Post on 27-Jun-2019
BAB 24KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PERANAN WANITA
A. KESEJAHTERAAN SOSIAL
I. PENDAHULUAN
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1988 menetapkan
pokok-pokok kebijaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan
sosial sebagai berikut.
1. Sebagai salah satu upaya menuju tercapainya keadilan so-
sial, dilanjutkan usaha-usaha untuk memberi kesempatan
yang lebih luas dan merata dalam meningkatkan kesejah-
teraan sosial bagi anggota masyarakat yang kurang ber-
untung termasuk mereka yang hidupnya terasing dan ter-
belakang. Usaha perbaikan pelayanan sosial tersebut juga
dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kesadaran, tang-
gung jawab serta kemampuan setiap warga negara untuk
ikut serta dalam pembangunan.
2. Pelayanan kesejahteraan sosial perlu ditingkatkan secara
lebih terpadu melalui upaya pemberian bantuan dan santun-
an sosial serta upaya rehabilitasi sosial. Pemberian
207
bantuan dan santunan sosial bagi fakir miskin, anak-anak
terlantar, yatim piatu, orang lanjut usia yang tidak
mampu, korban bencana alam dan musibah lainnya serta re-
habilitasi sosial bagi mereka yang tersesat terus dilan-
jutkan dan dilaksanakan sebagai upaya Pemerintah, lem-
baga-lembaga sosial dan masyarakat pada umumnya. Dalam
hubungan ini dilanjutkan pula usaha-usaha untuk membantu
penyandang cacat agar dapat memperoleh kesempatan kerja
sesuai kemampuannya.
3. Pembinaan dan penyantunan cacat veteran, veteran pejuang
kemerdekaan dan pejuang kemerdekaan lainnya perlu dilan-
jutkan sesuai dengan darmabakti mereka kepada bangsa dan
negara.
4. Panti-panti sosial perlu terus ditingkatkan mutu dan
jumlahnya sehingga dapat memberikan penampungan dan pe-
layanan yang memadai bagi yang membutuhkannya. Sehubungan
dengan itu perlu lebih didorong partisipasi masyarakat.
5. Untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik serta
menjangkau golongan masyarakat yang lebih luas, lembaga-
lembaga sosial yang bergerak di bidang pelayanan sosial
perlu terus dikembangkan serta ditingkatkan kemampuan
dan peranannya. Warga masyarakat yang mampu perlu lebih
didorong untuk melibatkan diri dalam pengembangan dan
pengelolaan lembaga-lembaga sosial tersebut.
6. Dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pelayanan sosial, perlu terus dikembangkan kesadaran,
kesetiakawanan dan tanggung jawab sosial serta dicip-
takan iklim yang dapat mendorong kegairahan dan kese-
diaan masyarakat untuk menjadi pekerja-pekerja sosial.
208
Pembangunan bidang kesejahteraan sosial dalam Repelita V
merupakan penjabaran lebih lanjut dari apa yang telah dite-
tapkan oleh GBHN 1988 seperti tersebut di atas dan juga meru-
pakan lanjutan dari kegiatan-kegiatan pembangunan kesejahte-
raan sosial yang telah diselenggarakan dalam Repelita IV dan
Repelita-repelita sebelumnya.
Sebagaimana kita semua ketahui di dalam masyarakat telah
berkembang kesadaran bahwa pembangunan kesejahteraan sosial
bukan semata-mata tugas Pemerintah, melainkan juga merupakan
tugas dari seluruh masyarakat. Oleh karena itu dalam pelaksa-
naannya sangat diharapkan adanya partisipasi aktif dari se-
luruh anggota masyarakat, baik secara perorangan maupun ke-
lompok dalam satuan organisasi sosial. Atas dasar inilah maka
dalam Repelita V usaha-usaha untuk lebih mengembangkan kesa-
daran sosial, tanggung jawab sosial, disiplin sosial, sema-
ngat kebersamaan, jiwa kekeluargaan dan rasa kesetiakawanan
sosial dari seluruh lapisan masyarakat akan tetap mendapatkan
perhatian yang besar.
II. KEADAAN DAN MASALAH
Keadaan dan permasalahan kesejahteraan sosial tumbuh dan
berkembang seiring dengan perkembangan pembangunan itu sen-
diri. Pembangunan selalu membawa perubahan, bukan hanya per-
ubahan fisik, melainkan juga perubahan nilai-nilai. Hal ini,
ditambah dengan adanya perkembangan yang pesat dari ilmu pe-
ngetahuan dan teknologi, menuntut adanya perubahan-perubahan
tertentu dalam kebijaksanaan, arah dan tata cara pelaksanaan
pembangunan berikutnya. Walaupun demikian, dalam hal pemba-
ngunan subsektor kesejahteraan sosial, sama dengan pembangunan
209
di subsektor yang lain, tidak seluruh kegiatannya harus ber-
ubah. Yang masih relevan tetap akan dilanjutkan, dikembangkan
dan bahkan ditingkatkan.
Sebagai dasar untuk penyusunan program-program pembangun-
an subsektor kesejahteraan sosial dalam Repelita V, berikut
diuraikan secara singkat perkembangan keadaan atau hasil-hasil
pembangunan kesejahteraan sosial dalam Repelita IV beserta
permasalahannya.
1. Pembinaan Kesejahteraan Sosial
Sasaran kegiatan ini adalah golongan masyarakat rawan
sosial ekonomi, baik yang bertempat tinggal di daerah pedesaan
maupun di perkotaan. Melalui kegiatan-kegiatan tertentu pro-
gram ini mengupayakan berkembangnya swadaya sosial masyarakat
untuk meningkatkan atau memperbaiki taraf kesejahteraan me-
reka.
Sehubungan dengan ini dalam Repelita IV telah dibina,
dikembangkan dan didayagunakan potensi sosial masyarakat se-
perti Karang Taruna, Organisasi-organisasi dan Lembaga-lembaga
Sosial Masyarakat, Pekerja Sosial Masyarakat dan kepemimpinan
sosial di kalangan wanita serta tokoh-tokoh masyarakat, baik
formal maupun informal, termasuk pemimpin-pemimpin keagamaan.
Pembinaan Kesejahteraan Sosial tersebut dilaksanakan me-
lalui kegiatan-kegiatan pokok berikut.
a. Pembinaan Potensi Kesejahteraan Sosial Masyarakat Desa dan Swadaya Masyarakat dalam masalah Perumahan dan Lingkungan
Dengan bantuan para pamong desa, para pemuka masyarakat
dan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), khususnya di daerah-dae-
210
rah pedesaan yang rawan sosial ekonomi, telah dilaksanakan
bimbingan pengembangan dan pemanfaatan potensi kesejahteraan
sosial, baik potensi alami maupun manusiawi, antara lain dalam
hal pencegahan timbulnya masalah-masalah sosial dan perbaikan
perumahan dan lingkungan.
Kegiatan pembinaan swadaya masyarakat dalam masalah pe-
rumahan dan lingkungan ditujukan untuk membina dan mengem-
bangkan kemauan dan kemampuan masyarakat pedesaan guna me-
ningkatkan kondisi rumah dan lingkungan mereka secara bergo-
tong royong. Dengan bantuan Pemerintah yang dilaksanakan
melalui program Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa
Terpadu (P2LDT), dalam Repelita IV telah berhasil dibina dan
dikembangkan pemugaran perumahan dan perbaikan lingkungan di
sebanyak kurang lebih 7.200 lokasi. Sebagai perbandingan,
dalam Repelita III jumlah desa yang berhasil dicakup oleh
kegiatan ini hanya sekitar 4.000 desa.
Permasalahan yang dihadapi adalah masih terbatasnya ke-
mampuan masyarakat desa untuk membangun, memperbaiki rumah
dan lingkungannya karena masih rendahnya kondisi sosial eko-
nomi mereka. Selain itu, keterbatasan tersebut juga disebabkan
oleh masih belum mantapnya organisasi pelaksanaan di tingkat
desa terutama dalam usaha-usaha mempercepat penyebarannya se-
cara mandiri. Perlu ditekankan bahwa dalam kegiatan ini pe-
ranan Pemerintah adalah memberikan dorongan, motivasi, dan
untuk kegiatan-kegiatan tertentu melakukan perintisan dengan
memberikan bantuan stimulan secara terbatas. Usaha-usaha un-
tuk memperluas diserahkan kepada prakarsa dan swadaya masya-
rakat desa sendiri dengan bimbingan dari LKMD.
211
b. Penyuluhan Sosial dan Pembinaan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)
Kegiatan penyuluhan sosial yang dilaksanakan selama ini
sedikit banyak telah semakin meningkatkan kesadaran sosial
dan tanggung jawab masyarakat untuk menerima dan mendukung
usaha-usaha pembaharuan dan pembangunan. Kegiatan penyuluhan
sosial merupakan gerak dasar upaya kesejahteraan sosial yang
mengawali dan meningkatkan kondisi sosial yang diperlukan bagi
pelaksanaan pembangunan.
Sejak akhir Repelita III sampai dengan akhir Repelita IV,
dalam rangka mengembangkan peran serta masyarakat dalam usaha
kesejahteraan sosial, telah berhasil dibina sekitar 411.000
Pekerja Sosial Masyarakat (PSM). Mereka tersebar di seluruh
Tanah Air sehingga di tiap desa terdapat seorang atau lebih
PSM. Di samping itu selama ini juga telah berhasil dibentuk
PSM Satgasos (Satuan Tugas Sosial) yang meliputi sebanyak
1.830 orang para pemuda potensial. Mereka ini setelah dibina
dan dilatih selama 3 bulan, ditugaskan untuk membantu memper-
cepat gerak usaha pembangunan bidang kesejahteraan sosial di
daerah-daerah terpencil di luar Jawa.
Masalah yang dihadapi oleh tenaga PSM adalah sebagian
besar dari mereka masih memerlukan peningkatan mutu agar dapat
lebih efektif dalam melakukan tugasnya sebagai salah satu
motivator penduduk desa untuk berperan serta aktif dalam pem-
bangunan. Di samping itu para tenaga PSM tersebut juga meng-
hadapi masalah lain. Mereka itu setelah selesai melaksanakan
tugas sebagai PSM masing-masing diharapkan akan hidup secara
mandiri sebagai wiraswasta. Sehubungan dengan itu selama ber-
tugas mereka perlu mempersiapkan diri untuk itu.
212
c. Pembinaan Kesejahteraan Masyarakat Terasing
Sasaran garapan kegiatan ini adalah kelompok atau kesa-
tuan masyarakat yang hidupnya terasing, terbelakang, terpencil
dan berpindah-pindah sehingga belum sepenuhnya terikutserta-
kan dalam kegiatan-kegiatan pembangunan. Termasuk dalam ke-
lompok ini juga adalah masyarakat di daerah perbatasan.
Tingkat kehidupan mereka jauh tertinggal bila dibandingkan
dengan masyarakat Indonesia lainnya.
Kepada kelompok masyarakat terasing tersebut telah dibe-
rikan bimbingan dan pembinaan dengan tujuan mengembangkan
potensi sosial budaya mereka yang positif agar dengan demiki-
an mereka dapat membebaskan diri dari keterasingannya dan se-
kaligus mampu meningkatkan taraf kesejahteraan mereka. Dalam
rangka pembinaan tersebut, untuk mereka disediakan tempat
tinggal di dalam pemukiman yang layak sesuai dengan martabat
manusia di pemukiman baru atau di tempat asal.
Upaya pembinaan kelompok masyarakat terasing ini dilaku-
kan secara terpadu bersama-sama dengan berbagai instansi ter-
kait melalui program transmigrasi dan program pemukiman kem-
bali (resettlement) desa. Dengan upaya tersebut selama Repe-
lita IV telah berhasil dibina dan dimukimkan sekitar 8.645
Kepala Keluarga, dan dibina lebih lanjut sekitar 40.970 KK.
Dalam Repelita III jumlah KK yang berhasil dimukimkan kembali
dan dibina lebih lanjut masing-masing adalah sebanyak 4.367
KK dan 12.995 KK. Dengan demikian jumlah KK yang berhasil
dimukimkan kembali dan dibina lebih lanjut dalam Repelita IV
meningkat masing-masing sebanyak 4.278 KK dan 27.975 KK.
