Post on 13-Mar-2019
i
ADSORPSI, EMULSIFIKASI, DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK
DAUN PARE (Momordica charantia)
SILVY AULYA
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ii
ABSTRAK
SILVY AULYA. Adsorpsi, Emulsifikasi, dan Antibakteri Ekstrak Daun Pare
(Momordica charantia). Dibimbing oleh DIMAS ANDRIANTO dan POPI ASRI
KURNIATIN.
Daun pare (Momordica charantia) mengandung saponin yang dapat
digunakan sebagai bahan aktif pembersih wajah. Kosmetik yang beredar saat ini
mengandung bahan kimia berbahaya bagi kulit wajah, seperti merkuri,
hidrokuinon, dan zat pewarna. Untuk itu, masyarakat mulai beralih menggunakan
kosmetik herbal. Penelitian bertujuan menentukan potensi ekstrak daun pare
sebagai pengadsorpsi logam, penurun tegangan permukaan, dan antibakteri. Daun
pare diekstrak menggunakan empat pelarut, yaitu air, etanol, metanol, dan
heksana. Ekstrak kemudian diukur daya adsorpsinya melalui kemampuan
menjerap logam Hg, Pb, dan Cu, daya emulsifikasi melalui kemampuan
menurunkan tegangan permukaan, dan antibakteri dengan metode pengenceran.
Hasil uji adsorpsi menunjukkan ekstrak etanol daun pare menjerap logam Pb
sebesar 30.43% dan Hg sebesar 24.38%, namun hanya ekstrak n-heksana daun
pare yang menjerap logam Cu sebesar 21.42%. Hasil uji tegangan permukaan
menunjukkan ekstrak air paling stabil menurunkan tegangan permukaan. Hasil uji
antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis menunjukkan nilai KHM (Kadar
Hambat Minimum) sebesar 62.5 ppm untuk ekstrak air dan etanol daun pare
sedangkan nilai KBM (Kadar Bunuh Minimum) sebesar 2000 ppm untuk ekstrak
etanol dan metanol daun pare.
Kata kunci : daun pare, adsorpsi, tegangan permukaan, antibakteri.
iii
ABSTRACT
SILVY AULYA. Adsorption, Emulsification, and Antibacteria of Momordica
charantia Leaves Extract. Under the direction of DIMAS ANDRIANTO and
POPI ASRI KURNIATIN.
Bitter melon (Momordica charantia) leaves contains saponin. Saponin can
be used as an active substance in facial cleanser. Actually, the reality shows that
many of circulated cosmetic contain the chemical materials that hazardous to
facial skin such as mercury, hydroquinone, and colorant substances. Knowing
that, people begin to realize the importance of herbal cosmetic usage. This
research aim to observe the potential of bitter melon leaves as the metal adsorber,
surface tension reducer, and anti bacterial. The bitter melon leaves extracted using
four solvents, namely water, ethanol, methanol, and hexane. The extracts then
experience with the measurement of the ability of metal adsorption, emulsification
power tested by the ability of reducing the surface tension, and the antibacterial
activity using dilution method with microplate. The adsorption test shows that
ethanol extraction of bitter melon leaves is able to adsorb Pb at 30.43% and Hg at
24.38%, but only n-hexane extraction of bitter melon leaves that can adsorb Cu at
21.42%. The surface tension test shows the water extraction of bitter melon leaves
is the best extraction to reduce the surface tension. The result of antibacterial test
to Staphylococcus epidermidis exhibit that the MIC (Minimal Inhibitory
Concentration) at 62.5 ppm for water and ethanol extraction of bitter melon
leaves and the MBC (Minimal Bactericidal Concentration) at 2000 ppm for
ethanol and methanol extraction of bitter melon leaves.
Keywords : bitter melon leaves, adsorption, surface tension, antibacteria
iv
ADSORPSI, EMULSIFIKASI, DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK
DAUN PARE (Momordica charantia)
SILVY AULYA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
v
Judul Skripsi : Adsorpsi, Emulsifikasi, dan Antibakteri Ekstrak Daun Pare
(Momordica charantia).
Nama : Silvy Aulya
NIM : G84080017
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dimas Andrianto, M.Si
Ketua
Popi Asri Kurniatin, M.Si.,Apt.
Anggota
Diketahui
Dr. I Made Artika M.App.Sc.
Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus :
vi
PRAKATA
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan karya
ilmiah ini. Karya ilmiah yang berjudul Adsorpsi, Emulsifikasi, dan Antibakteri
Ekstrak Daun Pare (Momordica charantia) merupakan penelitian yang telah
dilaksanakan pada bulan Februari 2012 hingga Juni 2012 di laboratorium
penelitian Departemen Biokimia Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini juga
merupakan salah satu Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKMP).
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dimas Andrianto, M.Si dan
Popi Asri Kurniatin, M.Si., Apt. selaku komisi pembimbing yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk belajar banyak hal dalam penelitian
ini dan memberikan bimbingan hingga saat penulisan karya tulis ini. Penulis juga
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan tertinggi kepada Ayahanda
Yunadi, Almarhumah Ibunda Yasmimanizarti, serta adik-adik tercinta
Muhammad Fadhli, Maivenny Suciwati, dan Arief Saputera atas doa tulus,
semangat, dan kasih sayang yang selalu mengiringi langkah penulis. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada DIKTI yang telah membiayai penelitian ini melalui
program PKMP.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan yang telah
membantu penelitian ini, Dewi dan Feby di mayor Biokimia yang telah banyak
membantu pelaksanaan penelitian ini, Maman di Fisika yang telah mengajarkan
pengukuran tegangan permukaan, Ibu Nunuk di Pusat Studi Biofarmaka yang
secara teknis membantu pengujian aktivitas antibakteri. Terima kasih pula untuk
teman-teman terdekat Kenyar, Beki, Yoan, dan rekan-rekan di Pondok Asad.
Akhir kata, penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Bogor, Juni 2012
Silvy Aulya
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 19 Desember 1990 sebagai anak
pertama dari empat bersaudara dari ayahanda Yunadi dan almarhumah ibunda
Yasmimanizarti. Riwayat pendidikan formal penulis dimulai dari TK Islam Bhakti
IV Cipinang Bali-Jakarta, SDI Alhayatiddiniyah Cipinang Bali-Jakarta, dan SDN
06 Pagi Cipinang Melayu, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN
80 Halim Perdana Kusuma. Penulis lulus dari SMAN 2 Padangpanjang pada
tahun 2008 kemudian melanjutkan pendidikan ke Departemen Biokimia Institut
Pertanian Bogor melalui Program Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Penelusuran
Minat dan Kemampuan (PMDK) 2008. Penulis mengambil minor Ilmu dan
Teknologi Pangan untuk memperkaya pengetahuan penulis dalam bidang pangan.
Penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan seperti Community
Research dan Education of Biochemistry Student (CREBs IPB) sebagai staf divisi
keilmuan tahun 2009/2010, sebagai staf Badan Pengawas tahun 2010/2011 dan
Ikatan Mahasiswa Serambi Mekkah dan Pagaruyung (IMASERAMPAG). Selain
itu, penulis aktif pada kepanitiaan beberapa acara seperti Seminar Kesehatan dan
Expo Biokimia, Seminar Nasional Sains IV, Lomba Karya Ilmiah Populer, dan
pernah menjadi tenaga pengajar di bimbingan belajar El Rahma.
Masa perkuliahan penulis juga diisi dengan kunjungan industri ke beberapa
tempat seperti Lembaga Penelitian Biologi Molekuler Eijkman Jakarta, PT
Djojonegoro C-1000 Sukabumi, PT Nissin Biscuit Indonesia Semarang, dan
Coca-Cola Amatil Indonesia Semarang. Tahun 2011 penulis melaksanakan pratik
lapangan di Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM IPB dengan judul “Uji
Aktivitas Antioksidan dan Kadar Flavonoid Ekstrak Air dan Etanol Daun Saga
(Abrus precatorius Linn). Tahun 2012 penulis melaksanakan penelitian ini
sebagai tugas akhir dan pada tahun yang sama penulis juga melaksanakan
penelitian yang didanai oleh DITJEN DIKTI dengan judul “Ekstrak Daun Pare
(Momordica charantia) Sebagai Bahan Aktif Kosmetik Pembersih Wajah” pada
ajang Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKMP). Penulis
menerima beasiswa Bantuan Biaya Mahasiswa (BBM) tahun 2009-2012.
viii
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 1 Pare .................................................................................................................. 1 Adsorpsi ........................................................................................................... 2 Emulsifikasi ..................................................................................................... 3 Antibakteri ....................................................................................................... 4
BAHAN DAN METODE .................................................................................... 5 Alat dan Bahan ................................................................................................. 5 Metode ............................................................................................................. 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 7 Ekstraksi Daun Pare ......................................................................................... 7 Komponen Fitokimia Ekstrak Daun Pare .......................................................... 8 Kadar Logam Simplisia Daun Pare ................................................................... 9 Hasil Uji Adsorpsi ............................................................................................ 9 Uji Tegangan Permukaan (Daya Emulsifikasi) ............................................... 11 Uji Aktivitas Antibakteri ................................................................................ 12
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 13 Simpulan ........................................................................................................ 13 Saran .............................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 13
LAMPIRAN ...................................................................................................... 16
ix
DAFTAR TABEL Halaman
1 Hasil pengukuran rendemen .............................................................................. 8
2 Hasil pengujian fitokimia simplisia dan ekstrak daun pare ................................. 9
3 Hasil pengukuran uji logam simplisia daun pare menggunakan AAS................ 9
4 Uji aktvitas antibakteri ekstrak pare terhadap bakteri S.epidermidis ................. 13
DAFTAR GAMBAR Halaman
1 Daun pare ......................................................................................................... 2
2 Susunan alat AAS.. ........................................................................................... 3
3 Alat pengukur tegangan permukaan .................................................................. 7
4 Hasil pengujian penjerapan logam Hg ............................................................. 10
5 Hasil pengujian penjerapan logam Pb .............................................................. 10
6 Hasil pengujian penjerapan logam Cu ............................................................. 10
7 Hasil uji tegangan permukaan ......................................................................... 11
8 Uji antibakteri. ................................................................................................ 12
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1 Diagram alir penelitian .................................................................................... 17
2 Hasil pengukuran kadar air .............................................................................. 18
3 Hasil pengukuran uji tegangan permukaan ...................................................... 18
4 Hasil pengujian penjerapan logam Hg ............................................................. 19
5 Hasil pengujian penjerapan logam Pb .............................................................. 20
6 Hasil pengujian penjerapan logam Cu ............................................................. 21
1
PENDAHULUAN
Kosmetik merupakan salah satu bagian
terpenting dari penampilan para wanita.
Kosmetik sangat beragam jenis dan merknya.
