Post on 02-Aug-2015
SB/P/BL/08
POTENSI PEMANFAATAN ETNOBOTANI DARI HUTAN TROPIS BENGKULU
SEBAGAI PESTISIDA NABATI
Sri Utami1)
, Noor Farikhah Haneda2)
1) Balai Penelitian Kehutanan Palembang
Jl. Kol Burlian KM 6,5 Puntikayu Palembang
Email : uut_balittaman@yahoo.com
2) Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB
Jl. Lingkar Kampus, Kampus IPB Darmaga, Bogor
Email : nhaneda@yahoo.com
ABSTRAK
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman hayati yang
tinggi, misalnya Pulau Sumatera merupakan pulau yang memiliki potensi besar dalam hal
keanekaragaman jenis tumbuhan tingkat tinggi. Masyarakat tradisional memiliki kearifan
lokal dalam pengendalian hama dengan memanfaatkan tumbuhan lokal untuk mengendalikan
hama tanaman. Pemanfaatan ekstrak tanaman dalam pengendalian hama merupakan alternatif
pengendalian yang praktis, ekonomis dan ramah lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk melakukan inventarisasi jenis tumbuh-tumbuhan yang secara tradisional dimanfaatkan
masyarakat etnis sumatera sebagai pengendali hama serta melakukan uji bioaktivitas ekstrak
tanaman lokal hasil inventarisasi sebagai pengendali hama Spodoptera litura pada skala in
vitro. Inventarisasi dan eksplorasi tanaman dilakukan di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi
Bengkulu, sedangkan uji bioaktivitas ekstrak tanaman dilakukan di Laboratorium
Perlindungan Hutan, Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ditemukan 25 jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati. Diantara 25
jenis tanaman tersebut, 5 jenis berpotensi sebagai racun ikan, 17 jenis sebagai
pengusir/pengendali hama (wereng, ulat, kutu, dan kepinding), 2 jenis sebagai racun tikus dan
1 jenis sebagai pembunuh nematoda. Masyarakat etnis Rejang Lebong sudah terbiasa dan
secara turun menurun memanfaatkan tanaman lokal tersebut dalam pengendalian organisme
penganggu tanaman (OPT). Berdasarkan hasil uji bioaktivitas ekstrak tanaman sitawar
(Costus speciosus), puar kilat (Globba sp.) dan legundi (Vitex trifolia) mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap mortalitas dan penghambat perkembangan serangga hama S. litura.
Masih diperlukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan lebih banyak lagi tumbuhan yang
berpotensi sebagai pestisida nabati maupun efektifitasnya dalam mengendalikan serangga
hama.
Kata kunci : etnobotani, pestisida nabati, hutan tropis Bengkulu, Spodoptera litura
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 911
PENDAHULUAN
Kekayaan alam hayati yang dimiliki
Indonesia sangat berlimpah dan beraneka
ragam, sehingga disebut negara mega-
biodiversity. Pulau Sumatera memiliki lebih
dari 10.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi
yang umumnya hidup di hutan dataran
rendah. Demikian halnya di Provinsi
Bengkulu yang juga mempunyai kekayaan
flora yang sangat berlimpah [1]. Keberadaan
tumbuhan tersebut ada yang bisa
dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi
kepentingan hidupnya, seperti untuk obat-
obatan, kosmetika, bahan pestisida,
pangan/buah, dengan tetap memperhatikan
aspek kelestariannya. Sayangnya, tanaman
yang digunakan sebagai obat-obatan maupun
pestisida ini belum begitu dihargai dan sulit
untuk mendokumentasikannya. Di sisi lain,
laju degradasi hutan Indonesia saat ini lebih
dari 2 juta hektar per tahun. Tentu saja hal ini
mengancam entitas dan kelestarian plasma
nutfah botani di Indonesia, utamanya sebagai
potensi penghasil pestisida nabati. Taman
Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang
terletak di Provinsi Bengkulu memiliki
hampir 4.000 jenis flora dan 198 jenis fauna
yang terancam punah dikarenakan adanya
aktivitas manusia di TNKS [2]. Oleh karena
itu keberadaan dan kelestarian jenis flora
mutlak mendapat perhatian yang serius dari
semua pihak.
