Post on 21-Oct-2015
A. SISTEM TRADISIONAL
1. Pengertian Sistem Tradisional
Beberapa akademisi menyebutkan beberapa konsep Sistem
Tradisional yang berbeda-beda. Don R. Hansen dan Maryanne M. Mowen.
(2000:57) menyatakan Sistem Tradisional adalah sistem akuntansi biaya
yang mengasumsikan bahwa semua diklasifikasikan sebagai tetap atau
variabel berkaitan dengan perubahan unit atau volume produk yang
diproduksi. Adapun Edward J. Blocher, Kung H. Chen, dan Thomas W. Lin
(2000:117) menyebutkan Sistem Tradisional adalah sistem penentuan Harga
Pokok Produksi dengan mengukur sumber daya yang dikonsumsi dalam
proporsi yang sesuai dengan jumlah produk yang dihasilkan. Selain itu,
Abdul Halim (1999:461) mengemukakan bahwa Sistem Tradisional adalah
pengukuran alokasi Biaya Overhead Pabrik yang menggunakan dasar yang
berkaitan dengan volume produksi.
Dari beberapa pendapat akademisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
Sistem Tradisional adalah sistem penentuan Harga Pokok Produksi yang
menggunakan dasar pembebanan biaya sesuai dengan perubahan unit atau
volume produk yang diproduksi. Sistem Tradisional didesain pada waktu
teknologi manual digunakan untuk pencatatan transaksi keuangan. Sistem
Tradisional didesain untuk perusahaan manufaktur. Oleh karena itu, biaya
dibagi berdasarkan 3 fungsi pokok yaitu:
1) Fungsi produksi
2) Fungsi pemasaran
3) Fungsi administrasi dan umum
Sistem Tradisional hanya membebankan biaya pada produk
sebesar biaya produksinya Biaya pemasaran serta administrasi dan umum
tidak diperhitungkan ke dalam kos produk, namun diperlakukan sebagai
biaya usaha dan dikurangkan langsung dari laba bruto untuk menghitung
laba bersih usaha. Oleh karena itu, dalam Sistem Tradisional biaya
produknya terdiri dari tiga elemen yaitu:
a) Biaya Bahan Baku (BBB)
b) Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL)
c) Biaya Overhead Pabrik (BOP)
Biaya Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Langsung merupakan biaya
langsung sehingga tidak menimbulkan masalah pembebanan pada produk.
Pembebanan Biaya Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Langsung dapat
dilakukan secara akurat dengan menggunakan pelacakan langsung atau
pelacakan driver. Namun, pelacakan Biaya Overhead Pabrik menimbulkan
masalah karena Biaya Overhead Pabrik tidak dapat diobservasi secara fisik.
Oleh karena itu, pembebanan Biaya Overhead Pabrik harus berdasarkan
pada penelusuran driver dan alokasi.
Dalam Sistem Tradisional hanya menggunakan driver-driver aktivitas
berlevel unit untuk membebankan Biaya Overhead Pabrik pada produk.
Driver aktivitas berlevel unit adalah faktor-faktor yang menyebabkan
perubahan biaya sesuai dengan perubahan unit produk yang diproduksi.
Contoh driver-driver berlevel unit misalnya jumlah unit produk yang
dihasilkan, jam kerja langsung, jam mesin, persentase dari Biaya Bahan
Baku, persentase dari Biaya Tenaga Kerja Langsung.
Penggunaan driver biaya berlevel unit untuk membebankan Biaya
Overhead Pabrik pada produk menggunakan asumsi bahwa overhead yang
dikonsumsi oleh produk mempunyai korelasi yang sangat tinggi dengan
jumlah unit produk yang diproduksi. Sistem Tradisional akan menimbulkan
distorsi biaya yang besar. Distorsi tersebut dalam bentuk pembebanan biaya
yang terlalu tinggi (cost overstated atau cost overrun) untuk produk
bervolume banyak dan pembebanan biaya yang terlalu rendah untuk (cost
understated atau cost underrun) untuk produk yang bervolume sedikit.
Tujuan kalkulasi biaya produk pada Sistem Tradisional secara khusus
dicapai melalui pembebanan biaya produk ke persediaan dan harga pokok
penjualan untuk tujuan pelaporan keuangan eksternal. Definisi biaya produk
yang lebih komprehensif, seperti rantai nilai dan definisi biaya operasi tidak
tersedia bagi keperluan manajemen. Namun, Sistem Tradisional sering
menyediakan varian yang berguna bagi definisi biaya utama tradisional
(biaya utama dan biaya manufaktur variabel per unit dapat dilaporkan).
2. Kelebihan dan Kelemahan Sistem Tradisional
Sistem Tradisional mempunyai kelemahan dan kelebihan. Kelebihan
Sistem Tradisional untuk menentukan Harga Pokok Produksi dikemukakan
oleh Cooper dan Kaplan (1991):
1) Mudah diterapkan
Sistem Tradisional tidak banyak menggunakan pemicu biaya (Cost
Driver) dalam membebankan Biaya Overhead Pabrik sehingga
memudahkan dalam melakukan perhitungan Harga Pokok Produksi.
2) Mudah diaudit
Pemicu biaya (Cost Driver) yang tidak banyak akan memudahkan auditor
untuk melakukan audit.