Permasalahan utama dalam hal pembinaan masyarakat ter-
asing adalah belum efektifnya upaya memadukan kegiatan ini
213
dengan kegiatan-kegiatan berbagai sektor lain yang berkaitan,
seperti dengan kegiatan di sektor-sektor pertanian, pendidik-
an, kesehatan dan agama.
d. Pembinaan Nilai-nilai Kepahlawanan dan Keperintisan Kemerdekaan
Dalam rangka pelestarian dan pewarisan nilai-nilai ke-
pahlawanan dan keperintisan kemerdekaan, terutama demi kepen-
tingan generasi muda, dalam Repelita-repelita yang lalu telah
dilaksanakan perbaikan, rehabilitasi dan pembangunan sejumlah
taman makam pahlawan, makam Pahlawan Nasional dan makam Pe-
rintis Kemerdekaan di 27 Propinsi. Di samping itu untuk mem-
bantu meningkatkan kesejahteraan sosial anggota keluarga para
pahlawan, perintis dan pejuang kemerdekaan yang kurang mampu,
kepada mereka telah diberikan bantuan perbaikan rumah dan
bantuan usaha karya dalam jumlah yang terbatas. Selanjutnya
selama ini juga telah dilakukan penyebarluasan buku-buku se-
jarah perjuangan para pahlawan, perintis dan pejuang kemerde-
kaan, dengan tujuan agar masyarakat luas, terutama generasi
muda, lebih mengenal lagi semangat juang para pendahulunya
sewaktu mempersiapkan dan merebut kemerdekaan agar mampu men-
transformasikannya dalam alam pembangunan.
e. Pembinaan Partisipasi Sosial Masyarakat
Sehubungan dengan luas dan kompleksnya permasalahan ke-
sejahteraan sosial, sehingga tak mungkin ditangani sendiri
oleh Pemerintah, selama ini juga dilaksanakan usaha-usaha pe-
ningkatan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pembangun-
an kesejahteraan sosial secara melembaga dan terorganisasikan.
214
Lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi yang bersangkutan
diharapkan dapat menjadi mitra Pemerintah dalam mengatasi
permasalahan-permasalahan kesejahteraan sosial yang ada dewasa
ini dan yang timbul di masa-masa mendatang.
Upaya yang telah dilaksanakan dalam rangka usaha terse-
but di atas ini antara lain berupa pembinaan dan pemantapan
organisasi-organisasi sosial yang ada melalui kegiatan-kegiat-
an bimbingan, latihan berorganisasi dan manajemen serta pro-
fesi pekerjaan sosial dan pemberian bantuan usaha kesejahte-
raan sosial.
Salah satu masalah yang menghambat usaha pengembangan
organisasi sosial, di samping adanya masalah keterbatasan sa-
rana dan prasarana ialah masih kurangnya tenaga-tenaga pro-
fesional untuk menangani permasalahan kesejahteraan sosial.
Selain itu masih terasa pula kurangnya minat masyarakat mampu
untuk turut berpartisipasi dalam usaha pelayanan sosial dan
dalam pengelolaan lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi
sosial masyarakat.
2. Bantuan Penyantunan dan Pengentasan Sosial
Bantuan penyantunan dan pengentasan sosial ditujukan ke-
pada golongan masyarakat, perorangan dan keluarga yang karena
sebab-sebab tertentu tidak atau kurang dapat melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar. Golongan masyarakat, tersebut
meliputi anak-anak terlantar, lanjut usia dan jompo tidak
mampu, keluarga yang mengalami masalah sosial, penyandang
cacat, fakir miskin, anak nakal, korban penyalahgunaan nar-
kotika, tuna sosial dan korban bencana alam serta musibah
lainnya.
215
Dalam program ini kegiatan-kegiatan utama yang telah di-
laksanakan selama Repelita IV dan permasalahannya adalah se-
bagai berikut.
a. Penyantunan Lanjut Usia, Keluarga dan Pengentasan Anak Terlantar
Bantuan penyantunan diberikan kepada para lanjut usia
dan jompo terlantar yang tidak mempunyai keluarga atau ke-
luarganya tidak mengurusnya dan kepada para lanjut usia pe-
nyandang cacat dari keluarga miskin. Bantuan pelayanan kepada
para lanjut usia tersebut dimaksudkan untuk mengupayakan agar
mereka dapat menikmati hari tuanya dalam suasana yang aman
dan tenteram lahir batin.
Bantuan penyantunan lanjut usia atau jompo terlantar di-
lakukan melalui sistem dalam panti dan sistem luar panti.
Sistem luar panti dilaksanakan dalam rangka upaya untuk tetap
melestarikan tradisi bangsa Indonesia untuk mengurusi dan
mengasuh orang tua lanjut usia dalam keluarga dengan penuh
rasa cinta bakti kepada orang tua.
Pada akhir Repelita III bantuan dan penyantunan kepada
para lanjut usia telah diterimakan untuk sebanyak 242.350
orang, sedang dalam Repelita IV bantuan dan penyantunan yang
diberikan melalui sistem dalam panti dan sistem luar panti
seluruhnya diterimakan untuk kurang lebih 182.350 orang. Pe-
nurunan jumlah orang yang mendapat bantuan terutama terjadi
dalam bantuan untuk sistem luar panti. Untuk yang terakhir
ini pelaksanaan bantuannya diserahkan kepada masyarakat ter-
utama keluarga masing-masing.
Permasalahan yang ada dan yang akan timbul di masa men-
datang dalam pelaksanaan program ini adalah bahwa jumlah orang
216
lanjut usia akan semakin banyak seiring dengan semakin me-
ningkatnya umur harapan hidup rata-rata penduduk. Meskipun
nilai budaya bangsa Indonesia masih kuat untuk menunjang
sistem luar panti, kebutuhan akan pelayanan sistem di dalam
panti akan terus meningkat.
Selama ini pengentasan terhadap anak-anak terlantar,
remaja yatim piatu terlantar dan anak-anak putus sekolah yang
tidak mampu telah dilakukan dengan memberikan bimbingan mental
dan latihan keterampilan selama sekitar 6 bulan di dalam
panti. Di samping itu usaha penyantunan dan pengentasan anak
terlantar juga dilakukan di luar panti, yaitu melalui asuhan
dalam keluarga, pengangkatan anak, dan melalui program orang
tua asuh. Dalam program orang tua asuh keluarga-keluarga yang
mampu memberikan bantuan kepada anak-anak tidak mampu dan
anak-anak yang bersangkutan tetap tinggal di lingkungan ke-
luarganya sendiri.
Gerakan orang tua asuh jelas belum dapat memecahkan ma-
salah anak-anak secara tuntas. Jumlah anak terlantar yang
dapat disantun selama ini Baru mencapai sekitar 226.710 anak,
sedang jumlah seluruh anak terlantar yang ada diperkirakan
jauh lebih besar. Sebagian besar keterlantaran mereka dise-
babkan oleh kondisi sosial ekonomi keluarganya yang tidak me-
mungkinkan untuk secara memadai memenuhi kebutuhan anak, yang
seluruhnya meliputi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial.
Karena itu perlu ditingkatkan bantuan penyantunan kepada anak
terlantar.
b. Penyantunan dan Pengentasan Para Cacat
Sasaran kegiatan ini meliputi anggota-anggota masyarakat
yang menyandang cacat tubuh, cacat mental, cacat netra, cacat
217
rungu wicara dan para bekas penderita penyakit kronis seperti
kusta. Permasalahan pokok yang dihadapi oleh para cacat ter-
sebut adalah bahwa selama hidup mereka menghadapi hambatan
fisik, kejiwaan dan hambatan mobilitas dalam melakukan kegiat-
an sehari-hari. Hambatan tersebut menyulitkan mereka untuk
bekerja dan berproduksi sehingga kondisi sosial ekonomi mereka
akan selalu rawan. Sebagai akibat dari cacat yang mereka de-
rita dan hambatan-hambatan itu mereka pun umumnya merasa rendah
diri dan atau kurang percaya kepada diri sendiri.
Bertolak dari hal-hal tersebut di atas maka penyantunan
para cacat dilakukan melalui bimbingan mental, sosial dan
pemberian latihan-latihan keterampilan. Sampai batas-batas
tertentu, usaha ini dapat mendorong pemulihan harga diri dan
atau percaya diri yang pada gilirannya dapat membawa penyan-
dang cacat yang bersangkutan ke arah tercapainya taraf kese-
jahteraan sosial yang lebih baik.
Selama Repelita IV telah dilakukan penyantunan dan reha-
bilitasi sosial bagi para penyandang cacat di dalam dan luar
panti sebanyak kurang lebih 94.250 orang Sejalan dengan ini
telah pula dapat diselesaikan penyempurnaan dan perbaikan
panti-panti dan sasana rehabilitasi sosial yang berjumlah
tidak kurang dari 33 buah panti dan sasana yang tersebar di
seluruh wilayah tanah air.
Sementara itu untuk dapat memperluas jangkauan pelayanan
dan penyantunan bagi para penyandang cacat, terutama di dae-
rah-daerah pedesaan, telah pula ditempuh upaya meningkatkan
kegiatan Loka Bina Karya (LBK), Kelompok Usaha Paca (KUP),
dan Unit Rehabilitasi Keliling (URK). Dalam hubungan ini, se-
lama Repelita IV telah ditata dan lebih difungsikan sekitar
180 LBK dan pengadaan 5 buah mobil Unit Rehabilitasi Keliling.
218
c. Penyantunan dan Pengentasan Tuna Sosial
Sasaran garapan dari kegiatan ini adalah para gelandangan
dan pengemis, tuna susila dan bekas narapidana. Mereka ini
perlu diberikan pelayanan rehabilitasi dan resosialisasi agar
dapat memperoleh kembali harga diri, kepercayaan diri serta
kemandiriannya dan dengan demikian dapat melaksanakan fungsi
sosialnya secara wajar. Usaha rehabilitasi sosial bagi ma-
sing-masing sasaran garapan dilaksanakan sebagai berikut.
(1) Gelandangan dan Pengemis
Pada akhir Repelita IV diperkirakan terdapat 150.000
orang gelandangan dan pengemis yang terutama hidup berkelana
di daerah-daerah perkotaan. Adapun yang digolongkan sebagai
gelandangan dan pengemis menurut PP No. 31/1980 adalah orang-
orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma ke-
hidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak
mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah
tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.
Untuk mengatasi masalah gelandangan dan pengemis, telah
dilaksanakan usaha-usaha pencegahan melalui berbagai kegiatan
penyuluhan sosial. Di samping itu diupayakan agar ada kegiat-
an-kegiatan yang terkait dengan program-program kesejahteraan
sosial di desa-desa asal gelandangan dan pengemis, misalnya
dengan kegiatan penyantunan dan pengentasan fakir miskin dan
kegiatan pembinaan potensi kesejahteraan masyarakat desa. Ke-
giatan-kegiatan tersebut terutama dilakukan dalam bentuk re-
habilitasi mental, sosial dan pelatihan keterampilan praktis
di bidang-bidang pertanian, peternakan, perikanan, jasa kon-
struksi, dan lain-lain. Di samping itu diusahakan agar para
gelandangan dan pengemis dapat disalurkan ke berbagai lapangan
219
kerja baru, transmigrasi ke luar Jawa, atau bagi mereka yang
telah memiliki keterampilan, diusahakan agar kembali dan
berswakarya di desa asalnya.
Untuk menunjang maksud tersebut sejak tahun pertama Re-
pelita IV telah dibangun Lingkungan Pondok Sosial (LIPOSOS),
antara lain di Bekasi, Serpong, Cimahi, Cianjur, Semarang,
Kendal, Kediri, Binjai, Bandar Lampung dan Mataram. Melalui
wadah ini para warga binaan dipersiapkan menjadi calon-calon
transmigran yang baik, pedagang kecil, pekerja harian pada
proyek-proyek pembangunan, atau menjadi tenaga harian keber-
sihan kota. Selama Repelita IV melalui LIPOSOS tersebut telah
disantun dan dientas sebanyak kurang lebih 21.350 gelandangan
dan pengemis.
Salah satu masalah sulit yang dihadapi dalam menangani
gelandangan dan pengemis adalah belum diketemukannya pola pe-
nanganan yang benar-benar efektif. Oleh karena itu dalam
Repelita V pola penanganan gelandangan dan pengemis perlu
lebih dimantapkan.
(2) Tuna Susila
Kegiatan penyantunan bagi para tuna susila dilaksanakan
dengan berbagai cara, antara lain melalui pengumpulan, pem-
binaan, motivasi, bimbingan mental keagamaan, bimbingan sosial,
dan latihan-latihan keterampilan dan kejuruan. Dengan
kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan mereka dapat meninggal-
kan pekerjaan mereka yang tercela itu dan mendapatkan peker-
jaan yang layak dan wajar. Kegiatan yang bersifat rehabilitasi
dan resosialisasi ini dilakukan melalui sistem dalam panti.
