Post on 06-Aug-2015
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS
IODO-IODIMETRI ( P4 )
Di susun oleh :
1. MOH. NUR KHASAN (G1F010058)
2. JATI FIRMANTO (G1F010059)
3. NUR ALFIAH (G1F010060)
4. KARTIKO WICAKSONO (GIF010061)
5. ATABIK YUSUF (G1F008034)
Asisten :
1. Rendy Nurhidayat2. Tri Ayu Apriyani3. Rizky Novasari
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2011
PERCOBAAN 4
IODO-IODIMETRI (P4 )
I. TUJUAN
Mahasiswa dapat menentukan kadar suatu senyawa obat dalam sampel
menggunakan prinsip reaksi oksidasi dan reduksi.
II. PRINSIP PERCOBAAN
Proses oksidasi dan reduksi atau redoks adalah perubahan elektron pada zat – zat
yang bereaksi. Oksidasi adalah peristiwa pelepasan elektron dan reduksi adalah
peristiwa pengikatan elektron. Iodium adala oksidator lemah sedangakan iodida adalah
reduktor kuat.
Pada titrasi menggunakan iod ada dua istilah yang lazim digunakan yaitu
iodimetri dan iodometri
ALAT DAN BAHAN
Alat yang di gunakan pada praktikum kali ini yaitu Buret , spatula , batang
pengaduk , beaker glass , corong gelas , labu erlenmayer , pipet tetes , pipet ukur , labu
ukur , statif dan klem , mortir, gelas arloji
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu kalium iodida , yodium ,
NaOH 1N, indikator jingga metil , Hcl encer, Na bikarbonat, larutan kanji, akuades,
natrium tiosulfat 0.1 N, kloroform , K2Cr2O7 0.1 N , CuSO4, Asam Asetat , Vitamin C ,
Metampiron , Asam Sulfat encer.
DATA PENGAMATAN
I. DATA PENGAMATAN
Kelompok 1
1. Larutan Baku
A. Larutan Natrium tiosulfat 0,1 N
V K2Cr2O7 = 1 ml
N K2Cr2O7 = 0,1 N
V N2S2O3 1 = 31,7 ml
V N2S2O3 2 = 31,7 ml
V N2S2O3 3 = 32 ml
N N2S2O3 1 = V K 2Cr2O7 x N K 2Cr2O7 = 1 x 0,1 = 0,00315 N
V N2S2O3 1 31,7
N N2S2O3 2 = V K 2Cr2O7x N K 2Cr2O7 = 1 x 0,1 = 0,00315 N
V N2S2O3 2 31,7
N N2S2O3 3 = V K 2Cr2O7x N K 2Cr2O7 = 1 x 0,1 = 0,00312 N
V N2S2O3 3 32
X =∑❑N N 2S2O3
n
= 0,0 0315 + 0,0 0315 + 0,0 0312 = 0,00942 N
3
2. Penetapan Kadar
A. Penetapan kadar Cu dlam CuSO4 (Metode Yodometri)
Kelompok 1
N Na2S2O3.5H2O = 0,003 N Mr zat = 63,5
V sample = 3 ml BE zat= 63,5
V titran 1 = 6,25 ml 2
V titran 2 = 6,4 ml
Kadar Replikasi 1 = V titran 1 x N titran x BE zat
= 6,25 x 0,0 03 x 2 = 0,00125 %
3 x 1000
Kadar Replikasi 2 = V titran 2 x N titran x BE zat
= 6,4 x 0,0 03 x 2 = 0,00128 %
3 x 1000
X X d ([x-x]) d2
0,00125 % 0,015 0,00025
0,00128% 0,001265% 0,015 0,00025
∑ ¿0,03 ∑ ¿4,5 x10−4
d =∑ d = 0,0 3 = 0,015
n 2
SD = √∑ d2
n−1 = √ 4,5 x10−4
1 = 0,002
Jadi kadar sampel tembaga sulfat adalah 0,001265 % ± 0,002