Kelemahan Sistem Tradisional dikemukakan oleh Supriyono (1999:
267) sebagai berikut:
a. Penawaran sulit dijelaskan karena terjadi distorsi biaya
b. Harga jual yang ditawarkan pada konsumen terlalu besar dibandingkan
dengan para pesaing karena produk yang bervolume banyak dibebani
biaya per unit terlalu besar.
c. Harga yang diminta oleh konsumen untuk produk bervolume banyak
mungkin sudah menguntungkan, namun ditolak oleh perusahaan karena
biaya per unitnya terdistorsi terlalu tinggi.
d. Harga jual yang ditawarkan pada konsumen terlalu kecil dibandingkan
dengan para pesaing karena produk bervolume sedikit dibebani produk
biaya per unit terlalu kecil sehingga produk ini laku keras.
e. Produk bervolume sedikit nampaknya laba, namun sebenarnya mungkin
rugi karena biaya per unitnya dibebani terlalu kecil.
f. Konsumen tidak mengeluh terhadap kenaikan harga jual produk
bervolume rendah, hal ini disebabkan biaya per unitnya terdistorsi terlalu
rendah sehingga para pesaing yang biaya per unitnya tepat menjual
produk yang sama dengan harga yang jauh lebih mahal.
g. Meskipun labanya nampak tinggi (namun sebenarnya mungkin rugi),
manajer produksi ingin menghentikan produk bervolume kecil karena
lebih sulit untuk dibuat.
h. Departemen akuntansi dan manajemen puncak tidak banyak
memperhatikan penyempurnaan sistem akuntansi biaya yang digunakan
perusahaan dan para pengguna informasi biaya merasa informasi yang
diperolehnya tidak bermanfaat dan bahkan menyesatkan.
Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Sistem Tradisional yang
menggunakan driver berlevel unit sangat bermanfaat jika komposisi Biaya
Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Langsung merupakan faktor yang
dominan dalam proses produksi perusahaan, teknologi stabil dan
keterbatasan produk. Biaya Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Langsung
merupakan biaya utama (prime cost) sedangkan Biaya Tenaga Kerja
Langsung dan Biaya Overhead Pabrik merupakan biaya konversi
(conversion cost) yang merupakan biaya untuk mengubah bahan baku
menjadi barang jadi. Sistem Tradisional hanya cocok diterapkan dalam
lingkungan perusahaan manufaktur dalam persaingan level domestik.
Sistem Tradisional akan menimbulkan distorsi biaya jika digunakan
dalam lingkungan perusahaan manufaktur maju dan dalam persaingan level
global. Sistem penentuan Harga Pokok Produksi harus disesuaikan dengan
sistem yang cocok dengan lingkungan perusahaannya. Jika sistem
penentuan Harga Pokok Produksi tidak dirubah akan menyebabkan distorsi
biaya yang besar.
3. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Sistem Tradisional
Sistem Tradisional biaya produknya terdiri dari tiga elemen yaitu Biaya
Bahan Baku, Biaya Tenaga Kerja Langsung, Biaya Overhead Pabrik. Sistem
Tradisional hanya menggunakan driver-driver aktivitas berlevel unit untuk
membuat perhitungan Harga Pokok Produksi. Sistem Tradisional tidak
mencerminkan penyebab terjadinya biaya. Cost driver yang digunakan dalam
Sistem Tradisional sebagai dasar pembebanan dapat berupa jam kerja langsung,
jam mesin, jam inspeksi dan sebagainya.
Pada Sistem Tradisional mengalokasikan Biaya Overhead Pabrik
ditempuh dengan dua tahap. Pertama, Biaya Overhead Pabrik dibebankan ke
unit organisasi (pabrik atau departemen). Kedua, Biaya Overhead Pabrik
dibebankan ke masing-masing produk. Elemen-elemen biaya dialokasikan
secara proporsional dengan suatu pembanding yang sesuai. Elemen-elemen
biaya dialokasikan secara langsung sesuai dengan perhitungannya. Elemen-
elemen biaya tersebut dijumlahkan untuk memperoleh nilai Harga Pokok
Produksi kemudian dihitung Harga Pokok Produksi untuk setiap produk yang
dihasilkan. Gambar pembebanan biaya Sistem Tradisional dapat diilustrasikan
pada Gambar 1 sebagai berikut:
Pembebanan Biaya Overhead Pabrik dengan Sistem Tradisional dapat
dilakukan dengan dua macam cara, yaitu:
1) Produk tunggal
Suatu perusahaan yang hanya memproduksi satu produk seluruh
Biaya Overhead Pabriknya dilacak pada produk itu sendiri. Ketepatan
pembebanan Biaya Overhead Pabriknya tidak menjadi masalah.
Pembebanan ini tidak cocok diterapkan untuk perusahaan yang
memproduksi beberapa jenis produk. Biaya Overhead Pabrik per unit adalah
sebesar total Biaya Overhead Pabrik dibagi dengan jumlah unit yang
diproduksi. Contoh perhitungan Harga Pokok Produksi dengan cara ini
dapat disajikan dalam Tabel 1 sebagaiberikut:
Tabel 1. Perhitungan biaya satuan (produk tunggal)
Biaya produksi Unit produksi
Biaya per unit
Bahan Baku Rp 600.000,00 10.000 Rp 60,00
Tenaga Kerja Langsung
Rp 100.000,00 10.000 Rp 10,00
Overhead Rp 300.000,00 10.000 Rp 30,00Total Rp 1.000.000,00 Rp100,00
2) Produk ganda dengan Cost Driver berdasar unit
Suatu perusahaan yang memproduksi beberapa macam produk
seluruh Biaya Overhead Pabriknya dibebankan secara bersama oleh seluruh
produk. Dalam Sistem Tradisional diasumsikan Biaya Overhead Pabrik
berhubungan erat dengan jumlah unit yang diproduksi yang diukur dalam
jam kerja tenaga kerja langsung, jam mesin atau harga bahan. Namun,
masalah yang ditimbulkan adalah mengidentifikasi jumlah Biaya Overhead
Pabrik yang ditimbulkan atau dikonsumsi oleh masing-masing jenis produk.
