Post on 07-Aug-2015
TRANSPORTASI ANAK GAWAT DARURAT
Dharma Mulyo
Pediatri Gawat darurat
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
RS Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta
Dalam tugas kita sehari-hari tentu kita pernah menghadapi keadaan dimana kita
harus melakukan transportasi bayi/anak sakit kritis.
Baik transportasi didalam satu rumah sakit (antara Ruang Darurat gawat/ICU
dengan ruang Bedah/ruang CT-scan dll), maupun antar Rumah sakit/unit.
Problematika yang timbul:
1. Berapa gawatnya sakit si anak
a. Mampukah dia di transportasikan, perlukah stabilisasi ?
b. Fasilitas yang diperlukannya dan yang kita punyai,
c. Dimana kita berada : dijalan/di klinik pribadi/di Rumah Sakit
2. Kemana dia akan ditransportasikan/dirujuk
a. RS tipe apa/unit apa yang dibutuhkannya
b. Jarak dari tempat kita berada
3. Dengan apa dia akan di transportasikan
a. Didorong dengan stretcher/kursi, lewat lift atau tidak
b. Kendaraan umum/pribadi
c. Ambulance darat/laut
d. Fixed-wing
e. Chopper (Rotor-wing aircraft)
Semua problematika ini timbul karena tujuan yang akan/hendak dicapai yaitu :
kesembuhan pasien.
− Jadi untuk mencapai “kesembuhan” pasien, maka sejak pasien
ditemukan/dilihat/ diperiksa, perawatan dan pengobatan harus langsung
dimulai dan tetap berlangsung selama transportasi serta kemudian
dilanjutkan di RS/unit penerima.
− Adalah salah bila kita menunda perawatan dan pengobatan sampai pasien
tiba di rumah sakit secunder atau tertier. Dengan kata lain, tujuan tim
transport adalah berfungsi sebagai kepanjangan tangan PICU/NICU,
memberikan kualitas penanganan dan perawatan yang sama dengan unit
intensif sejak mulai dari tempat pengiriman, selama perjalanan baik di
darat/laut/udara dan selanjutnya tanpa terputusnya kontinuitas, penanganan
dan perawatan dilanjutkan di RS/unit penerima.
− Pasien mungkin harus dirujuk ke RS pelayanan tertier, menggunakan
ambulans setempat yang disertai oleh dokter/nurse unit perujuk. Cara ini
akan menghemat waktu, akan tetapi ambulans setempat mungkin tidak
mempunyai peralatan terutama peralatan perawatan kritis, disamping
petugasnya mungkin kurang berpengalaman dalam menunjang bayi dan
anak sakit kritis dalam perjalanan.
− Kebutuhan akan transport bayi dan anak yang ahli dan terorganisir sudah
mendunia. Praktisi medis darurat gawat, unit perawatan intensif anak dan unit
perawatan intensif bayi seluruh dunia menyadari bahwa pelayanan transport
yang terstruktur yang mampu memberikan pelayanan keahlian segera,
resusitasi dini dan transfer cepat pasien sakit kritis akan menghasilkan
penurunan angka kesakitan dan kematian.
Memahami apa yang disebutkan diatas maka langkah-langkah yang harus
ditempuh dalam melakukan transportasi bayi & anak sakit kritis :
1. Komunikasi
2. Advis Stabilisasi pasien
3. Persiapan pra transport
4. Kendaraan apa yang akan digunakan
5. Stabilisasi, penilaian dan evaluasi pra transport
6. Pemantauan dan tindakan dalam transport
7. Pencatatan dan pelaporan/rekam medik
8. Tugas institusi penerima
1. Komunikasi
Komunikasi merupakan unsur esensi dalam pelaksanaan transport anak sakit
kritis. Institusi perujuk harus melakukan komunikasi sedini dan sesegera
mungkin dengan tempat yang akan menerima atau bila ada suatu Pusat
Komunikasi dimana terdapat dispatcher dan medical control physician sehingga
dapat segera diputuskan apakah permintaan transport diterima atau ditolak serta
rekomendasi apa yang dapat dikerjakan untuk manajemen pasien.
Komunikasi ini harus tersedia dan dapat dikerjakan 24 jam sehari kontinu.
Gambar 1. Form permintaan tempat/transport/konsultasi/bantuan lainnya
PERMINTAAN TEMPAT/TRANSPORT/KONSULTASI/BANTUAN LAINNYA
Nama : Tgl.lahir / Usia Berat badan
Tgl. Pukul Diagnosis pengirim
RS/Bagian/Alamat
Telepon
Pemohon Nama: Diagnosis Tim ICU
Jabatan Konsultan Ya/Tidak
Lainnya: Ya/Tidak
Riwayat Penyakit
Nadi/sifat SpO2 ETT/dlm Oral/nas Kesadaran
Tek.Drh. Frek.nafas GCS Diuresis
Perfusi Usahany
a
ETTdi CXR Restriksi
Suhu Oksigen Ya/Tidak Respirator NG-tube
Akral hangat Ya/Tidak Cara PIP/frek Perut
Flow O2 FiO2
Humidifikasi
Hasil penunjang Obat Cairan
Tujuan komunikasi : Tempat ? Konsultasi Transportasi/Lainnya
Pertimbangkan:
Pesanan : ya / tidak Penyakit akut/kronik Isolasi ya / tidak Monitor siap / tidak
Sisakan 1 pro bangsal Indikasi medik/social Prognosis baik/buruk Pumps siap / tidak
Pindahkan bisa / tidak Menular ya/tidak Respirator siap/tidak Tenaga cukup / tidak
Urutan prioritas : Bangsal > UGD> Luar; Progno baik > buruk; Indikasi
Medik>Sos; Penyakit akut> kronik
Diskusi dan lainnya
Penerima : Dokter Jaga: Konsultan:
RS/NICU/PICU penerima telepon juga harus siap 24 jam dan mampu melakukan
triage, secara cepat dan tepat memberikan advis untuk stabilisasi sesuai
kebutuhan pasien.
Untuk mencegah terjadi transport kedua (kasus bayi premature
hiperbilirubinemia di Jakarta), merupakan tanggung jawab tim transport untuk
memastikan dulu sebelum berangkat adanya tempat dan peralatan serta
kebutuhan lainnya di unit yang akan menerima, termasuk kemungkinan tempat
isolasi dan hadirnya spesialis dan subspesialis yang dibutuhkan.
Untuk memfasilitasi agar transisi perawatan pasien berlangsung lancar, unit
penerima harus pula tahu perkiraan waktu pasien akan tiba, dengan demikian
kesiapan tim penerima (dokter, nurse dan personil lain terkait, kesiapan
peralatan yang dibutuhkan untuk kasus tersebut) dapat dipastikan siap pada saat
pasien tiba untuk segera melakukan perawatan sesuai kebutuhannya. Informasi
lengkap juga diperlukan untuk menentukan peralatan dan obat yang dibutuhkan
dalam perjalanan, berapa oksigen yang dibutuhkan dan berapa batere yang
diperlukan. Cuaca dan kepadatan lalu-lintas juga harus menjadi perhatian dan
ikut diperhitungkan.