Melalui panti-panti tuna susila yang ada di 23 lokasi,
selama Repelita IV telah berhasil dientaskan kurang lebih
220
5.400 orang tuna susila. Permasalahan utama yang dihadapi
adalah cara penanganan yang belum mantap dan sangat terbatas-
nya jumiah panti yang ada sedangkan tuna susila yang perlu
ditangani jumlahnya cukup besar. Oleh karena itu untuk me-
nangani masalah tersebut termasuk penyediaan lapangan kerjanya
perlu keterpaduan antara instansi yang terkait.
(3) Bekas Narapidana
Kegiatan lain yang dilaksanakan adalah penanganan bekas
narapidana, terutama mereka yang baru saja selesai menjalani
hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan (LP). Bagi mereka yang
mengalami kehilangan pekerjaan dan kesulitan memperoleh pe-
kerjaan diberikan santunan dan latihan keterampilan dengan
maksud agar mereka dapat memperoleh pekerjaan dan dengan de-
mikian dapat melaksanakan fungsi dan peran sertanya secara
wajar dan layak dalam tata kehidupan masyarakat. Selama Repe-
lita IV telah berhasil disantun dan dibantu sebanyak kurang
lebih 3.500 orang bekas narapidana.
Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan ini adalah ke-
sulitan para bekas narapidana dalam penyesuaian diri dengan
lingkungannya di samping sukarnya usaha pembinaan karena ke-
terbatasan dalam lapangan kerja dan sukarnya membina kemampu-
an berwiraswasta pada mereka.
d. Penyantunan dan Pengentasan Anak Nakal dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
Kenakalan anak dan remaja serta korban penyalahgunaan
narkotika dewasa ini memperlihatkan gejala yang semakin me-
ningkat. Masalah ini secara langsung banyak melibatkan gene-
rasi muda. Kenakalan anak atau remaja menyangkut pelanggaran
221
norma-norma kehidupan dan perbuatan kriminal, sedangkan pe
nyalahgunaan narkotika dan obat-obat adiktif mengganggu kon-
disi fisik, mental dan sosial mereka, sehingga dapat merusak
tata kehidupan masyarakat.
Selama Repelita IV telah dapat dientaskan sebanyak
kurang lebih 6.800 anak nakal dan korban narkotika.
Permasalahan yang dihadapi ialah semakin meningkatnya
kenakalan remaja, tidak saja di kota-kota besar akan tetapi
juga di kota-kota kecil. Demikian juga penyalahgunaan narko-
tika sudah sampai pada golongan pemuda terpelajar dari ke-
luarga yang kurang mampu.
e. Penyantunan dan Pengentasan Fakir Miskin
Penyantunan dan pengentasan fakir miskin ditujukan kepada
keluarga-keluarga sangat miskin yang dari penghasilannya tidak
dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak. Sebagian besar
dari mereka ini tinggal di daerah-daerah pedesaan. Dalam Re-
pelita IV kegiatan ini masih bersifat terbatas yang dilakukan
sejumlah desa tertentu saja (388 desa) karena pola penanganan-
nya dirasakan belum begitu mantap. Pelaksanaannya adalah
dengan memberikan penyuluhan dan bimbingan sosial serta bim-
bingan motivasi yang diikuti oleh latihan-latihan keterampilan
agar mereka mampu untuk memperbaiki taraf kesejahteraan mereka
secara mandiri atau berkelompok dengan melaksanakan usaha-
usaha ekonomis produktif. Selain itu kepada mereka juga di-
berikan bantuan usaha keluarga dalam bentuk bahan dan peralat-
an, serta bantuan usaha kelompok sebagai usaha permulaan ke
arah penumbuhan usaha koperasi.
Selama Repelita IV telah dilakukan penyantunan dan pe-
222
ngentasan terhadap kurang lebih 16.830 KK fakir miskin yang
tersebar di 16 propinsi.
Permasalahan yang dihadapi ialah bahwa jumlah keluarga
fakir miskin yang belum tertangani cukup banyak dan pada umum-
nya mereka bertempat tinggal di pedesaan yang miskin yang po-
tensinya untuk dapat dikembangkan sangat terbatas. Di samping
itu kemampuan masyarakat di desa yang bersangkutan kurang
mendukung.
f. Bantuan Rehabilitasi Korban Bencana Alam
Kegiatan yang dilaksanakan dalam hal ini ialah memberi-
kan bantuan kepada para korban yang menderita akibat bencana
alam dan musibah lainnya guna memulihkan kemampuan untuk man-
diri. Bentuk bantuan dapat berwujud bantuan darurat dan atau
bantuan rehabilitasi berupa perbaikan rumah dan pemukiman di
tempat asal atau di tempat baru. Selanjutnya juga dilaksanakan
pembentukan tenaga-tenaga inti penanggulangan bencana serta
tenaga-tenaga pelaksana Satuan Tugas Sosial Penanggulangan
Bencana Alam (SATGASOS PBA) di lapangan.
Oleh karena sifat kegiatan ini menyangkut beberapa pro-
gram dan sektor, di Pusat telah dibentuk Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana Alam (BAKORNAS PBA) dan di
Daerah diberi nama Satuan Koordinasi Pelaksanaan Penanggu-
langan Bencana Alam (SATKORLAK PBA) dan Pos-pos Komando di
lapangan. SATKORLAK juga bertujuan untuk meningkatkan kesiap-
siagaan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan
terjadinya bencana alam, terutama di daerah-daerah yang rawan
bencana alam.
Selama Repelita IV telah diberikan bantuan dan rehabili-
tasi sosial terhadap sekitar 22.000 KK korban bencana alam.
223
Bantuan yang diberikan bukan hanya berasal dari Pemerintah,
melainkan juga dari masyarakat. Kecuali itu telah pula dilak-
sanakan kegiatan-kegiatan pelatihan penanggulangan bencana
alam bagi tenaga-tenaga dari beberapa instansi (baik di Pusat
maupun Daerah) yang terlibat dalam penanganan bencana alam.
3. Pembinaan Generasi Muda
Pembinaan generasi muda dalam pembangunan subsektor ke-
sejahteraan sosial terutama dilaksanakan melalui pembinaan
Karang Taruna sebagai organisasi sosial kepemudaan di tingkat
desa dan kelurahan. Kegiatan ini terutama diarahkan untuk
mengatasi permasalahan kesejahteraan sosial generasi muda oleh
mereka sendiri, termasuk di dalamnya kegiatan yang berupa
upaya pencegahan kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkoti-
ka, pemasyarakatan P4, dan pembauran bangsa serta peningkatan
keterampilan sosial ekonomi di kalangan generasi muda, dengan
mendasarkan kegiatannya pada prinsip dasar dari pada organi-
sasi sosial kepemudaan Karang Taruna tersebut.
Sampai dengan tahun terakhir Repelita IV, praktis seluruh
desa di Indonesia telah memiliki organisasi Karang Taruna.
Permasalahan utama yang dihadapi adalah masih belum se-
luruh organisasi Karang Taruna tersebut secara kualitatif
mampu melaksanakan peran dan fungsinya untuk melaksanakan ke-
giatan-kegiatan pembangunan di daerahnya masing-masing seperti
apa yang diharapkan.
4. Peningkatan Peranan Wanita
Kegiatan peningkatan peranan wanita di bidang kesejah-
224
teraan sosial dibatasi pada pemberian bimbingan dan latihan
keterampilan sosial bagi para tokoh wanita dan pengurus orga-
nisasi-organisasi wanita di pedesaan. Hasil-hasil bimbingan
dan latihan ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk membantu
meningkatkan kesejahteraan sosial keluarga-keluarga miskin
yang banyak terdapat di daerah-daerah pedesaan. Dalam pelak-
sanaannya, kegiatan ini diintegrasikan dengan kegiatan Pem-
binaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Program Pembinaan
Wanita menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS) secara
terpadu.
5. Pendidikan dan Latihan Tenaga Kesejahteraan Sosial
Sama halnya dengan apa yang telah dilakukan dalam Repe-
lita III, dalam Repelita IV kegiatan-kegiatan pendidikan dan
pelatihan tenaga kesejahteraan sosial terus dilaksanakan baik
di lingkungan Pemerintah maupun masyarakat. Sebagian besar
dari tenaga-tenaga yang dididik dan dilatih terdiri dari te-
naga-tenaga lapangan yang sangat dibutuhkan untuk melaksanakan
tugas di bidang kesejahteraan sosial dengan lebih terampil.
Dalam hubungan ini telah diupayakan pengembangan Sekolah
Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) di Bandung, Balai Pendi-
dikan dan Latihan Tenaga Sosial (BPLTS) dan Kursus Tenaga
Sosial (KTS) di beberapa propinsi. Juga telah dilaksanakan
pelatihan tenaga kesejahteraan sosial dari masyarakat, ter-
utama PSM SATGASOS agar mereka dapat menjalankan tugasnya
dengan makin baik.
Di samping kegiatan utama seperti tersebut di atas, se-
lama Repelita IV telah dilaksanakan juga kegiatan-kegiatan
yang bersifat penunjang seperti penelitian dan pengembangan
225
kesejahteraan sosial, penyempurnaan efisiensi aparatur Peme-
rintah dan pengawasan, serta penyempurnaan prasarana fisik
Pemerintah.
Di bidang penelitian telah dilakukan penelitian masalah
kesejahteraan sosial dan pengembangan sistem penanganan ma-
salah kerawanan sosial melalui proyek-proyek percontohan.
Masalah yang dihadapi adalah masih terbatasnya data kesejah-
teraan sosial yang lengkap dan kurangnya tenaga-tenaga pene-
liti profesional yang dibutuhkan.Usaha penyempurnaan efisiensi aparatur Pemerintah dan
pengawasan meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan, pengendali-
an, dan evaluasi serta pengawasan pelaksanaan proyek-proyek
pembangunan bidang kesejahteraan sosial. Di samping itu di-
laksanakan pula kegiatan-kegiatan seperti peningkatan admi-
nistrasi kepegawaian dan penyempurnaan serta penyusunan ber-
bagai peraturan perundang-undangan kesejahteraan sosial guna
memberikan dasar atau landasan hukum yang mantap bagi pelak-
sanaan program-program pembangunan di bidang kesejahteraan
sosial. Salah satu masalah yang dihadapi dalam usaha ini
kurangnya tenaga terutama di Daerah Tingkat II untuk mange-
lola dan memantau kegiatan-kegiatan pembangunan kesejahteraan
sosial yang tersebar sampai ke desa-desa.
Di bidang penyempurnaan prasarana fisik, telah dilaksa-
nakan pembangunan, perluasan, dan rehabilitasi berbagai pra-
sarana fisik kesejahteraan sosial, berupa pembangunan gedung
kantor baik di Pusat maupun di Daerah Tingkat I dan II, peng-
adaan sarana mobilitas dan perlengkapan kantor, termasuk per-
lengkapan perintisan otomatisasi data. Selama Repelita IV
telah dibangun gedung kantor Pusat di Jakarta, 3 kantor di
Daerah Tingkat I, 5 kantor di Daerah Tingkat II, di samping
kegiatan rehabilitasi terhadap beberapa kantor di daerah.
226
I I I . KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
Bertitik tolak dari keadaan dan masalah kesejahteraan
sosial seperti yang telah diuraikan di muka dan kecenderungan
perkembangan masyarakat yang diperkirakan lima tahun menda-
tang, maka sesuai dengan GBHN 1988, kebijaksanaan pembangunan
bidang kesejahteraan sosial diarahkan untuk melaksanakan se-
cara lebih luas dan merata upaya-upaya meningkatkan kesejah-
teraan sosial masyarakat. Sasaran upaya tersebut terutama
adalah anggota-anggota masyarakat yang keadaannya kurang ber-
untung, seperti mereka yang hidupnya terasing serta terbela-
kang dan warga masyarakat yang karena sesuatu hal memerlukan
rehabilitasi sosial. Pembangunan kesejahteraan sosial selama
ini, yang telah dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,
akan terus dilanjutkan, ditingkatkan, dan cara-cara pena-
nganannya akan lebih disempurnakan lagi. Di samping itu
masyarakat akan terus didorong agar makin banyak melaksanakan
dan mengembangkan usaha-usaha di bidang kesejahteraan sosial.
Atas dasar itu maka kebijaksanaan umum di bidang pem-
bangunan kesejahteraan sosial yang dituangkan dalam GBHN 1988
dijabarkan lebih lanjut dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan dan
langkah-langkah sebagai berikut.
1. Mendorong dan mengembangkan usaha-usaha kesejahteraan
sosial yang berbasiskan masyarakat. Untuk ini langkah-
langkah yang akan diambil antara lain adalah meningkat-
kan kegiatan-kegiatan pemberian penyuluhan kepada masya-
rakat dengan menekankan kepada hal-hal yang dapat me-
ngembangkan swadaya masyarakat dan meningkatkan kesadar-
an dan tanggung jawab sosial mereka dalam menanggulangi
masalah-masalah sosial di lingkungan masing-masing.