Masalah ini dapat diselesaikan dengan mencari driver biayanya. Driver
biaya atau Cost Driver adalah faktor-faktor yang dapat menjelaskan
penyebab konsumsi Biaya Overhead Pabrik. Pembebanan Biaya Overhead
Pabrik pada produk dapat dihitung menggunakan tarif tunggal atau tarif
departemen. Contoh data untuk penentuan Harga Pokok Produksi dapat
disajikan pada Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Data penentuan Harga Pokok Produksi
Kertas pembungkusPutih Biru Total
Produksi per tahunBiaya utamaJam kerja langsungJam mesinProduksi berjalanJam inspeksi
20.000Rp 100.000,00
20.00010.000
20800
100.000Rp 500.000,00
100.00050.000
301200
120.000Rp 600.000,00
120.00060.000
502000
Data departemenDep. 1 Dep. 2 Dep. 3
Jam kerja langsungPutih 4.000 16.000 20.000Biru 76.000 24.000 100.000 Total 80.000 40.000 120.000BOP:Biaya penyetelan Rp 88.000,00 Rp 88.000,00 Rp 176.000,00Biaya inspeksi Rp 74.000,00 Rp 74.000,00 Rp 148.000,00Biaya listrik Rp 28.000,00 Rp 140.000,00 Rp 168.000,00Kesejahteraan Rp 104.000,00 Rp 52.000,00 Rp 156.000,00 Jumlah Rp 294.000,00 Rp 354.000,00 Rp 648.000,00
1. Tarif tunggal
Salah satu cara yang biasa digunakan untuk membebankan Biaya
Overhead Pabrik pada produk adalah dengan menghitung tarif tunggal
dengan menggunakan Cost Driver berdasar unit. Dalam pembebanan
Biaya Overhead Pabrik dengan tarif tunggal semua Biaya Overhead
Pabrik diasumsikan oleh satu Cost Driver. Cost driver yang digunakan
sebagai dasar pembebanan dapat berupa jam kerja langsung, jam mesin,
jam inspeksi dan sebagainya. Jadi dalam pembebanan ini hanya terdapat
Cost Driver tunggal. Apabila Cost Driver tunggal yang dipilih adalah jam
mesin, maka tarif tunggal berdasar jam mesin adalah total Biaya
Overhead Pabrik dibagi dengan total jam mesin. Contoh perhitungan tarif
tunggal berdasarkan jam mesin dapat disajikan pada Tabel 3
sebagai berikut:
Tarif tunggal berdasar jam mesin (JM)
= ( Rp294.000,00 + Rp354.000,00 ) : ( 10.000 JM + 50.000 JM )
= Rp 648.000,00 : 60.000 JM
= Rp10,80 per JM
Tabel 3. Perhitungan tarif tunggal
Putih
Elemen biaya Biaya total JumlahBiaya per
unitBiaya utama Rp 100.000,00 20.000 Rp 5,00Biaya Overhead Pabrik=Rp10,80×10.000
Rp 108.000,00 20.000Rp 5,40
Jumlah Rp 208.000,00 Rp 10,40Biru
Elemen biaya Biaya total JumlahBiaya per
unitBiaya utama Rp 500.000,00 100.000 Rp 5,00Biaya Overhead Pabrik=Rp10,80×50.000
Rp 540.000,00 100.000 Rp 5,40
Jumlah Rp 1.040.000,00 Rp 10,40
Perhitungan Biaya Overhead Pabrik dengan tarif tunggal terdiri dari
dua tahap. Pembebanan biaya tahap pertama yaitu Biaya Overhead
Pabrik diakumulasi menjadi satu kesatuan untuk keseluruhan pabrik.
Biaya Overhead Pabrik dibebankan secara langsung ke kesatuan biaya
tersebut dengan mengakumulasikan seluruh Biaya Overhead Pabrik
dalam satu tahun. Tarif tunggal dihitung dengan menggunakan dasar
pembebanan biaya berupa jam mesin, unit produk, jam kerja dan
sebagainya. Pembebanan biaya tahap kedua Biaya Overhead Pabrik
dibebankan ke produk dengan mengalikan tarif tersebut dengan biaya
yang digunakan masing-masing
produk.
2. Tarif departemen
Selain tarif tunggal juga dapat digunakan tarif departemen.
Pembebanan biaya dengan tarif departemen menggunakan tarif overhead
yang ditentukan berdasarkan pada volume untuk setiap departemen.
Misalnya jam keja langsung untuk departemen A, unit produk untuk
departemen B, dan jam mesin untuk departemen C. oleh karena itu, biaya
yang dikonsumsi sudah mencerminkan pemakaian yang berbeda-beda
daripada tarif tunggal. Contoh perhitungan tarif departemen dapat
disajikan pada Tabel 4 sebagai berikut:
Tarif Departemen 1 berdasar jam kerja langsung (JKL)
= Rp 294.000,00 : 80.000 JKL
= Rp 3,675 per JKL
Tarif Departemen 2 berdasar jam mesin (JM)
= Rp 354.000,00 : 40.000 JM
= Rp 8,85 per JM
Tabel 4. Perhitungan tarif departemen
Putih
Elemen biaya Biaya total JumlahBiaya per
unitBiaya utama Rp 100.000,00 20.000 Rp 5,00Biaya Overhead PabrikDep.1= Rp 3,675 × 4.000Dep.2= Rp 8,85 × 6.000
Rp 14.700,00Rp 53.100,00
20.00020.000
Rp 0,735Rp 2,655
Jumlah Rp 167.800,00 Rp 8,390Biru
Elemen biaya Biaya total JumlahBiaya per
unitBiaya utama Rp 500.000,00 100.000 Rp 5,00Biaya Overhead PabrikDep.1 = Rp 3,675 × 76.000Dep.2 = Rp 8,85 × 34.000
Rp 279.300,00Rp 300.900,00
100.000100.000
Rp 2,793Rp 3,009
Jumlah Rp 1.080.200,00 Rp 10,802
Pembebanan Biaya Overhead Pabrik berdasar tarif departemen
lebih baik daripada tarif tunggal. Pembebanan Biaya Overhead Pabrik
berdasar tarif departemen menggunakan tarif berdasarkan unit untuk
setiap departemen. Tarif departemen menggunakan Cost Driver yang
sama untuk aktivitas yang berbeda dalam satu departemen.
