Post on 30-Nov-2015
MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL
PERBANDINGAN PASAL 4, 14, dan 15 PADA UN MODEL DENGAN TAX TREATY ANTARA INDONESIA DENGAN
AMERIKA, SINGAPURA, AUSTRALIA, JEPANG, dan BELANDA
Disusun Oleh :
Nita Prishela C. Marpaung (0806396374)
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK
DEPOK
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini, bangsa Indonesia dan juga bangsa-bangsa lainnya tengah memasuki era
globalisasi dimana akan terjadi integrasi ekonomi dunia dan faktor-faktor produksi akan sangat
dibutuhkan. Faktor-faktor produksi tersebut akan mengalir dan didistribusikan dari satu negara
ke negara lainnya. Hal itu akan menyebabkan semakin menyatunya perekonomian dunia
sehingga akan terjadi perkembangan transaksi internasional. Semakin berkembangnya transaksi
internasional dapat membawa dampak positif dan negatif pada suatu bangsa. Dampak positifnya
adalah dapat meningkatnya penerimaan suatu negara, yang antara lain bersumber dari sektor
pajak. Transaksi internasional akan mengakibatkan meningkatnya penerimaan pajak sehingga
akan memberikan kontribusi yang besar untuk menggerakkan perekonomian di dalam negeri.
Dampak negatifnya adalah dapat terjadinya permasalahan di antara negara-negara yang
melakukan transaksi internasional karena adanya perbedaan tarif pajak, perbedaan pemberian
fasilitas perpajakan, dan juga perbedaan perencanaan pajak. Permasalah tersebut antara lain
dapat menimbulkan terjadinya pengenaan pajak berganda atas objek pajak yang sama yang
timbul dari transaksi internasional atau pengenaan pajak berganda terhadap subjek pajak yang
sama. Oleh karena itu, pihak-pihak yang sering melakukan transaksi internasional berupaya
untuk melakukan penghindaran pajak berganda karena apabila tidak segera ditangani, akan
mengakibatkan masalah terhadap perkembangan transaksi internasional atau berkurangnya serta
hilangnya potensi penerimaan negara dari sektor pajak.
Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan dibuatnya
kesepakatan tax treaty. Tax treaty adalah perjanjian perpajakan antara dua negara yang dibuat
dalam rangka meminimalisir pemajakan berganda dan berbagai usaha penghindaran pajak.
Perjanjian ini digunakan oleh penduduk dua negara untuk menentukan aspek perpajakan yang
timbul dari suatu transaksi di antara mereka. Penentuan aspek perpajakan tersebut dilakukan
berdasarkan ayat-ayat yang terdapat dalam tax treaty yang bersangkutan sesuai jenis transaksi
yang sedang dihadapi. Setiap tax treaty mempunyai prinsip-prinsip dasar yang kurang lebih
sama, sebagai bagian dari konvensi internasional di mana setiap negara yang terlibat dalam suatu
tax treaty menyusun treaty-nya masing-masing berdasarkan model-model perjanjian yang diakui
secara internasional. Di dunia ini, ada dua model treaty yang sering dijadikan acuan dalam
menyusun suatu treaty yaitu model OECD dan model PBB (UN Model).
Tax treaty juga memiliki makna suatu persetujuan internasional yang disepakati antar
negara dan dibuat sesuai hukum internasional atau merupakan suatu persetujuan antara dua
negara atau lebih dengan membagi hak untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang
berasal dari suatu negara. Melihat definisi tersebut maka inti dari suatu persetujuan penghindaran
pajak berganda (P3B) adalah pembagian hak pemajakan antar negara. P3B tidak menimbulkan
jenis pajak baru dan tidak mengatur tarif pajak. P3B hanya akan mengatur pembagian hak
pemajakan sehingga nantinya atas beberapa jenis penghasilan, hak pemajakan suatu negara akan
dibatasi oleh P3B.
Sebagaimana telah disinggung di atas, adanya P3B dimaksudkan terutama untuk
menghilangkan pajak berganda (double tax). Pajak berganda ini timbul karena dua negara
mengenakan pajak atas penghasilan yang sama. Selain untuk mencegah pengenaan pajak
berganda, P3B juga dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak (tax
avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion). Jika tujuan-tujuan tersebut tercapai tentu saja
pada akhirnya P3B dapat menghilangkan hambatan dalam lalu lintas perdagangan, modal dan
investasi antar negara sehingga pada akhirnya dapat dicapai kesejahteraan suatu negara karena
sumber daya dialokasikan secara efisien.