Salah satu jenis kosmetik adalah pembersih wajah. Mengingat tingkat polusi, debu, dan
asap rokok pada saat ini semakin tinggi, maka
pembersih wajah merupakan salah satu
kebutuhan yang harus dipenuhi oleh masing-
masing orang (Tranggono et al. 2007).
Menurut Wardani (2010), ada dua faktor yang
mempengaruhi kesehatan kulit, yakni faktor
eksternal dan internal. Faktor eksternal
diantaranya adalah sinar matahari, polusi,
debu, dan asap rokok. Sementara faktor
internal adalah sakit yang berkepanjangan karena kurangnya asupan gizi sehingga
mempengaruhi kesehatan kulit.
Kulit adalah lapisan atau jaringan yang
menutupi seluruh tubuh dari bahaya yang
datang dari luar (Damin 2006). Lapisan kulit
pada dasarnya sama di semua bagian tubuh,
kecuali di telapak tangan, telapak kaki, dan
bibir. Namun, kulit wajah sedikit berbeda
karena di lapisan bawahnya terdapat lebih
banyak pembuluh darah. Karena kaya akan
pembuluh darah, wajah biasanya mempunyai
kulit yang lebih halus dari bagian tubuh yang lain (Daniel 2005).
Masalah kulit wajah seringkali menjadi
sorotan. Salah satu masalah kulit wajah yang
sering dijumpai, yaitu timbulnya jerawat.
Jerawat adalah suatu keadaan pori-pori kulit
yang tersumbat sehingga menimbulkan
kantung nanah. Penyumbatan pori-pori
seringkali disebabkan oleh penggunaan
kosmetik yang salah. Pemilihan jenis
kosmetik ini perlu diperhatikan dengan baik
(Retno & Fatma 2007). Membersihkan kulit pada prinsipnya
adalah menghilangkan residu, kotoran, atau
minyak sehingga harus dilakukan dengan
rutin. Terutama untuk kulit wajah dianjurkan
menggunakan pembersih yang sesuai dengan
jenis kulit masing-masing (Retno & Fatma
2007).
Saat ini masyarakat menyadari pentingnya
penggunaan kosmetik herbal. Hal ini
menyangkut faktor keamanan kosmetik
terhadap kesehatan kulit wajah dan bahaya
iritasi yang dapat ditimbulkan oleh bahan baku sintetik (Retno & Fatma 2007).
Kosmetik yang berkembang saat ini
dilaporkan banyak mengandung bahan kimia
berbahaya bagi kesehatan wajah, seperti
merkuri, hidrokuinon, asam retinoat, dan zat
pewarna (BPOM 2009). Produk kosmetik
yang mengandung bahan kimia berbahaya ini
ditarik dari peredaran dan dilarang untuk
diperdagangkan. Untuk itu, timbullah tuntutan
adanya inovasi dalam produksi kosmetik
herbal.
Tanaman pare (Momordica charantia)
adalah salah satu tanaman herbal Indonesia.
Biasanya tanaman pare dimanfaatkan sebagai
tanaman obat. Daunnya berkhasiat sebagai
obat cacingan, obat batuk, obat demam,
peluruh haid, obat sembelit, penambah nafsu makan, melancarkan pengeluaran ASI,
mengobati penyakit sipilis, dan liver
(Kuswoyo 2009). Selain itu, daun pare
terkadang dimanfaatkan oleh masyarakat di
beberapa daerah untuk mencuci muka,
contohnya masyarakat di daerah Padang
Pariaman Sumatera Barat. Masyarakat Padang
Pariaman memanfaatkan daun pare untuk
membersihkan wajah. Mereka biasanya
meremas-remas daun pare dengan air bersih
kemudian air hasil remasan daun pare digosokkan ke wajah.
Daun pare sebagai salah satu tanaman
herbal Indonesia yang biasa dipakai oleh
beberapa masyarakat untuk membersihkan
wajah diduga mengandung bahan aktif yang
berkhasiat. Salah satu kandungan kimia dari
daun pare adalah saponin (Kuswoyo 2009).
Saponin dalam daun pare ini diharapkan
mampu menurunkan tegangan permukaan dan
mempunyai aktivitas antibakteri. Dalam
penelitian ini diharapkan saponin berpotensi sebagai salah satu bahan aktif kosmetik
pembersih wajah yang berbasis herbal.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
potensi ekstrak air, etanol, metanol, dan n-
heksana daun pare sebagai penjerap logam
Hg, Pb, dan Cu, penurun tegangan
permukaan, dan aktivitas antibakterinya.
Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak daun
pare memiliki kemampuan menjerap logam
Hg, Pb, dan Cu, mampu menurunkan
tegangan permukaan, dan memiliki aktivitas
antibakteri. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat untuk memberikan informasi
tentang potensi ekstrak daun pare sebagai
inovasi pembersih wajah yang berasal dari
bahan herbal.
TINJAUAN PUSTAKA
Pare
Tanaman pare (Momordica charantia)
termasuk famili Cucurbitaceae. Tanaman ini
memiliki ciri umum batang masif, berusuk
lima, berambut saat muda dan gundul setelah
tua, berwarna hijau, dan tumbuh merambat
2
(Nunun 2009). Daun tunggal berbentuk bulat
telur, berbulu, panjang tangkai 7-13 cm, dan
berwarna hijau. Bunga tunggal berkelamin
satu, kelopak berbentuk lonceng, berusuk
banyak, panjang 5-15 cm, mahkota berbentuk
bulat telur berwarna kuning (Adi et al. 2008).
Buah pare berbentuk bulat panjang,
berusuk, warna jingga. Biji berbentuk pipih,
keras, warna cokelat kekuningan. Akar
tunggang dan berwarna putih kotor (Adi et al.
2008). Buah pare mengandung karantin, hidroksitriptamin, flavonoid, alkaloid, asam
stearat, asam palmitat, vitamin A, B, dan C
(Robby 2009). Biji mengandung senyawa
momordisin. Biji pare memiliki khasiat
sebagai antiradang. Buah pare berkhasiat
sebagai peluruh dahak, pembersih darah,
penurunan panas, penyegar badan, penambah
nafsu makan, penurun gula darah,
memperlancar pencernaan, dan obat malaria
(Santoso 1996).
Bagian utama tanaman pare yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi adalah
buahnya. Dari sudut pandang petani
(produsen) peluang pasar pare merupakan
salah satu alternatif usaha tani yang dapat
dijadikan sumber penghasilan dan
peningkatan pendapatan (Nunun 2009).
Sebaliknya, bagi kalangan pengguna
(konsumen) selain dijadikan berbagai
masakan, buah pare juga mensuplai gizi yang
berfungsi ganda sebagai obat. Rasa pahit
tanaman pare terutama daun dan buah disebabkan oleh kandungan zat sejenis
glukosida yang disebut momordisin atau
charantin (Subahar et al. 2004).
Para ahli kesehatan menemukan
kandungan zat lain pada tanaman pare antara
lain insulin dan resin. Zat penimbul rasa pahit
pada tanaman pare mempunyai nilai sosial
dan kegunaan yang luas dalam pelayanan
kesehatan masyarakat, diantaranya sebagai
bahan obat tradisional untuk menyembuhkan
beberapa jenis penyakit. Daun pare berkhasiat
sebagai obat cacing, batuk abses, demam, peluruh haid, sembelit, menambah nafsu
makan, melancarkan pengeluaran ASI, sipilis,
dan liver (Kuswoyo 2009).
Gambar 1 Daun pare
Kandungan kimia dari daun pare yaitu
resin, minyak, flavonoid, karbohidrat, zat
warna, saponin, alkaloid, dan triterpenoid
(Kuswoyo 2009). Salah satu kandungan kimia
yang berpotensi menjadi bahan baku
pembersih wajah adalah saponin dari ekstrak
daun pare. Kandungan saponin dari ekstrak
daun pare ini memiliki kemampuan untuk
membersihkan kotoran di kulit wajah
misalnya debu dan sisa riasan.
Adsorpsi
Adsorpsi atau penjerapan adalah suatu
proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan
maupun gas, terikat pada suatu padatan atau
cairan (zat penjerap, adsorben) dan akhirnya
membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat
terjerap, adsorbat) pada permukaannya
(Bassett et al. 1994). Berbeda dengan
absorpsi, pada absorpsi terjadi reaksi kimia
antara molekul-molekul adsorbat dengan
permukaan adsorben (Ryan 2008). Adsorpsi suatu zat pada permukaan adsorben
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis
adsorben, jenis adsorbat atau zat yang
teradsorpsi, luas permukaan adsorben,
konsentrasi zat terlarut, dan temperatur
(Suardana 2008).
Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu adsorpsi fisik (disebabkan oleh gaya Van
Der Waals (terjadinya gaya tarik menarik
yang relatif lemah antara adsorbat dengan
permukaan adsorben) dan adsorpsi kimia (terjadi karena terbentuknya ikatan kovalen
dan ion antara molekul-molekul adsorbat
dengan adsorben, dikenal dengan istilah
absorpsi) (Ryan 2008).
Adsorben ialah zat yang melakukan
penjerapan terhadap zat lain (baik cairan
maupun gas) pada proses adsorpsi. Umumnya
adsorben bersifat spesifik, hanya menjerap zat
tertentu. Adsorben yang paling banyak
dipakai untuk menjerap zat-zat dalam larutan
adalah arang. Zat ini banyak dipakai di pabrik
untuk menghilangkan zat-zat warna dalam larutan. Penjerapan bersifat selektif, yang
dijerap hanya zat terlarut atau pelarut sangat
mirip dengan penjerapan gas oleh zat padat.
Beberapa jenis adsorben yang biasa
digunakan, yaitu arang aktif, gel silika, dan
alumina aktif (Atkins 1997).
Arang aktif adalah bahan berupa karbon
bebas yang masing-masing berikatan secara
kovalen atau arang yang telah dibuat dan
diolah secara khusus melalui proses aktifasi,
sehingga pori-porinya terbuka dan dengan demikian mempunyai daya jerap yang besar
terhadap zat-zat lainnya, baik dalam fase cair
3
maupun dalam fase gas. Struktur pori
berhubungan dengan luas permukaan, dimana
semakin kecil pori-pori arang aktif,
mengakibatkan luas permukaan semakin
besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi
bertambah. Karbon aktif ini cocok digunakan
untuk mengadsorpsi zat-zat organik.
Komposisi arang aktif, diantaranya terdiri dari
silika (SiO2), karbon, (Meilita & Tuti 2010).
Proses adsorpsi pada penelitian ini akan
dilakukan untuk melihat kemampuan ekstrak daun pare (Momordica charantia) dalam
menjerap kotoran. Kotoran yang ada pada
wajah berasal dari banyak faktor salah satunya
akibat polusi dari udara, jenis kulit, dan akibat
pemakaian kosmetik (Retno & Fatma 2007).