B. ACTIVITY-BASED COSTING
1. Konsep Dasar Activity-Based Costing
Hansen dan Mowen (2000) mendefinisikan ABC sebagai berikut :
“Activity-Based Costing (ABC) adalah sistem yang pertama kali
menelusuri biaya pada kegiatan/aktivitas kemudian pada produk.”
Sedangkan Garrison, Noreen dan Brewer (2006) menjelaskan bahwa :
“Activity Based Costing (ABC) adalah metode perhitungan biaya (costing)
yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk
keputusan strategis dan keputusan lainnya yang mungkin akan
mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap.”
Berdasarkan pengertian di atas Activity-Based Costing (ABC) adalah
suatu sistem informasi akuntansi yang mengidentifikasi berbagai aktivitas
yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan mengumpulkan biaya dengan
dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari aktivitasnya. ABC
memfokuskan pada biaya yang melekat pada produk berdasarkan aktivitas
untuk memproduksi, mendistribusikan atau menunjang produk yang
bersangkutan. ABC menyediakan informasi perihal aktivitas-aktivitas dan
sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas
tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksi yang merupakan
pemicu biaya (cost driver) yakni, bertindak sebagai faktor penyebab dalam
pengeluaran biaya dalam organisasi. Aktivitas-aktivitas ini menjadi titik
perhimpunan biaya. Dalam sistem ABC, biaya ditelusur ke aktivitas dan
kemudian ke produk.
Sistem ABC membagi aktivitas dalam 4 kelompok, yaitu:
a. Aktivitas pendukung fasilitas (Facility sustaining activity cost) adalah
biaya yang berkaitan dengan aktivitas mempertahankan kapasitas yang
dimiliki perusahaan. Misal biaya depresiasi, biaya asuransi, biaya gaji
pegawai kunci
b. Aktivitas pendukung produk/jasa (Product/Service sustaining activity
cost) adalah biaya yang berkaitan dengan aktivitas penelitian dan
pengembangan produk dan biaya untuk mempertahankan produk untuk
tetap dapat dipasarkan. Misal biaya pengujian produk, biaya desain
produk
c. Aktivitas tingkat kelompok unit (Bacth activity cost) adalah biaya
yang berkaitan dengan jumlah bacth produk yang diproduksi. Misal biaya
setup mesin.
d. Aktivitas tingkat unit (Unit level activity cost) adalah biaya yang
berkaitan dengan besar kecilnya jumlah unit produk yang dihasilkan.
Misal biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
Langkah-langkah ABC sistem:
a. Tahap pertama pengelompokan biaya overhead ke dalam kelompok biaya
yang homogen. Kelompok biaya homogen merupakan kumpulan
overhead yang variasinya dapat dijelaskan oleh satu faktor penyebab
(cost driver). Untuk menentukan mana kelompok biaya yang homogen,
dapat melihat biaya yang mempunyai rasio konsumsi sama untuk seluruh
produk.
b. Tahap kedua alokasi biaya overhead pabrik:
Alokasi biaya overhead = Tarif kelompok x Dasar pembebanan yang
dikonsumsi
2. Struktur sistem ABC
Desain ABC difokuskan pada kegiatan, yaitu apa yang dilakukan oleh
tenaga kerja dan peralatan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Kegiatan
adalah segala sesuatu yang mengkonsumsi sumber daya perusahaan.
Dengan memusatkan perhatian pada kegiatan dan bukannya departemen
atau fungsi, maka sistem ABC akan dapat menjadi media untuk memahami,
memanajemeni, dan memperbaiki suatu usaha.
Mulyadi (2007: 52) mengungkapkan dua falsafah yang melandasi
Activity-Based Costing yaitu:
1) Cost is caused
Biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas.
Pemahaman tentang aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya
akan menempatkan personel perusahaan pada posisi dapat mempengaruhi
biaya. Activity-Based Costing berawal dari keyakinan dasar bahwa
sumber daya menyediakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas,
bukan sekedar menyebabkan timbulnya biaya yang harus dialokasikan.
2) The causes of cost can be managed
Penyebab terjadinya biaya (yaitu aktivitas) dapat dikelola. Melalui
pengelolaan terhadap aktivitas yang menjadi penyebab terjadinya biaya,
personel perusahaan dapat mempengaruhi biaya. Pengelolaan terhadap
aktivitas memerlukan berbagai informasi tentang aktivitas.
Karena adanya aktivitas akan menimbulkan biaya, maka untuk dapat
menjalankan usahanya secara efisien, perusahaan harus dapat mengelola
aktivitasnya. Dalam hubungannya dengan biaya produk, maka biaya yang
dikonsumsi untuk menghasilkan produk adalah biaya-biaya untuk aktivitas
merancang, merekayasa, memproduksi, menjual dan memberikan pelayanan
produk.
3. Syarat Penerapan Sistem Activity-Based Costing
Dalam penerapannya, terdapat beberapa kriteria penerapan Activity
Based Costing pada perusahaan, antara lain :
1. Product diversity
Menunjukkan jumlah dan keanekaragaman product families yang
ditawarkan. Dalam hal ini semakin banyak produk yang dihasilkan, maka
semakin cocok menggunakan analisis ABC. Hal ini dikarenakan jika
semakin banyak beragam produk yang dihasilkan akan berakibat semakin
beragam pula aktivitasnya sehingga semakin tinggi pula tingkat distorsi
biaya.
2. Support diversity
Menunjukkan jumlah dan keanekaragaman aktivitas yang
mengakibatkan tingginya pengeluaran biaya overhead. Hal tersebut
menyebabkan kesulitan dalam pengalokasian biaya overhead. Jadi,
semakin banyak jumlah dan keanekaragaman aktivitas maka semakin
cocok menggunakan analisis ABC.