Kecepatan tersedianya tim dan kendaraannya adakalanya sangat amat penting.
Sekali tim sudah ditetapkan maka komunikasi antara tim, medical control
physician dan institusi perujuk harus berjalan erat dan harmonis.
Pengumpulan data dan dokumentasi data
Untuk mencapai transport yang baik, aman dan berhasil, termasuk didalamnya
peralatan, obat, staff, dan cara yang baik, maka tim transport/penerima harus
mencari dan mendapatkan informasi yang cukup mengenai pasien saat telepon
pertama kali.
Data yang diperlukan : riwayat singkat, tanda vital saat itu, berat badan dan usia,
pemeriksaan fisik yang penting, hasil laboratorium yang mendukung/ penting,dan
semua terapi yang sudah diberikan.
Untuk itu ada form standar yang dapat diisi pada saat telepon pertama. Form ini
akan dapat memberikan informasi yang cukup untuk seluruh tim dalam
mempersiapkan transport, peralatan yang dibutuhkan, dapat menentukan cara
transport dan komposisi tim yang dibutuhkan. Form ini juga akan dapat
memenuhi kebutuhan informasi RS penerima.
2. Advis Stabilisasi Pasien
Advis stabilisasi dari RS penerima atau tim atau pusat komunikasi difokuskan
kepada pemeliharaan/maintenance
1. Jalan nafas
2. Ventilasi/pernafasan
3. Sirkulasi
Ini berhubungan dengan kebutuhan umum pasien selama transport yaitu :
1. Jalan nafas terbuka baik dan stabil
2. Ventilasi adekuat terjamin, baik spontan atau dengan bantuan
3. Tersedia akses vaskular yang baik dan terjamin
Bila terdapat keraguan akan ketiga hal diatas, dianjurkan untuk membuat
tindakan untuk memperbaikinya misalnya, jalan nafas yang meragukan , lakukan
intubasi.
Dengan komunikasi dan updating keadaan pasien yang baik, maka persiapan
dan stabilisasi dapat dikerjakan sebelum tim tiba/sebelum berangkat, paling tidak
pemeliharaan jalan nafas dasar, ventilasi & akses vaskuler, dengan demikian
akan memperpendek waktu transport untuk sampai di RS penerima.
Harus pula menjadi perhatian bahwa adakalanya tindakan yang dibutuhkan
hanya dapat dikerjakan di RS penerima, jadi waktu transport yang lebih pendek
tentu berdampak baik untuk keseluruhan kontinuitas perawatan dan penanganan
pasien menuju kepada kesembuhan.
Intervensi lainnya seperti pemberian obat (antibiotika, anti kejang dan sedasi)
dan atau pemasangan sonde lambung dan kateter urin dapat pula dikerjakan.
Jadi semua prosedur dan persiapan yang dibutuhkan dan dapat dikerjakan
sebelum diberangkatkan/tim tiba, harus direkomendasikan, dengan demikian
maka waktu tinggal tim di RS pengirim, dan atau waktu untuk pergi/kembali ke
RS penerima tidak lebih lama dari rencana, sehingga waktu transport
keseluruhan akan makin pendek.
Prinsip ini sudah harus disampaikan kepada RS perujuk sejak dari telepon
pertama.
3. Persiapan pra transport
3.A. Sumber Daya Manusia
Komposisi tim
Tim dapat:
1. Tim dari RS penerima
2. Tim dari RS perujuk
3. Ambulans mandiri
Tim dapat terdiri atas:
1. Dokter
2. Nurse
3. Respiratory therapist
4. Dan atau hanya paramedis
Keputusan tim yang dibutuhkan bergantung kepada :
1. Kondisi pasien
2. Protokol tim
3. Pengalaman tim untuk kondisi kasus yang dihadapi. Misalnya harus
mampu melakukan penilaian, diagnosis dan bertindak.
4. Peralatan yang dipunyai, misal punya isolette bila membawa bayi.
Semua personel harus dilatih secara formal dalam bidang transport medis dan
juga mengerti akan perubahan-perubahan fisiologi yang terjadi pada ketinggian.
Syarat Anggota tim :
1. Kemampuan dan keterampilan dalam diagnosis dan klinis
2. Kemampuan interpersonal
3. Kondisi fisik umum baik
4. Respons yang favorable terhadap situasi stress
5. Kemampuan untuk menahan lelah
6. Tahan terhadap mabuk kendaraan
7. Physical dexterity
8. Antusias
9. Komitmen
Tanggung jawab pimpinan tim:
1. Stabilisasi dan perawatan selama transport
2. Koordinasi, superfisi, dan berpartisipasi dalam penanganan penderita
3. Menggalang komunikasi dengan petugas medik perujuk maupun
penerima dan juga dengan konsultan medik
3.B. Peralatan, Obat dan Sediaan lainnya :
Tim harus membawa semua peralatan yang mungkin dibutuhkan, begitu pula
supplies/persediaan dan obat.
Tabel 1. Kebutuhan ALKES untuk Transport
Respirasi Akses Vaskuler Lain-lain
Bag-valve-mask system with Ox
reservoir
IV catheters all sizes Thoracostomy set
Mask all sizes Central venous catheters Thoracostomy tubes all sizes
Ox tubing Intraosseous needles Closed chest drainage system
Oral & nasophar airways (all sizes) IV tubing and connectors Lumbar puncture set
Laryngoscope & blade all sizes Needles/butterflies all sizes Nasogastric tubes
Stylets adult & pediatrics Three-way stopcocks Salem sump tubes
ETT all sizes Alcohol/betadine wipes Razors
Tracheostomy tube all sizes Arm boards Chemstrips
End Tidal CO2 monitor Syringes all sizes Lancets
Macgill forceps IV solutions Tongue blades
10-ml syringes Sterile / non-sterile gloves all
sizes
Cervical collars all sizes
Water-soluble lubricant Sterile gown* Backboard Restraints
Adhesive tape Caps and masks* Tape
Benzoin Umbilical catheters Dressing , Bandages
Heimlich valve Umbilical vessel introducer set Splints
Cricothyrotomy kit Umbilical tape Blood pressure cuffs all sizes
Nasal canula all sizes Suture set ECG electrodes multiple sizes
Simple oxygen masks all sizes Tourniquet Defibrilator paddle gel
Nonrebreather masks all sizes Tape measure Stethoscope
Tracheostomy collars Cutdown set Scissors/clamps/forceps
PEEP valve Razors Extra batteries
Manometer Tape / Tagaderm Extra bulbs
Tonsil suction Band-aids
Suction catheters all sizes Vaseline gauze
DeLee suction with mucus trap 4x4” sponges
2X2” sponges
Bulb syringe Rubber bands
Humidification units Safety pins
Nebulizers Syringe pump Blood tubes
Urinary catheters all sizes
Ventilator Oxylog/ Event Monitor Propaq Urine bags
Oksigen 3 kali kebutuhan Batere 2-3x kebutuhan Pacifier
Stocking caps
Penlight/flashlight
Saran wrap
AAP Task Force on Interhospital Transport merekomendasikan guidelines
berikut untuk peralatan transport
1. Tersedianya peralatan untuk life support in the transport setting
2. Semua peralatan harus ringan & mampu dibawa oleh dua orang, portable
dan self-contained/mandiri dengan kemampuan batere 2 kali perkiraan
waktu transport
3. Cukup kuat dan tahan terhadap perubahan altitude, suhu & acute
decompression, vibrations (4-G decelerative forces) dan mampu dipakai
berulang-ulang.
