
3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii.
4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran.
5. Sakit kepala yang hebat.
6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan otak.
7. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral.
Perdarahan subaraknoid terbukti sebanyak 98% yang mengalami trauma
kapitisjika dilakukan CT-Scan dalam waktu 48 jam paska trauma. Indikasi untuk
melakukan CT-Scan adalah jika pasien mengeluh sakit kepala akut yang diikuti
dengan kelainan neurologis seperti mual, muntah atau dengan SKG (Skor Koma
Glasgow) <14.6
2.8 Penatalaksanaan Cidera Kepala7
2.8.1 Survey Primer
- Jalan napas. Memaksimalkan oksigenasi dan ventilasi. Daerah tulang servikal harus
diimobilisasi dalam posisi netral mengguakan stiffneck collar, head block, dan diikat
pada alas yang kaku pada kecurigaan fraktur servikal.
- Pernapasan. Pernapasan dinilai dengan menghitung laju pernapasan, memperhatikan
kesimetrisan gerakan dinding dada, penggunaan otot-otot pernapasan tambahan, dan
auskultasi bunyi napas di kedua aksila.
- Sirkulasi. Resusitasi cairan intravena, yaitu cairan isotonik, seperti Ringer Laktat atau
Normal Salin (20 ml/kgBB) jika pasien syok, transfusi darah 10-15 ml/kgBB harus
dipertimbangkan.
- Defisit neurologis. Status neurologis dinilai dengan menilai tingkat kesadaran, ukuran
dan reaksi pupil. Tingkat kesadaran dapat diklasifikasikan menggunakan GCS.
- Kontrol pemaparan/lingkungan. Semua pakaian harus dilepas sehingga semua luka
dapat terlihat. Pasien dapat dihangatkan dengan alat pemancar panas, selimut hangat,
maupun pemberian cairan intravena (yang telah dihangatkan sampai 39°C)
2.8.2 Survey Sekunder
Observasi ketat penting pada jam-jam pertama sejak kejadian cidera. Bila
telah dipastikan penderita CKR tidak memiliki masalah dengan jalan napas,
pernapasan dan sirkulasi darah, maka tindakan selanjutnya adalah penanganan luka
yang dialami akibat cedera disertai observasi tanda vital dan defisit neurologis. Selain
itu, pemakaian penyangga leher diindikasikan jika:
- Trauma kapitis berat, terdapat fraktur klavikula dan jejas di leher.
- Nyeri pada leher atau kekakuan pada leher
- Rasa baal pada lengan
- Gangguan keseimbangan atau berjalan
- Kelemahan umum
Bila setelah 24 jam tidak ditemukan kelainan neurologis berupa:
- Penurunan kesadaran (menurut Glasgow coma scale) dari observasi awal;
- Gangguan daya ingat;
- Nyeri kepala hebat;
- Mual dan muntah;
- Kelainan neurologis fokal (pupil anisokor, refleks patologis);
- Fraktur melalui foto kepala maupun CT Scan;
- Abnormalitas anatomi otak berdasarkan CT Scan;
maka penderita dapat meninggalkan rumah sakit dan melanjutkan
perawatannya di rumah. Namun bila tanda-tanda di atas ditemukan pada observasi 24
jam pertama, penderita harus dirawat di rumah sakit dan observasi ketat. Status
trauma kapitis yang dialami menjadi trauma kapitis sedang atau berat dengan
penanganan yang berbeda.
Jarak antara rumah dan rumah sakit juga perlu dipertimbangkan sebelum
penderita diizinkan pulang, sehingga bila terjadi perubahan keadaan penderita, dapat
langsung dibawa kembali ke rumah sakit.