Selain itu, sebagai suatu perjanjian, tax treaty adalah kontrak yang mengikat suatu negara
dengan negara lain dalam hal perlakuan perpajakan. Oleh sebab itu, di dalamnya selalu berisi
pasal-pasal dan ayat-ayat yang berkaitan dengan suatu aspek transaksi dan pihak tertentu. Pasal-
pasal atau ayat-ayat yang terdapat dalam sebuah tax treaty pada dasarnya dapat dikelompokkan
menjadi empat bagian besar yaitu bagian yang mengungkapkan cakupan tax treaty, bagian yang
mengatur minimalisasi pengenaan pajak berganda, bagian tentang pencegahan penghindaran
pajak dan bagian yang mencakup hal-hal lainnya. Semua bagian itu cenderung lebih mudah
dipahami dari pada berbagai definisi, istilah dan pengertian yang sering disebutkan dalam suatu
tax treaty. Berbagai definisi, istilah dan pengertian inilah yang menjadi lebih penting untuk
dipahami setiap pihak khususnya berkaitan dengan kepentingan dalam praktek bisnis sehari-hari.
Oleh karena itu, untuk dapat mempelajarinya lebih lanjut, di dalam makalah ini akan
dijelaskan mengenai Perpajakan Internasional dan mengenai perbedaan antara beberapa pasal
dalam UN Model (Pasal 4 mengenai kependudukan, Pasal 14 mengenai layanan personal yang
independen, Pasal 15 mengenai layananpersonal yang dependen) dengan pasal yang sama
didalam Tax Treaty Indonesia dengan lima negara, yaitu Amerika, Australia, Belanda, Jepang
dan Singapura.
BAB II
ISI
A. Resident
Di dalam ketentuan UN Model, Penduduk diatur dalam pasal 4.
Pasal 4
RESIDENT
1. Untuk tujuan Konvensi ini, "penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan" berarti
setiap orang yang, berdasarkan hukum Negara tersebut, dapat dikenakan pajak di dalamnya
berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya, tempat pendirian, tempat manajemen atau apapun
kriteria lainnya yang sifatnya serupa, dan juga termasuk Negara dan setiap bagian
ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya. Istilah ini, bagaimanapun, tidak termasuk orang
yang dapat dikenakan pajak di Sate bahwa hanya atas penghasilan dari sumber-sumber di Negara
itu atau modal yang berada di sana.
2. Dimana dengan alasan ketentuan-ketentuan ayat 1 seorang pribadi menjadi penduduk di
kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut:
(a). Ia akan dianggap sebagai penduduk hanya dari Negara di mana ia mempunyai tempat tinggal
tetap yang tersedia baginya, jika ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di
kedua Negara, ia akan dianggap penduduk hanya dari Negara dengan yang hubungan pribadi dan
ekonomi yang lebih erat (pusat kepentingan pokok);
(b). Jika Negara di mana pusat tentang kepentingan pokoknya tidak dapat ditentukan, atau jika ia
tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di salah satu Negara, ia akan
dianggap sebagai penduduk hanya Negara di mana ia mempunyai tempat kebiasaan ;
(c). Jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara atau tidak dari mereka, ia
akan dianggap sebagai penduduk hanya Negara yang bersifat nasional;
(d). Jika ia adalah seorang warganegara dari kedua Negara atau tidak dari mereka, pejabat yang
berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan
persetujuan bersama.
3. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 orang selain seorang individu
merupakan penduduk dari kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka akan dianggap sebagai
penduduk hanya dari Negara di mana tempat manajemen efektif berada.
-Berikut adalah penjelasan dari Tax Treaty Indonesia dengan ke lima Negara yang membuat
perjanjian:
1. Tax Treaty Indonesia – Amerika
Pasal 4
FISCAL RESIDENCE
1. Dalam Konvensi ini, "penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan" berarti setiap orang
yang berdasarkan undang-undang Negara tersebut dapat dikenakan pajak disana berdasarkan
domisilinya, tempat kediamannya, tempat pendirian, tempat kedudukan manajemen ataupun
kriteria lainnya yang serupa alam. Untuk tujuan pajak Amerika Serikat, dalam kasus kemitraan,
perkebunan, atau kepercayaan, istilah tersebut berlaku hanya sejauh bahwa penghasilan yang
diperoleh oleh orang tersebut dikenakan pajak Amerika Serikat sebagai penghasilan penduduk,
baik di tangannya atau di tangan mitra atau penerima manfaat.
2. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 seorang pribadi menjadi penduduk di kedua
Negara pihak pada Persetujuan:
(a). Ia akan dianggap sebagai penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan di mana ia
mempertahankan rumah permanen itu. Jika ia mempunyai tempat tinggal tetap di kedua Negara
pihak pada Persetujuan atau tidak dari Negara pihak pada Persetujuan, ia akan dianggap sebagai
penduduk Negara pihak pada Persetujuan dengan mana hubungan pribadi dan ekonomi yang
terdekat (pusat kepentingan-kepentingan pokok);
(b). Jika Negara pihak pada Persetujuan di mana pusat tentang kepentingan pokoknya tidak dapat
ditentukan, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan di mana ia
memiliki kebiasaan tinggal;
(c). Jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara pihak pada Persetujuan atau
tidak satu pun dari Negara pihak pada Persetujuan, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara
pihak pada Persetujuan dimana ia adalah seorang warga negara dan
(d). jika ia adalah warga negara dari kedua Negara pihak pada Persetujuan atau sama sekali tidak
Negara pihak pada Persetujuan, pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan
akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan persetujuan bersama. Untuk tujuan ayat ini, tempat
tinggal tetap adalah tempat di mana seorang berdiam individu dengan keluarganya.