3. Common processes
Menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kegiatan yang dilakukan
secara bersama untuk menghasilkan produk-produk tertentu sehingga
biaya periode masing-masing produk sulit dipisahkan. Kegiatan bersama
tersebut misalnya: kegiatan manufacturing, engineering, marketing,
distribution, accounting, material handling dan sebagainya. Banyaknya
departemen yang diperlukan dalam menjalankan operasi perusahaan
akan menyebabkan banyaknya common cost. Hal itu berdampak pada
sulitnya alokasi biaya per produk. Jadi, semakin tinggi tingkat common
processes maka semakin cocok menggunakan analisis ABC.
4. Period cost allocation
Menunjukkan kemampuan sistem akuntansi biaya yang ada
mengalokasikan biaya periode secara akurat. Biaya periode merupakan
biaya uang diidentifikasi dengan interval waktu tertentu karena tidak
diperlukan untuk memperoleh barang atau produk yang akan dijual.
Untuk dapat memperkecil biaya produk maka lebih disarankan biaya agar
biaya periode menjadi proporsi yang paling besar dalam produk.
Perusahaan yang telah menerapkan hal tersebut maka cocok untuk
menggunakan analisis ABC.
5. Rate of growth of period costs
Menunjukkan tingkat kecepatan pertumbuhan biaya periode
sepanjang tahun. Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan biaya
periode yang pesat akan akan sulit untuk mengalokasikan biaya, dan
sehingga tingkat kemungkinan untuk terjadinya distorsi biaya menjadi
tinggi. Maka perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan biaya
periode yang pesat, cocok dalam penggunaan analisis ABC.
6. Pricing freedom
Menunjukkan tingkat independensi perusahaan dalam menentukan
harga sehingga menghasilkan product profitability. Perusahaan yang
memiliki ketidakbebasan dalam menentukan harga biasanya disebabkan
adanya persaingan dengan kompetitor dalam pasar. Persaingan tersebut
berdampak pada penentuan biaya yang tepat bagi perusahaan. Maka
perusahaan yang tidak memiliki tingkat independensi untuk menentukan
harga maka perusahaan tersebut cocok dengan menggunakan analisis
ABC.
7. Period expense ratio
Menunjukkan kemungkinan terjadinya distorsi biaya produk secara
material. Ini berkaitan dengan seberapa tingkat pengaruh penurunan
ataupun kenaikan biaya dengan proporsi laba. Jika laba perusahaan
tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan maka perusahaan cocok
menggunakan analisis ABC.
8. Strategic considerations
Menunjukkan seberapa penting informasi biaya dimanfaatkan dalam
proses pengambilan keputusan manajemen. Keputusan yang diambil oleh
manajemen berkaitan dengan strategi yang diterapkan oleh perusahaan,
tidak hanya terbatas pada strategi pemasaran. Sehingga semakin penting
informasi biaya dalam pengambilan keputusan maka perusahaan cocok
menggunakan analisis ABC.
9. Cost reduction effort
Menggambarkan seberapa penting akurasi pelaporan alokasi biaya
periode untuk pengambilan keputusan internal manajemen. Adanya
keakuratan pelaporan alokasi biaya periode juga berkaitan dengan
evaluasi bagi internal manajemen. Pihak manajemen dapat menggunakan
informasi yang disajikan dalam laporan tersebut untuk membuat
kebijakan yang lebih tepat pada kemudian hari. Jadi, semakin tinggi
tingkat kepentingan akurasi maka semakin cocok menggunakan analisis
ABC.
10. Analysis of frequency
Menunjukkan tinggi rendahnya kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan analisis biaya pada produk. Banyak kegiatan berkaitan dengan
frekuensi kebutuhan informasi biaya. Semakin tinggi tingkat
frekuensinya maka tingkat keakuratan alokasi biaya pun juga semakin
dibutuhkan. Maka semakin tinggi tingkat frekuensinya, perusahaan
semakin cocok menggunakan analisis ABC.
Ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi sebelum kemungkinan
penerapan metode ABC, yaitu:
a. Biaya berdasarkan non unit harus merupakan prosentase yang signifikan
dari biaya overhead. Jika hanya terdapat biaya overheadyang dipengaruhi
hanya oleh volume produksi dari keseluruhan overhead pabrik maka jika
digunakan akuntansi biaya tradisionalpun informasi biaya yang
dihasilkan masih akurat sehingga penggunaan sisitem ABC kehilangan
relevansinya. Artinya ABC akan lebih baik diterapkan pada perusahaan
yang biaya overheadnya tidak hanya dipengaruhi oleh volume produksi
saja.
b. Rasio konsumsi antara aktivitas berdasarkan unit dan berdasarkan non
unit harus berbeda. Jika rasio konsumsi antar aktivitas sama, itu artinya
semua biaya overhead yang terjadi bisa diterangkan dengan satu pemicu
biaya. Pada kondisi ini penggunaan system ABC justru tidak tepat
karena sistem ABC hanya dibebankan ke produk dengan menggunakan
pemicu biaya baik unit maupun non unit (memakai banyak cost driver).
Apabila berbagai produk rasio konsumsinya sama, maka sistem akuntansi
biaya tradisional atau sistem ABCmembebankan biaya overhead dalam
jumlah yang sama. Jadi perusahaan yang produksinya homogen
(diversifikasi paling rendah) mungkin masih dapat mengunakan sistem
tradisional tanpa ada masalah.
4. Hierarki Biaya dalam Activity-Based Costing System
Pada pembentukan kumpulan aktivitas yang berhubungan, aktivitas
diklasifikasikan menjadi beberapa level aktivitas yaitu level unit, level
batch, level produk dan level fasilitas. Pengklasifikasian aktivitas dalam
beberapa level ini akan memudahkan perhitungan karena biaya aktivitas
yang berkaitan dengan level yang berbeda akan menggunakan jenis Cost
Driver yang berbeda. Hierarki biaya merupakan pengelompokan biaya
dalam berbagai kelompok biaya (Cost Pool) sebagai dasar pengalokasian
biaya. Firdaus dan Wasilah (2009: 324) memaparkan hierarki biaya dalam
Activity-Based Costing System yaitu:
1) Biaya untuk setiap unit (output unit level) adalah sumber daya yang
digunakan untuk aktivitas yang akan meningkat pada setiap unit produksi
atau jasa yang dihasilkan. Dasar pengelompokan untuk level ini adalah
hubungan sebab akibat dengan setiap unit yang dihasilkan.