Bila pada CT scan kepala ditemukan hematom epidural (EDH) atau hematom
subdural (SDH), maka indikasi bedah adalah:
- Indikasi bedah pada EDH
o EDH simptomatik
o EDH asimtomatik akut berukuran paling tebal > 1 cm
o EDH pada pasien pediatri
- Indikasi bedah pada SDH
o SDH simptomatik
o SDH dengan ketebalan > 1 cm pada dewasa atau > 5mm pada pediatric
2.9 Prognosis7
Pasien dengan GCS yang rendah pada 6-24 jam setelah trauma, prognosisnya
lebih buruk daripada pasien dengan GCS 15.
4.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. P
No.MR : 37.30.84
Umur : 23 tahun
Alamat : Pasar Atas Bukit
Agama : Islam
Pekerjaan : Kurir
ANAMNESIS
Telah dirawat seorang pasien laki-laki usia 23 tahun pada tanggal 20 Maret 2014 di
Bangsal Penyakit Saraf RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi dengan:
Keluhan utama : Nyeri Kepala
Riwayat Penyakit Sekarang
- Nyeri kepala sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien sedang
berjalan pulang, lalu tiba-tiba dipukuli oleh beberapa orang yang tidak dikenal.
Mekanisme trauma tidak jelas. Pasien tetap sadar setelah kejadian.
- Adanya luka robek di kepala kiri, ukuran 3 cm x 0,5cm x 0,5cm
- Luka di tempat lain (+), luka lecet di lengan kiri bawah
- Keluar darah dari telinga, hidung dan mulut (-)
- Muntah (-), Kejang (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat hipertensi tidak ada
- Riwayat diabetes melitus tidak ada
- Riwayat sakit jantung dan stroke tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, jantung dan
stroke.
Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan
- Pasien seorang kuli
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CMC, GCS : E4, M6, V5 = 15
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 58 x/menit, reguler
Nafas : 18 x/menit
Suhu : 36,8 °C
Tinggi Badan : 175 cm
Berat Badan : 70 kg
Pemeriksaaan Khusus
Kulit : turgor kulit baik
Kepala : normochepal
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : tidak ditemukan kelainan
Leher : JVP 5-2 cmH2O, bising karotis (-)
Status Lokalis
Regio kapitis : terdapat luka robek pada regio parietal sinistra dengan ukuran
3cm x 0,5cm x 0,5cm , tampak bekuan darah di sekitar luka.
Regio antebrachii sinistra : Terdapat luka lecet dengan ukuran tidak jelas, swelling (+), nyeri tekan (+)
Status Internus
Kelenjar Getah Bening
# Leher : tidak ditemukan pembesaran
# Aksila : tidak ditemukan pembesaran
# Inguinal : tidak ditemukan pembesaran
Thoraks
#Paru Inspeksi : normochest, gerakan paru simetris kiri = kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
#Jantung Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I, II murni (+), irama sinus, teratur,
Bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Korpus Vertebrae
Inspeksi : tidak ditemukan kelainan
Palpasi : tidak ditemukan kelainan
Status Neurologis
A. GCS 15 E4M6V5
B. Tanda Rangsang Meningeal
- Kaku kuduk : (-)
- Brudzinski I : (-)
- Kernig : (-)
- Brudzinski II : (-)
C. Tanda Peningkatan Tekanan Intra Kranial
- Pupil : bulat, isokor, Ø 3 mm/3mm
- Papiledema : (-)
D. Pemeriksaan Nervus Kranialis
- N.I (Olfaktorius)
o Penciuman subjektif : dalam batas normal
o Objektif dengan bahan : dalam batas normal
- N.II (Optikus)
o Tajam penglihatan : dalam batas normal