3. Seorang individu yang dianggap sebagai penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan
dan bukan penduduk Negara pihak lainnya dengan alasan ketentuan-ketentuan ayat 2 akan
dianggap hanya penduduk dari Negara yang disebutkan pertama untuk segala keperluan
Konvensi ini, termasuk Pasal 28 (Ketentuan Umum Pajak).
4. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 perusahaan merupakan penduduk di kedua
Negara pihak pada Persetujuan, ketika akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana ia
diorganisasikan atau dimasukkan.
2. Tax Treaty Indonesia – Singapura
Pasal 4
FISCAL DOMICILE
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "penduduk suatu Negara pihak pada
Persetujuan" berarti setiap orang yang merupakan penduduk suatu Negara pihak "untuk
tujuan pajak Negara tersebut. Istilah ini tidak termasuk bentuk usaha tetap dari sebuah
perusahaan asing yang diperlakukan sebagai penduduk untuk tujuan pajak.
2. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 seorang pribadi menjadi penduduk di
kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan sesuai dengan
aturan berikut:
(a) Ia akan dianggap sebagai penduduk Negara dimana ia mempunyai tempat tinggal
tetap yang tersedia baginya. Jika ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia
baginya di kedua Negara pihak pada Persetujuan, ia akan dianggap sebagai
penduduk Negara pihak pada Persetujuan dengan mana hubungan pribadi dan
ekonomi yang terdekat (pusat kepentingan-kepentingan pokok);
(b) jika Negara pihak pada Persetujuan di mana pusat tentang kepentingan pokoknya
tidak dapat ditentukan, atau jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang
tersedia baginya di salah satu Negara pihak pada Persetujuan, ia akan dianggap
sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan di mana ia biasanya berdiam;
(c) Jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara pihak pada
Persetujuan atau tidak dari mereka, pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada
Persetujuan akan menyelesaikan masalah ini dengan persetujuan bersama.
3. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 orang selain seorang individu
merupakan penduduk dari kedua Negara pihak pada Persetujuan, pejabat yang berwenang
dari Negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan
persetujuan bersama.
3. Tax Treaty Indonesia – Australia
Pasal 4
FISCAL DOMICILE
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan"
berarti setiap orang yang, di bawah hukum Negara tersebut, dapat dikenakan pajak di dalamnya
dengan alasan dari domisili, tempat tinggal, tempat kedudukan manajemen atau kriteria lainnya
yang serupa alam.
2. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 Pasal ini seorang individu merupakan
penduduk kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan sesuai dengan
aturan berikut:
(a). Ia akan dianggap sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan di mana ia mempunyai
tempat tinggal tetap yang tersedia baginya; jika ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia
baginya di kedua Negara pihak pada Persetujuan, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara
pihak pada Persetujuan dengan yang pribadi dan hubungan ekonomi yang lebih erat (pusat
kepentingan-kepentingan pokok);
(b). Jika Negara pihak pada Persetujuan dimana ia mempunyai pusat kepentingan-kepentingan
pokok tidak dapat ditentukan, atau jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia
baginya di kedua Negara pihak pada Persetujuan, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara
pihak pada Persetujuan dimana ia menurut kebiasaannya berdiam;
(c). Jika ia mempunyai kebiasaan berdiam di kedua Negara pihak pada Persetujuan atau tidak
satu pun dari mereka, pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan
menyelesaikan masalah ini melalui persetujuan bersama.
3. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 Pasal ini seseorang selain orang
pribadi menjadi penduduk pada kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka akan dianggap
sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan di mana tempat manajemen efektif berada.
4. Kenyataan bahwa suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di
Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana akan
tidak merupakan salah satu perusahaan atau bentuk usaha tetap yang merupakan penduduk
Negara lain.
4. Tax Treaty Indonesia – Jepang
Pasal 4
1. Untuk kepentingan persetujuan ini, istilah "penduduk dari suatu negara" berarti setiap
orang atau badan yang menurut perundang-undangan Negara itu dapat dikenakan pajak
berdasarkan tempat tinggal, tempat kediaman, kantor pusat atau kantor besar, tempat
ketatalaksanaan atau patokan lainnya yang serupa.
2. Jika berdasarkan ketentuan ayat 1, seseorang atau suatu badan merupakan penduduk dari
kedua Negara, maka untuk tujuan persetujuan ini pejabat yang berwenang dari masing-
masing Negara, berdasarkan permufakatan kedua belah pihak akan menentukan tempat
kedudukan seseorang atau badan tersebut.