4. Mudah dibersihkan dan dipelihara
5. Berkemampuan AC/DC
6. Tidak mempunyai electromagnetic field interference
7. Cukup ramping dan dapat difiksasi dalam ambulans darat/laut/udara
8. Disamping gurney juga harus punya isolette untuk bayi < 5kg
9. Sebaiknya monitor, ventilator, tabung oksigen dan pompa infus dapat
dilekatkan pada gurney/isolette sehingga tangan petugas bebas
10. Monitor kardiorespirasi sebaiknya mempunyai kemampuan non-invasive
dan invasive.
11. Cardioverter/defibrillator sebaiknya tersedia
12. Pengukur/pemantau tek darah sebaiknya digital invasive. Jadi arteri line
sebaiknya tersedia.
13. Ventilator sebaiknya menggunakan tenaga listrik, sebab kebutuhan akan
udara dan oksigen lebih rendah. Bila kendaraan tidak dilengkapi dengan
sumber tenaga listrik yang sesuai maka ventilator yang bekerja dengan
tekanan harus tersedia sebagai alternative.
14. Bila tim untuk melakukan transport bayi dan anak, maka dibutuhkan
ventilator yang mampu untuk keduanya.
15. Ventilator harus mempunyai mode PEEP dan CPAP, serta alarm audio dan
visual yang memadai untuk pressure, volume dan flow
16. Ada yang mempunyai O2 blender, tapi umumnya sumber oksigen saja
sudah cukup
17. Monitor harus mempunyai kemampuan memantau temperature tubuh,
harus ada probe tempt. Ada yang melengkapi dengan monitor O2 dan CO2
transkutan
18. Infusion or syringe pumps multi channel, volumenya kecil, dan bisa infuse
multiple.
19. Sebaiknya sediaan dan obat terorganisir dalam kantong2 yang berbeda
sesuai ukuran pasien dan gunanya, misal : jalan nafas, akses vaskuler,
medikasi dll.
20. Protokol dan tabel2 harus tersedia sehingga dapat dengan cepat
menentukan alat sesuai usia yang dibutuhkan, obat yang tepat dan dosis
yang tepat.
21. Tersedia daftar isi kotak dan ada segelnya, sehingga dapat diyakini bahwa
selama segel ada, peralatan yang tersedia itu lengkap dan siap pakai.
Tabel 2. Obat untuk Transportasi
Emergency Drugs Neurological Medication Analgesia/Muscle Relax
Atropine Diazepam+ Diazepam +
Calcium Chloride Lorazepam * Fentanyl +
Dextrose Mannitol Lorazepam *
Epinephrine Phenobarbital Midazolam +
Lidocaine Phenytoin Morphine Sulfat +
Naloxone Pancuronium
Sodium Bicarbonate Respiratory Medications Propofol
Albuterol Vecuronium
Cardiovascular Medications Aminophylline
Adenosine Atropine Antibiotics
Amiodarone Epinephrine Ampicillin
Diazoxide Isoproterenol Azithromycin
Digoxin Solumedrol Cefazolin
Dobutamine Terbutaline Cefepime
Dopamine Ceftriaxone
Epinephrine Intubation Medications Gentamycin / Tobramycin
Hydralazine Atropine Nafcillin/Oxacillin
Isoproterenol Etomidate Vancomycin
Milrinone Ketamine
Nitroproside Lidocaine Miscellaneous
Norepinephrine Pancuronium* Albumin (5%)
Procainamide Rocuronium Dexamethasone
Propanolol Succinylcholine* Diphenhydramine
Prostaglandin E1* Thiopental + Furosemide
Tolazoline Vecuronium Glucagon
Heparin,
Hydrocortisone
Insulin*
Kayexalate
Potassium Chloride
Racemic epinephrine
Vit K
4. Kendaraan apa yang akan digunakan
Informasi detail pasien yang diterima dari RS perujuk sangat penting, sebab
diagnosis dan kondisi pasien merupakan determinan utama dalam menentukan
alat angkut ini.
Macam kendaraan :
1. Ambulans darat
2. Ambulans air
3. Rotor wing aircraft
4. Fixed wing aircraft
Faktor2 yang harus dipertimbangkan dalam memilih alat angkut:
1. Severity and stability of injury or illness (diagnosis & kondisi). Ini
determinan terpenting.
2. Kepentingan untuk mendapatkan perawatan tingkat lanjutan (golden
periode)
3. Waktu yang dibutuhkan untuk transport
4. Kendaraan yang tersedia
5. Kapasitas personel yang tersedia
6. Kondisi cuaca dan lalu lintas
7. Geografi dan demografi (kepadatan penduduk)
8. Keamanan
9. Biaya
Tingkat perawatannya di RS perujuk dapat pula menentukan kepentingannya
untuk dirujuk. Misal RS perujuk mempunyai kemampuan untuk diagnosis dan
terapi maka transport yang bukannya tanpa risiko tidaklah mempunyai tingkat
prioritas yang tinggi lagi.
Akan tetapi anak dengan hematom epidural atau anak trauma yang masih
berada di Tempat Kejadian Perkara, tentunya membutuhkan transport segera ke
senter tertier secepatnya dengan rotor-wing aircraft.
Tidak kalah pentingnya dalam menentukan kendaraan yang akan digunakan
adalah keselamatan dan keamanan tim transport. Pilot/pengemudi harus
menentukan apakah aman dengan mempertimbangkan cuaca dan geografi.
Tabel 3. Keuntungan & kekurangan kendaraan
Ambulans darat Fixed-wing aircraft Rotor-wing aircraft
Keuntungan
Tersedia Untuk jarak lebih jauh lebih cepat
( 150-200 mil)
Waktu transport cepat, ½ - 1/3
waktu yg dibutuhkan ambulans
Hampir segala cuaca Dapat terbang menghindar atau
diatas cuaca yang dingin/ tidak
baik
Dapat mencapai daerah yang
sukar dicapai oleh yang lain
Butuh 2 buah Kabin bertekanan
Kabin cukup luas Kabin cukup luas untuk
membawa tambahan penumpang
dan peralatan
Jumlah penumpang longgar
Easily diverted
Relatif murah untuk memiliki,
sewa dan pemeliharaan
Kerugian
Waktu transport relatif lebih
lama, butuh cadangan batere dan
alat lebih banyak
Butuh landasan Butuh Helipad. Bila tak ada maka
butuh transport antara dengan
ambulans, ini tentu meningkatkan
risiko ekstubasi dan lepasnya
lines and tubes.