o Lapangan pandang : dalam batas normal
o Melihat warna : dalam batas normal
o Funduskopi : tidak diperiksa
- N. III (Okulomotorik)
o Bola mata : bulat
o Ptosis : - / -
o Gerakan bulbus : bola mata bergerak bebas ke segala arah
o Strabismus : tidak ada
o Nistagmus : tidak ada
o Ekso/ Endopthalmus : - / -
o Pupil : bulat, isokor, Ø 3 mm / 3 mm, refleks
cahaya + / +
- N.IV (Troklearis)
o Gerakan mata ke bawah : (+)
o Sikap bulbus : di tengah
o Diplopia : tidak ada
- N.V (Trigeminus)
o Membuka mulut : dalam batas normal
o Menggerakkan rahang : dalam batas normal
o Menggigit : dalam batas normal
o Mengunyah : dalam batas normal
o Refleks kornea : + / + normal
o Sensibilitas wajah : dalam batas normal
- N.VI (Abdusen)
o Gerakan mata ke lateral : (+)
o Sikap bulbus : di tengah
o Diplopia : tidak ada
- N.VII (Fasialis)
o Raut wajah : simetris
o Sekresi air mata : dalam batas normal
o Menggerakkan dahi : dalam batas normal
o Menutup mata : dalam batas normal
o Mencibir/ bersiul : dalam batas normal
o Memperlihatkan gigi : dalam batas normal
o Sensasi lidah 2/3 depan : dalam batas normal
- N.VIII (Vestibulokoklearis)
o Suara berbisik : dalam batas normal
o Test garpu tala : tidak dilakukan
o Nistagmus : tidak ada
o Pengaruh posisi kepala : dalam batas normal
- N.IX (Glossofaringeus)
o Sensasi lidah 1/3 belakang : dalam batas normal
o Refleks muntah : ada
- N.X (Vagus)
o Arkus faring : simetris
o Uvula : di tengah
o Menelan : dalam batas normal
o Artikulasi : dalam batas normal
o Suara : dalam batas normal
o Nadi : irama sinus reguler
- N.XI (Asesorius)
o Menoleh ke kanan : dalam batas normal
o Menoleh ke kiri : dalam batas normal
o Mengangkat bahu ke kanan : dalam batas normal
o Mengangkat bahu ke kiri : dalam batas normal
- N.XII (Hipoglosus)
o Kedudukan lidah dalam : di tengah
o Kedudukan lidah dijulurkan : di tengah
o Tremor : tidak ada
o Fasikulasi : tidak ada
o Atrofi : tidak ada
E. Pemeriksaan Koordinasi
- Cara berjalan : normogait
- Romberg test : tidak dilakukan
- Ataksia : sulit dinilai
- Rebound phenomen : tidak dilakukan
- Test tumit lutut : tidak dilakukan
- Disartria : tidak ada
- Disgrafia : tidak ada
- Supinasi-pronasi : dalam batas normal
- Test jari hidung : dalam batas normal
- Test hidung jari : dalam batas normal
F. Pemeriksaan Fungsi Motorik
- Badan : respirasi spontan
- Gerakan spontan : (+)
- Tremor : (-)
- Atetosis : (-)
- Mioklonik : (-)
- Khorea : (-)
- Gerakan ekstrimitas : dalam batas normal
- Kekuatan ekstrimitas :
- Trofi / Tonus : eutrofi / eutonus
G. Pemeriksaan Fungsi Sensorik
- Eksteroseptif: baik
- Proprioseptif : baik
H. Sistem Refleks
- Refleks fisiologis
o Biseps : ++ kanan dan kiri
o Triseps : ++ kanan dan kiri
o KPR : ++ kanan dan kiri
o APR : ++ kanan dan kiri
- Refleks patologis
o Hoffman-tromner : ( - ) kanan dan kiri
555 545
555 555
o Babinsky’s sign : ( - ) kanan dan kiri
o Chaddock’s sign : ( - ) kanan dan kiri
o Gordon’s sign : ( - ) kanan dan kiri
o Schaeffer’s sign : ( - ) kanan dan kiri
o Oppenheim’s sign : ( - ) kanan dan kiri
I. Fungsi Otonom
Neurogenic bladder tidak ada
J. Fungsi Luhur
Kesadaran komposmentis kooperatif
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Rutin
Darah rutin
Hb : 15,6 gr/dl
Leukosit : 11.300/mm3
Hematokrit : 43%