Pemanfaatan bahan tumbuhan sebagai
pestisida nabati, merupakan salah satu cara
pengendalian tradisional yang telah lama
dikenal oleh masyarakat Indonesia. Cara
pengendalian tersebut merupakan warisan
nenek moyang kita yang bersumber dari
pengalaman hidup, pengetahuan asli
(indigenous knowledge) dan kearifan lokal
(local wisdom). Sayangnya kearifan lokal
mulai terlupakan sejak masuknya pestisida
kimia/sintesis ke Indonesia. Karena pestisida
sintetis dianggap lebih praktis, murah, mudah
dan hasilnya dapat langsung terlihat. Padahal
penggunaan pestisida kimia secara tidak
bijak dan berlebihan dapat menimbulkan
dampak negatif, diantaranya resistensi hama,
resurgensi hama, ledakan hama sekunder,
dan tidak aman bagi lingkungan. Oleh karena
itu pemanfaatan pestisida nabati merupakan
alternatif pengendalian hama yang memenuhi
konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Spodoptera litura merupakan salah satu
hama yang bersifat polifag. Kedelai, caisin,
brokoli dan talas merupakan contoh tanaman
pertanian yang diserang oleh hama ini.
Hama ini tidak hanya menyerang tanaman
pertanian, tetapi bisa juga menyerang
tanaman kehutanan seperti Acacia mangium
dan A. crassicarpa [3], serta ulin [4].
Penelitian ini bertujuan untuk
menginventarisasi jenis tumbuh-tumbuhan
yang secara tradisional dimanfaatkan untuk
mengendalikan hama pada masyarakat etnis
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010912
Rejang Lebong di Provinsi Bengkulu, dan
melakukan uji bioaktivitas beberapa ekstrak
tanaman lokal Bengkulu pada serangga hama
S. litura pada skala laboratorium.
BAHAN DAN METODE
A. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan mulai Bulan April
sampai Desember 2006. Inventarisasi
etnobotani yang berpotensi sebagai pestisida
botani dilakukan di hutan sekunder yang
terdapat di Kabupaten Rejang Lebong,
Provinsi Bengkulu. Uji bioaktivitas ekstrak
tanaman terhadap serangga hama uji
dilakukan di Laboratorium Perlindungan
Hutan, Balai Penelitian Kehutanan
Palembang.
B. Metode
1. Inventarisasi Tanaman Penghasil
Pestisida Nabati
Kegiatan ini dilakukan dengan
mengumpulkan data dan informasi mengenai
jenis-jenis tanaman yang digunakan sebagai
pestisida nabati, bagian yang dimanfaatkan
dan cara menggunakannya, didapatkan
dengan a) Wawancara, yang dilakukan untuk
menggali informasi sebanyak mungkin
pengetahuan masyarakat yang tinggal dekat
dengan hutan mengenai pemanfaatan
tanaman yang berpotensi sebagai pestisida
nabati, b) Observasi lapang, yang berguna
untuk memverifikasi data dan informasi yang
sebelumnya telah diperoleh melalui
wawancara, dan c) Teknik dokumentasi,
yang digunakan untuk mengkaji dan
menganalisis berbagai data, dokumen, dsb.,
yang berkaitan dengan pemanfaatan tanaman
yang berpotensi sebagai pestisida nabati.
2. Identifikasi Jenis Tumbuhan
Identifikasi jenis tumbuhan yang
berpotensi sebagai penghasil pestisida nabati
dilakukan dengan melakukan cek silang
dengan berbagai buku dan literatur tentang
tumbuhan yang ada. Informasi yang
dikumpulkan dari masing-masing jenis
tumbuhan meliputi : nama botani, nama
lokal, famili, habitus, bagian yang digunakan,
dan manfaatnya.
3. Uji Bioaktivitas Ekstrak Tanaman
terhadap Serangga Hama S. litura
Berdasarkan hasil inventarisasi terdapat
3 jenis tanaman yang mempunyai potensi
sebagai pestisida nabati, yaitu sitawar
(Costus speciosus), puar kilat (Globba sp.)
dan legundi (Vitex trifolia). Bagian tanaman
yang digunakan yaitu daunnya. Daunnya
kemudian digunting kecil-kecil dan
dikeringanginkan selama seminggu. Setelah
itu direndam dalam metanol dengan
perbandingan 1 : 10 selama 24 jam.
