Post on 23-Jan-2018
Oleh Abdul Hadi
Konsep industrialisasi dalam sejarah pembangunanekonomi berawal dari proses revolusi industri denganserangkaian penemuan-penemuan baru yang inovativ. Industrialisasi merupakan proses interaksi antarapengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi, danperdaganan antarnegara yang pada gilirannya sejalandengan peningkatan pendapatan masyarakat yang mendorong perubahan struktur ekonomi.
Riedel (1992) : Industrialisasi bukanlah tujuan tapistrategi untuk mendukung proses pembangunanuntuk mencapai peningkatan perdapatan perkapita.
Chenery (1992) : Industrialisasi merupakan tahapanlogis dari perubahan struktur industri yang diujudkanmelalui kenaikan kontribusi sektor industrimanufaktur dalam permintaan konsumen, produksi,ekspor, dan kesempatan kerja.
Sumber-sumber Utama Pertumbuhan PDB Menurut Tiga Sektor Penting di Negara-negara Berkembang, 1970 – 1995 (dlm persen)
Sekto
r
Laju Pertumbuhan Rata-rata Kontribusi pada Pertumbuhan PDB
70-80 80-90 90-95 70-95 70-80 80-90 90-95 70-95
Perta
nian
2,7 3,4 2,4 2,9 10,5 16,0 8,2 13,9
Manuf
aktur
6,8 4,6 6,9 5,9 21,3 26,0 32,1 22,9
Jasa 6,3 3,6 4,5 4,9 50,3 49,4 46,4 47,6
PDB 5,7 3,5 4,7 4,6 100,0 100,0 100,0 100,0
Sektor industri manufaktur di negara berkembang (LDCs)
berkembang pesat. Pertumbuhan output yang tinggi ini
terutama disebabkan oleh permintaan eksternal yang kuat
dengan rata-rata pertumbuhan ekspor sebesar 9,3% pertahun
pada periode 1970-1995.
Bahkan kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara dijuluki a
miraculous economy karena kinerja ekonominya yang sangat
menakjubkan pada periode 1970-1995, dengan pertumbuhan
rata-rata PDB 7,4% (dunia = 2,9%, LDCs = 4,6%). Industri
manufaktur menjadi kontributor utama pertumbuhan dengan
rata-rata 9,4% pertahun. Pangsa manufaktur dalam PDB naik
dari 17,2% menjadi 26,9%.
Secara umum industri manufaktur di LDCs relatif masih terbelakang
disebabkan faktor-faktor keterbatasan teknologi, kualitas SDM, Dana
pemerintah dan swasta, intensitas kerja sama antar instittusi, dan lain-
lain.
Indikator keterbatasan teknologi salah satunya adalah tingkat
produktifitas baik secara parsial ataupun keseluruhan yang disebut Total
Faktor Productivity (TFP). Misal dalam kurun waktu 1968-1988 TFP
Indonesia turun dari 5% menjadi 1%. Pada saat yang sama TFP Korea
Selatan naik dari 3,4% menjadi 5%. Pada periode 1982-1988 TFP
Indonesia hanya seperempat TFP Korsel.
I. Kelemahan-kelemahan Struktural
II. Kelemahan-kelemahan organisasi
1. BASIS EKSPOR DAN PASAR YANG SEMPIT Tergantung 4 produk: kayu lapis, pakaian jadi,
tekstil, dan alas kaki dengan pangsa 50%. Sepuluh(10) produk menguasai 80% total ekspor.
Pasar terbatas kepada negara-negara yangmenerapkan kuota (the Multi-fibre Agreement,MFA) seperti USA, EC, Kanada, Norway, dan Turkey.Tiga negara menyerap 50% ekspor manufaktur,sementara 50% ekspor pakaian jadi dan tekstildiserap USA.
Ekspor unggulan padat karya menurun akibatpersaingan Cina dan Asia lainnya. Demand produkekspor Indonesia di negara-negara maju inelastis.