5. Tax Treaty Indonesia – Belanda
Pasal 4
FISCAL DOMICILE
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "penduduk salah satu Negara" berarti setiap
orang yang, di bawah hukum Negara tersebut dapat dikenakan pajak di dalamnya
berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya, tempat kedudukan manajemennya atau
atas dasar lainnya yang sifatnya serupa.
2. Untuk tujuan Persetujuan ini seorang individu, yang merupakan anggota suatu misi
diplomatik atau konsuler dari salah satu Negara di Negara lain atau di suatu Negara
ketiga dan yang merupakan warga negara dari Negara pengirim, akan dianggap sebagai
penduduk dari Negara pengirim jika ia disampaikan di dalamnya untuk kewajiban yang
sama mengenai pajak atas penghasilan adalah penduduk dari Negara tersebut.
3. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 seorang pribadi menjadi penduduk di
kedua Negara, maka hal ini harus ditentukan sesuai dengan aturan berikut:
(a) ia akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana ia mempunyai tempat tinggal
tetap yang tersedia baginya. Jika ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia
baginya di kedua Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana hubungan
pribadi dan ekonomi yang terdekat (pusat kepentingan-kepentingan pokok);
(b). jika Negara di mana pusat tentang kepentingan pokoknya tidak dapat ditentukan, atau
jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di salah satu Negara,
ia akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana ia biasanya berdiam;
(c). jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara atau tidak dari mereka,
pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan
persetujuan bersama.
4. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 orang selain individu dan lainnya dari
sebuah perusahaan yang ketentuan Pasal 8 berlaku, merupakan penduduk di kedua
Negara, maka akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana tempat manajemen
efektif berada. Jika pejabat yang berwenang dari kedua Negara menganggap bahwa suatu
tempat kedudukan manajemen yang efektif hadir di kedua Negara, mereka akan
menyelesaikan masalahnya berdasarkan persetujuan bersama.
Penjelasan :
Dalam pasal ini, diatur tentang dua hal yaitu definisi penduduk (berkaitan dengan
personal scope) serta tie breaker rule yaitu ketentuan yang menentukan tidak berlakunya status
residence atas suatu pihak dengan karakteristik tertentu. Definisi penduduk sebagaimana diatur
dalam paragraf pertama klausul ini adalah setiap orang pribadi atau badan yang berdasarkan
ketentuan internal suatu Negara, seperti keberadaan, domisili, tempat kedudukan manajemen
atau sebab-sebab lain yang mempunyai karakteristik yang sama, dapat dikenai pajak di negara
tersebut. Dengan kata lain, penduduk adalah Subjek Pajak dalam negeri suatu negara yang
dikenai pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan lokal yang berlaku di negara
tersebut.
Pasal ini juga menegaskan bahwa orang pribadi atau badan tidak dapat langsung
dianggap sebagai penduduk suatu negara hanya karena mendapatkan penghasilan yang
bersumber dari negara tersebut. Dalam prakteknya, orang pribadi atau badan dapat dianggap
sebagai penduduk dari dua negara berdasarkan azas world wide income yang dianut. Hal ini bisa
terjadi karena setiap negara pada dasarnya berhak mengatur definisi penduduk sesuai dengan
versinya masing-masing.
Diperlakukan sebagai penduduk dari dua negara sekaligus dalam konteks pemajakan
berganda sama sekali bukan hal yang menyenangkan. Pasalnya, orang pribadi atau perseroan
yang bersangkutan dapat dikenai pajak sesuai ketentuan pajak yang masing-masing berlaku di
kedua negara tersebut. Jika kedua negara sama-sama menganut prinsip world wide income, dapat
dibayangkan betapa berat beban pajak yang harus ditanggung oleh pihak yang bersangkutan.
Apabila kondisi seperti ini tetap dibiarkan, tentunya akan membawa dampak negatif terhadap
kelancaran investasi salah satu negara karena pihak tersebut cenderung tidak berinvestasi guna
menghindari beban pajak yang terlalu besar. Menyadari efek-efek negatif tersebut, artikel
residence selanjutnya mengatur langkah yang dapat digunakan untuk menghilangkan status
kependudukan ganda yang sering disebut dengan tie breaker rule.
Tie breaker rule dibedakan menjadi dua yaitu yang diterapkan untuk orang pribadi dan
yang diterapkan untuk selain orang pribadi. Tie breaker rule untuk orang pribadi terdiri dari
penentuan permanent home (tempat tinggal tetap), center of economic and social interests (pusat
kepentingan ekonomi dan sosial), habitual abode (tempat kebiasaan untuk tinggal), national
(kewarganegaraan) serta mutual agreement (perjanjian antar otoritas perpajakan).
Langkah-langkah tersebut di atas secra berurutan bersifat prioritas. Artinya, apabila
dengan menggunakan ketentuan pertama masalah kependudukan ganda telah bisa dipecahkan,
maka langkah kedua dan seterusnya tidak perlu digunakan lagi. Sementara itu tie breaker rule
untuk pihak selain orang pribadi hanya ada satu ketentuan yaitu tempat di mana manajemennya
efektif berada.