Kemudian disaring menghasilkan ekstrak
kasar. Ekstrak kasar diaplikasikan pada
serangga hama S. litura. Tiap perlakuan
terdiri dari 3 ulangan dimana setiap ulangan
menggunakan 10 larva instar 2. Parameter
yang diamati adalah mortalitas larva dan
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 913
perkembangan serangga hama. Ekstrak kasar
disemprotkan pada daun caisin (ukuran 4 x 4
cm) sebanyak 50 μL pada konsentrasi 0,5%.
Sedangkan daun kontrol hanya disemprot
methanol saja sebanyak 50 μL. Dua hari
setelah perlakuan daun diganti dengan daun
segar. Mortalitas larva selama 2 hari
perlakuan diamati dan dicatat. Larva yang
masih hidup diamati perkembangannya
sampai menjadi pupa dan imago.
Menurut [5], aktivitas insektisida
ekstrak diklasifikasikan dalam beberapa
kategori yaitu : 1) aktivitas kuat : mortalitas
(m) ≥ 95%, 2) agak kuat : 75% ≤ m < 95%,
3) cukup kuat : 60% ≤ m < 75%, 4) sedang :
40% ≤ m < 60%, 5) agak lemah : 25% ≤ m <
40%, 6) lemah : 5% ≤ m < 25%, 7) tidak
aktif : m < 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Inventarisasi dan Identifikasi
Tanaman yang Berpotensi sebagai
Penghasil Pestisida Nabati
Berdasarkan hasil inventarisasi dan
eksplorasi tumbuhan yang dilakukan pada
lokasi penelitian ditemukan 25 jenis
tumbuhan yang biasa digunakan masyarakat
untuk mengusir hama tanaman pertanian dan
berpotensi sebagai tumbuhan penghasil
pestisida nabati (Tabel 1).
Tabel 1 Jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan berpotensi sebagai pestisida nabati
No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
1 Brotowali/akar ali-ali Tinospora crispa Menispermeaceae
2 Cambai/sirih cambai Piper betle Piperaceae
3 Jengkol Pithecolobium lobatum Leguminosae
4 Jeruk purut Citrus sp. Rutaceae
5 Kapok Ceiba petandra Bombaceae
6 Kayu tegoh Unidentified -
7 Kemiri Aleurites moluccana Euphorbiaceae
8 Kepahiang Unidentified -
9 Koso’a Unidentified -
10 Medang keladi Litsea crassinervia Lauraceae
11 Nangka/Nangka-nangka Artocarpus heterophyllus Moraceae
12 Pinang Areca cathecu Arecaceae
13 Semambau/tuai seleng Unidentified Graminae
14 Sipei Unidentified -
15 Terong bulat hijau Solanum sp. Solanaceae
16 Jejer Derris sp. Leguminosae
17 Puar penangau Unidentified Zingiberaceae
18 Kabau Pithecolobium bubalinum Leguminosae
19 Poka buang Brucea javanica Simarubaceae
20 Gadung/Tubo umbi Dioscorea sp. Dioscoreaceae
21 Durian Durio zibethinus Bombaceae
22 Puar kilat Globba sp. Zingiberaceae
23 Sitawar Costus speciousus Zingiberaceae
24 Legundi Vitex trifolia Verbenaceae
25 Lengkonai Selaginella plana Selaginellaceae
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010914
Dua puluh lima jenis tumbuhan yang
diduga berpotensi sebagai tumbuhan
penghasil pestisida nabati, 19 jenis
diantaranya telah teridentifikasi dan 6 jenis
tumbuhan belum teridentifikasi (Tabel 1).
Dari 19 jenis tanaman yang telah
teridentifikasi tersebut merupakan jenis
tanaman yang tergolong famili
Menispermeaceae, Piperaceae, Leguminosae,
Rutaceae, Bombaceae, Euphorbiaceae,
Lauraceae, Moraceae, Arecaceae, Graminae,
Solanaceae, Zingiberaceae, Simarubaceae,
Dioscoreaceae, Selaginellaceae dan
Verbenaceae. Tumbuhan yang diketahui
mempunyai potensi besar untuk
dikembangkan sebagai pengendali serangga
hama adalah dari kelompok Meliaceae,
Rutaceae, Asteraceae, Anonaceae, Labiatae,
Aristolochiaceae, Malvaceae, Zingiberaceae,
dan Solanaceae [6]. Secara umum, tumbuhan
dari famili Zingiberaceae, Arecaceae,
Leguminosae
dan Rutaceae banyak ditemukan di lokasi
penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa dari
25 jenis tumbuhan yang ditemukan
berpotensi dikembangkan sebagai penghasil
pestisida nabati.