227
2. Memantapkan kerja sama dan koordinasi antar sektor yang
lebih baik dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan
sosial, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai kepada
pengendaliannya.
3. Menggali dan mendayagunakan potensi dan sumber-sumber
kesejahteraan sosial yang terdapat di masyarakat untuk
dikerahkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi pe-
ningkatan usaha kesejahteraan sosial oleh masyarakat.
Dalam hal ini prioritas daerah yang menjadi sasaran utama
adalah daerah-daerah yang mempunyai permasalahan sosial
cukup banyak.
4. Membina dan mengembangkan tenaga kesejahteraan sosial
masyarakat sebagai Pekerja Sosial Masyarakat dalam bentuk
Satuan Tugas Sosial (SATGASOS) melalui peningkatan pro-
gram pendidikan dan latihan sebagai upaya memenuhi kebu-
tuhan tenaga kesejahteraan sosial dengan kualifikasi dan
kemampuan yang mapan sehingga mampu menjadi penggerak
pembangunan dan sukarelawan yang dapat mendorong kegai-
rahan, kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan. Penugasan PSM SATGASOS tersebut tidak di-
arahkan untuk menjadi pegawai negeri, melainkan sebagai
kader wiraswasta yang mampu menciptakan lapangan kerja
bagi dirinya sendiri atau orang lain. Dalam melaksanakan
kegiatan ini diperlukan adanya keterpaduan dengan ke-
giatan Tenaga Kerja Sukarela (TKS) di Sektor Tenaga Kerja.
5. Dalam kegiatan pemugaran perumahan dan perbaikan ling-
kungan desa, usaha-usaha keterpaduan yang telah dirintis
dalam Repelita IV akan terus dilanjutkan. Dalam hubungan
ini peningkatan dalam pengorganisasiannya akan lebih di-
228
titikberatkan pada usaha-usaha gotong royong yang ber-landaskan pada prakarsa dan swadaya masyarakat sendiri,
termasuk usaha-usaha penggandaannya.
6. Upaya pembinaan masyarakat terasing dan terbelakang lebih
diutamakan pada warga binaan yang sudah menetap. Pena-
nganannya akan ditempuh secara terpadu, dalam arti meng-
ikutsertakan semua sektor yang terkait secara langsung
dalam meningkatkan kesejahteraan mereka, seperti sektor-
sektor pertanian, pendidikan, kesehatan dan pembangunan
daerah.
7. Meningkatkan usaha-usaha pelestarian dan pewarisan nilai-nilai kepahlawanan dan keperintisan serta penghargaan atas jasa para pahlawan dan perintis kemerdekaan sesuai
dengan darmabaktinya kepada bangsa dan negara. Dalam hubungan ini kerja sama yang lebih erat dengan sektor pendidikan dan kebudayaan sangat diharapkan.
8. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan
usaha kesejahteraan sosial secara melembaga dan terorga-nisasikan, yang dapat melibatkan semua golongan dan la- pisan masyarakat, termasuk para pengusaha dan anggota-
anggota masyarakat yang mampu melalui organisasi dan lembaga sosial yang bergerak dalam usaha kesejahteraan
sosial. Organisasi atau lembaga sosial yang kuat diarah- kan untuk membantu organisasi dan lembaga sosial yang lemah.
9. Penyantunan lanjut usia, pengentasan anak terlantar dan
yatim piatu, bail yang dilaksanakan melalui sistem pela-
yanan dalam panti maupun luar panti akan dilanjutkan dan
ditingkatkan terutama dalam hal pelayanannya. Organisasi
229
dan lembaga-lembaga sosial keagamaan yang menyelengga-
rakan panti-panti asuhan anak yatim piatu dan anak ter-
lantar akan diberi bantuan, fasilitas dan kemudahan-ke-
mudahan sesuai dengan kemampuan yang tersedia. Dalam
pada itu akan lebih didorong pihak swasta untuk mengusa-
hakan panti-panti asuhan anak yatim piatu terlantar.
10. Kemampuan operasional dari unit-unit pelaksana teknis
pelayanan seperti Panti atau Sasana Rehabilitasi Sosial
Penyandang Cacat, Unit Rehabilitasi Sosial Keliling, dan
Loka Bina Karya yang sudah ada akan ditingkatkan mutu
dan jumlahnya. Latihan-latihan keterampilan yang diberi-
kan dan kerja sama dengan Balai Latihan Kerja, perlu di-
sesuaikan dengan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha
yang tersedia. Selain itu diharapkan perusahaan-perusa-
haan akan lebih banyak lagi menerima penyandang cacat,
baik sebagai praktekan maupun sebagai pekerja.
11. Bantuan pengelolaan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) akan
lebih ditingkatkan, termasuk pengasramaan murid-muridnya
yang tidak mampu. Dalam hal inipun pihak swasta sangat
diharapkan untuk berpartisipasi.
12. Penyantunan dan pengentasan terhadap para tuna sosial
akan dilaksanakan melalui panti atau Lingkungan Pondok
Sosial (LIPOSOS) dengan latihan-latihan keterampilan yang
bermuara kepada usaha-usaha yang berorientasi praktis
produktif dalam sektor-sektor informal.
13. Peranan keluarga dan masyarakat dalam pengentasan anak
nakal dan korban penyalahgunaan narkotika lebih diandal-
kan, terutama para keluarga yang mengalami masalah ter-
sebut. Organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga keaga-
230
maan dan wadah-wadah kepemudaan, seperti KNPI, Pramuka
dan Karang Taruna akan lebih banyak dilibatkan.
14. Pengentasan fakir miskin memerlukan usaha bersama yang
bersifat antar sektoral. Penanganannya harus dilakukan
secara terpadu dan berdasarkan konsepsi yang mantap.
Dalam penanggulangan masalah kemiskinan ini diperlukan
berbagai program yang erat kaitannya dengan usaha me-
ningkatkan taraf kehidupan.
15. Dalam rehabilitasi sosial korban bencana alam, lebih di-
utamakan para korban yang diakibatkan oleh bencana alam,
seperti letusan gunung api, gempa bumi, tanah longsor,
angin topan dan banjir.
16. Karang Taruna sebagai wadah organisasi sosial kepemudaan
di pedesaan dan kelurahan akan terus dibina dan dikem-
bangkan, antara lain dengan memberikan latihan-latihan
keterampilan kecakapan melaksanakan usaha kesejahteraan
sosial, kaderisasi dan bantuan sarana agar mereka benar-
benar dapat berpartisipasi aktif dalam membantu kegiat-
an-kegiatan pembangunan di lingkungannya.
17. Membina dan mengembangkan potensi wanita dalam mening-
katkan peranan mereka dalam usaha-usaha pembangunan.
18. Penelitian di bidang kesejahteraan sosial akan terus
dilakukan terutama yang ada kaitannya secara langsung
dengan tugas-tugas operasional dari unit-unit pelaksana
program pembangunan bidang kesejahteraan sosial. Dalam
melakukan penelitian akan ditingkatkan kerja sama antara
unit-unit operasional dengan lembaga-lembaga penelitian
yang ada dan Perguruan Tinggi.
231
19. Meningkatkan dan mengembangkan usaha-usaha penyempurnaan
administrasi kesejahteraan sosial dalam rangka mewujud-
kan tertib administrasi dan tertib operasional dengan
peningkatan fungsi pengawasan melekat.
20. Memantapkan penyempurnaan prasarana fisik perkantoran
dan mobilitas di propinsi-propinsi luar Jawa, khususnya
propinsi-propinsi yang kurang maju dan yang banyak per-
masalahan kesejahteraan sosialnya.
IV. PROGRAM-PROGRAM
Berdasarkan keadaan dan permasalahan sosial yang diha-
dapi dan dengan memperhatikan arah kebijaksanaan serta lang-
kah-langkah yang akan diambil, maka disusunlah berbagai pro-
gram pembangunan di bidang kesejahteraan sosial seperti di-
uraikan di bawah ini.
1. Program Pembinaan dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial
Tujuan program ini adalah meningkatkan kesadaran masya-
rakat akan tanggung jawab sosialnya untuk mencegah dan menang-
gulangi masalah-masalah sosial serta meningkatkan kegairahan
dan kesediaan masyarakat untuk menghasilkan pekerja-pekerja
sosial masyarakat yang terampil sehingga dapat membantu usaha
memobilisasikan masyarakat untuk pembangunan di bidang kese-
jahteraan sosial. Kegiatan pokok dari program ini adalah pe-
nyuluhan dan bimbingan sosial, pembinaan swadaya masyarakat,
pembinaan masyarakat terasing, pembinaan nilai-nilai kepahla-
wanan, dan pembinaan organisasi sosial masyarakat.
232
Uraian untuk masing-masing kegiatan pokok seperti ter-
sebut di atas adalah sebagai berikut.
a. Penyuluhan, Bimbingan Sosial dan Pembinaan Pekerja Sosial Masyarakat
Penyuluhan dan bimbingan sosial sebagai gerak dasar usaha
kesejahteraan sosial akan terus dilakukan antara lain melalui
para pekerja sosial masyarakat (PSM).Dengan kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial yang in-
tensif kepada masyarakat, diharapkan program-program pemba-
ngunan bidang kesejahteraan sosial seperti pembinaan masyara-
kat terasing, pengembangan potensi kesejahteraan sosial ma-
syarakat desa, penumbuhan swadaya masyarakat dalam perbaikan
perumahan desa, pengentasan fakir miskin, dan penanggulangan
masalah-masalah sosial lainnya dapat dilaksanakan dengan lebih
baik dan efektif.
Penyuluhan dan bimbingan sosial dilaksanakan melalui
berbagai cara. Penyampaiannya dapat dengan lisan, tulisan,
melalui herbage media massa, peragaan dengan contoh-contoh,
dan dengan mengikutsertakan tokoh-tokoh masyarakat, pemuda,
wanita, dan pemimpin-pemimpin baik formal maupun informal,
termasuk tokoh-tokoh keagamaan.
Akan diusahakan agar peranan masyarakat dalam pelaksana-
an pembangunan bidang kesejahteraan sosial lebih besar dari
peranan Pemerintah. Peran Pemerintah akan lebih banyak diti-
tikberatkan pada pemberian bimbingan dan informasi, pengatur-
an dan pengawasan.
Dalam Repelita V pemberian penyuluhan dan bimbingan
sosial akan diprioritaskan di desa-desa atau daerah-daerah
233
yang menjadi sumber permasalahan sosial dan juga menjadi sa-
saran pelaksanaan program-program pembangunan bidang kesejah-
teraan sosial dalam arti luas.
Dalam Repelita V direncanakan pembinaan PSM sekitar
120.000 orang dan pengadaan PSM SATGASOS sebanyak 2.000 tenaga
yang akan disebarkan ke daerah terpencil yang memerlukannya.
b. Pembinaan Swadaya Masyarakat dalam bidang Perumahan dan Lingkungan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendorong dan me-
ngembangkan kemampuan dan kemauan masyarakat guna memperbaiki
dan memugar perumahan dan lingkungan mereka secara bergotong
royong dengan lebih banyak memanfaatkan bahan-bahan bangunan
dan tenaga setempat.
Untuk itu terus akan ditingkatkan penyuluhan-penyuluhan
intensif yang diberikan secara terpadu dengan melibatkan ber-
bagai instansi. Sejalan dengan itu diberikan pula bantuan
fisik baik berupa bahan-bahan bangunan maupun peralatan teknis
yang dibutuhkan sesuai dengan situasi dan kondisi desa masing-
masing. Melalui upaya-upaya tersebut di atas diharapkan warga
masyarakat mampu berswadaya dan bergotong royong dalam mem-
perbaiki kondisi perumahan dan lingkungannya. Dengan bimbingan
dari Pemerintah dan LKMD setempat diharapkan kegiatan ini akan
memberikan efek berantai, dalam arti bukan hanya dapat men-
dorong lebih banyak lagi warga desa untuk memugar rumahnya,
melainkan juga dapat meningkatkan lebih lanjut kegiatan eko-
nomi desa yang bersangkutan.
Dalam Repelita V melalui kegiatan ini diharapkan dapat
dilaksanakan perbaikan perumahan dan lingkungan di sekitar
234
20.000 desa, dengan jumlah rumah yang terpugar sebanyak kurang
lebih 300.000 rumah.
c. Pembinaan Kesejahteraan Masyarakat Terasing
Sasaran dari kegiatan ini adalah keluarga atau kelompok-
kelompok masyarakat yang hidupnya terasing, terbelakang, ter-
pencil dan berladang pindah-pindah yang masih cukup banyak
terdapat di beberapa propinsi. Termasuk dalam kelompok ini
adalah kelompok masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan
dan daerah rawan. Kelompok masyarakat ini belum sepenuhnya
tersentuh oleh berbagai kegiatan pembangunan.
Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah pertama-tama me-
nyiapkan daerah pemukiman yang lebih layak, di tempat asal
atau di lokasi yang baru. Kemudian melakukan pembinaan ter-
hadap kelompok-kelompok masyarakat tersebut sehingga kondisi
kehidupannya menjadi lebih baik, bebas dari keterasingan, ke-
terbelakangan dan merasa menjadi bagian dari penduduk Republik
Indonesia.
Bimbingan dan motivasi ditekankan pada pembinaan nilai-
nilai ideologi Pancasila, sosial budaya, pendidikan dasar,
pemberian latihan-latihan keterampilan bertani dan berladang
tetap, yang dapat membekali dan menyiapkan kelompok-kelompok
tersebut ke arah kehidupan yang lebih baik.
Sistem penanganannya bersifat multi sektoral dan dise-
suaikan dengan kebutuhan dan kondisi wilayah dan masyarakat
setempat.
Untuk lebih meningkatkan efektivitas pembinaan masyarakat
terasing, berbagai kegiatan tersebut di atas akan dipadukan
235
dengan kegiatan berbagai sektor pembangunan lainnya, terutama
sektor transmigrasi, pertanian, pendidikan non formal, kese-
hatan, kehutanan dan lain-lain. Bagi daerah-daerah perbatasan,
kegiatan di atas dipadukan pula dengan usaha pengembangan
teritorial dan pertahanan, termasuk komunikasi yang efektif
dengan Pemerintah Daerah setempat.
Selain itu untuk mempercepat penanganan dan pembinaan
masyarakat terasing dan terbelakang akan lebih banyak dili-
batkan peran serta masyarakat, terutama organisasi-organisasi
sosial, termasuk lembaga swadaya masyarakat dan organisasi-
organisasi keagamaan.
Dalam Repelita V akan diupayakan peningkatan warga yang
akan dibina, baik pembinaan baru maupun pembinaan lanjut se-
jumlah sekitar 18.000 kepala keluarga. Daerah-daerah yang di-
prioritaskan dalam penanganan dan pembinaan masyarakat ter-
asing adalah Irian Jaya dan daerah-daerah perbatasan di Kali-
mantan Timur, Kalimantan Barat, dan Riau, namun demikian tetap
diberikan pula perhatian pada daerah lain yang masih terdapat
permasalahan masyarakat terasing.
d. Pembinaan Nilai-nilai Kepahlawanan dan Keperintisan
Kegiatan ini diarahkan pada upaya pelestarian, penyebar-
luasan, pengembangan dan penghayatan nilai-nilai kepahlawanan
dan keperintisan perjuangan, agar nilai-nilai tersebut dapat
dicerna dan diaktualisasikan dalam tugas-tugas misi pemba-
ngunan, khususnya di kalangan generasi muda.
Untuk mencapai maksud tersebut usaha-usaha yang akan di-
lakukan antara lain adalah perbaikan, pemugaran dan pembangun-
an taman-taman makam pahlawan, makam Pahlawan Nasional dan
236
makam Pejuang Perintis Kemerdekaan, terutama yang berlokasi
di ibu kota Propinsi dan Kabupaten. Penanganan untuk taman-
taman makam pahlawan lainnya akan lebih banyak diserahkan ke-
pada Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
Khusus mengenai taman-taman makam pahlawan yang berstatus
nasional dan regional yang spesifik sebagian akan diusahakan
untuk dijadikan museum perjuangan bangsa.
Sejalan dengan kegiatan di atas, bantuan sosial kepada
anggota keluarga para Pahlawan Nasional dan Pejuang Perintis
Kemerdekaan yang kurang mampu akan terus diberikan sebagai
penghargaan dan ucapan terima kasih atas perjuangan dan pe-
ngorbanan yang telah disumbangkan kepada bangsa dan negara.
e. Pembinaan Organisasi Sosial Masyarakat
Organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga sosial dalam
masyarakat yang terus bertambah jumlahnya akan terus didorong
untuk berperan serta aktif menangani permasalahan sosial ber-
sama-sama dengan Pemerintah. Dengan aktifnya organisasi-orga-
nisasi dan lembaga-lembaga tersebut pelayanan sosial yang
terlaksanakan akan dapat menjangkau masyarakat yang lebih
luas.
Untuk itu organisasi-organisasi sosial tersebut akan di-
tingkatkan kemampuan manajemennya dan profesional pekerjaan
sosial dalam pelayanan kepada masyarakat dengan diberi bantuan
pelatihan manajemen kepengurusan organisasi dan bantuan per-
alatan prasarana pelayanan kesejahteraan sosial untuk sekitar
2.500 organisasi sosial yang bergerak di bidang usaha kese-
jahteraan sosial.
Untuk mempercepat proses kemandirian lembaga-lembaga dan
organisasi-organisasi sosial yang masih lemah, akan dicoba
237
sistem "bapak angkat", dalam arti lembaga dan organisasi so-
sial yang kuat membantu yang lemah. Kerja sama antar organi-
sasi dan lembaga sosial, termasuk dengan organisasi dan lem-
baga sosial asing akan ditingkatkan.
Selain itu untuk meningkatkan kemampuan lembaga dan or-
ganisasi sosial yang lemah, warga masyarakat yang mampu akan
lebih dihimbau untuk melibatkan diri dalam pembinaan, pengem-
bangan dan pengelolaan lembaga dan organisasi tersebut.
2. Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Tujuan dari program ini ialah memulihkan, memelihara,
melayani dan meningkatkan kesejahteraan sosial golongan ma-
syarakat, keluarga dan perorangan penyandang masalah sosial
yang tidak atau kurang dapat menjalankan fungsi sosialnya se-
cara wajar. Dengan pelayanan dan rehabilitasi ini diharapkan
mereka dapat dipersiapkan untuk dientaskan dari permasalahan
sosial yang disandangnya, sehingga mampu memelihara tingkat
hidupnya sesuai dengan kelayakan martabat manusia tanpa ter-
gantung pada pihak lain. Dengan demikian golongan masyarakat
ini akan dapat memulihkan harga diri, kepercayaan diri dan
kemandiriannya, sehingga mereka dapat melaksanakan fungsi so-
sialnya secara wajar dan baik serta dapat ikut secara aktif
dalam kegiatan pembangunan.
Sasaran program ini adalah perorangan dan keluarga yang
menyandang masalah sosial, seperti keterlantaran, kecacatan,
ketunaan dan kemiskinan. Pemberian bantuan dan santunan sosial
tersebut diberikan kepada: (a) lanjut usia yang tidak mampu,
(b) anak terlantar dan yatim piatu, (c) penyandang cacat, baik
cacat tubuh, cacat mental, cacat netra, tuna rungu wicara,
238
termasuk cacat veteran dan bekas penyandang penyakit kusta,
(d) tuna sosial gelandangan, pengemis, dan tuna susila), (e)
anak nakal dan korban narkotika, (f) fakir miskin, yang hi-
dupnya kurang layak, dan (g) para korban bencana alam.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan adalah: (a) pem-
berian bimbingan sosial dan motivasi, (b) bantuan penyantunan
dan pemeliharaan, (c) pembinaan mental dan pelatihan keteram-
pilan, (d) pemberian bantuan modal usaha kerja, (e) bantuan
penyaluran ke lapangan kerja dan resosialisasi, (f) pengadaan
dan pengoperasian unit rehabilitasi sosial keliling, dan (g)
pembinaan lanjut untuk memantapkan kemandirian dan meningkat-
kan kesejahteraan sosial.
Pelayanan dan rehabilitasi sosial tersebut dilakukan baik
melalui sistem pelayanan dalam panti maupun sistem luar panti,
sedangkan untuk sasaran-sasaran tertentu dilakukan di pemu-
kiman setempat, atau melalui sistem Lingkungan Pondok Sosial
(LIPOSOS). Cara tersebut terakhir ini terutama akan dilakukan
untuk penyandang masalah sosial yang banyak terdapat di Jawa.
Bersamaan dengan langkah kegiatan tersebut di atas, mutu
dari panti serta sasana rehabilitasi sosial yang ada diting-
katkan dan terus dikembangkan, sehingga dapat menjangkau dan
menampung sasaran pelayanan yang lebih banyak dan baik. Dalam
pada itu pihak masyarakat dan swasta akan didorong untuk men-
dirikan panti-panti baru atau membantu mengembangkan panti-
panti yang sudah ada dengan memberikan kemudahan-kemudahan
yang diperlukan oleh Pemerintah Daerah setempat.
Program pelayanan dan rehabilitasi sosial meliputi ke-
giatan-kegiatan sebagai berikut.
239
a. Penyantunan Lanjut Usia, Pengentasan Anak Terlantar dan Yatim Piatu
Bantuan pelayanan kesejahteraan sosial bagi orang-orang
lanjut usia yang terlantar dimaksudkan agar mereka dapat me-
nikmati hari tuanya dalam suasana aman, tenteram, sejahtera
lahir maupun batin.
Penyantunan bagi para lanjut usia yang terlantar dilak-
sanakan melalui panti (Sasana Tresna Werdha) dan luar panti.
Sasaran diutamakan pada lanjut usia yang terlantar karena
tidak diketahui keluarganya, atau keluarganya sendiri tidak
mau lagi memelihara mereka. Di samping itu, juga pada para
lanjut usia yang dalam keadaan cacat dan keluarganya tidak
mampu memberikan perawatan yang layak.
Dalam Repelita V, panti-panti yang ada, baik milik Peme-
rintah maupun milik swasta, akan ditingkatkan mutu pelayanan-
nya. Kepada panti-panti milik swasta yang masih lemah tetap
diberikan bantuan seperlunya. Demikian, pula jumlah lanjut
usia yang diberi santunan dan pelayanan ditingkatkan. Bantuan
penyantunan di luar panti terutama ditujukan kepada para
lanjut usia kurang mampu yang masih potensial untuk mengurus
dirinya sendiri. Dalam Repelita V jumlah lanjut usia yang akan
diberikan santunan dan pelayanan sekitar 200.000 orang. Di
samping itu akan dilakukan perbaikan dan penyempurnaan ter-
hadap 43 Sasana Tresna Werdha yang terdiri dari 28 buah milik
Pemerintah dan 15 milik Swasta.
Pengentasan bagi anak-anak terlantar diutamakan bagi
anak-anak remaja terlantar dan yatim piatu dengan tujuan agar
mereka dapat tumbuh dengan baik dan berkembang secara wajar,
sehingga nantinya mereka dapat menjadi orang-orang yang ber-
240
guna bagi masyarakat, mempunyai kepribadian yang mandiri dan
memiliki keterampilan yang memadai.
Pengentasan anak-anak terlantar dan yatim piatu dise-
lenggarakan melalui berbagai cara, antara lain melalui asuhan
dalam keluarga, pengangkatan anak asuh dengan orang tua angkat
dan penyantunan dalam panti. Walaupun cara tersebut terakhir
merupakan cara yang kurang ditekankan, dalam Repelita V di-
usahakan untuk mengembangkan lebih lanjut panti atau sasana
yang sudah ada. Untuk mengatasi kekurangan panti asuhan anak
terlantar ditingkatkan upaya untuk mendorong peran serta ma-
syarakat untuk membangun, mengelola dan mengembangkan panti
dan sasana anak terlantar dan yatim piatu.
Kegiatan pokok untuk mengentaskan anak-anak terlantar
dan yatim piatu berupa usaha pembinaan mental dan pemberian
latihan dalam berbagai jenis keterampilan. Usaha ini dilaksa-
nakan secara terpadu dengan penyelenggaraan latihan keteram-
pilan di beberapa Balai Latihan Keterampilan. Selain itu untuk
lebih mengembangkan mutu keterampilan dan untuk mendapatkan
kesempatan bekerja bagi para anak-anak terlantar dan yatim
piatu yang dikirim dan dilatih, dirintis kerja sama dan hu-
bungan yang lebih baik dengan pihak-pihak dunia usaha, baik
perusahaan-perusahaan swasta maupun Badan-badan Usaha Milik
Negara.
Dalam Repelita V direncanakan untuk meningkatkan jumlah
yang dientaskan kira-kira sekitar 300.000 anak yatim piatu.
Di samping itu panti-panti dan sasana penyantunan anak yang
sudah tidak memadai lagi keadaan fisiknya direhabilitasi.
Dalam hubungan ini selama Repelita V direncanakan perbaikan
dan penyempurnaan terhadap sekitar 200 panti dan sasana peng-
asuhan anak baik milik Pemerintah maupun swasta.