Faktor eksternal berpengaruh signifikan dalampenurunan daya saing ekspor.
2.KETERGANTUNGAN PADA IMPOR SANGAT TINGGI
Karena terlalu besar bergantung pada PMA, industri-industri berteknologi tinggi seperti farmasi, kimia, elektronik, barang-barang konsumsi, alat-alat listrik, dan otomotif, maka industri manufaktur indonesia tidak sebenarnya tapi hanya merupakan penggabungan, pengepakan, dan assembling.
3. Tidak adanya/kurangnya Industri berteknologi mengengah
Kontribusi industri-industri berteknologi menengahseperti industri karet dan plastik, semen, logam dasar,dan barang-barang sederhana dari logam terusmenurun.. Kontribusi produk-produk padat modalseperti material plastik, pupuk, bubuk kertas dan kertas,besi dan baja turun. Kecendrungan ini berbeda dengannegara-negara lain dengan derajat industrialisasi yangrelatif sama.
4. KONSENTRASI REGIONAL
Ketimpangan
Pengembangan yang Tidak optimal
Industri Indonesia terkonsentrasi secara geografis ke Kabarin (Kawasan Barat Indonesia), yaitu Jawa, Bali dan Sumatra. Ini terlihat dari aktivitas industri manufaktur, pajak-pajakpusat, dana & kredit perbankan
0
20
40
60
80
100
Figure 1.1. LME Employment by Main Island 1976-2001 (%)
1976 6.7 89.1 0.9 1.8 0.9 0.7
1985 12.1 78.6 1.0 5.6 1.7 0.9
1995 10.8 82.2 0.7 3.9 1.4 1
2001 11.1 82.0 0.6 3.7 1.4 1.1
Sumatera Jawa Bali Kalimantan SulawesiOther
Eastern
PERMASALAHAN STRUKTURAL INDUSTRI INDONESIA
Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Pulau: 1976-2001 (%)
Sumber: Diolah dari BPS
1. Industri Kecil dan Menengah masihUnderdeveloped
2. Konsentrasi Pasar. Pangsa output (concentrationratio/CR4) oleh 4 perusahaan besar mencapai 75%
3. Lemahnya kapasitas untuk menyerap danmengembangkan teknologi. Memusatkan lobidibanding teknologi/daya saing untuk membangunrelasi dagang.
4. Lemahnya Sumber Daya Manusia
STRATEGI SUBSTITUSI IMPOR (SI) – INWARD LOOKING STRATEGY
STRATEGI PROMOSI EKSPOR – OUTWARD LOOKING STRATEGI
SUMER DAYA ALAM DAN FAKTOR LAIN
PERMINTAAN PASAR DALAM NEGERI
GROWTH POLE INDUSTRI DLM NEGERI
KESEMPATAN KERJA
MENGHEMAT DEVISA DAN KETERGANTUNGAN DARI LUAR NEGERI
MEMBANGUN INDUSTRI BARANG-BARANG KONSUMSI
MENGEMBANGKAN INDUSTRI HULU (UPSTREAM INDUSTRIES)
BENTUK JOINT VENTURE
SKALA BESAR DAN PADAT MODAL
INFANT INDUSTRY ARGUMENT- PROTEKSI BERLEBIHAN DAN DALAM JANGKA WAKTU LAMA
HIGH COST ECONOMY-INEFFICIENT
TIDAK PROFESIONAL, DAYA SAING RENDAH TERGANTUNG IMPORTED CONTENTS
NERACA PEMBAYARAN TERANCAM
Ketidak siapan bahan baku dan tenaga kerja
Kompetisi pasar kecil atau tidak ada
Ketergantungan pada impor tinggi
Pilihan teknologi produksi yang salah
Nilai tambah yang terus menurun
Proteksi yang tidak mendidik
www.slideshare.net/annisanurlina
(dengan izin dari yang bersangkutan)
Diakses pada 31/12/2016