Trombosit : 280.000/mm3
Rontgen
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Trauma kapitis Ringan GCS 15 + Vulnus Laseratum et Regio
Parietal Sinistra + Vulnus Eksoriatum et Regio Antebrachii sinistra
Diagnosis Topik : Regio parietal sinistra
Diagnosis Etiologi : Komosio serebri
Diagnosis Sekunder : -
PENATALAKSANAAN
Umum
- Istirahat / elevasi kepala 30 derajat/ Diet MB
- IVFD RL 12 jam / kolf
Khusus
- Ranitidin 2 x 50 mg (IV)
- Kaltrofen 2 x 1 (PO)
- Cefotaxim 2x1 (IV)
RENCANA
- Observasi
PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationum : dubia ad bonam
FOLLOW UP
20/3/2014
S/ sakit kepala (+), muntah (-), kejang (-)
O/ Vital sign:
Keadaan umum : sedang Nadi : 60x/menit
Kesadaran : CMC Nafas : 18x/menit
Tekanan Darah : 110/70 mmHg Suhu : 36,8°C
Status internus :
- Kepala : VL et region parietal ukuran 3 x 0,5 x 0,5 cm
- Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal
- Abdomen : H/L tidak teraba
- Ekstremitas : VE et antebrachii sinistra, Nyeri tekan (+)
Status neurologikus :
- GCS = E4 M6 V5 = 15
- TRM (-), peningkatan TIK (-)
- Pupil isokor : Ø 3 mm OD/ 3 mm OS, RC +/+, RK +/+
- Nv. Cranialis : tidak ada kelainan
- Motorik
- Sensorik : Respon eksteroseptif dan proprioseptif baik
- Otonom : neurogenic bladder (-)
- Refleks fisiologis Refleks Patologis
A/ CKR GCS 15 + VL et regio parietal sinistra + VE et regio antebrachii sinistra
P/ Observasi
Th/ Umum
- Istirahat / elevasi kepala 30 derajat/ Diet MB
- IVFD RL 12 jam / kolf
Khusus
- Ranitidin 2 x 50 mg (IV)
- Kaltrofen 2 x 1 (PO)
- Cefotaxim 2x1 (IV)
555 555
555 555
++ ++
++ ++
- -
- -
21/3/2014
S/ sakit kepala (-), muntah (-), kejang (-)
O/ Vital sign:
Keadaan umum : sedang Nadi : 62x/menit
Kesadaran : CMC Nafas : 18x/menit
Tekanan Darah : 110/70 mmHg Suhu : 36,5°C
Status internus :
- Kepala : luka ditutup perban
- Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal
- Abdomen : H/L tidak teraba
- Ekstremitas : VE et antebrachii sinistra.
Status neurologikus :
- GCS = E4 M6 V5 = 15
- TRM (-), peningkatan TIK (-)
- Pupil isokor : Ø 3 mm OD/ 3 mm OS, RC +/+, RK +/+
- Nv. Cranialis : tidak ada kelainan
- Motorik
- Sensorik : Respon eksteroseptif dan proprioseptif baik
- Otonom : neurogenic bladder (-)
- Refleks fisiologis Refleks Patologis
A/ CKR GCS 15 + VL et regio parietal sinistra + VE et regio antebrachii sinistra
Tatalaksana Umum & Khusus : Terapi dilanjutkan, Rencana Pulang
555 555
555 555
++ ++
++ ++
- -
- -
BAB III
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berumur 23 tahun pada tanggal 20
Maret 2014 di Bangsal Penyakit Saraf RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaaan fisik, serta dibantu
dengan pemeriksaan penunjang. Dari hasil pemeriksaan didapatkan diagnosis klinis
berupa trauma kapitis ringan GCS 15 + vulnus laseratum et regio parietal sinistra +
vulnus eksoriatum et regio antebrachii sinistra, diagnosis topik di regio parietal
sinistra, diagnosis etiologi komosio serebri dan tidak ada diagnosis sekunder.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan nyeri kepala sejak 3 jam
sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien sedang berjalan pulang, lalu tiba-tiba
dipukuli oleh beberapa orang yang tidak dikenal. Mekanisme trauma tidak jelas.