Jumlah habitus tertinggi dari tanaman
yang berpotensi sebagai pestisida nabati
adalah dari kelompok habitus pohon dengan
jumlah total sebanyak 14 jenis, sedangkan
jumlah terendah adalah habitus herba dan
perdu, masing-masing sebanyak 2 jenis
(Tabel 2). Banyaknya habitus pohon yang
bermanfaat sebagai pestisida nabati
mempunyai potensi yang besar untuk
dikembangkan oleh masyarakat. Karena
disamping bisa dimanfaatkan sebagai obat,
tanaman tersebut juga berfungsi sebagai
penaung/pelindung dan kayunya bisa
ditebang sebagai kayu pertukangan,
penghasil serat dan pulp.
Tabel 2 Rekapitulasi jumlah jenis tanaman
yang berpotensi sebagai pestisida
nabati berdasarkan habitus
No Habitus Jumlah jenis
1 Pohon 15
2 Semak 5
3 Perdu 3
4 Herba 3
Berdasarkan bagian yang dapat
digunakan untuk membasmi hama terdapat 7
bagian, yaitu daun, batang, kulit batang,
buah, kulit buah, umbi dan akar. Tabel 3
menunjukkan bahwa bagian tumbuhan yang
paling banyak digunakan sebagai racun
adalah daun, yaitu sebanyak 12 jenis dan
terendah adalah umbi dan akar, masing-
masing sebanyak 1 jenis. Tumbuhan
semambau, terong bulat hijau, pinang,
nangka, kapok, jeruk purut, cambai, puar
penangau, puar kilat, sitawar, legundi dan
lengkonai merupakan jenis tumbuhan yang
daunnya dimanfaatkan sebagai pengendali
hama. Kayu tegoh, kemiri, koso’a, medang
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 915
keladi dan poka buang merupakan jenis
tumbuhan yang kulit batangnya
dimanfaatkan sebagai pengendali hama.
Adapun tumbuhan yang buahnya
dimanfaatkan sebagai pengendali hama yaitu
nangka, sipei, jengkol, kemiri dan kepahiang.
Batang yang dimanfaatkan sebagai
pengendali hama yaitu brotowali, cambai dan
semambau. Kulit buah yang dimanfaatkan
sebagi pengendali hama yaitu kabau dan
durian. Adapun jenis tumbuhan yang bagian
umbi dan akarnya dimanfaatkan sebagai
pengendali hama yaitu masing-masing
gadung dan jejer.
Tabel 3 Rekapitulasi jumlah jenis tanaman
yang berpotensi sebagai pestisida
nabati berdasarkan bagian yang
digunakan
Pada kenyataannya, 2 jenis tumbuhan
etnobotani hasil inventarisasi pada penelitian
ini sudah umum diketahui sifat dan
kemampuannya dalam mengendalikan hama
yaitu tubo umbi/gadung (Dioscorea sp.) dan
brotowali (Tinospora crispa). Gadung
merupakan salah satu jenis tanaman yang
cukup populer di masyarakat. Tanaman ini
tidak hanya dikenal sebagai penghasil
pestisida nabati tetapi bisa dimanfaatkan
sebagai kudapan dan obat. Gadung
menghasilkan umbi yang dapat dimakan,
namun mengandung racun yang dapat
mengakibatkan pusing dan muntah apabila
kurang benar pengolahannya [7]. Umbi
gadung biasa dimanfaatkan sebagai
pembasmi hama tanaman padi. Sementara itu
brotowali selama ini hanya lebih dikenal
sebagai tanaman obat. Masyarakat
menggunakan umbi gadung untuk mengobati
kusta, borok, kencing manis, penurun panas,
anti reumatik, pengencer dahak,
menghilangkan nyeri haid, dan racun
binatang, sedangkan getahnya digunakan
untuk mengobati gigitan ular serta sisa
pengolahan tepungnya digunakan sebagai
insektisida [8, 9]. Sifat racun umbi gadung
disebabkan oleh kandungan dioskorin, dan
rasanya yang menggigit disebabkan oleh
kandungan taninnya [10]. Adapun
berdasarkan manfaat jenis tumbuhan yang
ditemukan, terdapat 4 jenis kegunaan sebagai
agen pengendali hama yaitu sebagai racun
ikan, pengusir hama (seperti nyamuk,
penghisap padi, kutu, babi, wereng dan
kepinding), racun tikus dan pembunuh
nematoda sebagaimana yang tersaji pada
Tabel 4. Semua jenis tumbuhan yang
ditemukan terdapat beberapa jenis tumbuhan
yang mempunyai manfaat dalam
mengendalikan beberapa jenis hama, seperti
gadung, kemiri, nangka dan kepahiang.