Ekstrak daun pare sebagai bahan aktif
kosmetik pembersih wajah diharapkan akan
menjerap kotoran-kotoran berupa logam dari
polusi udara yang ada pada kulit wajah
dengan kontrol positif yang digunakan adalah
arang aktif. Sumber utama pencemaran udara adalah
asap kendaraan bermotor. Udara yang
tercemar ini, diantaranya mengandung
beberapa logam berat, diantaranya logam Hg,
Pb, dan Cu. Saeni (1997) menyatakan bahwa
partikel Hg, Pb, dan Cu yang dikeluarkan oleh
asap kendaraan bermotor berukuran antara
0,08 – 1,00 µg dengan masa tinggal di udara
selama 4 – 40 hari. Masa tinggal yang lama
menyebabkan partikel Pb dapat disebarkan
angin hingga mencapai 100 – 1000 km dari sumbernya. Hal tersebut yang menyebabkan
pencemaran timbal di udara mudah tersebar.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini sampel
logam yang digunakan adalah logam Hg, Pb,
dan Cu. Hasil penjerapan logam oleh ekstrak
daun pare ini akan diukur dengan
menggunakan AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometer).
Atomic Absorption Spectrophotometry
Atomic Absorption Spectrophotometry
(AAS) adalah suatu metode analisis yang dapat digunakan untuk menentukan unsur-
unsur di dalam suatu bahan. Alat ini memiliki
kepekaan, ketelitian serta selektivitas yang
tinggi. Dalam spektrofotometri serapan atom
lampu katoda rongga (Hollow Cathoda
Lamps) digunakan sebagai sumber radiasi.
Perkembangan terakhir cara analisis AAS
selain atomisasi dengan nyala dapat juga
dilakukan atomisasi tanpa nyala yaitu ada
yang menggunakan energi listrik pada batang
karbon atau bahkan hanya dengan penguapan (Gunandjar 1985). Susunan alat AAS secara
umum dapat dilihat pada Gambar 2.
Prinsip kerja AAS adalah dengan metode
analisis yang didasarkan pada proses
penyerapan tenaga radiasi oleh atom-atom
yang berada pada tingkat tenaga dasar.
Penyerapan tersebut menyebabkan
tereksitasinya elektron ke tingkat tenaga yang
lebih tinggi. Penguraian intensitas radiasi
yang diberikan sebanding dengan jumlah atom
pada tingkat dasar yang menyerap tenaga radiasi tersebut (Gunandjar 1985).
Emulsifikasi
Emulsifikasi adalah suatu proses yang
terjadi antara dua cairan atau senyawa yang
tidak dapat bercampur (Ginting 2006).
Berdasarkan fase terdispersinya, dikenal dua
jenis emulsi, yaitu emulsi minyak dalam air
dan emulsi air dalam minyak. Emulsi minyak
dalam air, yaitu dimana fase minyak
terdispersi dalam fase air. Emulsi air dalam
minyak, yaitu dimana fase air terdispersi dalam fase minyak (Sumardjo et al. 2008).
Terdapat tiga teori yang menerangkan
mengenai sistem emulsi, yaitu Teori
Tegangan Permukaan, bila cairan kontak
dengan cairan kedua yang tidak larut dan tidak
saling bercampur, kekuatan (tenaga) yang
menyebabkan masing-masing cairan pecah
menjadi partikel-partikel yang lebih kecil
disebut tegangan permukaan. Zat-zat yang
dapat menurunkan tegangan permukaan
disebut zat aktif permukaan (surfaktan) atau zat pembasah. Dengan menurunnya tegangan
permukaan, gaya tarik-menarik antar molekul
Gambar 2 Susunan alat AAS 1) Lampu
katoda, 2) Chopper, 3) Nyala, 4)
Atomizer, 5) Lampu kondensor, 6)
Celah, 7) Lensa kolimating, 8) Kisi
defraksi, 9) Sinar defraksi, 10) Celah keluar sinar, 11) Photo tube,
12) Selang penghisap cairan, 13)
Cairan sampel/standar, 14) Asetilen
(C2H2), 15) Udara, 16) Flow meter,
17) Amplifier, 18) Recording
digital, 19) Pembuangan cairan
(Gunandjar 1985).
4
dari masing-masing cairan akan berkurang
dan kedua cairan dapat saling becampur.
Kedua adalah Oriented-Wedge Theory,
lapisan monomolekuler dari zat pengemulsi
melingkari suatu tetesan dari fase dalam pada
emulsi. Zat pengemulsi akan memilih larut
dalam salah satu fase yang merupakan
gambaran kelarutannya pada cairan tertentu
dan terikat kuat kemudian terbenam di dalam
fase tersebut dibandingkan fase lainnya.
Ketiga adalah Teori Plastik atau Teori Lapisan Antarmuka, menempatkan zat pengemulsi
pada antarmuka antar minyak dan air,
mengelilingi tetesan fase dalam sebagai suatu
lapisan tipis atau film yang diabsorpsi pada
permukaan dari tetesan tersebut. Lapisan
tersebut mencegah kontak dan bersatunya fase
terdispersi. Makin kuat dan makin lunak
lapisan tersebut, makin besar dan stabil
emulsinya (Lachman 1994).
Penelitian ini menitikberatkan pada Teori
Tegangan Permukaan. Larutan ekstrak daun pare dengan konsentrasi tertentu diukur besar
tegangan permukaannya, kemudian akan
direaksikan dengan ekstrak daun pare.
Pemberian ekstrak ini diharapkan mampu
menurunkan tegangan permukaan yang
artinya ekstrak mampu membersihkan kotoran
yang terdapat pada wajah.
Antibakteri
Antimikrob diantaranya meliputi
antibakteri, antiprotozoa, antifungal, dan antivirus. Senyawa antibakteri adalah zat yang
dapat menghambat pertumbuhan mikrob dan
dapat digunakan untuk kepentingan
pengobatan infeksi pada manusia, hewan, dan
tumbuhan. Antibakteri digunakan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri (Schunack
1990). Berdasarkan cara kerjanya antibakteri
dibedakan menjadi bakteriostatik dan
bakterisida (Vega 2011). Antibakteri
bakteriostatik bekerja dengan cara
menghambat perbanyakan populasi bakteri
dan tidak mematikan, sedangkan bakterisida bekerja membunuh bakteri. Bakteriostatik
dapat bertindak sebagai bakterisida dalam
konsentrasi tinggi (Schunack et al. 1990).
Kadar minimal yang dibutuhkan untuk
menghambat pertumbuhan suatu bakteri atau
membunuhnya, masing-masing dikenal
dengan Kadar Hambat Minimal (KHM) dan
Kadar Bunuh Minimal (KBM) (Schunack et
al. 1990). Sifat suatu antibakteri berbeda satu
dengan yang lainnya, ada yang berspektrum
luas dan ada pula yang berspektrum sempit, tergantung dari banyaknya bakteri yang
dihambat atau dibunuh (Vega 2011).
Menurut Dwijoseputro (1990), antibakteri
dapat dibedakan berdasarkan keefektifan
kerjanya, yaitu antibakteri berspektrum luas
yang efektif terhadap berbagai jenis mikrob
baik bakteri Gram positif maupun bakteri
Gram negatif dan antibakteri berspektrum
sempit yang hanya efektif terhadap mikrob
tertentu, misalnya hanya efektif pada bakteri
Gram positif saja atau Gram negatif saja.
Menurut Todar (2007), disebutkan pula
antibakteri berspektrum terbatas bila efektif terhadap spesies bakteri tertentu. Mekanisme
kerja antibakteri dapat terjadi melalui
beberapa cara, yaitu kerusakan dinding sel,
perubahan permeabilitas sel, dan menghambat
sintesis protein dan asam nukleat (Fradiaz
1987). Kerja antibakteri juga dipengaruhi
beberapa faktor, antara lain konsentrasi zat
antibakteri, spesies bakteri, jumlah bakteri,
suhu, dan pH lingkungannya (Vega 2011).
Uji antibakteri dapat dilakukan dengan
metode difusi dan metode dilusi (pengenceran). Metode difusi dilakukan
dengan mengukur diameter zona bening yang
merupakan petunjuk adanya respon
penghambatan pertumbuhan bakteri oleh
suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak
(Hermawan et al. 2007). Metode difusi dapat
dilakukan dengan menggunakan tiga cara,
yaitu metode silinder, metode lubang, dan
metode cakram kertas. Melalui metode ini
akan terlihat ada tidaknya daerah hambatan di
sekeliling lubang (Kusumaningjati 2009). Metode dilusi (pengenceran) adalah
senyawa antibakteri diencerkan hingga
diperoleh beberapa macam konsentrasi,
masing-masing konsentrasi ditambahkan
suspensi bakteri uji dalam media cair. Ada
tidaknya pertumbuhan bakteri ditandai dengan
terjadinya kekeruhan. Larutan uji senyawa
antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat
jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji,
ditetapkan sebagai Kadar Hambat Minimal
(KHM). Larutan yang ditetapkan sebagai
KHM selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan bakteri uji ataupun
senyawa antibakteri kemudian diinkubasi
selama 24 jam. Media cair yang tetap terlihat
jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai
Kadar Bunuh Minimal (KBM) (Pratiwi 2009).
Dalam penelitian ini uji antibakteri akan
dilakukan terhadap bakteri Staphylococcus
epidermidis dengan metode pengenceran
menggunakan microplate.
Bakteri Staphylococcus epidermidis
merupakan bakteri Gram positif, berbentuk kokus, berdiameter 0,5-1,5 µm. Bakteri ini
hidup berkoloni menggerombol menyerupai
5
buah anggur. Koloni biasanya berwarna putih
atau krem. Hidup di permukaan kulit dan
membran mukosa manusia maupun hewan
(James & Hilary 2001).
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah neraca analitik, blender, tabung reaksi,
pipet tetes, pipet Mohr, labu Erlenmeyer,
gelas piala, pipet volumetrik, kertas saring,
gelas ukur, cawan porselin, oven, tanur,
gegep, eksikator, rotary evaporator, vorteks,
penangas air, vial, aluminium foil, laminar,
mikropipet, Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS), autoklaf, cawan Petri, inkubator, alat-alat pengukur tegangan
permukaan, pipet mikro.
Bahan untuk pembuatan ekstrak adalah
simplisia daun pare, akuades, etanol, metanol,
heksana. Bahan untuk uji fitokimia adalah
NaOH, H2SO4 pekat, kloroform, akuades,
metanol, pereaksi Dragendorf, pereaksi
Meyer, dan pereaksi Wagner, pereaksi
Lieberman Buchard, eter. Bahan untuk uji
penjerapan logam adalah HCl 18%, standar
arang aktif, standar logam Hg, Pb, dan Cu.
Bahan untuk uji aktivitas antibakteri adalah Nutrient Broth, DMSO, isolat bakteri
Staphylococcus epidermidis, media TSB,
kloramfenikol, tip biru, tip kuning, dan
microplate.