Mobilitas dibatasi kondisi jalan
dan lalu lintas. Bila suspensi roda
belakang buruk akan terbanting-
banting. Tentu tidak nyaman bagi
pasien fraktur. Juga mudah terjadi
ekstubasi, lepasnya akses vena
dan sonde
Butuh multiple patient transfers Ruang kabin kecil
Mungkin kekurangan sumber
power / suction / gas
Biaya tinggi Kemampuan angkat beban
terbatas
Butuh multiple patients transfers
Bahan bakar & jarak tempuh
terbatas
Dibatasi oleh cuaca
Diganggu berisik dan getaran,
dapat mengganggu monitoring
Kabin tanpa tekanan
Safety concerns
Biaya tinggi
Masalah mengganggu
Mabuk Mabuk
Butuh beberapa kali maneuver
pasien untuk masuk dan keluar
pesawat
Cuaca ganggu penglihatan pilot
Karena cabin tanpa tekanan,
maka pada Ketinggian >
8000feet, hipoksia dan hiperbarik
Mabuk kendaraan adalah masalah umum pada ambulans darat yang dapat
timbul dan dapat diatasi dengan:
1. Premedikasi sebelum berangkat
2. Kabin dipertahankan cool
3. Fiksasi pandangan pada barang yang tidak bergerak
5. Stabilisasi, penilaian dan evaluasi pra-transport
Penelitian menunjukkan bahwa masalah utama tersering pada transport pediatric
adalah berhubungan dengan system respirasi dan saraf. Problematika ini
seringkali disampaikan secara umum saja, menggunakan terminologi umum
saja, tidak spesifik/detil, atau detilnya memang belum ada/belum sempat dicari
sebelum transport, mungkin karena belum cukup waktu untuk membuat
diagnosis yang lebih tepat dan detil.
Diagnosis kejang merupakan penyebab terbanyak pada hampir semua transport.
Penyebab kejang bermacam macam, dan sebab yang benar seringkali belum
jelas pada saat telepon awal atau bahkan saat tim datang.
Maka tim transport harus mulai mengevaluasi penyebab-penyebab kejang
segera setelah pasien mulai diterima dan harus pula mampu untuk memberikan
terapi sesuai kebutuhan/diagnosis, serta mempersiapkan apa yang mungkin
dibutuhkan selama dalam perjalanan.
5. A. Penilaian dan stabilisasi oleh tim transport.
Hal pertama yang harus dilakukan pada saat tim mencapai institusi pengirim :
1. Penilaian cepat pasien, fokus awal pada jalan napas, respirasi dan
sirkulasi
2. Mengumpulkan semua info, lab, X-ray , semuanya yang sementara telah
dikerjakan oleh institusi pengirim
3. Melakukan evaluasi dan penilaian akan semuanya, serta membuat
kesimpulan serta sikap selanjutnya.
Untuk pra transport, pengobatan/tindakan utama adalah mengatasi masalah
yang mengancam kehidupan (life-threatening problems). Misalnya bila pasien
tampak distress respirasi berat maka pengukuran tekanan darah bukan prioritas,
dapat ditunda 15 – 20 menit. Prioritasnya adalah manajemen jalan nafas dan
ventilasi. Diagnostic-specific evaluations tidak dikerjakan sampai tiba di
NICU/PICU.
Tujuan transport adalah mempersiapkan dan melakukan transport yang aman
dan sesuai waktu dengan rencana.
Karena kendaraan yang akan membawa bisa berisik, pontang panting/bumpy
and cramped, maka prosedur stabilisasi antisipasi harus dikerjakan di institusi
pengirim sebelum berangkat. Pada kenyataannya banyak pasien yang tidak
benar–benar stabil sebelum transport dimulai, tapi tujuannya adalah
membuatnya sestabil mungkin. Tim transport haruslah sebagai kepanjangan
tangan NICU/PICU , dengan memberikan kualitas penanganan seperti di
NICU/PICU sejak tim menerima pasien. Jadi disamping mengatasi problematika
yang mengancam kehidupan, tim harus memastikan bahwa semua pipa dan
selang infus kokoh tidak mudah lepas sebelum membawa pasien masuk
kedalam kendaraan.
5. A.1.Jalan napas
Pastikan respirasi tidak terganggu selama perjalanan:
1. Pasien dengan kesadaran menurun mungkin cukup denganposisi ‘jaw
thrust atau head tilt-chin”. Pada bayi dan balita posisi ini dapat dicapai
dengan menaruh gulungan kain dibawah bahu. Sekret dibersihkan/diisap.
Bila perlu gunakan tube oropharyngeal atau nasopharyngeal.
2. Anak yang sadar tapi distress respirasi harus dibiarkan untuk mencari posisi
yang nyaman untuknya. Misalnya dipangku oleh pengasuhnya.
3. Pasien yang distress respirasi berat atau gagal napas, pasien yang tidak
responsive lagi dan hilang kemampuannya untuk menjaga jalan napasnya,
serta pasien dengan tekanan tinggi intra kranial yang tinggi sebaiknya
diintubasi elektif
Pastikan suara napas dan gerak mengembangnya paru memadai baik napas
spontan, atau napas dengan bantuan, kalau perlu mintakan Chest X-ray untuk
melihat paru dan posisi ETT serta analisis gas darah (AGD).
Penentuan intubasi tidak mempunyai kriteria yang pasti, banyak hal harus
dipertimbangkan:
1. Kondisi pasien termasuk kesadaran, jalan nafas dan kemampuan
respirasinya
2. Kendaraan yang akan digunakan
3. Jarak tempuh dan lamanya dijalan
4. Kemungkinan-kemungkinan yang mungkin akan terjadi selama perjalanan
Bila diintubasi, :
1. Pastikan posisinya baik dengan Chest x-ray
2. Pastikan keadaan baik dengan kilinis dan AGD
3. Pastikan ETT terfiksasi dengan kokoh, kalau perlu lakukan fiksasi ulang
dengan cara sendiri yang dirasakan paling aman untuk transportasi
5. A.2. Pernapasan
Penilaian pernafasan :
1. Frekuensi
2. Suara napas : kualitas dan kuantitas
3. Penggunaan otot napas tambahan (Work Of Breathing)
4. Warna kulit
5. Tingkat kesadaran
Bila diperlukan berikan O2 100%, dan lakukan nebulisasi kontinu bila diperlukan.