C. Penetapan kadar metampiron
Kelompok 4
N I2 = 0.1 N BE metampiron = 16,67V titran 1 = 7,5 ml
V titran 2 = 7,4 ml
V titran 3 = 7,4 ml
Kadar 1 = V titran 1 x N titran 1 x BE zat x 100 %
mg sampel
= 7,4 x 0, 1 N x 16,67 x 100 % = 62,51 %
20
Kadar 2 = V titran 2 x N titran 2 x BE zat x 100 %
m sampel
= 7,4 x 0, 1 N x 16,67 x 100 %
20
= 61,67 %
Kadar 3 = V titran 3 x N titran 3 x BE zat x 100 %
m sampel
= 7,4 x 0, 1 N x 16,67 x 100 %
25
= 61,67 %
Kadar rata-rata=62,51+61,67+ 61,67 =61,95%
3
X X d ([x-x]) d2
62,51% 61,95% 0,56 0,3136
61,67 % 61,95% 0,28 0,0784
61,67 % 61,95% 0,28 0,0784
∑ ¿1,18 ∑ ¿0,15684
d =∑ d = 1,18 = 0,393
n 3
SD = √∑ d2
n−1 = √ 0,1568
2 = 0,28
Jadi rata-rata kadar sampel adalah 61,95 % ± 0,28
D. Penetapan kadar vitamin C
Kelompok 2
N Iodium = 0,1 N BE zat = 88
V titran 1 = 2,8 ml
V titran 2 = 2,75 ml
V titran 3 = 2,8 ml
Kadar 1 = V titran 1 x N titran 1 x BE zat x 100 % x faktor pengenceran
mg sampel
= 2,8 x 0 ,1 N x 88 x 100 % = 123,2 %
20
Kadar 2 = V titran 2 x N titran 2 x BE zat x 100 % x faktor pengenceran
m sampel
= 2,75 x 0 ,1 N x 88 x 100 % = 121 %
20
Kadar 3 = V titran 3 x N titran 3 x BE zat x 100 % x faktor pengenceran
m sampel
= 2,8 x 0 ,1 N x 88 x 100 % = 123,2 %
20
X X d ([x-x]) d2
123,2 % 0,7 0,49
121 % 122,5% 1,5 2.25
123,2 % 0,7 0,49
∑ ¿2,9 ∑ ¿3,23
d =∑ d = 2,9 = 0,96
n 3
SD = √∑ d2
n−1 = √ 3,23
2 = 1,271
Jadi kadar sampel asam askorbat adalah 122,5 % ± 1,271
Penetapan kadar metampiron
Kelompok 3
N I2 = 0.1 N BE metampiron = 16,67V titran 1 = 6 ml
V titran 2 = 6,1 ml
V titran 3 = 6 ml
Kadar 1 = V titran 1 x N titran 1 x BE zat x 100 %
mg sampel
= 6 x 0, 1 N x 16,67 x 100 % = 50,01 %
20
Kadar 2 = V titran 2 x N titran 2 x BE zat x 100 %
m sampel
= 6,1 x 0, 1 N x 16,67 x 100 %
20
= 50,84 %
Kadar 3 = V titran 3 x N titran 3 x BE zat x 100 %
m sampel
= 6 x 0, 1 N x 16,67 x 100 %
20
= 50,01 %
Kadar rata-rata=50,01+50,84+ 50,01 =50,28%
3
X X d ([x-x]) d2
50,01% 50,28 % 0,27 0,0729
50,84% 50,28 % 0,56 0,3136
50,01% 50,28 % 0,27 0,0729
∑ ¿1,10 ∑ ¿0,4594
d =∑ d = 1,10 = 0,366
n 3
SD = √∑ d2
n−1 = √ 0,4594
2 = 0,479
Jadi rata-rata kadar sampel adalah 50,28 % ± 0,479
III. PEMBAHASAN
IV. Teori Iodo-Iodimetri
Dalam menganalisa suatu senyawa dalam hal ini adalah obat dapat digunakan
analisis secara kuantitatif (penetapan banyak suatu zat tertentu yang ada dalam sampel)
dan analisis secara kualitatif (identifikasi zat-zat dalam suatu sampel). Intinya tujuan
analisis secara kualitatif adalah memisahkan serta mengidentifikasi sejumlah unsur
(Day & Underwood, 1986).
Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat
dua cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu
secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan
iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif
pada titik ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat
iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut
iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih
dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan
dititrasi dengan larutan natrium thiosilfat standar atau asam arsenit) (Bassett, 1994).
Dengan kontrol pada titik akhir titrasi jika kelebihan 1 tetes titran. perubahan
warna yang terjadi pada larutan akan semakin jelas dengan penambahan indikator
amilum/kanji (Vogel, 1997).
Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu
pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai
pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi
(iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk
dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah
sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna
dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion
iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan
iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Day & Underwood,
1986).
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan
suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah
berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett, 1994).
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah
natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus
distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk
waktu yang lama (Day & Underwood, 1986).
Karena harga E° iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem iodium
dapat digunakan untuk oksidator maupun reduktor. I2 adalah oksidator lemah sedangkan
iodida secara relatif merupakan reduktor lemah. Jika Eo tidak bergantung pada pH (pH <
8.0) maka persamaan reaksinya
I2 (s) + 2e- ? 2I- Eo= 0.535 V
I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara relatif merupakan reduktor
lemah. Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukan triodida [KI3].
I2 (s) + 2e- ? 2I- Eo= 6.21 V
Dengan demikian iodium Eo= + 0.535 V merupakan pereaksi yang lebih baik
daripada ion Cu(II). Akan tetapi bila ion iodida ditambahkan pada suatu larutan Cu(II),
maka suatu endapan CuI terbentuk
Iodium dapat dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut dalam larutan KI dan harus
disimpan pada tempat yang dingin dan gelap. Berkurangnya iodium dan akibat
penguapan dan oksidasi udara menyebabkan banyak kesalahan dalam analisis. Dapat
distandarisasi dengan Na2S2O3.5H2O yang lebih dahulu distandarisasi dengan K2Cr2O7.
Reaksi :
Cr2O72- + 14H+ + 6I- ? 3I2 +2Cr3+ + 7H2O
Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodida pada konsentrasi
< 10-5 M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung
pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil
dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2002).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai
indikatornya sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu atau merah lembayung yang
kuat kepada pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-
kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum
digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks
kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar
dalam larutan yang sedikit asam dari pada dalam larutan netral dan lebih besar dengan
adanya ion iodida (Day & Underwood, 1981).
Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi dengan
natrium thiosulfat maka:
I3- + 2S2O3
2- ? 3I- + S4O62-
Selama reaksi zat antara S2O32- yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai
S2O32- + I3
- ? S2O3I- + 2I-
Yang mana berjalan terus menjadi:
S2O3I- + S2O32-? S4O6
2- +I3-
Jika suatu zat pengoksid kuat diolah dalam larutan netral atau (lebih biasa) larutan
asam, dengan ion iodida yang sangat berlebih, yang terakhir bereaksi sebagai zat
prereduksi, dan oksidan akan direduksi secara kuantitatif. Dalam hal-hal yang demikian,
sejumlah iod yang ekivalen akan dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu
zat pereduksi, biasanya natrium thiosulfat (Bassett, 1994).
Dua sumber sesatan yang penting dalam titrasi yang melibatkan iod adalah:
1. Kehilangan iod yang disebabkan oleh sifat mudah menguapnya yang
cukup berarti, dan
2. Larutan iodida yang asam dioksidasi oleh oksigen di udara:
4I- + O2 + 4H+ ? 2I2 + 2H2O
Hasil VS Pustaka
Perbandingan data hasil praktikum dengan literatur :
Kelompo
kBahan Sampel Persyaratan Farmakope
Hasil Analisis
Praktikum
1 Tembaga II Sulfat 56% 0,001265% ±
0,002
2 Metampiron 79,39% -79,61% 61,95% ± 0,28 &
50,28%±0,479
3 Vitamin C 90% - 110%
Dari kadar yang tertera
dalam kemasan
122,5% ± 1,271
(Anonim.1995)
Pada praktukum kali ini kelompok kami melakukan percobaan penentuan kadar
vitamin C dengan menggunakan Metode Yodimetri. Berdasarkan hasil percobaan yang
kami lakukan didapatkan hasil bahwa kadar vitamin C yang kami uji memiliki kadar
122,5% ± 1,271. Hasil tersebut sangat berbeda jauh dari kadar yang tertera di label
kemasan. Berdasarkan pernyataan Day & Underwood dalam bukunya “Analisis Kimia
Kuantitatif” disebutkan bahwa untuk penentuan kadar senyawa vitamin C (C6H8C6)
metode yang baik digunakan adalah metode Yodometri, jadi apabila penentuan kadar
Vitamin C dianalisis menggunakan metode Yodimetri maka hasilnya akan kurang
akurat. Oleh karena itu, nilai kadar vitamin C yang kami dapat dari hasil percobaan
tidak sesuai dengan kadar yang tertera dalam label kamasan.