Gadung dapat dimanfaatkan sebagai pengusir
ulat dan racun ikan. Kemiri bisa
No Bagian yang digunakan Jumlah jenis
1 Daun 12
2 Kulit batang 5
3 Buah 5
4
5
6
7
Batang
Kulit buah
Umbi
Akar
3
2
1
1
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010916
dimanfaatkan buahnya sebagai racun babi,
sedangkan kulit batangnya digunakan untuk
mengusir nyamuk. Adapun buah nangka
digunakan untuk mengusir babi sedangkan
daunnya sebagai pembunuh nematoda. Buah
kepahiang yang dikenal pahit dapat
dimanfaatkan sebagai racun tikus dan racun
ikan.
Tabel 4 Rekapitulasi jumlah jenis
tanaman yang berpotensi sebagai
pestisida nabati berdasarkan kegunaannya
dalam mengendalikan hama
No Manfaat
tumbuhan
Jumlah
jenis
1 Pengusir hama 17
2 Racun ikan 5
3
4
Pengusir tikus
Pembunuh
nematoda
2
1
Tumbuhan yang digunakan sebagai
pengusir hama yaitu brotowali, cambia, kayu
tegoh, kemiri, koso’a, medang keladi,
nangka, pinang, sipei, puar penangau, kabau,
gadung, puar kilat, sitawar, legundi,
lengkonai dan durian. Adapun tumbuhan
yang digunakan sebagai racun ikan yaitu
kepahiang, semambau, jejer dan poka buang.
Sedangkan tanaman jengkol dan brotowali
biasa dimanfaatkan untuk mengusir tikus
yang menyerang tanaman padi. Nangka
merupakan satu-satunya jenis tanaman yang
dimanfaatkan sebagai pembunuh nematoda.
Masyarakat yang bermukim di sekitar
hutan sudah terbiasa memanfaatkan
tumbuhan yang terdapat di dalam kawasan
hutan untuk mengendalikan hama. Hasil
wawancara menunjukkan bahwa memang
tumbuhan tersebut cukup efektif dalam
mengendalikan hama sasaran dan tidak
mempunyai efek seperti timbulnya resistensi
hama, ledakan hama dan tidak mencemari
lingkungan.
Tumbuhan yang biasa dimanfaatkan
oleh masyarakat tersebut memang
mempunyai potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan dalam skala luas dalam
pengendalian hama. Secara umum 25 jenis
tumbuhan tersebut bisa didapatkan dimana-
mana dalam keadaan berlimpah. Disamping
itu masyarakat bisa dengan mudah
membudidayakannya sehingga tidak harus
mengambil ke dalam kawasan hutan tetapi
cukup dengan menanam di sekitar
pekarangan rumah, masyarakat bisa dengan
mudah memanfaatkannya. Cara
pemanfaatannya juga relatif mudah, murah
dan praktis. Cara pemanfaatan bagian
tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida
nabati dengan cara yang berbeda-beda
tergantung bagian tumbuhan yang digunakan
dan jenis hama sasaran, yaitu dengan cara
mengekstrak bagian tumbuhan (daun, batang
atau bagian yang lainnya), membakar,
menumbuk/menghaluskan, serta merendam
buah kemudian meletakkannya di sekitar
tanaman yang diserang hama.