Metode
Pembuatan Simpilisia Daun Pare (BPOM
2004)
Daun pare yang digunakan dalam
penelitian ini diambil dari lima daun setelah
pucuk (daun tua). Daun yang telah disortir kemudian dicuci dengan air bersih agar hama
dan kotoran di daun terbuang. Daun pare yang
telah dicuci kemudian ditiriskan hingga semua
air sisa cucian terpisah, setelah itu daun pare
ditempatkan di dalam wadah yang bersih dan
kering kemudian dirajang kasar. Hasil
rajangan ini ditempatkan dalam nampan tahan
panas, kemudian dikeringkan dalam oven
pada suhu 500C selama 2-3 hari. Simplisia
(daun pare kering) dihaluskan dengan blender
berukuran 20-80 mesh kemudian dikemas
dalam plastik dan disimpan di suhu ruang untuk pengujian berikutnya.
Penentuan Kadar Air Daun dan Simplisia
(AOAC 1984)
Cawan porselin dikeringkan dalam oven
pada suhu 1050C selama 30 menit, lalu cawan
didinginkan di dalam eksikator selama 30
menit. Sampel yang akan diukur kadar airnya
adalah daun dan simplisia. Cawan kosong
ditimbang bobotnya kemudian ditambahkan 3
gram sampel. Sampel di dalam cawan
dikeringkan pada oven suhu 1050C selama 12
jam. Cawan beserta isinya kemudian
didinginkan di dalam eksikator selama 30
menit, kemudian ditimbang kembali dan
ditentukan kadar air sampel sampai massa
sampel stabil atau tidak berubah. Penentuan kadar air dilakukan 3 kali ulangan.
Ekstraksi Simplisia Daun Pare (BPOM
2004) .
Ekstraksi adalah proses pemisahan satu
atau lebih komponen dari suatu campuran
homogen berdasarkan prinsip beda kelarutan.
Pelarut yang digunakan dalam proses
ekstraksi adalah akuades, etanol, metanol, dan
heksana. Sebanyak 18 gram bubuk daun pare
kering ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer ukuran 250 mL.
Pelarut (akuades, etanol, metanol, dan
heksana) ditambahkan ke dalam labu
Erlenmeyer sebanyak 180 mL dengan
perbandingan daun pare : pelarut adalah 1:10.
Campuran ditutup dengan aluminium foil,
kemudian didiamkan selama 24 jam. Ekstrak
kemudian disaring menggunakan kertas
saring, dan filtrat ditampung dalam labu
Erlenmeyer. Ampas hasil saringan kemudian
ditambahkan pelarut kembali dengan jumlah perbandingan yang sama, kemudian
didiamkan kembali selama 24 jam. Ekstrak
kemudian disaring menggunakan kertas
saring, dan filtrat ditampung dalam labu
Erlenmeyer. Lakukan hal ini sampai tiga kali
perendaman. Semua hasil filtrat digabungkan
dalam satu labu Erlenmeyer. Labu evaporator
ditimbang bobot kosongnya kemudian
ditambahkan filtrat yang didapat ke dalam
labu evaporator. Filtrat kemudian diuapkan
pada vakum evaporator dan dihitung
rendemen yang diperoleh. Semua ekstrak simplisia daun pare (air, etanol, metanol, dan
heksana) disimpan di dalam lemari es suhu 4
yang akan digunakan pada pengujian
berikutnya.
Uji Fitokimia (Harbone 1987)
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder yang
terdapat di dalam sampel. Uji ini merupakan
suatu analisa kualitatif kandungan kimia
tumbuhan atau bagian tumbuhan. Uji
fitokimia dapat dilakukan dengan metode
KLT (kromatografi Lapis Tipis) dan metode
6
tabung yang merupakan metode yang paling
sederhana karena tidak menggunakan alat
yang canggih dan masih manual. Uji ini
meliputi uji flavonoid, uji alkaloid, uji tanin,
uji steroid, uji terpenoid, uji saponin, dan uji
glikosida. Uji Flavonoid dan Senyawa Fenolik.
Ekstrak sampel sebanyak 0.1 g ditambah 2
mL etanol 30% sampai terendam lalu
dipanaskan. Filtratnya dibagi 2, yang satu
ditambah NaOH sebanyak 3 tetes 10% (b/v) dan filtrat satunya lagi ditambahkan H2SO4
sebanyak 3 tetes. Terbentuknya warna merah
karena penambahan NaOH menunjukkan
adanya senyawa fenolik hidrokuinon,
sedangkan warna merah yang terbentuk akibat
penambahan H2SO4 pekat menunjukkan
adanya flavonoid.
Uji Alkaloid. Sebanyak 10 mL kloroform
ditambah dengan ekstrak sampel 0.1 g dan
beberapa tetes ammonia. Fraksi kloroform
dipisahkan dan diasamkan dengan 10 tetes H2SO4 2 M. Fraksi asam diambil kemudian
ditambahkan dengan pereaksi Dragendorf 3
tetes, pereaksi Meyer sebanyak 3 tetes, dan
pereaksi Wagner sebanyak 3 tetes. Adanya
alkaloid ditandai dengan terbentuknya
endapan merah oleh pereaksi Dragendorf,
endapan putih oleh pereaksi Meyer, dan
endapan coklat oleh pereaksi Wagner.
Uji Tanin. Sebanyak 1 g serbuk bahan
ditambah 10 mL akuades kemudian
dididihkan selama 30 menit. Setelah dingin, campuran disaring dan filtratnya ditambah
FeCl3 1% sebanyak 5 mL (b/v). Warna biru
tua atau hitam menunjukkan adanya tanin.
Uji Saponin. Ekstrak sebanyak 0.1 g
ditimbang kemudian ditambahkan akuades 5
mL dan dipanaskan selama 5 menit. Larutan
tersebut didinginkan kemudian dikocok.
Timbulnya busa selama ± 10 menit
menunjukkan adanya saponin.
Uji Triterpenoid dan Steroid. Ekstrak
sebanyak 0.1 g ditambah 2 mL etanol 30%
kemudian dipanaskan dan disaring. Selanjutnya filtrat diuapkan dan ditambahkan
eter sebanyak 1 mL. Lapisan eter ditambah
dengan pereaksi Lieberman Buchard (3 tetes
asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2S04
pekat). Warna merah atau ungu menunjukkan
adanya triterpenoid dan warna hijau
menunjukkan adanya steroid.
Uji Glikosida. Ekstrak sebanyak 1 mL
diuapkan diatas penangas air sampai kering.
Selanjutnya ditambahkan asam asetat anhidrat
sebanyak 1 mL dan ditambahkan 10 tetes asam sulfat pekat. Warna biru hijau
menunjukkan adanya glikosida.
Uji Kandungan Logam Simplisia
Menggunakan AAS
Cawan porselen bersih ditimbang bobot
kosongnya terlebih dahulu. Sebanyak 5 gram
serbuk simplisia dimasukkan ke dalam cawan.
Simplisia di dalam cawan dipanaskan hingga
menjadi arang di atas penangas. Simplisia
yang telah menjadi arang dipindahkan ke
tanur sampai menjadi abu berwarna putih.
Simplisia yang telah menjadi abu
dikeluarkan dari tanur kemudian didinginkan. Sebanyak 10 mL HCl 18% ditambahkan ke
abu simplisia kemudian dipanaskan hingga
mendidih, tetapi tidak sampai kering.
Simplisia yang telah dilarutkan dengan HCl
kemudian disaring ke dalam labu takar 50 mL.
Sampel ditera dengan akuades sampai 50 mL.
Kadar logam sampel diukur dengan AAS.
Penentuan Daya Adsorpsi Ekstrak Daun
Pare Menggunakan AAS (Noor 2008)
Standar logam yang digunakan untuk uji ini adalah larutan Pb asetat, larutan HgCl2,
dan larutan CuSO4. Pengujian penjerapan
logam ini dilakukan dengan lima perlakuan.
Perlakuan pertama setiap logam direaksikan
dengan arang aktif sebagai kontrol positif.
Perlakuan kedua setiap logam direaksikan
dengan ekstrak air daun pare, lalu perlakuan
ketiga setiap logam direaksikan dengan
ekstrak etanol daun pare, perlakuan keempat
setiap logam direaksikan dengan ekstrak
metanol daun pare, dan perlakuan terakhir setiap logam direaksikan dengan ekstrak n-
heksana daun pare. Kelima perlakuan ini
kemudian diukur konsentrasi logamnya lalu
dibandingkan dengan konsentrasi logam awal
sebelum perlakuan atau sebelum direaksikan
dengan ekstrak.
Larutan standar logam dengan konsentrasi
5000 ppm dibuat sebanyak 25 mL dalam labu
Erlenmeyer. Larutan standar ini kemudian
direaksikan dengan 1% ekstrak daun pare atau
arang aktif sebagai kontrol positif selama 15
menit kemudian setelah 15 menit larutan disaring. Hasil saringan selanjutnya
dilakukan pengenceran 100x. Nilai absorban
larutan diukur menggunakan AAS setelah itu
kadar logam dihitung menggunakan
persamaan yang diperoleh dari kurva standar
logam. Persamaan kurva standar yang
diperoleh, yaitu Y=AX+B (Y adalah
absorbansi dan X adalah konsentrasi), dari
persamaan ini maka dapat dihitung besar
konsentrasi logam. Kemudian dapat
dibandingkan ekstrak mana yang paling efektif dalam menjerap logam setelah
direaksikan selama 15 menit.
7
Uji Tegangan Permukaan (Daya
Emulsifikasi)
Tegangan permukaan zat cair adalah
kecenderungan permukaan zat cair untuk
menegang, sehingga permukaannya seperti
ditutupi oleh suatu lapisan elastis. Lapisan
inilah yang disebut tegangan permukaan. Uji
tegangan permukaan pada penelitian ini
diukur dengan menggunakan alat Laboratory
stand (Gambar 3). Pertama diukur panjang
kaca dengan menggunakan jangka sorong dan tebal kaca diukur menggunakan mikrometer
sekrup. Ekstrak ditimbang sebanyak 0.1 gram
lalu dilarutkan dalam 100 mL akuades.
Larutan ekstrak yang telah dibuat tadi diukur
tegangan permukaannya dengan Laboratory
stand. Gelas piala yang berisi larutan ekstrak
perlahan-lahan dinaikkan sampai kaca yang
tergantung pada alat tercelup seluruhnya
dalam larutan ekstrak, kemudian secara
perlahan gelas piala ditarik ke arah bawah dan
dibaca perubahan skalanya. Setiap 1 mm simpangan jarum setara dengan massa 0.1
gram. Pengujian ini dilakukan sebanyak tiga
kali ulangan. Setelah itu, dilakukan pemekatan
larutan ekstrak dengan penambahan ekstrak
0.1 gram lalu diukur kembali tegangan
permukaannya sampai konsentrasi menjadi
1%.