241
b. Penyantunan dan Pengentasan Penyandang Cacat
Kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan dan mengen-
taskan para penyandang cacat agar mereka dapat memiliki harga
diri, kepercayaan diri, dan kehidupan yang mandiri serta mampu
mengatasi kecacatannya, sehingga tidak merupakan hambatan
dalam mencari nafkah dan melaksanakan fungsi sosialnya. Sa-
saran kegiatan ini meliputi para penyandang cacat tubuh, tuna
netra, cacat mental, tuna rungu wicara dan bekas penyandang
penyakit kronis. Termasuk pula di dalamnya para cacat veteran.
Pelayanan dan penyantunan yang diberikan kepada mereka
diusahakan secara lebih terpadu dengan melibatkan berbagai
instansi yang terkait dan masyarakat guna membantu para pe-
nyandang cacat tersebut agar dapat memperoleh pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuannya.
Penanganannya terus dilakukan melalui sistem dalam panti
dan sistem luar panti, yang diupayakan bersama masyarakat se-
hingga upaya penyantunan dan pengentasan penyandang cacat
benar-benar merupakan usaha masyarakat bersama Pemerintah.
Untuk lebih memperluas jangkauan penyantunan, jumlah dan
mutu panti rehabilitasi sosial dan unit-unit pelayanan lainnya,
seperti Unit Rehabilitasi Keliling dan Loka Bina Karya,
ditingkatkan dan dikembangkan, terutama di daerah-daerah yang
mempunyai populasi penyandang cacat cukup banyak.
Dalam hubungan ini, selama Repelita V akan dibangun 117
Loka Bina Karya (LBK) baru, di samping perbaikan terhadap 96
LBK yang sudah ada. Pembangunan LBK baru akan diutamakan di
Daerah-daerah Tingkat II yang belum memilikinya. Selain itu
juga akan diadakan penambahan Unit Rehabilitasi Sosial Keli-
ling, khususnya di daerah-daerah yang amat membutuhkan dan
mampu mengoperasikan dengan baik.
242
Selain penambahan dan perbaikan, dalam Repelita V akan
dibangun pula sebanyak 20 panti baru, khususnya di daerah-
daerah yang benar-benar membutuhkannya. Di samping itu, kepada
sejumlah panti yang mampu diberikan bantuan paket peralatan
yang memungkinkan untuk memproduksi sendiri alat-alat per-
lengkapan panti, peralatan pendidikan keterampilan, dan kebu-
tuhan para cacat berdasarkan kemampuan dan kecakapannya.
Sejalan dengan kegiatan-kegiatan di atas, usaha untuk
menyalurkan para penyandang cacat yang sudah mempunyai kete-
rampilan dan siap untuk bekerja terus dilakukan. Sehubungan
dengan itu praktek belajar kerja di perusahaan-perusahaan yang
telah dilaksanakan selama ini lebih diperluas lagi sesuai
dengan kemampuan dan kesempatan kerja yang ada.
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) yang selama ini pengelo-laannya diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan berjumlah lebih dari 200 buah, terus ditingkatkan pengelolaan dan pe-ngembangannya, terutama dalam hal bantuan penyelenggaraan asramanya, dengan peran serta aktif dari organisasi sosial masyarakat setempat.
Dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas dalam Repelita V
akan dientaskan sekitar 350.000 penyandang cacat.
c. Penyantunan dan Pengentasan Tuna Sosial
Kegiatan ini ditujukan terutama bagi para gelandangan,
pengemis dan para tuna susila dan bekas narapidana. Usaha pe-
nyantunan dan pengentasan ini dimaksudkan untuk menanamkan
kembali harga dan martabat diri, serta meningkatkan semangat
dan kecintaan kerja untuk mendapatkan penghasilan dari hasil
kerjanya secara layak.
243
Dalam Repelita V akan makin diperjelas kategori gelan-
dangan dan pengemis agar tidak termasuk kelompok-kelompok ma-
syarakat yang nampaknya seperti gelandangan dan pengemis te-
tapi produktif dan mandiri, seperti "pemulung" yaitu pemungut
barang bekas yang kegiatannya dapat digolongkan dalam kelompok
lapangan kerja informal.
Usaha-usaha yang dilakukan di antaranya adalah: (a) pe-
nyuluhan, bimbingan sosial dan motivasi, (b) pembinaan mental,
sosial dan fisik, (c) pembinaan semangat kerja dan keteram-
pilan berusaha, (d) penyaluran dan penempatan ke lapangan
usaha atau kerja, (e) pembinaan lanjut untuk meningkatkan ke-
sejahteraannya dan (f) pembinaan khusus bagi para pemungut
barang bekas.
Sistem penanganan melalui Lingkungan Pondok Sosial (LI-
POSOS) yang telah dirintis dalam Repelita IV akan terus dite-
rapkan dengan beberapa penyempurnaan. LIPOSOS adalah wadah
pendidikan informal bagi para tuna sosial untuk dapat mandiri,
produktif dan tidak menjadi beban masyarakat. Pengelolaan
LIPOSOS memerlukan kerja sama dengan lembaga swasta.
Dalam hubungan ini selama Repelita V direncanakan akan
dientaskan sekitar 30.000 gelandangan dan pengemis. Di samping
itu direncanakan pula perbaikan dan penyempurnaan terhadap 6
buah LIPOSOS.
Rehabilitasi sosial tuna susila juga merupakan bagian
dari kegiatan ini yang dalam Repelita V direncanakan akan di-
entaskan 15.000 orang. Kecuali itu akan diperbaiki dan disem-
purnakan panti dan sasana rehabilitasi sosial wanita sebanyak
16 sasana.
244
d. Pengentasan Anak Nakal dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
Kegiatan ini bertujuan untuk merehabilitasi atau mengen-taskan anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika agar
dapat kembali menjadi orang-orang yang normal dan sehat jas-
mani dan mental.
Sasaran kegiatan ini adalah anak-anak yang melakukan
tindakan yang melanggar norma-norma hidup keluarga dan hukum
masyarakat serta para remaja korban penyalahgunaan narkotika
yang telah selesai memperoleh perawatan rohani dan atau medik.
Salah satu kegiatan pokok dalam usaha ini adalah penyuluhan
sosial kepada para keluarga atau orang tua dan masyarakat se-
bagai suatu usaha pencegahan. Kegiatan penyuluhan ditunjang
dengan rehabilitasi yang lebih diarahkan pada pembinaan anak-
anak untuk menjauhi perbuatan-perbuatan tercela dan memberi-
kan latihan keterampilan agar dapat melakukan pekerjaan yang
produktif atau disalurkan kembali ke sekolah yang diminatinya.
Penyelenggaraan program rehabilitasi sosial dilaksanakan
melalui sistem dalam panti dengan memberikan bimbingan mental,
sosial dan fisik, pembinaan keterampilan, pemberian stimulan
sarana produksi, dan menyalurkannya ke lapangan kerja dan
usaha.
Untuk memperlancar kegiatan, bagi panti-panti rehabili-
tasi tersebut diusahakan penyediaan atau penambahan prasarana
dan fasilitas yang dibutuhkan untuk 6 buah panti yang akan
dapat menampung sekitar 500 anak setiap tahun. Untuk itu terus
ditingkatkan peran serta masyarakat dan swasta termasuk orga-
nisasi-organisasi sosial dan keagamaan yang ada.
245
e. Bantuan Pengentasan Fakir Miskin
Penanganan fakir miskin diarahkan kepada keluarga yang
sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak
mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya secara
layak. Pada umumnya mereka bermukim di berbagai daerah rawan
sosial dan ekonomi, baik di daerah-daerah pedesaan maupun
perkotaan.Adapun ciri-ciri keluarga dan masyarakat yang miskin atau
sangat miskin adalah, pertama, pendapatan dan produktivitas
kerjanya rendah dan, kedua, kebutuhan dasar untuk hidup layak,
yaitu pangan, papan, kesehatan dan pendidikan belum terpenuhi.
Oleh karena itu kelompok masyarakat yang tergolong miskin se-
kali umumnya menderita berbagai penyakit secara fisik, mental
dan sosial sehingga masyarakat lingkungannya berciri: angka
penyakit infeksi dan kematian bayi tinggi, angka melek huruf
rendah, dirundung sikap apatis dan putus asa dan ciri kerawan-
an sosial lainnya.
Kegiatan pengentasan fakir miskin bertujuan untuk mem-
bantu menciptakan kondisi mental dan sosial bagi kelompok ma-
syarakat yang sangat miskin yang akan ditingkatkan kesejahte-
raannya dengan berbagai upaya pembangunan sosial ekonomi. Ke-
giatan tersebut antara lain adalah memberikan motivasi untuk
menumbuhkan rasa percaya diri dan kemandirian serta memberi-
kan bantuan usaha produktif untuk pengembangan usaha kelom-
pok, sesuai dengan potensi yang ada di daerah tempat kelompok
yang bersangkutan bermukim. Untuk itu diupayakan adanya pe-
rencanaan dan pelaksanaan program yang lebih terpadu. Dengan
program yang terpadu, kelompok sasaran yaitu golongan masya-
rakat termiskin, akan mendapat pelayanan yang dapat membawa
246
dampak perbaikan kesejahteraan sosial dengan lebih efektif
dan efisien bagi mereka.
Jumlah desa dan keluarga sasaran terus ditingkatkan se-
cara bertahap dengan prioritas kepada daerah pedesaan terpen-
cil dan daerah-daerah kumuh perkotaan yang diperkirakan seki-
tar 1.000 desa.
f. Bantuan Rehabilitasi Korban Bencana Alam
Bencana alam yang sering terjadi dan menimbulkan banyak
korban manusia serta material di wilayah Indonesia adalah
bencana-bencana yang diakibatkan oleh gunung api meletus,
gempa bumi, tanah longsor, angin topan dan banjir. Perhatian
khusus akan diberikan kepada penanggulangan akibat kelima
bencana tersebut oleh karena dampaknya sering menimbulkan
korban manusia dan kerusakan material yang besar. Adapun ben-
cana-bencana lainnya akan ditangani secara kasus demi kasus.
Oleh karena datangnya bencana alam, dan juga musibah
lainnya, sering tidak dapat diramalkan maka, untuk menghin-
dari kerusakan material dan korban manusia yang lebih besar,
terus diupayakan peningkatan kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi datangnya bencana-bencana tersebut. Untuk itu an-
tara lain akan dilakukan peningkatan pendataan daerah-daerah
rawan bencana, penyuluhan dan bimbingan sosial kepada masya-
rakat di daerah rawan bencana, meningkatkan keterampilan te-
naga-tenaga yang tergabung dalam Satuan Tugas Sosial Penang-
gulangan Bencana Alam (SATGASOS PBA) sekitar 2.000 orang, pe-
latihan petugas pengelola penanggulangan bencana, peningkatan
jumlah dan mutu tenaga pelatih dan pengadaan peralatan penye-
lamatan korban bencana alam yang dibutuhkan. Dalam menanggu-
247
langi korban bencana alam akan terus digalakkan peran serta
masyarakat melalui kerja sama dengan organisasi-organisasi
social baik dalam maupun luar negeri.
3. Program Pembinaan Generasi Muda
Kegiatan utama dari program ini adalah melakukan pembi-
naan, pengembangan dan peningkatan mutu Karang Taruna sebagai
organisasi sosial kepemudaan di pedesaan atau kelurahan untuk
dapat membantu melaksanakan kegiatan pembangunan di daerahnya
masing-masing. Pembinaan tersebut dimaksudkan agar Karang
Taruna dapat menghimpun, mengerahkan, dan memanfaatkan secara
optimal potensi generasi muda sehingga dapat menyalurkan
peran serta aktif mereka dalam berbagai kegiatan yang berguna
bagi masyarakat.
Pada akhir Repelita IV jumlah Karang Taruna mencapai
lebih dari 64.000 Karang Taruna. Agar fungsi Karang Taruna
lebih nyata bagi masyarakat, terus ditingkatkan mutu pelatih-
an awal dan pelatihan berbagai keterampilan, serta kaderisasi
dan pembinaan lanjut. Dalam Repelita V akan dilatih dan di-
bina sekitar 15.000 anggota dan pengurus Karang Taruna dengan
jalan memberikan pelatihan, kursus-kursus keterampilan, bim-
bingan pemantapan kegiatan usaha dalam bentuk kelompok usaha
produktif, dan lain-lain kegiatan yang dapat menciptakan la-
pangan kerja dan usaha. Kegiatan ini sekaligus diharapkan
dapat mencegah timbulnya masalah kesejahteraan sosial dika-
langan remaja, seperti pengangguran, kenakalan, dan penyalah-
gunaan narkotika.