2) Biaya untuk setiap kelompok unit tertentu (batch level) adalah sumber
daya yang digunakan untuk aktivitas yang akan terkait dengan kelompok
unit produk atau jasa yang dihasilkan. Dasar pengelompokan untuk level
ini adalah biaya yang hubungan sebab akibat untuk setiap kelompok unit
yang dihasilkan.
3) Biaya untuk setiap produk/jasa tertentu (product/service sustaining level)
adalah sumber daya digunakan untuk aktivitas yang menghasilkan suatu
produk dan jasa. Dasar pengelompokan untuk level ini adalah biaya yang
memiliki hubungan sebab akibat dengan setiap produk atau jasa yang
dihasilkan.
4) Biaya untuk setiap fasilitas tertentu (facility sustaining level) adalah
sumber daya yang digunakan untuk aktivitas yang tidak dapat
dihubungkan secara langsung dengan produk atau jasa yang dihasilkan
tetapi untuk mendukung organisasi secara keseluruhan.
5) Dasar pengelompokan untuk level ini sulit dicari hubungan sebab
akibatnya dengan produk atau jasa yang dihasilkan tetapi dibutuhkan
untuk kelancaran kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan proses
produksi barang atau jasa.
5. Pembebanan Biaya Overhead pada Activity-Based Costing
Pada Activity-Based Costing meskipun pembebanan biaya-biaya
overhad pabrik dan produk juga menggunakan dua tahap seperti pada
akuntansi biaya tradisional, tetapi pusat biaya yang dipakai untuk
pengumpulan biaya-biaya pada tahap pertama dan dasar pembebanan dari
pusat biaya kepada produk pada tahap kedua sangat berbeda dengan
akuntansi biaya tradisional.
Activity-Based costing menggunakan lebih banyak cost driver bila
dibandingkan dengan sistem pembebanan biaya pada akuntansi biaya
tradisional. Sebelum sampai pada prosedure pembebanan dua tahap dalam
Activity-Based Costing perlu dipahami hal-hal sebagai berikut:
a. Cost Driver adalah suatu kejadian yang menimbulkan biaya. Cost Driver
merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biayabiaya
overhead. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama tingkat
aktivitas yang akan menyebabkan biaya dalam aktivitasaktivitas
selanjutnya.
b. Rasio Konsumsi adalah proporsi masing-masing aktivitas yang
dikonsumsi oleh setiap produk, dihitung dengan cara membagi jumlah
aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu produk dengan jumlah keseluruhan
aktivitas tersebut dari semua jenis produk.
c. Homogeneous Cost Pool merupakan kumpulan biaya dari overhead yang
variasi biayanya dapat dikaitkan dengan satu pemicu biaya saja. Atau
untuk dapat disebut suatu kelompok biaya yang homogen, aktivitas-
aktivitas overhead secara logis harus berhubungan dan mempunyai rasio
konsumsi yang sama untuk semua produk.
6. Cost Driver
Jika perusahaan memiliki beberapa jenis produk maka biaya overhead
yang terjadi ditimbulkan secara bersamaan oleh seluruh produk. Hal ini
menyebabkan jumlah overhead yang ditimbulkan oleh masing-masing
jenis produk harus diidentifikasi melalui cost driver.
Cost driver merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biaya-
biaya overhead. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama tingkat
aktifitas yang akan menyebabkan biaya dalam aktifitas. Ada dua jenis cost
driver, yaitu:
1. Cost Driver berdasarkan unit
Cost Driver berdasarkan unit membebankan biaya overhead pada produk
melalui penggunaan tarif overhead tunggal oleh seluruh departemen.
2. Cost Driver berdasarkan non unit
Cost Driver berdasarkan non unit merupakan factor-faktor penyebab
selain unit yang menjelaskn konsumsi overhead. Contoh cost driver
berdasarkan unit pada perusahaan jasa adalah luas lantai, jumlah pasien,
jumlah kamar yang tersedia.
7. Penentuan Cost Driver Yang Tepat
Aktivitas yang ada dalam perusahaan sangat komplek dan banyak
jumlahnya. Oleh karena itu perlu pertimbangn yang matang dalam
menentukan penimbul biayanya atau cost driver.
8. Penentuan jumlah cost driver yang dibutuhkan
Penentuan banyaknya cost driver yang dibutuhkan berdasarkan pada
keakuratan laporan product cost yang diinginkan dan kompleksitas
komposisi output perusahaan. Semakin banyak cost driver yang digunakan,
laporan biaya produksi semakin akurat. Dengan kata lain semakin tinggi
tingkat keakuratan yang diinginkan, semakin banyak cost driver yang
dibutuhkan.
9. Pemilihan cost driver yang tepat
Dalam pemilihan cost driver yang tepat ada tiga faktor yang harus
dipertimbangkan:
● Kemudahan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam pemilihan
cost driver (cost of measurement). Cost driver yang membutuhkan biaya
pengukuran lebih rendah akan dipilih.
● Korelasi antara konsumsi aktivitas yang diterangkan oleh cost driver
terpilih dengan konsumsi aktivitas sesungguhnya 20 (degree of
correlation). Cost driver yang memiliki korelasi tinggi akan dipilih.
Perilaku yang disebabkan oleh cost driver terpilih (behavior effect).
Cost driver yang menyebabkan perilaku yang diinginkan yang akan dipilih.
10. Kelebihan dan Kelemahan Activity Based Costing
Keunggulan sistem Activity Based Costing membantu mengurangi
distorsi yang disebabkan alokasi biaya tradisional. Sistem ini memberikan
gambaran yang jernih tentang bagaimana bauran dari beraneka ragam
produk, jasa, dan aktivitas memberikan kontribusi kepada laba usaha dalam
jangka panjang.