Besar tegangan permukaan dihitung
dengan menggunakan rumus :
dengan, = tegangan permukaan (N/m) F = gaya (Newton)
p = panjang kaca
t = lebar kaca
Gambar 3 Alat pengukur tegangan permukaan
Penentuan Aktivitas Antibakteri Metode
Dilusi (Pengenceran) Menggunakan
Microplate (Batubara et al. 2009)
Bakteri yang digunakan dalam penelitian
ini, yaitu Staphylococcus epidermidis. Isolat
bakteri ini diperoleh dari laboratorium
Mikrobiologi Universitas Indonesia. Bakteri
yang digunakan sebelumnya dilakukan tahap
persiapan, sebelum diuji bakteri dari media
padat di kultur kedalam media TSB selama 18
jam. Metode yang digunakan yaitu metode dilusi menggunakan microplate. Microplate
ini memiliki 96 sumur yang terdiri dari 12
kolom dan 8 baris. Kolom 1 dan 2 berisi
media bakteri yang diberi ekstrak air, kolom 3
dan 4 media yang diberi ekstrak etanol, kolom
5 dan 6 media yang diberi ekstrak metanol,
kolom 7 dan 8 media yang diberi ekstrak n-
heksana, kolom 9 dan 10 adalah kontrol
positif, yaitu DMSO 20% dan terakhir kolom
11 dan 12 adalah kontrol negatif, yaitu
kloramfenikol. Baris pertama berisi 160 µL DMSO 20%, 40 µl ekstrak dengan konsentrasi
10.000 ppm sehingga konsentrasinya menjadi
2000 ppm. Baris kedua samapi kedelapan
hanya dimasukkan 100 µL DMSO 20%.
Kemudian dilakukan pengenceran ½ kali
dengan cara diambil 100 µL sampel dari
kolom pertama lalu dicampur ke kolom kedua
sehingga konsentrasinya menjadi 1000 ppm.
Begitu seterusnya sampai kolom ke delapan
hingga konsentrasinya akhir 15.63 ppm.
Setelah itu semua sumur ditambahkan 100 µL media NB steril dan 10 µL inokulum bakteri.
Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C.
Konsentrasi ekstrak yang tidak
menunjukkan pertumbuhan bakteri (bening)
secara visual dideskripsikan sebagai
konsentrasi hambat minimum (KHM).
Sebanyak 100 µL dari media yang tidak
menunjukkan pertumbuhan bakteri
diinokulasikan pada 100 µL media baru,
kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37 °C. Konsentrasi yang tidak menunjukkan
pertumbuhan bakteri setelah inokulasi kedua dideskripsikan sebagai konsentrasi bunuh
minimum (KBM).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstrak Daun Pare
Pengujian kadar air daun dan kadar air simplisia dilakukan sebelum proses ekstraksi.
Hasil pengujian kadar air memberi informasi
bahwa kadar air daun pare sebesar 64.77%
dan kadar air simplisia daun pare sebesar
9.74%. Menurut BPOM (2004), menyatakan
bahwa kadar air simplisia yang baik sebagai
8
bahan herbal adalah ≤ 10%. Artinya, simplisia
daun pare dengan kadar air 9.74% layak
digunakan sebagai bahan herbal dan
memenuhi syarat untuk dilakukan pengujian
selanjutnya. Bahan herbal yang memiliki
kadar air lebih dari 10% juga tidak baik
digunakan karena hasil ekstrak yang diperoleh
akan banyak mengandung air daripada
kandungan metabolit sekunder yang
diinginkan.
Pengujian selanjutnya dimulai dengan melakukan ekstraksi terhadap simplisia daun
pare. Simplisia pare yang diperoleh diekstrak
menggunakan empat pelarut, yaitu air, etanol,
metanol, dan heksana. Metode yang
digunakan dalam ekstraksi adalah metode
maserasi (perendaman). Keempat ekstrak
yang diperoleh selanjutnya dihitung nilai
rendemennya. Hasil perhitungan nilai
rendemen dapat dilihat pada Tabel 1. Ekstrak
air memiliki rendemen sebesar 16.48%,
ekstrak etanol sebesar 27.95%, ekstrak metanol 15.14%, dan ekstrak n-heksana
sebesar 13.28%. Pengukuran rendemen ini
menunjukkan bahwa ekstrak etanol memiliki
rendemen paling besar, yaitu 27.95%. Hasil
uji ini menunjukkan bahwa pelarut etanol
yang tergolong dalam pelarut semi polar
paling baik dalam mengekstrak kandungan
metabolit sekunder yang ada pada daun pare.
Tabel 1 Hasil pengukuran rendemen
Ekstrak Total rendemen
Air 16.48 %
Etanol 27.95 %
Metanol 15.14 %
n-Heksana 13.28 %
Komponen Fitokimia Ekstrak Daun Pare
Uji fitokimia juga dilakukan terhadap
simplisia daun pare, ekstrak air, etanol,
metanol, dan n-heksana. Hasil Uji Fitokimia
dapat dilihat pada Tabel 2. Uji ini dilakukan
untuk mengetahui kandungan senyawa
metabolit sekunder yang terdapat di dalam simplisia dan ekstrak daun pare. Senyawa-
senyawa yang diidentifikasi yaitu senyawa
fenolik, flavonoid, alkaloid, tanin, saponin,
triterpenoid, steroid, dan glikosida.
Hasil uji fitokimia menunjukkan simplisia
daun pare dan semua ekstrak daun pare tidak
mengandung senyawa fenolik. Uji flavonoid
memberikan hasil positif, artinya daun pare
mengandung senyawa flavonoid, begitu juga
dengan uji alkaloid yang juga memberikan
hasil positif pada simplisia daun pare dan semua ekstrak daun pare. Berbeda dengan uji
tanin, simplisia dan semua ekstrak daun pare
menunjukkan hasil negatif, sedangkan untuk
uji saponin, ternyata hanya simplisia, ekstrak
air, dan ekstrak etanol yang mengandung
saponin.
Saponin dalam daun pare ini yang diduga
berpotensi sebagai salah satu bahan aktif
pembersih wajah. Artinya ekstrak yang
berpotensi untuk dikembangkan sebagai
bahan aktif pembersih adalah ekstrak air dan
etanol daun pare karena kedua ekstrak ini
memberikan hasil positif pada uji saponin. Uji triterpenoid dan glikosida menunjukkan
simplisia dan semua ekstrak daun pare
memberikan hasil positif. Berbanding terbalik
dengan uji saponin, uji steroid menunjukkan
hasil negatif pada ekstrak air dan etanol. Hasil
positif untuk uji steroid ditunjukkan oleh
ekstrak metanol dan n-heksana.
Ekstrak daun pare yang mengandung
saponin adalah ekstrak air dan ekstrak etanol.
Saponin dalam ekstrak daun pare ini yang
diduga berpotensi sebagai salah satu bahan aktif kosmetik pembersih wajah. Dalam
penelitian ini diharapkan ekstrak daun pare
yang mengandung saponin dapat
mengadsorpsi logam, menurunkan tegangan
permukaan, dan sebagai antibakteri.
Saponin membentuk larutan koloidal
dalam air dan membentuk busa yang mantap
jika dikocok dan tidak hilang dengan
penambahan asam (Harborne 1996). Diberi
nama saponin karena sifatnya menyerupai
sabun (sapo berarti sabun). Saponin diklasifikasikan berdasarkan sifat kimianya
menjadi dua yaitu saponin steroid dan saponin
triterpenoid. Saponin steroid tersusun atas inti
steroid (C27) dengan molekul karbohidrat.
Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan satu
aglikon yang dikenal sebagai sapogenin. Tipe
saponin ini memiliki efek antijamur. Saponin
triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid
dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis
menghasilkan suatu aglikon yang disebut
sapogenin yang merupakan suatu senyawa
yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan (Adam 1995).
Menurut Prihatman (2001) dilaporkan juga
bahwa senyawa saponin memiliki aktivitas
antibakteri. Penurunan tegangan permukaan
disebabkan karena adanya senyawa sabun yang dapat
mengacaukan ikatan hidrogen pada air.
Senyawa sabun ini biasanya memiliki dua
bagian yang tidak sama sifat kepolarannya.
Maka dalam penelitian ini akan diuji
kemampuan saponin dari ekstrak daun pare
dalam menurunkan tegangan permukaan, aktivitas antibakterinya, dan kemampuan
menjerap logam Hg, Pb, dan Cu.
9
Tabel 2 Hasil pengujian fitokimia simplisia dan ekstrak daun pare
Uji Simplisia Ekstrak
air etanol Metanol n-heksana
Fenolik - - - - - Flavonoid + + + + +
Alkaloid + + + + +
Tanin - - - - -
Saponin + + + - -
Triterpenoid + + + + +
Steroid + - - + +
Glikosida + + + + +
Keterangan : + = hasil uji positif - = hasil uji negatif
Kadar Logam Simplisia Daun Pare
Uji kandungan logam juga dilakukan
terhadap simplisia daun pare. Tujuannya untuk melihat apakah sampel daun pare yang
digunakan dalam penelitian ini mengandung
logam berat atau tidak. Namun hasil yang
didapat ternyata daun pare yang digunakan
mengandung logam Pb sebesar 0.45 ppm dan
logam Cu sebesar 0.62 ppm sedangkan logam
Hg tidak terdeteksi. Hasil ini setara dengan
kadar logam Pb sebesar 4.5% dan kadar
logam Cu sebesar 6.2%. Hasil pengukuran
kadar logam dapat dilihat pada Tabel 3.
Logam Pb yang terdapat dalam sampel
daun pare diperkirakan berasal dari polusi udara seperti asap kendaraan bermotor dan
asap pabrik (Darmono 2001). Fardiaz (1995)
juga menyatakan bahwa semua bahan pangan
alami mengandung timbal dalam konsentrasi
kecil dengan kadar maksimal sebesar 0.72
ppm. Jika dalam darah kadar Pb melebihi 0.72
ppm maka dapat mengakibatkan keracunan
akut yang cukup berbahaya.
Logam Cu yang terdapat dalam sampel
daun pare diperkirakan berasal dari pemakaian
pestisida (Fardiaz 1995). Menurut survey yang dilakukan, daun pare yang digunakan
dalam penelitian ini mengalami penyemprotan
hama dua hari sebelum dipetik. Menurut Saeni
(1995), logam Cu merupakan unsur renik
esensial untuk semua tanaman dan hewan
termasuk manusia. Oleh karena itu, logam Cu
harus selalu ada pada makanan. Batas ambang
logam Cu untuk perikanan dan peternakan
adalah sebesar 0.02 ppm dan untuk pertanian
adalah sebesar 0.2 ppm. Pada konsentrasi
yang lebih tinggi Cu akan toksik, terutama
untuk bakteri, ganggang, dan jamur. Kadar Cu yang terdeteksi pada tanaman pare yang
digunakan dalam penelitian ini sudah melebihi
ambang batas maksimum, yaitu sebesar 0.62
ppm. Namun, kadar yang dapat menyebabkan
keracunan dalam tubuh adalah sebesar 20
ppm.