Selain itu pembinaan terhadap Karang Taruna juga diarah-
kan untuk menciptakan watak yang takwa, terampil dan dinamis
248
serta pengamalan kesadaran dan tanggung jawab sosial yang
tinggi. Kesadaran dan tanggung jawab sosial yang tinggi pada
gilirannya akan menumbuhkan disiplin sosial dalam kehidupan
pribadi dan kelompok sehingga menjadikan para remaja siap
untuk ikut menanggulangi berbagai masalah sosial di lingkung-
annya.
Untuk lebih memfungsikan peran serta Karang Taruna dalam
berbagai bidang pembangunan di pedesaan dan kelurahan, usaha
pemaduan program ini dengan program-program pembangunan lain-
nya, seperti koperasi, pertanian, perindustrian, pendidikan,
kesehatan dan keluarga berencana, lebih digalakkan.
Dengan kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas, sasar-
an kualitatif yang hendak dicapai selama Repelita V dalam hal
pembinaan Karang Taruna adalah.
a. Karang Taruna, sebagai wadah pembinaan generasi muda di
tingkat desa dan kelurahan, mampu berperan sebagai orga-
nisasi sosial kepemudaan dalam usaha pencegahan kenakalan
remaja dan penyalahgunaan narkotika.
b. Karang Taruna mampu menjadi wadah penyiapan kepeloporan
dan kemandirian generasi muda untuk dapat berfungsi se-
bagai subyek pembangunan di pedesaan.c. Karang Taruna mampu menjadi wadah penyelenggara usaha-
usaha ekonomi produktif sederhana dengan manajemen yang
rapih sehingga dapat menciptakan lapangan kerja dan usaha
bagi para remaja di lingkungannya.
d. Karang Taruna diharapkan mampu menggali dan memanfaatkan
potensi-potensi kesejahteraan sosial di desanya secara
lebih berdaya guna dan berhasil guna.
249
Guna mencapai sasaran tersebut, di samping kegiatan-
kegiatan yang sudah diuraikan di muka, akan diupayakan pula
bantuan sejumlah kurang lebih 15.000 paket prasarana dan
sarana usaha ekonomi produktif untuk sejumlah Karang Taruna,
terutama di pedesaan dan kelurahan yang masalah sosialnya
rawan.
4. Program Peningkatan Peranan Wanita
Program ini bertujuan untuk membina dan mengembangkan
peranan wanita di bidang kesejahteraan sosial melalui bim-
bingan dan latihan bagi kelompok wanita dan keluarga yang
rawan sosial ekonomi, guna memperbaiki kondisi kesejahteraan
sosialnya.
Peningkatan kemampuan dan keterampilan kaum wanita, ter-
utama di daerah pedesaan dan perkotaan, merupakan suatu keha-
rusan dalam rangka mengangkat mereka supaya terhindar dari
ketergantungan pada pihak-pihak lain. Untuk itu kaum wanita
akan ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga
dapat lebih berfungsi dan berperan serta secara aktif untuk
mencegah dan menanggulangi masalah kenakalan remaja dan masa-
lah tuna susila yang merupakan permasalahan sosial yang luas.
Kepada mereka akan diberikan penyuluhan, bimbingan, pelatihan
keterampilan, dan pemberian paket informasi berupa buku-buku
keterampilan usaha-usaha industri rumah tangga dan keteram-
pilan-keterampilan praktis lainnya. Selanjutnya kepada para
wanita yang mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin di ling-
kungan desanya akan diberikan latihan-latihan kepemimpinan.
Dalam Repelita V akan dirintis pembinaan sekitar 300 or-
ganisasi wanita, satu organisasi di tiap Kabupaten, yang mampu
bergerak untuk melakukan usaha-usaha pencegahan timbulnya ke-
250
nakalan remaja dan pembinaan kesejahteraan sosial, serta usa-
ha-usaha pelayanan dan atau rehabilitasi sosial.
5. Program Pendidikan dan Latihan Tenaga-tenaga Kesejahte- raan Sosial
Kegiatan program ini diarahkan pada upaya untuk mening-
katkan keahlian dan keterampilan tenaga kesejahteraan sosial,
baik yang berasal dari instansi-instansi Pemerintah maupun
dari masyarakat, pada semua tingkat atau jenjang.
Dalam hubungan ini akan ditingkatkan kemampuan unit-unit
pengelola pendidikan dan latihan tenaga kesejahteraan sosial
yang ada, dan penyediaan sarana serta prasarananya. Program
pendidikannya pun lebih disempurnakan sesuai dengan perkem-
bangan keadaan. Khusus yang menyangkut pendidikan dan latihan
PSM SATGASOS akan diselenggarakan latihan secara khusus di
daerah yang membutuhkannya.
Selanjutnya, sehubungan dengan berkembangnya ilmu-ilmu
sosial dan teknik-teknik penelitian dalam bidang kesejahtera-
an sosial, akan dilaksanakan pula latihan atau pendidikan khusus
bagi tenaga-tenaga peneliti sosial yang dibutuhkan.
Mengenai Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) yang
berlokasi di Bandung, akan dimantapkan baik status kelembaga-
annya maupun program pendidikannya.
6. Program Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial
Program penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial
dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam
251
usaha-usaha penanganan kesejahteraan sosial. Untuk itu akan
dilanjutkan dan ditingkatkan penelitian permasalahan kesejah-
teraan sosial, penyusunan studi kelayakan proyek-proyek kese-
jahteraan sosial, penelitian eksperimentasi, percontohan pola
penanganan kesejahteraan sosial, dan penelitian evaluatif
terhadap proyek-proyek yang diselenggarakan oleh program-prog-
ram di bidang kesejahteraan sosial.
Selain itu akan diadakan pula pengkajian terhadap lapor-
an hasil-hasil penelitian serta laporan hasil pengawasan untuk
perumusan konsep-konsep kebijaksanaan dalam pelaksanaan usaha
kesejahteraan sosial.
Dalam melaksanakan penelitian, studi kelayakan, eksperi-
mentasi dan percontohan akan ditingkatkan kerja sama dengan
unit-unit kerja Departemen, Universitas dan lembaga-lembaga
penelitian.
7. Program Penyempurnaan Efisiensi Aparatur Pemerintah
Kegiatan program ini diarahkan pada upaya perbaikan, pe-
ningkatan, pengaturan, dan penertiban dalam rangka pengelola-
an kegiatan operasional pembangunan sehingga semua program
dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana dan menghasilkan
tingkat hasil guna dan daya guna yang semakin tinggi.
Usaha-usaha pemantapan data dan penyusunan perencanaan
tahunan yang lebih baik memerlukan adanya data yang lengkap,
benar dan akurat, di samping pemutakhiran data yang sudah
ada. Pengumpulan dan pengolahan data baru, akan terus
ditingkatkan. Semua ini dimaksudkan agar dalam Repelita V
kegiatan perencanaan tahunan dalam bidang kesejahteraan
sosial akan menjadi semakin baik.
252
Selain itu dalam rangka pengendalian, peningkatan efisiensi
dan efektivitas pelaksanaan program dan proyek pembangunan, akan
ditingkatkan pelaksanaan penertiban, pengendalian dan
pengawasan, termasuk peningkatan pengawasan melekat terhadap
kegiatan-kegiatan administrasi operasional dan kegiatan
pembangunan. Dengan peningkatan pelaksanaan penertiban dan
pengawasan itu diharapkan dapat dicegah sejauh mungkin
terjadinya pemborosan, kebocoran dan penyimpangan.
8. Program Penyempurnaan Prasarana Fisik Pemerintah
Kegiatan yang akan dilaksanakan dalam program ini menca-
kup kegiatan rehabilitasi atau perbaikan gedung-gedung kantor
Departemen Sosial baik di Pusat maupun di daerah. Pembangunan
dan perbaikan gedung-gedung kantor, pengadaan mobilitas dan
peralatan-peralatan kerja yang dibutuhkan diprioritaskan di
daerah-daerah yang benar-benar membutuhkan, yang umumnya ter-
dapat di luar Jawa.
Dalam pada itu akan dilanjutkan pembangunan dan perluas-
an gedung-gedung kantor Daerah Tingkat II yang mempunyai per-
masalahan sosial cukup banyak. Dengan adanya kegiatan-kegiat-
an seperti tersebut di atas, diharapkan dalam Repelita V
semua pelaksanaan kegiatan dalam usaha meningkatkan kesejah-
teraan sosial masyarakat akan lebih lancar dan efektif.
B. PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BANGSA
I. PENDAHULUAN
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1988 menetapkan
bahwa dalam melaksanakan pembangunan, wanita merupakan mitra
253
sejajar yang mempunyai hak kewajiban dan kesempatan yang sama
dengan kaum pria, serta mempunyai peranan sangat penting dalam
keluarga karena secara langsung akan mempengaruhi kualitas
generasi muda dari kesejahteraan keluarga. Dalam rangka pe-
ningkatan peranan wanita tersebut maka peran gandanya, yaitu
peran sertanya dalam pembangunan dan posisinya selaku ibu
rumah tangga, dilaksanakan dengan selaras dan serasi.
Sehubungan dengan pengembangan dan peningkatan peranan
wanita dalam pembangunan ini selanjutnya GBHN 1988 lebih
lanjut menetapkan pokok-pokok kebijaksanaan sebagai berikut.1. Wanita, baik sebagai warga negara maupun sebagai sumber
insani bagi pembangunan mempunyai hak, kewajiban dan ke-
sempatan yang sama dengan pria di segala bidang kehidup-
an bangsa dan dalam segenap kegiatan pembangunan. Sehu-
bungan dengan itu kedudukannya dalam masyarakat dan pe-
ranannya dalam pembangunan perlu terus ditingkatkan serta
diarahkan sehingga dapat meningkatkan partisipasinya dan
memberikan sumbangan yang sebesar-besarnya bagi pemba-
ngunan bangsa sesuai dengan kodrat, harkat dan martabat-
nya sebagai wanita.
2. Peranan wanita dalam pembangunan berkembang selaras dan
serasi dengan perkembangan tanggung jawab dan peranannya
dalam mewujudkan dan mengembangkan keluarga sehat, se-
jahtera dan bahagia, termasuk pengembangan generasi muda
terutama anak dan remaja dalam rangka pembangunan manusia
seutuhnya. Khususnya bagi anak dan remaja sebagai tunas
bangsa perlu lebih ditingkatkan pengembangan berbagai
aspek kehidupannya seperti gizi, kesehatan, pendidikan
termasuk pendidikan agama serta perlindungan hak-haknya,
demi kelangsungan hidup, pertumbuhan jasmani, perkem-
254
bangan rohani, kecerdasan dan kepribadian serta kesera-
sian dalam hidup bermasyarakat.
3. Kemampuan wanita perlu lebih dikembangkan dalam rangka
meningkatkan peranan dan tanggung jawabnya dalam pemba-
ngunan, melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan-
nya terutama untuk dapat lebih memanfaatkan kesempatan
kerja di berbagai bidang. Sejalan dengan itu perlu lebih
dikembangkan iklim sosial budaya yang lebih memungkinkan
wanita untuk makin berperan dalam pembangunan.
4. Dalam rangka mendorong partisipasi wanita dalam pemba-
ngunan, perlu makin ditingkatkan kesejahteraan keluarga
antara lain melalui Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
(PKK) sebagai gerakan pembangunan masyarakat yang tumbuh
dari bawah dengan wanita sebagai penggeraknya.
Dalam rangka meningkatkan partisipasi aktif wanita dalam
bidang pembangunan, maka peningkatan ketahanan mental dan
spiritual serta kemampuan dan kesempatan dalam semua bidang
merupakan sasaran utama bagi terlaksananya secara efektif pe-
ningkatan peranan wanita dalam pembangunan. Dengan demikian
dalam semua kesempatan wanita dapat berperan aktif secara
maksimal sebagai mitra sejajar pria dalam masyarakat dan ke-
luarga dengan sikap saling menghargai, saling menghormati,
saling mengisi dan saling membantu. Oleh karenanya proses
peningkatan kemampuan dan peranan wanita dalam pembangunan
didukung oleh iklim sosial budaya yang memadai.
Tujuan peningkatan peranan wanita dalam pembangunan ialah
untuk dapat berperan serta dalam upaya nasional memajukan dan
mensejahterakan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, serta
ikut memelihara perdamaian dunia bersama anggota masyarakat
255
lainnya, dalam usaha membangun suatu dunia yang lebih adil
dan beradab.