Menggunakan sistem Activity Based Costing dalam perhitungan harga
pokok produk juga mempunyai kekurangan yang antara lain adalah:
(1) Implementasi sistem Activity Based Costing ini belum dikenal dengan
baik, sehingga prosentase penolakan terhadap sistem ini cukup besar.
(2) Banyak dan sulitnya mendapat data yang dibutuhkan untuk menerapkan
sistem Activity Based Costing.
(3) Masalah joint cost yang dihadapi sistem konvensional juga tidak
dapat teratasi dengan sistem ini.
(4) Sistem Activity Based Costing melaporkan biaya dengan cara
pembebanan untuk suatu periode penuh dan tidak mempertimbangkan
untuk mengamortisasi longterm payback expense. Contohnya dalam
penelitian dan pengembangan, biaya pengembangan dan penelitian
yang cukup besar untuk periode yang disingkatkan akan ditelusuri ke
produk sehingga menyebabkan biaya produk yang terlalu besar.
C. KASUS
Contoh Kasus Menggunakan Metode Tradisional
Perhitungan harga pokok kamar pada Hotel Coklat Makasar dilakukan untuk
setiap bagian atau unit yang menghasilkan jasa. Biaya-biaya yang diperhitungkan
sebagai harga pokok kamar merupakan biaya-biaya yang terjadi pada bagian atau
unit penghasil jasa maupun biaya hasil alokasi dari bagian atau unit yang bersifat
umum. Biaya–biaya dari bagian atau unit yang sifatnya umum ini proses
pembebanannya dilakukan dengan cara alokasi. Besarnya alokasi biaya-biaya
tersebut didasarkan berdasarkan kontribusi pendapatan masing-masing bagian
atau unit penghasilan jasa kamar terhadap pendapatan total jasa kamar hotel.
Jenis Kamar di Hotel Coklat, antara lain :
1. Standard room, yang berjumlah 27 kamar dengan luas sebesar 27.5 m2.
2. Deluxe room, yang berjumlah 16 kamar dengan luas sebesar 30 m2
3. Suite room, yang berjumlah 2 kamar dengan luas sebesar 40 m2
4. Family room, yang berjumlah 2 kamar dengan luas sebesar 42 m2
5. Executive suite/Pent house, yang berjumlah 2 kamar dengan luas sebesar 60 m2
Tabel 5. Room Rate Hotel Coklat tahun 2010
Tabel 6. Jumlah Kamar Tersedia Dijual
Tabel 7 Jumlah Hari Hunian Hotel Coklat Tahun 2009.
Sumber:
Berdasarkan kedua tabel diatas perhitungan dari proses pembebanan biaya
dan penentuan harga jual jasa untuk masing-masing jenis kamar di Hotel Coklat
dapat dijelaskan melalui perhitungan sebagai berikut :
a. Tingkat pengisian kamar atau tingkat hunian kamar masing-masing jenis kamar
(occupancy rate) selama tahun 2010.
Tabel 8 Occupancy Rate Hotel Coklat Tahun 2010
Sumber:
b. Penjualan jasa kamar hotel dari masing-masing jenis kamar selama tahun 2010.
Tabel 9 Pendapatan Penjualan Jasa Kamar Hotel Coklat Tahun 2010
Sumber:
c. Persentase pendapatan dari masing-masing jenis kamar terhadap pendapatan
dari penjualan jenis kamar secara keseluruhan selama tahun 2010
Tabel 10 Persentase Pendapatan Penjualan Jasa Kamar Hotel Coklat
Tahun 2010
Sumber
d. Alokasi biaya berdasarkan pendapatan
Setiap jenis kamar akan menanggung beban biaya aktivitas jasa (harga
pokok kamar) sebesar nilai persentase pendapatan yang diperoleh kamar itu
sendiri terhadap perolehan pendapatan jasa kamar secara keseluruhan.
Tabel 11 Harga Pokok Produk/Jasa Hotel Coklat Tahun 2010
Contoh Kasus Metode ABC
Data yang digunakan untuk metode ABC adalah sama dengan data yang
digunakan untuk metode tradisional. Langkah-langkah yang dilakukan dalam
menghitung harga pokok kamar dengan menggunakan metode ABC :
1. Mengidentifikasi biaya dan aktivitas yang terjadi.
Mengidentifikasi biaya-biaya yang termasuk dalam biaya langsung atau
direct cost dan biaya tidak langsung atau indirect cost. Kemudian biaya-biaya
yang termasuk dalam biaya langsung dialokasikan ke tiap jenis kamar mulai
dari standar, deluxe, suite, family dan executive suite/pent house. Biaya
langsung terjadi pada departemen kamar sedangkan biaya tidak langsung
terjadi pada departemen lain selain departemen kamar.
Aktivitas yang terjadi pada departemen kamar ialah aktivitas pelayanan
kamar. Pengalokasian biaya langsung berdasarkan persentase jumlah kamar
yang ada per tiap jenis kamar. Berikut perincian biaya langsung yang
dialokasikan ke tiap jenis kamar Hotel Coklat.