B. INDEPENDENT PERSONAL SERVICES
Di dalam ketentuan UN Model, Independent Personal Services diatur dalam pasal 14.
Pasal 14
INDEPENDENT PERSONAL SERVICES
1. Penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan jasa
profesional atau kegiatan lainnya yang bersifat independen hanya akan dikenakan pajak di
Negara itu kecuali dalam keadaan berikut, ketika pendapatan tersebut dapat juga dikenakan pajak
di Negara pihak lainnya:
(a). Jika ia memiliki suatu tempat tetap yang secara teratur tersedia baginya di Negara pihak
lainnya untuk tujuan menjalankan kegiatan, dalam hal itu, hanya begitu banyak penghasilan yang
berasal dari tempat tetap dapat dikenakan pajak di Negara tersebut, atau
(b). Jika ia tinggal di Negara pihak lainnya adalah untuk suatu masa atau periode sebesar atau
melebihi 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan yang dimulai atau berakhir dalam tahun
fiskal yang bersangkutan; dalam hal ini, hanya begitu banyak penghasilan yang berasal dari
kegiatannya yang dilakukan di Negara lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lain.
2. Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan kegiatan ilmiah, kesusasteraan,
kesenian, pendidikan atau pengajaran serta kegiatan independen dari dokter, pengacara, insinyur,
arsitek, dokter gigi dan akuntan.
-Berikut adalah penjelasan dari Tax Treaty Indonesia dengan ke lima Negara yang membuat
perjanjian:
1. Tax Treaty Indonesia – Amerika
Pasal 15
INDEPENDENT PERSONAL SERVICES
1. Penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan jasa
profesional atau kegiatan lainnya yang karakter independen hanya akan dikenakan pajak di
Negara itu kecuali dalam keadaan berikut, ketika pendapatan tersebut dapat juga dikenakan
pajak di Negara pihak lainnya:
(a). Jika ia memiliki suatu tempat tetap yang secara teratur tersedia baginya di Negara pihak
lainnya untuk tujuan menjalankan kegiatan, dalam hal itu, hanya begitu banyak
penghasilan yang berasal dari tempat tetap dapat dikenakan pajak di Negara pihak
lainnya; atau
(b). Jika ia tinggal di Negara pihak lainnya adalah untuk suatu masa atau periode sebesar atau
melebihi dalam 120 hari dalam jangka waktu 12 bulan berturut-turut, dalam hal itu,
hanya begitu banyak penghasilan yang berasal dari kegiatannya yang dilakukan di
Negara lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lain.
2. Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan kegiatan ilmiah, kesusasteraan,
kesenian, pendidikan atau pengajaran serta kegiatan independen dari dokter, pengacara,
insinyur, arsitek, dokter gigi dan akuntan.
2. Tax Treaty Indonesia – Singapura
Pasal 13
INDEPENDEN PERSONAL SERVICES
1. Penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan
jasa profesional atau kegiatan lainnya yang bersifat independen hanya akan dikenakan
pajak di Negara itu kecuali ia berada di Negara pihak lainnya untuk suatu masa atau
periode yang melebihi 90 hari dalam dua belas bulan periode. If he remains in that other
State for the aforesaid period or periods, the income may be taxed in that other State but
only so much of it as is derived in that other State during the aforesaid period or periods.
Jika ia tetap di Negara lain untuk periode tersebut di atas atau periode, pendapatan itu
dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tetapi hanya banyak sebagai berasal di Negara
lain selama periode tersebut di atas atau masa.
2. Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan kegiatan ilmiah, kesusasteraan,
kesenian, pendidikan atau pengajaran serta kegiatan independen dari dokter, pengacara,
insinyur, arsitek, dokter gigi dan rekening.
3. Tax Treaty Indonesia – Australia
Pasal 14
INDEPENDEN PERSONAL SERVICES
1. Penghasilan yang diperoleh seorang individu yang merupakan penduduk salah satu Negara
pihak pada Persetujuan sehubungan jasa profesional atau pekerjaan bebas yang lain dengan
karakter yang sama hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali:
(a). basis tetap yang tersedia secara teratur individu di Negara pihak lainnya untuk tujuan
menjalankan kegiatan individu, dalam hal itu, begitu banyak penghasilan yang terkait dengan
kegiatan yang dilakukan dari basis tetap juga dapat dikenakan pajak di Negara lain ; atau
(b). Orang tersebut berada di Negara lain untuk suatu masa atau periode melebihi 120 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, dalam hal itu, begitu banyak penghasilan yang berasal dari
aktivitas individu di Negara lain juga dapat dikenakan pajak di bahwa lain Negara.