5. A.3. Sirkulasi
Penilaian sirkulasi termasuk
1. Denyut jantung
2. Perfusi kulit (capillary Refill, kualitas nadi sentral dan perifer, warna, suhu
kulit)
3. Tekanan darah
4. Output urin
5. Status hidrasi (turgor kulit dan selaput lendir)
6. Tingkat kesadaran
Untuk transport paling tidak harus ada 1 buah akses vena yang baik dan aman,
bisa:
1. Akses vena perifer
2. Akses vena sentral
3. Akses intraosseous
Idealnya ada 2 buah akses, tapi tidak selalu dibutuhkan.
Sinus takikardia dapat akibat
1. Sakit
2. Demam
3. Takut
4. Menangis
5. Distres respirasi
6. Renjatan
Jadi penilaian jangan hanya pada satu parameter, tapi lakukan secara
menyeluruh seluruh tubuh.
Yang harus dikerjakan sebelum berangkat adalah :
1. Bolus awal dari resusitasi cairan pada hipovolemik syok
2. Inotropik bila dibutuhkan harus dimulai sebelum berangkat
Dalam perjalanan yang dapat/harus mampu diatasi :
1. Disritmia
2. Defibrilasi
3. Obat : epinefrin, lidokain, atropin dan adenosin
5. A. 4. Status neurologik
Evaluasi tingkat kesadaran adalah evaluasi yang kontinu terus menerus,
dilakukan secara simultan dengan stabilisasi jalan napas, respirasi dan sirkulasi.
Periksa pupil pada anak yang tingkat kesadarannya menurun. Pada anak yang
nampak masih aktif harus dikros ceck dengan pengasuhnya mengenai tingkah
laku sehari-hari, adakah perbedaan pada saat ini yang menunjukkan adanya
penurunan kesadaran.
Dapat menggunakan AVPU secara cepat
1. Alert
2. Respons to verbal stimuli
3. Respons only to painful stimuli
4. Unresponsive
Pasien dengan kemungkinan peningkatan tekanan intrakranial diterapi dengan
tujuan tidak timbul secondary injury:
1. Head elevate 30 derajat, posisi midline, posisi ditengah
2. Ventilasi mekanik dilakukan
3. Manitol
5. A. 5. Kontrol Suhu Tubuh
Ini merupakan hal penting pada transport atau penanganan bayi dan anak.
Anak relatif mempunyai luas permukaan tubuh terhadap masa tubuh yang lebih
tinggi.
Maka pemantauan suhu tubuh sebelum dan selama transport aman penting.
Rectalprobe dapat digunakan pada bayi dan toddlers serta anak dengan
penurunan kesadaran.
Isolett tentu lebih menyenangkan sebab memproteksi suhu dan tidak
memerlukan selimut, sehingga mudah dipantau dari balik kaca.
Suhu tinggi atau rendah keduanya akan menyebabkan peningkatan kebutuhan
metabolisme.
5. A. 6. Riwayat
Sebelum meninggalkan institusi pengirim, pastikan segala sesuatu yang akan
dibutuhkan sudah tersedia, termasuk riwayat, yang bisa ditanyakan kepada
orang tua atau pengasuh yang masih ada.
Hal2 yang penting :
1. Riwayat penyakit/kejadian
2. Riwayat tingkah laku dan kebiasaan (ditanyakan kepada pengasuh)
3. Flow sheet rinci mengenai tindakan, nama dan jumlah obat serta waktu
diberikan secara tepat, dilampiri hasil lab dan x-rays
4. Riwayat penyakit terdahulu dan obat apa yang dulu diterima
5. Riwayat imunisasi dan alergi
6. Riwayat kontak dengan penyakit menular
5. A. 7. Penilaian Head-to-toe
Sekali lagi sebelum berangkat periksa head-to-toe, mungkin masih ada hal-hal
lain yang sebelumnya tidak nampak
5. A. 8. Hal-hal lain
1. Sebaiknya semua pasien dengan kembung dan on ventilator dipasang
NGT. NGT ini ujungnya disambungkan pada kantong plastik penampung
atau pada syring besar sehingga dapat diisap
2. Urin kateter sebaiknya juga dipasang, walaupun tidak semua
membutuhkannya. Mereka yang baru syok atau pasca arrest tentu amat
perlu untuk memantau output urinnya.
3. Cairan harus disesuaikan, hati – hati hipoglikemia atau hiperglikemi
(kenyang).
4. Oral intake harus benar2 dipertimbangkan, kecuali benar-benar
dibutuhkan.
5. Pada yang diintubasi, perlu penenang (midazolam, morfin, fentanyl)
5. A. 9. Orang tua
Sebaiknya orang tua ada pada saat tim datang untuk menjemput pasien, agar
tim dapat melengkapi data yang dibutuhkan dari keluarga dan inform consent
yang harus di tanda tangani keluarga.
Bila orang tua dan keluarga masih belum mengerti , tim harus menjelaskan apa
yang terjadi pada anaknya dan bagaimana kemungkinan kedepannya (diagnosis
dan prognosisnya) serta apa saja yang kemungkianan dapat terjadi dan kira2
bagaimana mengatasinya. Bila orang tua tidak ada tentu akan menghambat.
Aturan umum menyatakan bahwa orang tua tidak ikut dalam transportasi.
Walaupun demikian fleksibilitas mungkin dapat diberikan atas pertimbangan :
1. Cara transport
2. Jarak tempuh
3. Jumlah dan komposisi tim
4. Status pasien
5. Tingkah laku orang tua
Kebanyakan toddlers dan anak sekolah yang sadar lebih baik disertai dengan
pengasuhnya. Tentu lebih baik menyertakan pengasuhnya dari pada sepanjang
perjalanan pasien terus menangis atau rewel. Pasien yang makin tidak responsif,
makin tidak memerlukan pengasuhnya.
Orang tua dan pengasuh harus dinilai kemampuannya untuk tetap menurut dan
tenang selama transport. Sebab menangani kegawatan dalam transport sudah
sangat menyita pikiran tenaga dan konsentrasi, jangan ditambah lagi dengan
orang tua/pengasuh yang ikut panik dan stress.
5. A.10. Keamanan
Walaupun semua stretchers mempunyai sabuk pengamam untuk memfiksasi
pasien, tapi untuk anak ini masih kurang cocok, sebab disainnya dibuat untuk
dewasa, maka sebaiknya disilang saja.
Sebenarnya kursi umum beserta sabuknya untuk mobil adalah yang teraman
untuk bayi dan anak.
6. Pemantauan dan tindakan dalam transport
Penilaian secara terus menerus/kontinyu harus dilakukan pada kurun waktu
tertentu selama perjalanan.
Tanda vital harus dicatat dan semua intervensi juga harus dirinci, termasuk jam
dan siapa yang mengerjakannya. Untuk itu terdapat form khusus untuk
mendokumentasikannya.(Gambar2)
7. Pencatatan dan pelaporan/rekam medik
Laporan/rekam medik yang lengkap adalah bagian dari semua program transport
sesuai dengan ketentuan akreditasi dan iso.