Kadar Tembaga II Sulfat, Vitamin C , Metampiron yang di dapat dari hasil
praktikum tidak memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia. Ada beberapa faktor-
faktor kesalahan yang menyebabkan tidak akuratnya hasil titrasi yang didapat antara
lain sebagai berikut.
1. Tidak tepatnya metode titrasi yang digunakan.
2. Penggunaan skala buret yang tidak tepat
3. Kurang tepatnya pada saat pembuatan larutan Yodium, seperti pada saat
penimbangan.
4.Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indicator
5. Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi.
Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25 0C), tetapi
agak larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar dapat
dibuat dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol
volumetrik. Iodium, dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan
KI pekat, yang ditimbang dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium.
Akan tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap suatu standar primer, As2O3
yang paling biasa digunakan. (Underwood, 1986).
Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah
natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus
distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk
waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan
natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang
digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering
digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari iodida, suatu proses
iodometrik (Underwood, 1986).
Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu
kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung
(kadang-kadang dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi dari iod yang
dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel:
I2(solid) 2e 2I-
adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh
dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir
titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid seperti kalium permanganat, ketika konsentrasi
ion iodida menjadi relatif rendah. Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi
iodometri, bila ion iodida terdapat dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida:
I2(aq) + I- I3-
Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik
ditulis sebagai:
I3- + 2e 3I-
Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-
iodida merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat,
kalium dikromat, dan serium(IV) sulfat (Bassett, J. dkk., 1994).
Dalam menggunakan metode iodometrik kita menggunakan indikator kanji
dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat
bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu
atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra korida dan kloroform.
Namun demikan larutan dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap
dari kompleks iodin–kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitiv untuk iodin
(Underwood, 2002).
Reaksi antara as.askorbat dgn iodium dmana as.askorbat dioksidasi menjd
as.dehidroaskorbat dan iodium direduksi menjd iodida
Penjelasan cara kerja dan fungsi perlakuan
Timbang seksama kurang lbh 100 mg sampel dilarutkn dl 50 ml air.Tambah 10 ml
HCl 0.1N.Segera titrasi dgn I2 0.1 N dgn indikator kanji dgn sekali-kali dkocok hingga
terjd warna biru mantap selama 2 mnt.
Asam askorbat adalah oksidator lemah yg jk dreduksi dgn iodida berjalan
lambat,mk agar reaksi berjalan sempurna dpt dtepuh dgn bbrapa cara yaitu
memperbesar konsentrasi ion iodida atau memperbesar konsentrasi
hidrogen.Penambahan HCl dsini utk memberikan suasana asam sehingga konsentrasi
hidrogen bertambah besar..Penggunaan indikator kanji utk mendeteksi kelebihan
iodium pd saat titrasi yg dtunjukkn dgn perubahan warna larutan menjd biru tua selama
1-2 mnt.Pengocokan bertujuan utk mempercepat bercampurnya antara titran,titrat dan
indikator.
PEMERIAN
Metampiron : Metampiron mengandung tidak kurang dari 99.0% dan
tidak lebih dari 101% C13H16N3NaO4S. Serbuk Hablur ; putih atau putih kekuningan
Natrium Tiosulfat : Natrium Tiosulfat mengandung tidak kurang dari 99%
Na2S2O3 dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian berupa hablur besar tidak berwarna
atau serbuk hablur kasar. Dalam udara lembab meleleh basah; dalam hampa udara pada
suhu dia atas 33o merapuh. Sangat mudah larut dalam air dan praktis tidak larut dalam
etanol 95%.