Hasil uji kadar logam ini menunjukkan
bahwa tingkat polusi udara saat ini sudah
sangat tinggi. Padahal sampel daun pare yang
diambil berasal dari daerah yang cukup jauh dari perkotaan, yaitu di desa Ciherang-Bogor.
Disekitar daerah ini masih jarang pemukiman
penduduk dan masih banyak terdapat areal
pesawahan. Logam berat sampai pada daerah
ini mungkin juga karena hembusan angin
(Saeni 1997).
Tabel 3 Hasil pengukuran uji logam simplisia
daun pare menggunakan AAS
Standar Logam Konsentrasi Logam
Pb 0.45 ppm Hg Tidak terdeteksi
Cu 0.62 ppm
Hasil Uji Adsorpsi
Uji adsorpsi (penjerapan) dilakukan
menggunakan tiga logam standar, yaitu logam
Hg, Pb, dan Cu. Alasan digunakannya ketiga
logam ini karena logam inilah yang paling
banyak terdapat di udara yang terpapar oleh
polusi (Darmono 2001). Penelitian ini
dilakukan untuk menguji ekstrak daun pare
sebagai bahan aktif kosmetik pembersih wajah
yang diharapkan mampu mengadsorpsi logam-logam tersebut.
Gambar 4 menunjukkan bahwa semua
ekstrak daun pare mampu mengadsorpsi
logam merkuri (Hg). Konsentrasi awal logam
Hg sebelum penambahan arang aktif dan
ekstrak daun pare, yaitu sebesar 5436.00 ppm.
Penambahan 1% arang aktif menyebabkan
konsentrasi logam Hg berkurang menjadi
3956.80 ppm, penambahan 1% ekstrak air
menurunkan konsentrasi logam Hg menjadi
5096.93 ppm, penambahan 1% ekstrak etanol
menurunkan konsentrasi logam Hg menjadi 3782.22 ppm, penambahan 1% ekstrak
metanol menurunkan konsentrasi logam Hg
menjadi 4845.14 ppm, dan penambahan 1%
ekstrak n-heksana menurunkan konsentrasi
logam Hg menjadi 3960.27 ppm.
10
Gambar 4 Hasil pengujian penjerapan logam
Hg. aw (awal), aa (arang aktif), ea
(ekstrak air), ee (ekstrak etanol), em (ekstrak metanol), eh (ekstrak
n-heksana)
Hasil uji adsorpsi terhadap logam Hg
menunjukkan bahwa 1% arang aktif mampu
mengadsorpsi 27.21% logam Hg, 1% ekstrak
air daun pare mengadsorpsi 6.24% logam Hg,
1% ekstrak etanol daun pare mengadsorpsi
30.43% logam Hg, 1% ekstrak metanol daun
pare mengadsorpsi 10.22% logam Hg, dan 1%
ektrak n-heksana mengadsorpsi 27.15% logam
Hg. Hasil ini memberi informasi bahwa ekstrak etanol daun pare merupakan ekstrak
terbaik untuk mengadsorpsi logam Hg dengan
hasil penjerapan sebesar 30.43%.
Pengujian untuk logam Pb pada Gambar 5
menunjukkan bahwa semua ekstrak daun pare
mampu mengadsorpsi logam timbal (Pb).
Konsentrasi awal logam Pb sebelum
penambahan arang aktif dan ekstrak daun
pare, yaitu sebesar 1544.41 ppm. Penambahan
1% arang aktif menyebabkan konsentrasi
logam Pb berkurang menjadi 909.69 ppm, penambahan 1% ekstrak air menurunkan
konsentrasi logam Pb menjadi 956.23 ppm,
penambahan 1% ekstrak etanol menurunkan
konsentrasi logam Pb menjadi 791.05 ppm,
penambahan 1% ekstrak metanol menurunkan
konsentrasi logam Pb menjadi 1007.05 ppm,
dan penambahan 1% ekstrak n-heksana
menurunkan konsentrasi logam Pb menjadi
1167.94 ppm. Artinya, sebanyak 1% arang
aktif mampu mengadsorpsi 41.09% logam Pb,
sebanyak 1% ekstrak air daun pare
mengadsorpsi 38.08% logam Pb, 1% ekstrak etanol daun pare mengadsorpsi 49.78% logam
Pb, 1% ekstrak metanol daun pare
mengadsorpsi 34.74% logam Pb, dan 1%
ekstrak n-heksana dan pare mengadsorpsi
24.38% logam Pb. Hasil ini memberi
informasi bahwa ekstrak etanol daun pare
merupakan ekstrak terbaik untuk
mengadsorpsi logam Pb.
Gambar 5 Hasil pengujian penjerapan logam
Pb. aw (awal), aa (arang aktif), ea
(ekstrak air), ee (ekstrak etanol), em (ekstrak metanol), eh (ekstrak
n-heksana)
Menurut Saeni (1997), menyatakan bahwa
partikel Pb yang menempel pada permukaan
daun yang berbulu, tujuh kali lebih besar
daripada permukaan daun yang licin. Menurut
Nunun (2009), daun pare tergolong daun yang
permukaannya berbulu, sehingga penjerapan
daun pare terhadap logam Pb lebih tinggi
dibandingkan dengan logam Hg. Selain itu,
penelitian yang dilakukan selama ini lebih banyak membandingkan tentang penjerapan
logam akibat tingginya polusi udara dengan
indikator air, rambut, dan beberapa tanaman
yang memang mempunyai kemampuan dalam
menjerap logam. Beberapa contoh tanaman
yang biasa dijadikan sebagai indikator, yaitu
eceng gondok, kangkung, dan bayam (Saeni
1997). Sampai saat ini belum banyak
penelitian yang dilakukan tentang penjerapan
logam dengan perbandingan pelarut yang
digunakan. Uji adsorpsi logam tembaga (Cu)
memberikan hasil yang berbeda dibandingkan
dengan uji adsorpsi logam Hg dan Pb
(Gambar 6).
Gambar 6 Hasil pengujian penjerapan logam
Cu. aw (awal), aa (arang aktif), ea
(ekstrak air), ee (ekstrak etanol),
em (ekstrak metanol), eh (ekstrak
n-heksana)
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
aw aa ea ee em eh
[logam
] (p
pm
)
0
500
1000
1500
2000
aw aa ea ee em eh
[log
am]
(pp
m)
0
2000
4000
6000
8000
aw aa ea ee em eh
[logam
] (
pp
m)
11
Konsentrasi awal logam Cu sebelum
penambahan arang aktif dan ekstrak daun
pare, yaitu sebesar 4759.05 ppm. Penambahan
1% arang aktif menyebabkan konsentrasi
logam Cu berkurang menjadi 4592.91 ppm,
penambahan 1% ekstrak air justru menambah
konsentrasi logam Cu menjadi 5742.86 ppm,
penambahan 1% ekstrak etanol juga
menaikkan konsentrasi logam Cu menjadi
4766.52 ppm, penambahan 1% ekstrak
metanol juga menaikkan konsentrasi logam Cu menjadi 5778.32 ppm, dan penambahan
1% ekstrak n-heksana yang dapat
menurunkan konsentrasi logam Cu menjadi
4512.63 ppm. Artinya, sebanyak 1% arang
aktif mampu mengadsorpsi 3.49% logam Cu,
sebanyak 1% ekstrak n-heksana daun pare
mampu mengadsorpsi 5.18% logam Cu,
sedangkan ekstrak air daun pare, ekstrak
etanol daun pare, dan ekstrak metanol daun
pare tidak dapat mengadsorpsi logam Cu.
Gambar 6 menunjukkan ketiga ekstrak justru menambah konsentrasi logam Cu. Ekstrak air
daun pare sebanyak 1% menambah
konsentrasi logam Cu sebesar 21.42%, 1%
ekstrak etanol daun pare menambah
konsentrasi logam Cu sebesar 0.16%, dan 1%
ekstrak metanol menaikkan konsentrasi logam
Cu sebesar 21.42%.
Hasil ini memberi gambaran bahwa hanya
ekstrak n-heksana daun pare yang mampu
mengadsorpsi logam Cu, yaitu penjerapannya
sebesar 5.18%. Peningkatan jumlah logam Cu pada pengujian penjerapan logam terhadap
ekstrak air, ekstrak etanol, dan ekstrak
metanol ini dapat terjadi karena dari hasil
pengujian kandungan logam terhadap
simplisia daun pare sebelumnya, simplisia
daun pare yang digunakan sudah mengandung
logam Cu sebesar 0.62 ppm atau 6.2 %. Hal
ini yang mungkin menyebabkan terjadinya
penambahan kandungan logam Cu saat
pengujian penjerapan logam. Ekstrak daun
pare yang seharusnya mengadsorpsi logam Cu
tetapi karena simplisia sudah mengandung logam sehingga malah menambah konsentrasi
logam Cu itu sendiri.
Uji Tegangan Permukaan (Daya
Emulsifikasi)
Daya emulsifikasi dalam penelitian ini
diukur melalui uji tegangan permukaan. Uji
tegangan permukaan dilakukan untuk melihat
potensi ekstrak dalam membantu menurunkan
tegangan permukaan sehingga memperluas
permukaan cairan. Dalam kehidupan sehari-
hari menurunkan tegangan permukaan
digunakan dalam membersihakan kotoran di
pakaian, karena dengan turunnya tegangan
permukaan maka air/fluida/ekstrak dapat
masuk lebih dalam dan membersihkan
kotoran. Berikut adalah grafik yang
menunjukkan tegangan permukaan ekstrak air,
ekstrak etanol, dan ekstrak metanol. Ekstrak
n-heksan tidak dilakukan pengujian karena
ekstrak tersebut tidak dapat larut dalam air
sehingga tidak dapat diukur besar tegangan
permukaannya.
Gambar 7 menunjukkan bahwa ekstrak air adalah ekstrak yang paling stabil dalam
menurunkan tegangan permukaan. Ekstrak
etanol hanya mampu menurunkan tegangan
permukaan sampai konsentrasi 0.2%. Pada
pemekatan selanjutnya ekstrak ini justru
menaikkan tegangan permukaan. Berbeda
dengan ekstrak metanol yang memang sama
sekali tidak dapat menurunkan tegangan
permukaan saat dilakukan pengujian. Hasil ini
memberi informasi bahwa ekstrak air adalah
ekstrak yang paling efektif dalam menurunkan tegangan permukaan.
Informasi yang dapat diperoleh dari
Gambar 7, memiliki kaitan dengan uji
fitokimia yang telah dilakukan sebelumnya.