(c). Istilah "jasa-jasa profesional" termasuk jasa yang dilakukan dalam melaksanakan
kegiatan ilmiah, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran independen serta dalam
pelaksanaan kegiatan independen dari dokter, pengacara, insinyur, arsitek, dokter gigi dan
akuntan
4. Tax Treaty Indonesia – Jepang
Pasal 14
1. Pendapatan yang diterima seorang penduduk suatu Negara sehubungan dengan pekerjaan
bebas atau pekerjaan lain yang bersifat sama, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu,
kecuali ia mempunyai tempat tertentu yang secara teratur dipergunakan untuk melakukan
pekerjaannya di Negara lain atau ia berada di Negara lain itu untuk suatu masa atau masa
masa yang tidak melebihi jumlah 183 hari dalam suatu tahun takwim, apabila ia
mempunyai tempat tertentu atau tinggal di Negara lain seperti disebut diatas, maka
pendapatannya dikenakan pajak di Negara lain itu, tetapi hanya bagian pendapatan yang
dianggap berasal dari tempat tertentu itu atau pendapatan yang diterima selama masa ia
berada di Negara lain tersebut.
2. Istilah "pekerjaan bebas" meliputi terutama, pekerjaan bebas dibidang ilmu pengetahuan,
kesusastraan, kesenian pendidikan atau pengajaran demikian pula pekerjaan bebas yang
dilakukan oleh dokter, ahli hukum, ahli tehnik, arsitek, dokter gigi dan akuntan.
5. Tax Treaty Indonesia – Belanda
Pasal 15
INDEPENDENT PERSONAL SERVICES
1. Penghasilan yang diperoleh penduduk salah satu Negara sehubungan dengan jasa
profesional atau kegiatan lainnya yang bersifat independen hanya akan dikenakan pajak
di Negara itu kecuali ia memiliki suatu tempat tetap yang secara teratur tersedia baginya
di Negara lainnya untuk tujuan melakukan nya kegiatan atau ia berada di Negara lain
untuk suatu masa atau periode melebihi dalam 91 hari dalam periode 12 bulan. Jika ia
mempunyai tempat tetap atau berada di Negara lain untuk periode tersebut di atas atau
periode, pendapatan itu dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tetapi hanya begitu
banyak itu dianggap berasal dari tempat tetap tersebut atau diperoleh di Negara lain
selama periode tersebut di atas atau masa.
2. Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan kegiatan ilmiah, kesusasteraan,
kesenian, pendidikan atau pengajaran serta kegiatan independen dari dokter, pengacara,
insinyur, dokter gigi dan akuntan.
Penjelasan :
Pasal ini mengatur tentang pemajakan atas penghasilan yang diterima orang
pribadi yang bersumber dari negara treaty partner sebagai imbalan dari jasa-jasa
profesional yang diberikannya di negara tersebut. Aturan ini pada dasarnya sejalan
dengan aturan permanent establishment dan business profits namun secara khusus
ditujukan untuk orang pribadi yang memberikan jasa-jasa profesional (seperti dokter,
pengacara) untuk dan atas namanya sendiri di negara treaty partner. Negara treaty partner
tempat jasa tersebut dilakukan dapat mengenakan pajak sepanjang orang pribadi tersebut
memiliki pangkalan tetap di sana atau berada di negara treaty partner melebihi batas
waktu yang disepakati bersama.
C . DEPENDENT PERSONAL SERVICES
Di dalam ketentuan UN Model, Dependent Personal Services diatur dalam pasal 15.
Pasal 15
Dependen Personal Services
1. Tunduk pada ketentuan pasal, gaji 16, 18 dan 19, upah dan imbalan serupa lainnya yang
diperoleh penduduk suatu Negara pihak dalam hal pekerjaan akan dikenakan pajak di Negara itu,
kecuali pekerjaan tersebut dilakukan di Negara pihak lainnya. Jika pekerjaan tersebut hal
demikian, balas jasa yang diperoleh ada dari dapat dikenakan pajak di Negara lain.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, imbalan yang diperoleh oleh penduduk suatu
Negara pihak pada Persetujuan dari pekerjaan yang dilakukan di Negara pihak lainnya hanya
akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama jika:
(a). penerima hadir di negara lain dalam jangka waktu atau periode yang tidak melebihi 183 hari
dalam jangka waktu dua belas bulan yang dimulai atau berakhir dalam tahun fiskal yang
bersangkutan; dan
(b). imbalan itu dibayarkan oleh, atau atas nama pemberi kerja yang bukan penduduk negara
lain; dan
(c). imbalan itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap yang dimiliki oleh
pemberi kerja di negara lain.
3. menyimpang dari ketentuan sebelumnya dari pasal ini, imbalan yang diperoleh karena
pekerjaan yang dilakukan atas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu
lintas internasional, atau naik sebuah perahu yang bergerak di bidang transportasi lintas air, dapat
dikenakan pajak di negara kontrak di mana tempat manajemen yang efektif dari perusahaan itu
berada.
-Berikut adalah penjelasan dari Tax Treaty Indonesia dengan ke lima Negara yang membuat
perjanjian:
1. Tax Treaty Indonesia – Amerika
PASAL 16
DEPENDENT PERSONAL SERVICES
1. Upah, gaji, dan imbalan serupa yang diperoleh seorang individu yang merupakan penduduk
salah satu Negara pihak pada Persetujuan dari kerja atau pelayanan pribadi yang dilakukan
sebagai pegawai, termasuk penghasilan dari jasa yang dilakukan oleh petugas dari sebuah
perusahaan atau perusahaan, dapat dikenakan pajak oleh Negara pihak pada Persetujuan.