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 917
B. Uji Bioaktivitas Ekstrak Tanaman
terhadap Serangga Hama S. litura
Terdapat 3 jenis tumbuhan hasil
inventarisasi yang digunakan sebagai bahan
ekstrak yang diujikan terhadap serangga
hama S. litura. Ketiga jenis tumbuhan
tersebut adalah sitawar, puar kilat dan
legundi. Tumbuhan tersebut tidak hanya bisa
didapatkan di sekitar kawasan hutan tetapi
bisa dibudidayakan dengan mudah oleh
masyarakat di sekitar rumah mereka.
Berdasarkan uji skala in vitro menunjukkan
bahwa ekstrak daun tiga jenis tanaman
tersebut memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap hama S. litura, yaitu
mempunyai efek mematikan dan
menghambat perkembangan hama.
Ekstrak daun puar kilat, sitawar dan
legundi mengakibatkan mortalitas larva
umumnya pada hari pertama setelah
perlakuan dan tertinggi pada hari kedua
setelah perlakuan. Gejala kematian larva
untuk semua jenis perlakuan ekstrak adalah
diawali dengan lemasnya larva/tidak aktif
bergerak dan tidak makan kemudian lama
kelamaan larva mengalami kelumpuhan
hingga kematian. Tubuh larva yang mati
berwarna kehitaman dan lama kelamaan
lunak.
Ekstrak daun puar kilat memiliki efek
mematikan paling kuat dibandingkan dengan
ekstrak daun sitawar dan legundi
sebagaimana yang tersaji pada Tabel 5.
Ekstrak daun puar kilat mempunyai aktivitas
insektisida kuat dengan persentase mortalitas
sebesar 98%. Ekstrak daun sitawar
mempunyai aktivitas insektisida sedang
dengan persentase mortalitas sebesar 46%,
sedangkan ekstrak daun legundi mempunyai
aktivitas insektisida terendah yaitu agak
lemah dengan persentase mortalitas sebesar
32%.
Tabel 5 Rata-rata mortalitas larva S. litura
pada berbagai perlakuan jenis
ekstrak
No Jenis Ekstrak Persentase Mortalitas
(%)
1 Puar kilat 98 a
2 Sitawar 46 b
3 Legundi 32 b
4 Kontrol 8 c
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang
sama berarti tidak berbeda
nyata pada uji Duncan α = 5%
Tiga jenis ekstrak tanaman tidak hanya
memberikan efek mortalitas terhadap
serangga uji tetapi juga menghambat
perkembangannya. Ekstrak daun puar kilat
paling kuat dalam menghambat terbentuknya
pupa tetapi tidak mempengaruhi waktu yang
dibutuhkan untuk pembentukan larva
menjadi pupa (Tabel 6). Sedangkan ekstrak
daun legundi mempunyai efek yang kurang
kuat dibandingkan dengan dua jenis ekstrak
yang lainnya, dimana persentase
pembentukan pupa masih tinggi sebesar
68%.
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010918
Seperti halnya terhadap pembentukan
pupa, ekstrak daun puar kilat juga
mempunyai pengaruh paling kuat dalam
menghambat pembentukan imago, dimana
dari 20% pupa yang berhasil terbentuk tidak
didapatkan imago sama sekali. Ekstrak daun
legundi juga mempunyai pengaruh paling
lemah dalam menghambat pembentukan
imago, dimana persentase pembentukan
imagonya sebesar 86,83%.
Tabel 6 Rata-rata persentase keberhasilan pembentukan pupa dan imago S. litura pada
berbagai perlakuan jenis ekstrak
No Jenis
Ekstrak
Pembentukan pupa Pembentukan Imago
Waktu Persentase pembentu-
kan (%)
Waktu Persentase pembentu-
kan (%)
1 Puar kilat 8 20 a * 0 a
2 Sitawar 12 55,57 ab 7 33,33 ab
3 Legundi 9 68 ab 11 86,83 bc
4 Kontrol 5 100 b 5 100 c
Keterangan : - Angka yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji
Duncan α = 5%
- * = Tidak terbentuk imago
Berdasarkan uraian sebelumnya
menunjukkan bahwa ekstrak daun puar kilat
mempunyai efek paling kuat dalam
menyebabkan mortalitas dan menghambat
perkembangan serangga S. litura. Sedangkan
ekstrak daun legundi menunjukkan efek
paling lemah dalam menyebabkan mortalitas
dan penghambat perkembangan serangga.