Uji fitokimia pada Tabel 2 menunjukkan
bahwa hanya ekstrak air dan etanol yang
memberikan hasil positif terhadap uji saponin.
Artinya, ekstrak air dan etanol daun pare
mengandung senyawa saponin.
Menurut Adam (1995) menyatakan bahwa
saponin memiliki molekul yang dapat menarik air atau hidrofilik dan molekul yang dapat
melarutkan lemak atau lipofilik sehingga
dapat menurunkan tegangan permukaan sel
yang akhirnya menyebabkan kehancuran
kuman. Saponin ini bekerja sebagai surfaktan,
yang membuat air mudah masuk ke dalam
pori-pori dan dapat mengikat kotoran dengan
cara menurunkan tegangan permukaan.
Gambar 7 Hasil uji tegangan permukaan
0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12
0,14
0 0,5 1 tegan
gan
per
mukaa
n (N
/m)
konsentrasi (%)
ekstrak air ekstrak etanol ekstrak metanol
12
Saponin memiliki sifat seperti sabun.
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan
yang terbuat dari minyak atau lemak alami.
Surfaktan mempunyai struktur bipolar. Bagian
kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor
bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun
mampu mengangkat kotoran (biasanya
lemak). Selain itu, pada larutan, surfaktan
akan menggerombol membentuk misel setelah
melewati konsentrasi tertentu yang disebut
Konsentrasi Kritik Misel (KKM) (Lehninger 1982). Saponin dalam ekstrak air dan etanol
daun pare ini diharapkan mampu mengikat
kotoran yang ada pada wajah dengan
menurunkan tegangan permukaan sehingga
mampu masuk ke pori-pori wajah dan
membentuk misel untuk mengangkat kotoran-
kotoran yang ada pada wajah.
Berdasarkan Tabel 2 juga menunjukkan
bahwa ekstrak metanol dan ekstrak n-heksan
daun pare tidak mengandung saponin. Hal ini
terbukti dengan pengujian emulsifikasi ini, bahwa saat uji tegangan permukaan ekstrak
metanol tidak dapat menurunkan tegangan
permukaan dan ekstrak n-heksana bahkan
tidak dapat diukur tegangan permukaannya.
Uji Aktivitas Antibakteri
Uji ini dilakukan untuk melihat
kemampuan daya hambat bakteri ekstrak daun
pare sebagai salah satu bahan aktif kosmetik
pembersih wajah. Ekstrak daun pare sebagai
bahan aktif kosmetik pembersih wajah diharapkan mampu menghambat pertumbuhan
bakteri, terutama bakteri penyebab timbulnya
jerawat akibat wajah yang terpapar oleh
polusi, kotoran, dan pemakaian kosmetik yang
salah.
Menurut Prihatman (2001), dilaporkan
bahwa daun pare mengandung saponin dan
memiliki aktivitas antibakteri. Dalam
penelitian ini, bakteri yang digunakan adalah
bakteri Staphylococcus epidermidis. Bakteri S.
epidermidis ini merupakan salah satu bakteri
paling banyak penyebab jerawat setelah bakteri Propionibacterium acnes (Anggraini
2010). Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode dilusi
(pengenceran) menggunakan microplate.
Metode dilusi diukur secara visual dengan
melihat timbulnya kekeruhan yang
menunjukkan daya hambat ekstrak terhadap
bakteri uji. Alasan pemilihan metode ini
adalah lebih menghemat sampel karena
pengujian dilakukan dalam jumlah mikro dan
dari segi pengerjaan lebih efisien karena menggunakan microplate (Gambar 8).
Gambar 8 Uji antibakteri. 1) ekstrak air, 2)
ekstrak etanol, 3) ekstrak
metanol, 4) ekstrak n-heksana,
k(+) kontrol positif (DMSO
20%), k(-) kontrol negatif
(kloramfenikol), A) konsentrasi
2000 ppm, B) konsentrasi 1000
ppm, C) konsentrasi 500 ppm, D) konsentrasi 250 ppm, E)
konsentrasi 125 ppm, F)
konsentrasi 62.5 ppm, G)
konsentrasi 31.25 ppm, H)
konsentrasi 15.63 ppm.
Hasil pengujian ini dilihat berdasarkan
nilai KHM (Kadar Hambat Minimal) dan
KBM (Kadar Bunuh Minimal). Nilai KHM
menunjukkan konsentrasi minimal daya
hambat ekstrak terhadap bakteri uji. Nilai KBM menunjukkan konsentrasi minimal daya
bunuh ekstrak terhadap bakteri uji.
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa
ekstrak air dan ekstrak etanol daun pare
memiliki nilai KHM sebesar 62.5 ppm. Hal ini
berarti pada konsentrasi 62.5 ppm ekstrak air
dan etanol daun pare mampu menghambat
pertumbuhan bakteri S.epidermidis. Ekstrak
metanol dan ekstrak n-heksana daun pare
memiliki nilai KHM sebesar 250 ppm.
Artinya, ekstrak metanol dan n-heksana daun
pare mampu menghambat pertumbuhan bakteri S.epidermidis pada konsentrasi 250
ppm.
Nilai KBM juga dapat dilihat pada Tabel
4. Ekstrak etanol dan metanol daun pare
memiliki nilai KBM sebesar 2000 ppm. Nilai
ini menunjukkan ekstrak etanol dan metanol
daun pare mampu membunuh bakteri
S.epidermidis pada konsentrasi tertinggi yang
dilakukan, yaitu 2000 ppm. Hasil tersebut
memberi informasi bahwa ekstrak etanol
adalah ekstrak terbaik sebagai antibakteri. Pada konsentrasi 62.5 ppm saja ekstrak etanol
daun pare telah mampu menghambat
pertumbuhan bakteri S.epidermidis dan
mampu membunuh pada konsentrasi 2000
ppm.
1 2 3 4 k(+ ) k(-) A B
C D E F G H
13
Tabel 4 Uji aktvitas antibakteri ekstrak pare terhadap bakteri S.epidermidis
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah
dilakukan terhadap ekstrak daun pare dengan
menggunakan empat pelarut, yaitu air, etanol,
metanol, dan n-heksan, memberi informasi
bahwa ekstrak etanol daun pare memiliki
kemampuan terbaik dalam megadsorpsi logam
Pb dan Hg, namun hanya ekstrak n-heksana
daun pare yang mampu mengadsorpsi logam
Cu. Uji emulsifikasi menunjukkan ekstrak air daun pare paling efektif untuk menurunkan
tegangan permukaan, dan untuk uji antibakteri
ekstrak etanol daun pare paling efektif
menghambat pertumbuhan bakteri S.
epidermidis.
Saran
Perlu dilakukan uji aktivitas antibakteri
ekstrak daun pare dengan menggunakan
bakteri Propionibacterium acne karena
bakteri ini adalah bakteri spesifik penyebab jerawat. Untuk penelitian selanjutnya perlu
diambil sampel daun pare yang tidak
mengandung logam berat. Ekstrak etanol
berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA Adam S. 1995. Dasar-Dasar Mikrobiologi
dan Mikrobiologi untuk Perawat.
Jakarta : Kedokteran EGC.
Adi LT, Sugiarto A, Astutiningsih, editor.
2008. Tanaman Obat dan Jus untuk
Mengatasi Penyakit Jantung,
Hipertensi, Kolesterol, dan Stroke.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Anggraini TA. 2010. Uji aktivitas antibakteri
senyawa alfa mangostin hasil isolasi
kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) terhadap
Staphylococcus epidermidis [skripsi].
Surakarta: Fakultas Farmasi,
Universitas Muhammadiyah.
AOAC.1984. Official Methods of Analysis.
Virginia: Association of Official
Analytical Chemistry.
Atkins PW. 1997. Kimia Fisika Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Bassett J, Denney RC, Jeffery GH, Mendham
J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik.
Pudjaatmaka AH, Setiono L,
penerjemah. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC. Terjemahan dari: Vogel’s
Textbook of Quantitative Inorganic
Analysis Including Elementary
Instrumental Analysis.
Batubara I, Mitsunaga T, Ohasi H. 2009.
Screening antiacne potency of
Indonesian medical plants : antibacterial, lipase inhibition, and
antioxidant activities. J Wood Sci
55:230-235.
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia. 2004.
Ekstrak Tumbuhan Indonesia Vol. 2.
Jakarta: BPOM RI.
[BPOM RI]. 2009. Public Warning/
Peringatan.
http://www.laurent.co.id/doc/Binder1.p
df [19Januari 2012].
Damin S. 2006. Pengantar Kimia Kedokteran.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Daniel SW. 2005. Anatomi Tubuh Manusia.
Jakarta : Grasindo.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan
Pencemaran, Hubungaannya dengan
Senyawa Logam. Jakarta : UI Press.
Dwidjoseputro. 1990. Dasar-Dasar
Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Fardiaz. 1995. Polusi Air dan Udara.
Yogyakarta : Kanisius.
Nilai penghambatan Ekstrak
Air Etanol Metanol n-Heksan
KHM (Konsentrasi Hambat
Minimum) (ppm) 62.5 62.5 250 250
KBM (Konsentrasi Bunuh Minimum)
(ppm) - 2000 2000 -
14
Fradiaz F. 1987. Mikrobiologi Pangan Jilid I.
Bogor : PAU.
Ginting. 2006. Penambahan Bahan Pengikat
pada Nugget Itik Serati. Jurnal
Agribisnis Peternakan 20 (1) : 6-10.
Gunandjar. 1985. Kuliah Spektrofotometri
Serapan Atom. Yogyakarta : Batan.
Harborne JB. 1996. Meotde Fitokimia :
Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Padmawinata K, Sudiro I,
penerjemah. Bandung : ITB. Terjemahan dari : Phytochemical
Method.
Hermawan A, Hana W, Wiwiek T. 2007.
Pengaruh ekstrak daun sirih (Piper
betle L.) terhadap pertumbuhan
Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli dengan metode difusi
disk [artikel ilmiah]. Universitas
Erlangga.
James PO, Hilary H. 2001. Staphylococcus
epidermidis biofilms : importance and implications. J Med Microbiol 50 :
582-587.
Kusumaningjati. 2009. Potensi antibakteri
kitosan sebagai pengawet tahu
[skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Kuswoyo NP. 2009. Formulasi tablet hisap
ekstrak daun pare (Momordica
charantia L) secara granulasi basah
dengan variasi konsentrasi PVP sebagai bahan pengikat [skripsi].
Surakarta: Fakultas Farmasi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Lachman. 1994. Teori dan Praktek Ilmu
Farmasi Industri Edisi III. Depok : UI
Press.
Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia
Jilid II. Maggy Thenawidjaja,
penerjemah. Jakarta: Erlangga.
Terjemahan dari: Principles of
Biochemistry.
Meilita TS, Tuti SS. 2010. Arang aktif
(pengenalan dan proses
pembuatannya). [makalah ilmiah].