Kecuali sebagaimana diatur dalam ayat 2, imbalan tersebut berasal dari sumber di Negara
pihak lainnya dapat juga dikenakan pajak oleh Negara pihak lainnya.
2. Remunerasi yang dijelaskan pada ayat 1 diperoleh oleh individu yang merupakan penduduk
salah satu Negara pihak pada Persetujuan akan dibebaskan dari pajak oleh Negara pihak pada
Persetujuan lainnya jika:
(a) Ia hadir di Negara pihak lainnya untuk masa atau masa yang berjumlah kurang dari 120
hari dalam jangka waktu 12 bulan berturut-turut, dan
(b) imbalan itu dibayarkan oleh atau atas nama majikan yang bukan penduduk Negara
lainnya; dan
(c) Imbalan itu tidak ditanggung seperti itu atau diganti oleh bentuk usaha tetap yang
dimiliki oleh pemberi kerja di Negara pihak lainnya.
3. Meskipun ayat 2, imbalan yang diperoleh oleh individu dari kinerja kerja atau pelayanan
pribadi sebagai karyawan naik kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan oleh
penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan dalam jalur lalu lintas internasional akan
dibebaskan dari pajak oleh Negara pihak pada Persetujuan lainnya jika individu seperti
adalah anggota biasa melengkapi kapal atau pesawat udara.
2. Tax Treaty Indonesia – Singapura
Pasal 14
DEPENDENT PERSONAL SERVICES
1. Tunduk pada ketentuan pasal 15, 17, 18, 19 dan 20, gaji, upah dan imbalan serupa
lainnya yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak dalam hal pekerjaan akan
dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali pekerjaan tersebut dilakukan di lainnya pada
Persetujuan. Jika pekerjaan tersebut hal demikian, balas jasa yang diperoleh dari padanya
dapat dikenakan pajak di Negara lain.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, imbalan yang diperoleh oleh penduduk suatu
Negara pihak pada Persetujuan dari pekerjaan yang dilakukan di Negara pihak lainnya hanya
akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama jika:
(a) Penerima imbalan berada di Negara lainnya untuk masa atau periode yang tidak
melebihi 183 hari dalam tahun kalender yang bersangkutan; dan
(b) and imbalan itu dibayarkan oleh, atau atas nama pemberi kerja yang merupakan
penduduk dari Negara yang disebutkan pertama; dan
(c) imbalan itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh pemberi
kerja di Negara lain.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, dan 2 imbalan yang diperoleh sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan di atas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan
dalam jalur lalu lintas internasional oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada
Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
3. Tax Treaty Indonesia – Australia
Pasal 15
DEPENDENT PERSONAL SERVICES
1. Tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 16, 18, 19 dan 20, gaji, upah dan imbalan serupa
lainnya yang diperoleh seorang individu yang merupakan penduduk salah satu Negara
pihak pada Persetujuan dari suatu pekerjaan hanya akan dikenakan pajak di Negara itu
kecuali jika pekerjaan tersebut dilaksanakan di Negara pihak lainnya. Jika pekerjaan
tersebut hal demikian, balas jasa yang berasal dari latihan yang dapat dikenakan pajak di
Negara lain.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, imbalan yang diperoleh oleh individu yang
merupakan penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan dari pekerjaan yang dilakukan
di Negara pihak lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama jika:
(a) penerima imbalan berada di Negara lainnya untuk masa atau periode yang tidak
melebihi dalam 120 hari dalam jangka waktu 12 bulan; dan
(b) imbalan itu dibayarkan oleh, atau atas nama pemberi kerja yang bukan merupakan
penduduk Negara lainnya; dan
(c) imbalan itu tidak boleh dikurangkan dalam menentukan laba kena pajak bentuk
usaha tetap atau tempat tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja di Negara lainnya;
dan
(d) balas jasa itu, atau atas penerapan Pasal ini akan, dikenakan pajak di Negara yang
disebutkan pertama.
3. Menyimpang dari ketentuan sebelumnya dari Pasal ini, balas jasa sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan di atas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam
jalur lalulintas internasional oleh penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan
dapat dikenakan pajak di Negara itu.
4. Tax Treaty Indonesia – Jepang
Pasal 15
1. Tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 16, 18, 19, 20 dan 21, gaji upah dan jasa lainnya
yang serupa yang diterima oleh seorang penduduk dari suatu Negara berkenaan dengan
pekerjaan dalam hubungan perburuhan hanya akan dikenakan pajak di negara itu, kecuali
jika pekerjaan itu dilakukan di negara lain jika demikian, maka balas jasa yang diterima
dari pekerjaan itu dikenakan pajak di Negara lain itu.
2. Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa yang diperoleh seorang penduduk
disuatu Negara dari pekerjaan yang dilakukan di Negara lain, hanya akan dikenakan
pajak di Negara yang disebut pertama, jika:
(a) si penerima berada di Negara lain itu selama suatu masa atau masa-masa yang
jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam suatu tahun takwim; dan
(b) balas jasa dibayar oleh atau nama majikan yang bukan merupakan penduduk
Negara lainnya itu; dan
(c) balas jasa tidak menjadi beban suatu ayat 1 dan 2, balas jasa yang berkenaan dengan
pekerjaan dalam hubungan perburuhan yang dilakukan di atas kapal atau pesawat
udara yang dioperasikan dalam jalur lalulintas internasional oleh perusahaan dari
suatu Negara, dikenakan pajak di Negara itu.
5. Tax Treaty Indonesia – Belanda
Pasal 16
DEPENDENT PERSONAL SERVICES
1. Sesuai dengan ketentuan Pasal 17, 19, 20, 21 dan 22 gaji, upah dan imbalan serupa
lainnya yang diperoleh penduduk salah satu dari dua negara dalam hal pekerjaan akan
dikenakan pajak di Negara itu, kecuali pekerjaan tersebut dilakukan di Negara lain. Jika
pekerjaan tersebut hal demikian, balas jasa yang diperoleh dari padanya dapat dikenakan
pajak di Negara lain.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, imbalan yang diperoleh oleh penduduk salah
satu dari dua negara dalam hal pekerjaan yang dilakukan di Negara lainnya hanya akan
dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama, jika:
(a) penerima imbalan berada di Negara lainnya untuk masa atau periode yang tidak
melebihi 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan yang dimulai atau berakhir
dalam tahun fiskal yang bersangkutan, dan
(b) imbalan itu dibayarkan oleh, atau atas nama pemberi kerja yang bukan merupakan
penduduk Negara lain, dan
(c) imbalan itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap yang dimiliki
oleh pemberi kerja di Negara lain.
3. Menyimpang dari ketentuan sebelumnya dari Pasal ini, imbalan yang diperoleh oleh
penduduk salah satu dari dua negara dalam hal pekerjaan yang dilakukan di atas kapal
laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional dapat
dikenakan pajak di Negara di mana perusahaan itu berkedudukan.
Penjelasan :
Pasal ini mengatur tentang pemajakan atas penghasilan yang diterima oleh orang
pribadi sehubungan dengan pemberian jasa yang dilakukannya di negara lain dalam suatu
hubungan kerja. Berbeda dari pemberian jasa oleh independent personal yang dilakukan
untuk dan atas namanya sendiri, jasa yang diberikan oleh orang pribadi yang dimaksud di
sini merupakan jasa yang dilakukan untuk dan atas nama pihak lain yang memiliki
hubungan kerja dengannya.
Di sini diatur bahwa negara tempat orang pribadi tersebut bekerja dapat
mengenakan pajak atas penghasilan yang diterimanya. Namun untuk mengenakan pajak
tersebut ada beberapa syarat kumulatif yang terlebih dahulu harus dipenuhi yaitu:
a. Orang pribadi yang bersangkutan berada di negara lain melebihi time test yang
telah disepakati;
b. Penghasilan yang diterima oleh orang pribadi tersebut dibayarkan oleh pemberi
kerjanya
c. Penghasilan tersebut tidak dibebankan kepada BUT.
BAB III
KESIMPULAN
Pada dasarnya, Tax treaty muncul karena dua sebab yang mendasar yaitu, keinginan
untuk menghindari pemajakan berganda yang bisa berakibat buruk bagi dunia investasi, dan
keinginan untuk mencegah usaha-usaha penghindaran pajak yang dapat berpengaruh terhadap
penerimaan pajak suatu negara.
Setiap tax treaty antara suatu negara dan negara lainnya adalah suatu perjanjian yang
bersifat spesifik yang hanya mengikat negara-negara yang terlibat dalam perjanjian tersebut.
Namun demikian, secara umum setiap tax treaty mengikuti prinsip-prinsip dasar dari model-
model tax treaty yang ada seperti model OECD atau model PBB (UN Model), yang dijadikan
sebagai acuan pada saat pembuatannya. Memahami prinsip-prinsip dasar tersebut akan
memudahkan setiap pihak dalam memahami berbagai tax treaty yang ada, yaitu antara berbagai
negara umumnya dan antara Indonesia dengan negara-negara lain khususnya.
Menyadari bahwa perkembangan dunia begitu pesat, kebijakan tax treaty Indonesia harus
selaras dengan standar perpajakan internasional dengan tetap memperhatikan kepentingan
Indonesia sebagaimana dituangkan dalam ketentuan UU domestiknya atau National Tax Law
(dalam hal ini Undang-Undang Pajak Penghasilan) dalam mengantisipasi perkembangan dunia
yang begitu pesat dan mengakomodasi kepentingan Indonesia dalam setiap pembuatan tax treaty
dengan negara-negara sahabat.