Pasien tetap sadar setelah kejadian. Terdapat luka robek di kepala kiri dengan ukuran
3 cm x 0,5cm x 0,5cm. Ditemukan luka di tempat lain berupa luka lecet di lengan kiri
bawah. Tidak ada keluar darah dari telinga, hidung dan mulut pasien. Muntah tidak
ada, kejang tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sedang, kesadaran
komosmentis kooperatif dengan GCS 15 (E4, M6, V5). Tanda vital lainnya
ditemukan dalam batas normal. Pada status lokalis regio kapitis didapatkan luka
robek pada regio parietal sinistra dengan ukuran 3cm x 0,5cm x 0,5cm , tampak
bekuan darah di sekitar luka. Di regio antebrachii sinistra didapatkan luka lecet
dengan ukuran tidak jelas, ditemukan swelling dan nyeri tekan. Status internus
didapatkan dalam batas normal. Pada status neurologis tidak diemukan tanda-tanda
rangsang meningeal dan tidak ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intra
kranial. Pemeriksaan nervus kranialis juga ditemukan dalam batas normal,
pemeriksaan fungsi motorik tidak ditemukan kelainan, pemeriksaan fungsi sensorik
dalam batas normal. Pada pemeriksaan ditemukan fungsi refleks fisiologis dalam
batas normal dan tidak ditemukan refleks patologis. Pada fungsi otonom tidak
ditemukan tanda-tanda neurogenic bladder. Dari pemeriksaan penunjang, telah
dilakukan rontgen kepala, thorax, humerus, elbow, dan anterbrachii sinistra atas
permintaan dokter jaga IGD dengan kesan tidak tampak kelainan.
Trauma kapitis dengan GCS 14-15, tidak dijumpai kelainan pada rontgen
kepala, tidak disertai muntah ataupun kejang digolongkan ke dalam trauma kapitis
ringan berdasarkan Skala Koma Glasgow.
Pada pasien ini, telah dilakukan rontgen kepala, thorax, humerus, elbow, dan
anterbrachii sinistra atas permintaan dokter jaga IGD. Dari hasil pemeriksaan tidak
ditemukan kelainan. Sebenarnya, pemeriksaan tersebut tidak perlu dilakukan jika dari
hasil pemeriksaan fisik, tidak didapatkan indikasi jelas untuk dilakukannya
pemeriksaan rontgen.
Pada hari pertama rawatan, pasien diterapi dengan istirahat, oksigen 2L/
menit, elevasi kepala 30 derajat, IVFD RL 12 jam/kolf, diet MB, Ranitidin 2x1 (IV),
kaltrofen 2 x 1 per oral. Pada hari kedua rawatan diberikan diet MB, Ranitidin 2x1
(IV), dan kaltrofen 2 x 1 per oral.
Pada hari ketiga rawatan terapi pasien dilanjutkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sastrodiningrat, A.G., 2009. Pemahaman Indikator-Indikator Dini dalam.
Menentukan Prognosa Trauma kapitis Berat. Repository USU. Hal: 371-384.
2. Rutland-Brown W1, Langlois JA, Thomas KE, Xi YL. 2006. Incidence of traumatic
brain injury in the United States, 2003. J Head Trauma Rehabil. 2006 Nov-Dec;
21(6):544-8.
3. Jagger J, Levine JI, Jane JA, Rimel RW. 1984. Epidemiologic features of head injury
in a predominantly rural population. J Trauma; 24:40-4.
4. CDC. 2006. Traumatic Brain Injury in the US. Diakses dari http://www.cdc.
gov/Features/dsTBI_BrainInjury/ pada 15 Februari 2014.
5. Anderson, T., Heitger, M. & Macleod, A. 2006. Concussion and mild head injury.
Practical Neurology, 6, 342-357.
6. Harsono, 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
7. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis &
Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.