2. Mengidentifikasi aktivitas biaya tidak langsung dan level aktivitasnya.
Tabel 13 Identifikasi Aktivitas dan Level Aktivitas
3. Mengidentifikasi cost driver.
a. Aktivitas penginapan untuk dasar pengalokasian dapat berdasarkan jumlah
tamu yang menginap dan jumlah kamar terjual. Tetapi dengan mengingat
bahwa biaya-biaya meningkat jika jumlah kamar terjual, maka yang dapat
dijadikan cost driver adalah jumlah kamar terjual.
b. Aktivitas laundry meliputi pencucian handuk, seprai dan selimut. Untuk
dasar pengalokasian dapat berdasarkan jumlah kamar yang ada dan jumlah
kamar terjual. Tetapi pencucian tersebut hanya dilakukan setelah kamar
terjual, maka yang dapat dijadikan cost driver adalah jumlah kamar terjual.
c. Aktivitas pemberian makan pagi ditelusuri secara langsung dengan tarif full
breakfast buffet sebesar Rp. 30.000,-/orang. Untuk dasar pengalokasian
dapat berdasarkan jumlah tamu yang menginap dan jumlah kamar yang
terjual. Tapi peningkatan biaya pada pemberian makan pagi tergantung pada
jumlah tamu yang menginap, maka yang dijadikan cost driver adalah jumlah
tamu yang menginap.
d. Aktivitas listrik untuk dasar pengalokasian berdasarkan jumlah kamar
terjual, maka cost driver yang tepat adalah jumlah kamar terjual.
e. Aktivitas air untuk dasar pengalokasian berdasarkan jumlah kamar terjual,
maka cost driver yang tepat adalah jumlah kamar terjual.
f. Aktivitas penyusutan untuk dasar pengalokasian dapat berdasarkan jumlah
kamar tersedia dan jumlah kamar terjual. Tetapi aktiva tetap dan peralatan
hotel yang disusutkan digunakan untuk semua kamar yang ada, maka cost
driver yang tepat adalah jumlah kamar tersedia.
g. Aktivitas pemasaran dapat dialokasikan berdasarkan jumlah kamar tersedia
dan jumlah kamar terjual. Tetapi karena pemasaran dilakukan dengan tujuan
untuk menjual semua kamar yang tersedia, maka cost driver yang tepat
adalah jumlah kamar tersedia.
h. Aktivitas penggajian untuk dasar pengalokasian berdasarkan jumlah jam
kerja, maka cost driver yang tepat adalah jumlah jam kerja.
i. Aktivitas pemeliharaan meliputi pemeliharaan gedung dan peralatan hotel
dapat dialokasikan berdasarkan jumlah kamar tersedia dan jumlah kamar
terjual. Tetapi pemeliharaan gedung dan peralatan hotel tidak hanya
dilakukan pada kamar yang terjual, maka cost driver yang tepat adalah
jumlah kamar tersedia.
Tabel 14 Cost Pool dan Cost Driver
4. Membebankan biaya overhead
Untuk biaya yang berasal dari departemen kamar langsung dibebankan
100 % ke kamar, tetapi untuk biaya yang berasal dari departemen penunjang
departemen kamar hanya dibebankan 65 % dan sisanya 35 % dibebankan ke
aktivitas di luar aktivitas yang berhubungan dengan harga pokok kamar seperti
sewa ruangan.
Tabel 15 Cost Pool I
Tabel 16 Cost Pool II
Tabel 17 Cost Pool III
Tabel 26 Harga Pokok Kamar Executive Suite/Pent House
D. PERBANDINGAN PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUK/JASA
ANTARA SISTEM
Perbedaan antara penentuan harga pokok produk tradisional dan sistem ABC, yaitu: Tabel 27 Perbedaan penetapan harga pokok produk Tradisional dengan Metode
Activity Based Costing
NO ABC TRADISIONAL
1. Jumlah tempat penampungan biaya overhead dan dasar alokasi lebih banyak
Menggunakan satu tempat penampungan biaya atau satu dasar alokasi untuk semua tempat penampungan biaya
2. Mengharuskan perhitungan tempat penampungan biaya dari suatu aktivitas maupun pemicu
Tidak perlu di lakukan perhitungan tempat penampungan karena di anggap serupa dan logis
3. Sistem perhitungan ABC merupakan sistem perhitungan dua tahap
Hanya menggunakan satu tahap.Menggunakan dua tahap jika departemen atau pusat biaya lain dibuat
4. ABC membagi biaya kedalam 4 tingkatan:
a. Unit Levelb. Batch –Levelc. Product Sustaining
Leveld. Vacility Sustaining
System tradisional melaporkan biaya perunit lebih tinggi dengan volume tinggi dan biaya per-unit lebih rendah untuk produk dengan volume rendah
5. Menggunakan aktivitas sebagai dasar alokasinnya
Menggunakan ukuran unit-level sebagai dasar alokasi biaya
overhead ke output6. Memvokuskan pada biaya, mutu
dan factor waktuMemfokuskan pada kinerja keuangan jangka pendek,seperti laba
Tabel 28 Perbandingan Harga Pokok Kamar Sistem Konvensional Dan Sistem Activity Based Costing
Terjadinya selisih harga dikarenakan pada metode Activity Based Costing
biaya overhead pada masing-masing produk dibebankan pada banyak cost
driver Sehingga dalam metode Activity Based Costing mampu mengalokasikan
biaya aktivitas ke setiap kamar secara tepat berdasarkan konsumsi masing-
masingaktivitas.
https://docs.google.com/document/d/
1zeoBOmPVzPdMYVS151tW8JGcNJaRow3BGrg_D1ypCuQ/export?
format=docx&id=1zeoBOmPVzPdMYVS151tW8JGcNJaRow3BGrg_D1ypCuQ
paper
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1291/ANALISIS
%20PENERAPAN%20METODE%20ACTIVITY%20BASED%20COSTING
%20SYSTEM%20DALAM%20PENENTUAN%20HARGA%20POKOK
%20KAMAR%20HOTEL%20PADA%20HOTEL%20COKLAT
%20MAKASSAR.pdf?sequence=1 ANALISIS PENERAPAN METODE
ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM DALAM PENENTUAN HARGA
POKOK KAMAR HOTEL PADA HOTEL COKLAT MAKASSAR.pdf
Perbandingan%20Metode%20Konvensional%20dengan%20Activity%20Based
%20Costing.pdf
http://repository.maranatha.edu/1714/1/Perbandingan%20Metode
%20Konvensional%20dengan%20Activity%20Based%20Costing.pdf
http://journal.uny.ac.id/index.php/jkpai/article/download/874/693 874-2881-1-
SM(1).pdf