Kalium Iodida : Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 99% dan
tidak lebih dari 101,5% KI dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian
berupa hablur heksahedral; transparan atau tidak berwarna , opak dan putih atau serbuk
butiran putih dan higroskopik. Sangat mudah larut dalam air , larut dalam etanol dan
mudah larut dalam gliserol.
Iodium : Iodium mengandung tidak kurang dari 99,5% I.
Pemerian berupa keping atau butir , berat , mengkilat , seperti logam ; hitam kelabu ;
bau khas. Sangat sukar larut dalam air , larut dalam etanol dan gliserol dan mudah larut
dalam karbonsulfida. Larut dalam kloroform dan tetraklorida.
Natrium Hidroksida : Natrium hidroksida mengandung tidak kurang dari
97,5% alkali dihitung dari jumlah sebagai NaOH , dan tidak lebih dari 2,5% Na2CO3.
Pemerian berupa bentuk batang , butiran , massa hablur atau keping , kering , keras ,
rapuh , dan menunjukkan susunan hablur ; putih , mudah meleleh basah. Sangat alkalis
dan korosif. Segera menyerap karbondioksida. Sangat mudah larut dalam air dan etanol
Vitamin C : Asam askorat mengandung tidak lebih dari 99% .
Pemerian berupa serbuk atau hablur ; putih atau agak kuning ; tidak berbau ; rasa asam.
Oleh pengaruh cahaya lamabat laun menjadi gelap. Dalam keadaan kering , mantap di
udara , dalam larutan cepat teroksidasi. Mudah larut dalam air , agak sukar larut dalam
etanol, praktis tidak larut dalam kloroform , eter , dan benzen.
Kloroform : Kloroform adalah triklometana , mengandung etanol 1
% v/v sampai 2% v/v sebagai zat penstabil. Pemerian berupa cairan , mudah menguap ;
tidak berwarna ; bau khas ; rasa manis dan membakar. Sukar larut dalam air ; mudah
larut dalam etanol , eter , dan sebagian besar pelarut organik , mudah larut dalam
minyak astiri dan minyak lemak.
Asam Sulfat Encer : Asam sulfat encer mengandung tidak kurang dari
9,5% dan tidak lebih dari 10,5% H2SO4
Asam Klorida : Asam klorida mengandung tidak kurang dari
35% dan tidak lebih dari 38% HCl. Pemerian berupa cairan , tidak berwarna , berasap ,
bau merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian air , asap dan bau hilang. Larutan
yang sangat encer masih bereaksi asam kuat terhadap kertas lakmus p.
Tembaga Sulfat : Pemerian berupa prisma tri klinik , serbuk
hablur , biru .Mudah larut dalam air dan gliserol dan sangat sukar larut dalam etanol
Kesimpulan
1. Pembakuan natrium tiosulfat didapat rata – rata normailitas natirum tio sulfat setelah dilakukan replikasi 3 kali adalah 0,00942 N
2. Perhitungan rata-rata kadar CuSO4 setelah dilakukan replikasi 2 kali adalah 0,001265 ± 0,02
3. Perhitungan rata-rata kadar Asam Askorbat atau Vitamin C setelah dilakukan replikasi 3 kali adalah 122,5% ± 1,271
4. Perhitungan rata-rata kadar metampiron kelompok 3 setelah dilakukan replikasi 3 kali adalah 50,28 ± 0,479
5. Perhitungan rata-rata kadar metampiron kelompok 4 setelaah dilakukan replikasi 3 kali adalah 61,95 % ± 0,28
Daftar Pustaka
Khopkar, S. M., (2003), ”Konsep Dasar Kimia Analitik”, Penerbit. Universitas
Indonesia, Jakarta
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.
Underwood, A.L dan Day A.R. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif edisi ke empat.
Erlangga, Jakarta.
Basset,J . 1994 . buku aaran vogel kimia analisis kuantitatif anorganik edisi keempat.
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta
Anonim . 1995 . Farmakope Indonesia Edisi IV . Departemen Kesehatan Republik
Indonesia . jakarta