Data yang harus ada termasuk
1. Nama, usia, kelamin
2. Institusi pengirim
3. Informasi mengenai cara transport dan anggota timnya
4. Data klinis meliputi diagnosis, berat sakit, prosedur yang dikerjakan,
5. Data keuangan : pembayaran dan reimbursement
Idealnya semua komunikasi haruslah direkam di pita magnetik. Bila ini belum
/tidak memungkinkan, maka mencatat didalam buku harian kejadian secara amat
rinci harus dikerjakan dan disimpan dengan baik.
Semua usulan medik harus tercatat dalam catatan medik. Semua usul ini
haruslah di review/ditelaah secara rutin oleh direktur medik untuk kepentingan
perbaikan kualitas dan sebagai bahan pelatihan.
Semua data ini berguna untuk evaluasi, perbaikan dan perencanaan kemasa
depan.
Gambar 2. FORM PEMANTAUAN :
FORMULIR CATATAN KEJADIAN SELAMA TRANSPORTASI
Nama : Usia: BB.:
Diagnosis dan problematika: Hasil penunjang: Terapi :
Indikasi transport : Obat-obat penting :
Dobutamin :
Dopamin:
Vecuronium :
Dormicum :
PEMANTAUAN :
Berangkat Pukul : Jenis transport :
Jam Klinis Monitor Tindakan Lainnya
Tiba Pukul : Lama perjalanan :
Catatan / Kesimpulan dalam perjalanan :
Dokter : Perawat :
8. Tugas institusi penerima
Institusi penerima harus secara berkala melaporkan keadaan pasien kepada
perujuk. Ini akan memfasilitasi pengiriman kembali pasien pada saat pasien tidak
lagi memerlukan perawatan di institusi penerima. Dengan komunikasi dan feed
back yang kontinyu ini akan terjadi sharing dan edukasi serta updating
pelayanan bayi dan anak sakit kritis.
Sistem transport seharusnya mendorong atau memfasilitasi kembalinya pasien
ke unit/RS perujuk sesegera pasien tidak membutuhkan lagi perawatan tersier.
Dengan demikian fase penyembuhan dapat terjadi dilingkungan keluarga. Cara
ini juga akan membuat penggunaan tempat tidur di senter tersier menjadi efisien
dan akan terjadi/terbentuk kerjasama antar institusi yang makin meningkat dan
makin erat.
Fisiologi Aviation dalam transport bayi & anak
Transport melalui udara lebih cepat dan mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Walaupun demikian, tidak lepas dari komplikasi : kegagalan peralatan,
kecelakaan akibat cuaca, hal ini yang telah umum diketahui.
Beberapa masalah di bawah ini telah diketahui dapat mempengaruhi pilot,
personel penerbangan, dan semua yang sebenarnya sehat :
1. Hipoksia
2. Kegaduhan
3. Getaran
4. Dingin
5. Humiditas rendah
6. Hiperventilasi
7. Gangguan penglihatan
8. Keadaan yang berhubungan dengan gas atau tekanan
Pasien sakit akut/kronik mungkin dapat terganggu dalam beradaptasi terhadap
stress penerbangan.
Seorang yang sehat akan mampu beradaptasi pada ketinggian 10000-12000
kaki diatas permukaan laut dengan hanya kenaikan ringan denyut jantung dan
frekuensi napas, sedangkan pasien dengan penyakit paru atau penyakit lainnya,
wajar bila mempunyai kemampuan yang lebih rendah untuk beradaptasi.
Hukum Gas
Untuk memahami efek penerbangan, kita harus memahami hukum gas.
Terutama yang penting adalah hukum Boyle dan Hukum Dalton.
Hukum Boyle menyatakan : pada suhu tertentu, volume gas akan berbanding
terbalik dengan tekanan :
P1V1 = P2 V2
dimana P1V1 adalah tekanan dan volume awal, P2V2 adalah tekanan dan
volume akhir. Menurunnya tekanan akibat perubahan ketinggian, akan
menyebabkan naiknya volume.
Sebaliknya pada saat turun maka tekanan meningkat dan volume menurun.
Akibat perubahan ini umumnya tidak parah , walaupun kematian juga ada
dilaporkan.
Tabel 4. Hukum Boyle
Altitude Tek. Barometer Atmosphere Volume
(feet) (mmHg) relative
18000 380 0.50 2.0
12000 483 0.64 1.6
8000 565 0.77 1.33
5000 632 0.83 1.2
Permukaan laut 760 1.0 1.0
Dikutip dari Aviation Physiology in Pediatric Transport hal.44
Hukum Dalton (hukum tekanan parsial) : tekanan total campuran gas adalah
jumlah dari tekanan parsial masing2 gas didalam campuran:
PT = P1 + P2 + P3
Sebagai contoh : tekanan udara = 1 = nitrogen (0.78) + OKSIGEN (0,21) + gas
lainnya (0.1)
Gambar 3. Hukum Dalton
Dikutip dari Avian Physiology in Pediatric Transport hal. 45.
Prosentase oksigen tetap 21% dari total volume udara, tidak dipengaruhi oleh
ketinggian, baik meninggi atau menurun prosentasi oksigen tetap 21%. Pada
ketinggian, udara makin tipis, molekul oksigen makin jarang. Tekanan barometer
(BP) akan berubah dengan perubahan ketinggian dan menentukan jumlah
oksigen yang tersedia untuk bernapas. Kita dapat memprediksi PO2
bila
mengetahui tekanan barometer. Tekanan parsial oksigen (PO2) juga dapat
dihitung dengan rumus :
PO2 = 0.21 x BP ,
. .
. . . .
. . . . .
0.21 menunjukkan konsentrasi oksigen dalam udara, sedangkan BP
menunjukkan tekanan barometer pada ketinggian tertentu.
Misal pada permukaan laut, PO2
= 0.21 x 760mmHg = 159,6 , sedangkan pada
ketinggian 12000 kaki, PO2
= 0.21 x 483mmHg = 101.43
Tabel 5. Pengaruh ketinggian dan penurunan tekanan barometer terhadap
ketersediaan oksigen.
Ketinggian (1000 kaki)
0 10 20 30
Tekanan Barometer 760 523 349 225
PO2 160 110 73 47
Tekanan uap H2O 47 47 47 47
“Dry BP” 713 476 302 178
PaCO2 40 40 40 40
PaO2 , FiO2 0.21 100 50 13 0
FiO2 0.5 307 194 107 45
FiO2 1.0 663 436 262 138
Dikutip dari Avian Physiology in Pediatric Transport hal. 45.
Pengaruh tekanan dan volume terhadap pasien dan peralatan
Kedua hukum gas tadi penting untuk diingat saat mempersiapkan pasien untuk
transport udara dan selama berada didalam pesawat diudara.
Harus dipertimbangkan bahwa udara/gas yang terperangkap didalam ruang yang
mungkin akan mengganggu pasien bilamana volume membesar saat ketinggian
bertambah.