Sumatera Utara : Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara.
Noor AK. 2008. Tinjauan keseimbangan
adsorpsi tembaga dalam limbah
pencuci PCB dengan zeolit [artikel
ilmiah]. Yogyakarta : Seminar
Nasional IV SDM teknologi Nuklir.
Nunun PK. 2009. Formulasi tablet hisap
ekstrak daun pare (Momorcica
charantia L) [skripsi]. Surakarta :
Fakultas Farmasi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Pratiwi I. 2009. Uji antibakteri ekstrak kasar
daun Acalypha indica terhadap bakteri
Salmonella choleraesuis dan
Salmonella typhimurium [skripsi]. Surakarta: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri Surakarta.
Prihatman K. 2001. Saponin untuk pembasmi
hama udang. [artikel ilmiah].
Bandung: Pusat Penelitian Perkebunan
Gambung.
Retno IT, Fatma L. 2007. Buku Pegangan
Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Robby C. 2009. Uji toksisitas akut ekstrak etanol buah pare (Momordica
charantia) terhadap Artemia salina
Leach dengan metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT) [skripsi].
Semarang : Fakultas Kedokteran,
Universitas Diponegoro.
Ryan H. 2008. Pembuatan arang aktif dan
penggunaannya [skripsi]. Jakarta:
Fakultas Teknik, Universitas
Indonesia.
Saeni MS. 1997. Penentuan tingkat pencemaran logam berat dengan
analisis rambut [artikel ilmiah].
Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Santoso W. 1996. Usaha Tani : Tanaman
Pare. Jakarta : Isntalasi Penelitian dan
Pengkajian Teknologi Pertanian.
Schunack. 1990. Senyawa Obat, Buku
Pelajaran Kimia Farmasi. Edisi kedua.
Joke R. Wattimena dan Sriwoelan
Soebito [penerjemah]. Yogyakarta : GMU-Press.
Suardana. 2008. Optimalisasi daya adsorpsi
zeolit terhadap ion kromium (III).
JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha
2(1):17-33.
15
Subahar TSS. 2004. Khasiat dan Manfaat
Pare Si Pahit Pembasmi Penyakit.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Sumardjo D, Hanif A, Manurung J,
Simanjuntak J, editor. 2008. Pengantar
Kimia: Buku Panduan Kuliah
Mahasiswa Kedokteran dan Program
Strata1 Fakultas Bioeksata. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Todar K. 2007. The Control of Microbial
Growth. Winconsin: University of Winconsin.
Tranggono RI, Latifah F, Djajadisastra J,
editor. 2007. Buku Pegangan Ilmu
Pengetahuan Kosmetik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Vega D. 2011. Efektivitas madu dan sari buah
mengkudu (Morinda citrifolia) sebagai
antibakteri terhadap Eschericia coli
pada karkas ayam [artikel ilmiah].
Surabaya : Fakultas Kedokteran
Hewan, Universitas Airlangga.
Wardani. 2010. Analisis pengaruh
ketidakpuasan konsumen, kebutuhan
mencari variasi produk, harga produk,
dan iklan produk pesaing terhadap
keputusan perpindahan merk dari
sabun pembersih wajah Biore.
[skripsi]. Semarang : Fakultas
Ekonomi, Universitas Diponegoro.
16
LAMPIRAN
17
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Pembuatan simplisia daun pare
Penentuan kadar
air simplisia dan
daun pare
Uji logam simplisia
dengan AAS
Ekstraksi simplisia daun pare
dengan pelarut akuades,
etanol, metanol, dan heksana
Penentuan aktivitas
antibakteri ekstrak air,
etanol, metanol, dan
heksana
Uji daya adsorpsi Uji tegangan
permukaan
Uji Fitokimia
18
Lampiran 2 Hasil pengukuran kadar air
Sampel Ulangan Kadar air Rerata
Air
1
2
3
65.36 %
64.90 %
64.04 %
64.77 %
Simplisia
1
2
3
11.76 %
11 %
6.47 %
9.74 %
Lampiran 3 Hasil pengukuran uji tegangan permukaan
Konsentrasi Ekstrak Simpangan (mm)
Ekstrak air Ekstrak etanol Ekstrak metanol
Blanko 0.7 0.6 0.4
0.1 % 0.6 0.5 0.4
0.2 % 0.6 0.5 0.4
0.3 % 0.6 0.5 0.4
0.4 % 0.6 0.6 0.4
0.5 % 0.6 0.6 0.4 0.6 % 0.6 0.6 0.4
0.7 % 0.6 0.6 0.4
0.8 % 0.6 0.6 0.4
0.9 % 0.6 0.6 0.4
1 % 0.6 0.6 0.4
Konsentrasi Ekstrak Tegangan permukaan ( )
Ekstrak air Ekstrak etanol Ekstrak metanol
Blanko 0.1285 0.1285 0.0753
0.1 % 0.1101 0.0935 0.0753
0.2 % 0.1101 0.0935 0.0753
0.3 % 0.1101 0.0935 0.0753
0.4 % 0.1101 0.1122 0.0753
0.5 % 0.1101 0.1122 0.0753
0.6 % 0.1101 0.1122 0.0753
0.7 % 0.1101 0.1122 0.0753
0.8 % 0.1101 0.1122 0.0753
0.9 % 0.1101 0.1122 0.0753 1 % 0.1101 0.1122 0.0753
Contoh perhitungan :
Blanko : simpangan = 1.7 -1 = 0.7 mm setara dengan 0.7 gram
m = 0.7 gram = 7 x 10-4
kg
F = m x g
= 7 x 10-4
kg x 9.8
= 6.86 x 10-3
kg = 6.86 x 10-3
N
panjang kaca = 2.56 cm = 2.56 x 10-2
m
tebal kaca = 1.1 mm = 1.1 x 10-3
m
γblanko =
=
=
= 0.1285
19
Lampiran 4 Hasil pengujian penjerapan logam Hg
[logam] (ppm) Absorbansi
3.0000 0.1564
10.0000 0.3094
25.0000 0.9387
40.0000 0.6320
Keterangan : A = perlakuan 1 [setelah penambahan arang aktif]
B = perlakuan 2 [setelah penambahan ekstrak air]
C = perlakuan 3 [setelah penambahan ekstrak etanol]
D = perlakuan 4 [setelah penambahan ekstrak metanol]
E = perlakuan 5 [setelah penambahan ekstrak n-heksan]
Contoh perhitungan :
Rerata =
=
= 5436.0046 ppm
% Serapan A =
x 100
=
= 27.2112 %
y = 0,0212x + 0,0966
R² = 0,9998
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
0 10 20 30 40 50
abso
rban
si
konsentrasi (ppm)
0
5
10
15
20
25
30
35
arang aktif ekstrak air ekstrak etanol ekstral
metanol
ekstrak n-
heksana
ser
apan
logam
(%
)
perlakuan terhadap logam Hg
Ulangan [logam Hg
awal] ppm A (ppm) B (ppm) C (ppm) D (ppm) E (ppm)
1 5428.4416 3955.5410 5113.6304 3792.9358 4872.5587 3969.7217
2 5469.0929 3985.7932 5107.9581 3777.8098 4856.4873 3965.9402
3 5410.4794 3929.0704 5069.1976 3775.9190 4806.3822 3945.1419
Rerata 5436.0046 3956.8015 5096.9287 3782.2215 4845.1427 3960.2679
STDEV 30.0297 28.3824 24.1827 9.3269 34.5160 13.2353
% Serapan - 27.2112 6.2376 30.4228 10.8694 27.1475
20
Lampiran 5 Hasil pengujian penjerapan logam Pb
[logam] (ppm) Absorbansi
1.0000 0.0468 2.0000 0.0850
3.0000 0.1211
4.0000 0.1571
6.0000 0.2471
Ulangan [logam Pb
awal] ppm A (ppm) B (ppm) C (ppm) D (ppm) E (ppm)
1 1574.5946 920.5955 991.0262 816.2072 962.0993 1162.0721
2 1572.0793 861.4841 948.2647 793.5688 1028.7569 1206.0913
3 1486.5563 947.0070 929.3994 763.3842 1032.5300 1135.6606
Rerata 1544.4101 909.6955 956.2301 791.0534 1007.7954 1167.9413
STDEV 50.1186 43.7909 31.5761 26.5012 39.6189 35.5803
% serapan - 41.0975 38.0844 48.7796 34.7456 24.3762
Keterangan : A = perlakuan 1 [setelah penambahan arang aktif]
B = perlakuan 2 [setelah penambahan ekstrak air]
C = perlakuan 3 [setelah penambahan ekstrak etanol]
D = perlakuan 4 [setelah penambahan ekstrak metanol]
E = perlakuan 5 [setelah penambahan ekstrak n-heksan]
Contoh perhitungan :
Rerata =
=
= 1544.4101 ppm
% Serapan A =
x 100
=
= 41.0975 %
y = 0,0398x + 0,0042
R² = 0,9969
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0 2 4 6 8
abso
rban
si
konsentrasi (ppm)
0
10
20
30
40
50
60
arang aktif ekstrak air ekstrak etanol ekstral
metanol
ekstrak n-
heksana
sera
pan
log
am (
%)
perlakuan terhadap logam Pb
21
Lampiran 6 Hasil pengujian penjerapan logam Cu
[logam] Absorbansi
0.2000 0.0195
0.4000 0.0400
0.8000 0.0728
1.2000 0.1078
2.0000 0.1817
Ulangan [logam Cu
awal] ppm A (ppm) B (ppm) C (ppm) D (ppm) E (ppm)
1 4792.6538 4647.0434 5727.9211 4764.6518 5744.7223 4490.2321
2 4747.8506 4574.2381 5750.3227 4764.6518 5778.3247 4546.2361
3 4736.6498 4557.4369 5750.3227 4770.2522 5811.9271 4501.4329
Rerata 4759.0514 4592.9061 5742.8555 4766.5186 5778.3247 4512.6337
STDEV 29.6345 47.6309 12.9336 3.2334 33.6024 29.6345
% Serapan - 3.4911 -20.6723 -0.1569 -21.4176 5.1779
Keterangan : A = perlakuan 1 [setelah penambahan arang aktif]
B = perlakuan 2 [setelah penambahan ekstrak air]
C = perlakuan 3 [setelah penambahan ekstrak etanol]
D = perlakuan 4 [setelah penambahan ekstrak metanol]
E = perlakuan 5 [setelah penambahan ekstrak n-heksan]
Contoh perhitungan :
Rerata =
=
= 4759.0514 ppm
% Serapan A =
x 100
=
= 3.4911%
y = 0,0893x + 0,0022
R² = 0,9995
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Abso
rban
si
konsentrasi (ppm)
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
arang aktif ekstrak air ekstrak etanol ekstral
metanol
ekstrak n-
heksana
sera
pan
logam
(%
)
perlakuan terhadap logam Cu