Hal ini kemungkinan menunjukkan bahwa
ekstrak daun puar kilat mengandung senyawa
kimia yang diduga memiliki efek
insektisidal. Sedangkan lemahnya efek
insektisidal pada perlakuan daun legundi
kemungkinan disebabkan kadar ekstraknya
sangat rendah sehingga kurang mematikan
atau karena tidak/sedikit mengandung
senyawa kimia yang bersifat insektisidal.
Ketiga jenis ekstrak tanaman tersebut
mempunyai potensi untuk dikembangkan
dalam skala luas sebagai pestisida nabati,
karena keberadaannya terdapat dimana-
mana, bisa ditemukan dalam jumlah banyak,
pengolahannya sangat mudah dan ekonomis,
serta pemanfaatannya untuk pengendalian
hama sangat efektif dan efisien (skala in
vitro). Pemanfaatan ekstrak tersebut dalam
pengendalian hama baik hama yang
menyerang tanaman pertanian, perkebunan
maupun kehutanan mempunyai prospek yang
cukup menjanjikan dan merupakan alternatif
pengendalian yang ramah lingkungan dan
salah satu komponen pendukung
pengendalian hama terpadu yang senantiasa
memperhatikan aspek ekologi.
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 919
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil inventarisasi dan
identifikasi tumbuhan yang terdapat di
sekitar dan dalam kawasan hutan primer di
Kabupaten Rejang Lebong, terdapat 25 jenis
tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida
nabati. Terdapat 3 jenis tumbuhan dari 25
jenis tumbuhan yang ditemukan, dilakukan
ekstraksi dan uji bioaktivitas, yaitu sitawar
(Costus speciosus), puar kilat (Globba sp.)
dan legundi (Vitex trifolia). Ekstrak daun
puar kilat mempunyai efek insektisidal paling
kuat sedangkan ekstrak daun legundi
mempunyai efek insektisidal paling lemah
dalam menyebabkan mortalitas dan
menghambat perkembangan hama
Spodoptera litura.
B. Saran
Perlu dilakukan pengujian secara in
vivo untuk mengetahui keefektifan dan
keefisienan pemanfaatan ekstrak daun puar
kilat dalam mengendalikan hama sasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Whitten T., S.J. Damanik, J. Anwar, N.
Hisyam, 1997. The Ecology of
Sumatra. Periplus Editions (HK) Ltd.
Singapore.
Santoso, U. 2008. Keanekaragaman Hayati di
Provinsi Bengkulu.
www.uripsantoso.wordpress.com. 27
Juli 2010.
Asmaliyah dan S. Utami. 2006. Teknik
Pengendalian Hama pada Hutan
Tanaman. Laporan Hasil Penelitian
Balai Penelitian Kehutanan
Palembang. Badan Litbang
Kehutanan. Departemen Kehutanan.
Abdurachman dan A. Saridan. 2008. Potensi
Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm.
Binn) di Hutan Alam Labanan,
Kabupaten Berau Kalimantan Timur.
Prosiding Seminar Bersama Hasil
Penelitian Balai Litbang Kehutanan
Kalimantan, Balai Litbang Hutan
Tanaman Indonesia Bagian Timur
dan Loka Litbang Satwa Primata.
Samarinda 12 April 2006.
Prijono, D. 1998. Insectisidal activity of
Meliaceous seed extracts against
Crocidolomia binotalis Zeller
(Lepidoptera : Pyralidae). Bul HPT
10 : 1-7.
Dadang. 1999. Insect Regulatory Activity and
Active Substances of Indonesian
Plants Particularly to the
Diamondback Moth. Dissertation.
Tokyo University of Agriculture.
Tokyo.
PROSEA. 2002. Plant Resources of South-
East Asia 12 : Medicinal and
Poisonous Plants 2. PROSEA. Bogor.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna
Indonesia II. Yayasan Sarana Warna
Jaya. Jakarta.
Patcharaporn, V., W. Ding, X. Cen, 2010.
Insecticidal Activity of Five Chinese
Medicinal Plants against Plutella
xylostella L. Larvae. Journal of Asia-
Pacific Entomology.
Santi, SR. 2010. Senyawa Aktif Antimakan
dari Umbi Gadung (Dioscorea
hispida Dennst).
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010920