Ruang udara yang biasa ada pada tubuh manusia :
1. Ruang tengah telinga
2. Sinus
3. Perut
4. Kadang kala di gigi
Kenaikan yang cepat dengan penurunan tekanan barometer yang juga terjadi
dengan cepat, tanpa mampu untuk mengalirkan volume udara yang meningkat,
akan menimbulkan rasa sakit dan mengganggu.
Gejala dan tanda adanya udara yang terperangkap yang volumenya meningkat ,
seringkali dapat diatasi dengan cara – cara sederhana :
1. Menelan
2. Menguap
3. Maneuver valsava untuk udara di telinga tengah
4. Membangunkan pasien saat landing supaya terjadi keseimbangan udara
di tuba Eustachii
5. Memberikan dekongestan sebelum terbang untuk mengatasi kongesti
sinus
6. Sendawa atau flatus bila perut kembung
Umumnya masalah ini akan hilang bila perhatian dialihkan kepada hal lain yang
lebih penting. Akan tetapi pada pasien tentu sukar untuk mengalihkan
perhatiannya dan karenanya bahkan akan menimbulkan peningkatan
kecemasan dan stress, disertai hiperventilasi dan perubahan fisiologi terkait
lainnya. Pasien yang sakit berat dan yang sakit kritis mungkin mempunyai
ruang–ruang dimana udara terperangkap yang akan memuai dengan
bertambahnya ketinggian sehingga akan menyebabkan masalah yang lebih
serius. Blebs emfisema, bullae mungkin dapat meledak dengan pemuaian
volume dan menimbulkan pneumothorax. Pneumothorax kecil yang pada tingkat
permukaan laut tidak menyebabkan gangguan apapun, bisa menjadi tension dan
menimbulkan problem serius pada saat mencapai ketinggian 8000 kaki. Pasien
dengan pneumocephalus akibat fraktur kepala terbuka, mungkin akan
mengalami masalah bila rongga yang berisi udara ini membesar karena
udaranya memuai. Ekspansi dari udara yang terperangkap di dalam otak dapat
mengarah kepada peningkatan tekanan intrakranial akibat dari massa yang
membesar tadi. Udara yang terperangkap di dalam luka tusuk intraocular
mungkin akan memuai dan menyebabkan penekanan terhadap bagian dalam
mata / bagian tengah mata sehingga menyebabkan vitreous extrusion. Pasien
dengan obstruksi usus atau peningkatan udara intra-intestinal, akan muntah;
peningkatan ukuran usus akan menuju kepada iskemi lokal, nekrosis atau
perforasi; atau mungkin akan menekan difragma sehingga menurunkan
kapasitas vital efektif jaringan paru (terjadi peningkatan udara intra-intestinal atau
intra-abdominal).
Penurunan kapasitas vital disertai penurunan ketersediaan oksigen akan
menyebabkan memburuknya oksigenasi jaringan dan timbulnya tanda dan gejala
hipoksemia. (lihat tabel 6)
Gas yang terperangkap di dalam gastrointestinal dapat sakit sekali disertai
penurunan tekanan darah, sinkope dan syok sekunder terhadap penekanan
vaskuler. Sonde lambung dan rektum perlu dipertimbangkan untuk digunakan
pada pasien ini.
Luka terbuka mungkin ada udara yang terperangkap di dalam jaringan
lunak, tetapi umumnya tidak menimbulkan masalah kecuali bila ekspansi
terhambat oleh gips atau splint sirkumferensial. Pertimbangkan untuk membelah
gips sebelum terbang.
Volume dan tekanan udara yang ada didalam “pneumatic devices like
MAST trousers”, cuff tekanan darah, air splint dan botol cairan intravena akan
dipengaruhi oleh perubahan tekanan yang terjadi saat naik dan turun. Jadi
diperlukan pemantauan ketat dan kontinu untuk mencegah efek tourniquet. Pada
botol infus akan berbahaya bila presisi pemberian cairan atau obat diperlukan.
Karenanya dianjurkan menggunakan soft plastic bags atau syringe pumps.
Udara didalam cuff pengukur tekanan darah, dalam balon ETT dan foley
catheters juga bisa menimbulkan masalah dalam ‘take off dan landing’. Iskemia
mukosa trakea dapat terjadi akibat tekanan balon pada penerbangan yang
panjang. Jadi secara kontinyu tekanan cuff ETT harus diukur dan disesuaikan
atau dengan menggunakan air atau NaCl sebagai pengganti udara.
Yang harus menjadi perhatian adalah melakukan transport pasien
tenggelam. Sedikit saja kenaikan dalam altitude, akan menimbulkan perubahan
besar dalam volume udara yang terperangkap atau gas spesifik (Nitrogen). Rasa
sakit karena adanya gas nitrogen dibawah kulit atau di dalam sendi-sendi. Ini
terutama berbahaya bilamana adanya emboli udara dalam sistem
kardiovaskuler, paru atau susunan saraf pusat.
Tanda dan gejala emboli Nitrogen di paru : napas pendek, dada sesak, rasa
dicekik, sesak napas, batuk paroxysmal, sianosis dan sekuel lainnya dari
hipoksia
Pasien yang diduga mengalami peningkatan tekanan barometer di dalam
air adalah yang berpotensi untuk mengalami pressure–related sequele saat
transport udara. Secara faktual, penyelam yang baru menyelam kemudian
terbang sampai ke tinggian 8000 kaki, akan mengalami tekanan barometer yang
sama dengan seorang yang bukan penyelam terbang pada tekanan barometer di
ketinggian 40000 kaki dan dalam pesawat tanpa tekanan kabin. Pengobatan
seorang yang sakit akibat menyelam akan memburuk oleh ketinggian, haruslah
diberikan oksigen 100%, segera mendarat dan pertimbangkan untuk terapi
hiperbarik.
Tabel 6. Tanda dan gejala hipoksemia
Sakit kepala Tingling or warm sensation,
sweating
Tampak memburuk
Lemah Perubahan tingkah laku Inkoordinasi otot
Takipnea Agitasi Numbness
Takikardia Confusion Reduced, blurry vision
Lapar udara Irritability Sianosis
Dullness /drowsiness Feeling of well-being
(euphoria)
Sinkope
Listlessness Impairment of judgement Tidak sadar
Light-headedness or dizzy Faulty memory Kejang
Dikutip dari Avian Physiology in Pediatric Transport hal. 46.
Oksigenasi dan ventilasi
Hipoksia adalah masalah utama stress transport udara. PO2
atmosfer akan
menurun secara linier dengan penurunan tekanan barometer (lihat tabel 5).
Akibatnya, terjadi penurunan ketersediaan oksigen untuk pertukaran gas di paru.
Tekanan oksigen di alveoli (PaO2) dapat dihitung menggunakan persamaan gas
alveolar. Hukum Dalton menunjukkan bahwa total tekanan adalah sama dengan
jumlah dari semua komponen gas; karenanya harus memperhitungkan tekanan
uap air, 47 torr pada suhu tubuh, sejak udara di paru selalu tersaturasi secara
lengkap dengan uap air.
Ini dapat dinyatakan dengan persamaan gas alveolar :
PaO2 = (BP – PH2O) x FiO2 – (PCO2 x 1/R)
BP : tekanan barometer ; R : respiratory quotient, yaitu berkisar 0.8.
Untuk orang normal bernafas udara kamar, persamaan dapat disederhanakan :
PaO2 = (BP-47) x 0.21- (50)
Efek peningkatan altitude terhadap PaO2
dapat dilihat pada tabel 7., bila altitude
meningkat, barometer menurun maka PaO2
menurun sehingga pemberian
tambahan oksigen akan dapat meningkatkan pertukaran gas bahkan pada
barometer yang amat rendah sekalipun. Jadi meningkatkan tekanan barometer
dan memberikan tambahan oksigen adalah cara efektif untuk mengobati
hipoksemia akibat perubahan tekanan barometer yang berhubungan dengan
transport udara.
Untuk kebanyakan pasien (kecuali bayi prematur baru lahir) pemberian oksigen
100% melalui nasal prongs, face mask atau intubasi dianjurkan. Untuk pasien
dengan kesulitan difusi oksigen, bahkan oksigen 100% mungkin masih belum
cukup untuk oksigenasi adekuat. Contohnya, pasien dengan penyakit paru dan
menerima 100% O2
dengan PaO2
75 ditingkat permukaan laut bukanlah calon
yang baik untuk transport udara. Pada peningkatan ketinggian, ketersediaan
oksigen akan menurun, seterusnya akan terjadi penurunan PaO2
dan
penyampaian oksigen (DO2).
Kita dapat menggunakan persamaan dibawah ini untuk mengestimasi prosentasi
oksigen yang diperlukan pada ketinggian tertentu.
FiO2 x BP1/BP2 = FiO2 yang diperlukan
FiO2
: kebutuhan oksigen saat ini; BP1 : tekanan barometer pada ketinggian saat
ini; BP2 : tekanan barometer pada ketinggian yang akan ditempuh.
Misalkan pada permukaan laut dibutuhkan 50% Oksigen, pada ketinggian 5000
kaki, FiO2
yang diperlukan :
0.50 x 760/632 = 60% FiO2
Selanjutnya bila kita ingin menentukan ketinggian mana yang masih cukup baik
pada seorang penderita, kita gunakan persamaan
(FiO2 x BP1/ final FiO2 = BP2)
Misal pasien pada permukaan laut butuh FiO2
83, maka ketinggian yang masih
aman baginya adalah : 0.83 x 760 /1.0 = 632, ini berarti 5000 kaki saja.
Persamaan gas alveolar juga menunjukkan bahwa PaO2
akan meningkat
bilamana reduksi PaCO2
dikerjakan. Hiperventilasi adalah suatu kompensasi
alamiah bila terjadi hipoksemia pada ketinggian diatas 5000 kaki.
Usaha tubuh mengatasi hipoksia dimaksimalkan terutama dengan peningkatan
tidal volume dan peningkatan frekuensi napas (respiration rate) pada ketinggian
22000 kaki. Akan tetapi hiperventilasi yang tak terkontrol bisa berbahaya.
Tanda dan gejala hiperventilasi dapat disalah artikan sebagai hipoksia. Mulainya
hiperventilasi biasanya gradual, dan adakalanya disertai spasme otot atau tetani.
Hiperventilasi dapat akibat rasa takut akan kondisi sakitnya serta karena
transport itu sendiri. Pemberian oksigen tambahan dapat membantu
membedakan hipoksia atau hiperventilasi. Bila hipoksia, tanda hipoksia akan
hilang dengan 4-5 napas dengan O2
100%, sedangkan simptom hiperventilasi
akan menetap walau diberikan O2
100%. Bila hiperventilasi berlanjut, usaha
untuk menurunkan frekuensi napas adalah dengan mengajak pasien bicara atau
mengalihkan perhatiannya akan hal-hal lain.
Tabel 7. Ventilasi(PCO2) & PAO2 pada FiO2 berbeda dan tekanan
barometer yang berbeda-beda
Tek. Barometer PCO2 PAO2(FiO2=0.21) PAO2(FiO2=1.0)
760 40 100 673
760 20 125 693
760 60 75 653
523 40 50 483
523 20 75 503
523 60 25 463
Dikutip dari Aviation Physiology in Pediatric Transport hal 49.
Kesimpulan
Keberhasilan transportasi bergantung pada organisasi yang baik, sehingga tim
transport akan dapat berfungsi sebagai kepanjangan dari NICU/PICU untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas bayi dan anak.
Harus diingat bahwa keterampilan dan pengetahuan yang spesial serta peralatan
khusus dibutuhkan untuk transportasi bayi dan anak.
Penilaian dan stabilisasi selama transport amatlah penting, sepenting hal2
emergensi lainnya.
Karena rumah sakit manapun lebih baik daripada ambulans/chopper/fixed –wing,
maka falsafah “swoop and Scoop” tidak cocok untuk pasien pediatrik kritis,
tujuannya adalah untuk mendapatkan transport yang aman dan singkat sehingga
penanganan yang definitif dapat segera dilanjutkan di Rumah Sakit penerima.
Khususnya bagi pasien yang harus dibawa melalui transportasi udara, pasien
nyata akan menghadapi bermacam penyakit dan gangguan fisiologi. Karena itu
persiapan dan antisipasi terhadap akibat transportasi udara pada setiap pasien
akan menjadikan transportasi yang aman.
Kepustakaan :
1. Steven Pon, Daniel AN. : The organization of a Pediatric Critical Care
Transport Program. In The Pediatric Clin of North Am. Vol 40-2 April 1993 :
pp.: 241-261
2. Powers KS.: Organization of a Pediatric-Neonatal Transport Program, in
Jaimovich DG and Vidyasagar D. Handbook of Pediatric and Neonatal
Transport Medicine 2nd ed. Hanley & Belfus,INC. Philadelphia 2002. pp. :
1-14.
3. Hawkins HS. : Transport Management Considerations, in Jaimovich DG and
Vidyasagar D. Handbook of Pediatric and Neonatal Transport Medicine 2nd
ed. Hanley & Belfus,INC. Philadelphia 2002. pp.: 15 -26.
4. Woodward,GA and Vernon, DD : Aviation Physiology in Pediatric Transport,
in Jaimovich DG and Vidyasagar D. Handbook of Pediatric and Neonatal
Transport Medicine 2nd ed. Hanley & Belfus,INC. Philadelphia
2002.pp.43-54.
5. McCloskey K, Hackel A., Notterman D., Orr R., Whitfield J., Dudgeon D.:
Guidelines for Air and Ground Transport of Neonatal and Pediatrics Patients.
American Academy of Pediatrics 1993.
6. Guidelines for Pediatric Interfacility Transport Programs
7. AAP, Committee on Pediatric Emergency Medicine : Access to Pediatric
Emergency Medical Care. Pediatrics vol. 105 – 3 March 2000. pp. 647-649.