Peningkatan peranan wanita sebagai mitra sejajar kaum
pria dalam pembangunan berarti meningkatkan tanggung jawab
wanita sebagai pribadi yang mandiri dalam lingkungan keluarga
dan masyarakat. Dengan demikian bersama pria wanita bertang-
gung jawab atas kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga, atas
penyiapan generasi muda yang tangguh, pelestarian dan pengem-
bangan nilai-nilai sosial budaya, dan atas pelaksanaan pen-
didikan agama. Kaum wanita berperan serta aktif dalam pemba-
ngunan dan dalam menjawab tantangan kemajuan zaman.
Wanita dari golongan masyarakat yang berpenghasilan
rendah umumnya melaksanakan peran ganda karena tuntutan kebu-
tuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup keluarganya.
Oleh karena itu untuk kelompok wanita tersebut perlu diusaha-
kan upaya khusus untuk meringankan pelaksanaan peran ganda
mereka serta untuk meningkatkan taraf hidup dan keluarga mereka.
Masyarakat Indonesia sedang berkembang dari masyarakat
agraris ke masyarakat industri. Dalam proses perkembangan itu
pengintegrasian wanita dalam pembangunan, khususnya wanita
berpenghasilan rendah, perlu dilaksanakan melalui peningkatan
kemampuan dan keterampilan untuk mengerjakan kegiatan-kegiat-
an yang produktif serta perluasan kesempatan bagi mereka untuk
menghadapi berbagai tantangan yang diakibatkan oleh perkem-
bangan itu, khususnya dalam memanfaatkan kesempatan kerja di
segala bidang. Integrasi wanita dalam pembangunan juga ber-
arti keikutsertaannya dalam alur utama pembangunan nasional
sebagai pengambil keputusan, perumus kebijaksanaan, perencana
dan pelaksana serta penikmat hasil pembangunan.
256
II. KEADAAN DAN MASALAH
Selama Repelita IV peranan wanita di berbagai sektor
pembangunan telah berkembang dan meningkat. Berbagai usaha
telah dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan
dan produktivitas kerja wanita. Upaya peningkatan ini dimung-
kinkan antara lain karena adanya perbaikan kondisi kesehatan
dan kesejahteraan masyarakat. Dalam Repelita IV berbagai ke-
giatan telah dilaksanakan dan akan dilanjutkan dalam Repe-
lita V untuk meningkatkan peranan kaum wanita. Kegiatan ter-
sebut yang dilaksanakan melalui berbagai program sektoral dan
lintas sektoral adalah sebagai berikut.
Gerakan PKK dalam Repelita IV telah menunjukkan kemajuan
yang pesat. Pada akhir Repelita IV telah terbentuk satuan-sa-
tuan penggerak PKK di 27 propinsi yang mencakup 296 kabupaten
dan kotamadya, 28 kota administratif, 3.526 kecamatan dan
66.174 desa. Kader PKK mencapai jumlah 1.139.700 kader biasa
1.270.200 kader khusus untuk berbagai keterampilan. Adapun
gerakan PKK tersebut mencakup berbagai jenis kegiatan seperti
penyuluhan Undang-undang Perkawinan; pemasyarakatan P-4 di
kalangan wanita pedesaan terutama melalui metode simulasi;
pemberantasan tiga buta (buta aksara Latin, buta Bahasa In-
donesia dan buta pendidikan dasar) di kalangan wanita; penyu-
luhan aneka usaha tani terutama untuk pemanfaatan tanah pe-
karangan; penyelenggaraan taman gizi; penyuluhan kesehatan
termasuk kegiatan imunisasi; penyuluhan keluarga berencana;
pemugaran atau perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman;
penyediaan air bersih dan perbaikan kesehatan lingkungan;
perkoperasian; usaha swadaya dan gotong-royong untuk keber-
sihan; pembinaan lingkungan hidup sehat; memasyarakatkan
Sepuluh Program Pokok PKK; bimbingan keagamaan; meningkatkan
257
kesempatan berusaha serta meningkatkan pengetahuan wanita
melalui berbagai media tentang peranan wanita dalam pem-
bangunan.
Program Pembinaan Wanita menuju Keluarga Sehat dan Se-
jahtera (P2WKSS) sebagai kelompok kegiatan terpadu dan lintas
sektoral telah dilaksanakan di 5.464 desa dari 2.718 kecamat-
an. Sampai dengan tahun 1987/88 telah dikembangkan lebih dari
330.000 Kelompok Wanita Usaha Bersama (KWUB) di seluruh Indo-
nesia sebagai usaha untuk meningkatkan pendapatan keluarga di
daerah pedesaan. Melalui Program Bina Keluarga dan Balita
(BKB) dilanjutkan pembinaan mental dan intelektual anak Bali-
ta (di bawah umur lima tahun) yang telah menjangkau 252 desa
percobaan di 18 propinsi. Kegiatan ini berjalan selaras de-
ngan pengembangan lebih dari 200.000 Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu) di 45.500 desa.
Dalam Repelita IV berbagai kegiatan kerja sama interna-
sional juga dikembangkan, khususnya dalam rangka kerja sama
ASEAN melalui Asean Women's Programme (AWP) sebagai wadah
kerja sama regional antara wanita negara-negara ASEAN.
Selanjutnya, dalam berbagai bidang pembangunan lainnya
Program Peranan Wanita juga dilanjutkan dengan hasil-hasil
sebagai berikut.
Di sektor pertanian peranan wanita terutama diarahkan
untuk meningkatkan pemanfaatan lahan pekarangan dengan ke-
giatan aneka usaha tani yang meliputi tanaman pangan, ternak
kecil, ikan dan tanaman obat-obatan. Kegiatan dilaksanakan
terutama melalui penyuluhan pertanian yang dilaksanakan oleh
1.403 buah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di 27 propinsi.
Proyek rintisan Usaha Peningkatan Peranan Wanita dilaksanakan di
daerah nelayan yang berlokasi di daerah Kabupaten Sukabumi
258
(Jawa Barat) dan Kabupaten Tulungagung (Jawa Timur).
Di sektor koperasi peningkatan peranan wanita bertujuan
memberi pengertian kepada kaum wanita tentang makna dan man-
faat koperasi, selain memberi bimbingan baik sebagai anggota
pengurus, pemeriksa, manajer, karyawan maupun sebagai anggota
koperasi. Sasaran pembinaan adalah kaum wanita yang mempunyai
kegiatan ekonomi produktif di daerah binaan P2WKSS, yang be-
kerja di pedesaan maupun para tenaga kerja wanita di perusa-
haan. Dalam Repelita IV wanita yang telah memperoleh pelatih-
an koperasi berjumlah 5.779 orang dari seluruh Indonesia.
Latihan koperasi juga telah dimanfaatkan oleh 1.539 orang
tenaga kerja wanita di berbagai perusahaan. Selain itu juga
telah dibina 656 Koperasi Wanita yang beranggotakan 122.456
orang.
Di sektor transmigrasi pembinaan wanita transmigran di-
wujudkan dalam kegiatan yang mencakup: pembinaan dan pengem-
bangan wanita transmigran melalui Program PKK, pembentukan
kelompok "dasa wisma" yang terdiri dari 10-20 kepala keluarga
dan dibina oleh seorang kader PKK, pelatihan kepemimpinan dan
keterampilan wanita transmigran, dan penggalakan apotek hidup,
hidup sehat dan bergizi, pemanfaatan pekarangan dan air ber-
sih. Selama lima tahun terakhir (1983/84 - 1987/88) pelak-
sanaan pembinaan PKK bagi wanita transmigran telah mencakup
1.114 paket.
Jenis keterampilan lainnya yang dikembangkan bagi wanita
transmigran antara lain adalah: jahit menjahit, pengetahuan
gizi, pengolahan dan pemanfaatan hasil pertanian untuk pangan
dan non pangan, usaha tani tentang berbagai aspek pertanian,
seperti kompos daun, pengapuran tanah, pemberantasan hama,
pengenalan dan pemilihan benih, penataan dapur sehat dan pe-
ningkatan pendapatan keluarga melalui adaptasi industri rumah
259
tangga. Pelatihan keterampilan ini telah diikuti oleh 720
orang peserta dari 10 propinsi. Sejak tahun 1987 dimulai suatu
usaha rintisan di daerah pemukiman transmigrasi di Kabupaten
Sambas (Kalimantan Barat), Kabupaten Pasir (Kalimantan Timur)
dan Kabupaten Donggala (Sulawesi Tengah). Perhatian khusus
diberikan pula kepada peningkatan kemampuan wanita di Timor
Timur di 70 desa.
Di bidang ketenagakerjaan program peningkatan produkti-
vitas kerja tenaga kerja wanita antara lain dilaksanakan me-
lalui kegiatan penyuluhan kesehatan dan keselamatan tenaga
kerja, penyuluhan perbaikan gizi tenaga kerja, Keluarga Be-
rencana, penyuluhan mengenai Undang-undang Ketenagakerjaan
yang mencakup pula penyuluhan hubungan kerja Pancasila, pe-
nyuluhan kehidupan beragama, penitipan anak bagi tenaga kerja
wanita, pemberantasan tiga buta, pengembangan koperasi di
perusahaan-perusahaan, perbaikan penerapan ergonomi dan
pelatihan motivasi berprestasi.
Program ini sampai dengan 1987/88 menjangkau 106 perusaha-
an di 13 propinsi dengan 12.600 rang tenaga kerja wanita
sebagai sasaran pelayanan. Program perluasan kesempatan kerja
dan berusaha bagi wanita diselenggarakan oleh berbagai ins-
tansi dan organisasi wanita dan tersebar di 27 propinsi. Dalam
rangka meningkatkan pendapatan keluarga, program ini dilaksa-
nakan melalui pembentukan kelompok usaha bersama dan pelatihan
keterampilan, pemberian peralatan dan bahan baku, peningkatan
mutu produksi, kemampuan rancang, pelatihan kemampuan perko-
perasian, kemampuan pengembangan modal, peningkatan kemampuan
berwiraswasta, dan peningkatan kemampuan pemasaran dan promosi
hasil. Program ini dilaksanakan di perkotaan dan pedesaan
serta mengutamakan golongan ekonomi lemah.
260
Di sektor industri peranan wanita sangat erat hubungan-
nya dengan penggunaan hasil-hasil industri. Kemampuan wanita
untuk memilih hasil-hasil barang yang bermutu serta kesediaan
mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri turut menen-
tukan pula perkembangan hasil-hasil industri termasuk hasil-
hasil industri dalam negeri. Dalam hubungan ini diselengga-
rakan kegiatan pendidikan dan penyuluhan konsumen, yang ter-
utama ditujukan kepada wanita yang kurang berpendidikan,
termasuk yang putus pendidikan sekolah tingkat dasar.
Di bidang kesehatan, gizi dan keluarga berencana kegiatan-
kegiatannya dalam Repelita IV ditekankan pada penyuluhan
untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan peran serta wa-
nita, terutama para ibu, untuk memanfaatkan pelayanan kese-
hatan di Posyandu. Dengan upaya terpadu antara petugas Pus-
kesmas, KB, PKK dan organisasi masyarakat lainnya, seperti
Kelompencapir, telah diberikan penyuluhan melalui ceramah,
temu muka, perlombaan, simulasi dan sebagainya, tentang pen-
tingnya imunisasi, penimbangan balita, pemberian garam oralit
untuk diare, cara-cara pemberian makanan bergizi bagi balita
dan ibu hamil atau menyusui, tentang pemeliharaan anak, KB,
kebersihan lingkungan dan lain-lain.
Dengan diberikannya penyuluhan tersebut kesadaran ibu
untuk membawa anaknya ke Posyandu secara teratur, misalnya,
makin meningkat. Keberhasilan kegiatan tersebut antara lain
dapat dinilai dari makin meningkatnya cakupan bayi yang men-
dapat imunisasi, peserta KB aktif dan lain-lain kegiatan yang
membawa dampak menurunkan angka kematian bayi.
Di sektor agama tujuan program peningkatan peranan wanita
adalah untuk meningkatkan dan mengembangkan peranan wanita
melalui pendekatan jalur agama, selaras dengan perkembangan
261
tanggung jawab dan peranannya dalam mewujudkan dan mengem-
bangkan keluarga sehat sejahtera. Dalam rangka mencapai tujuan
itu dalam Repelita IV telah dilaksanakan penataran motivasi
keluarga bahagia sejahtera di tingkat pusat dan propinsi bagi
sebanyak 2.086 orang, di tingkat Kodya dan Kabupaten sebanyak
116 orang dan tingkat kecamatan dan desa 59.900 orang. Di
samping itu juga telah diselenggarakan penataran tentang hal
yang sama bagi 250 santri putri dan 180 orang petugas Badan
Penasehatan Perkawinan Perselisihan dan Perceraian (BP-4).
Selanjutnya juga telah diselenggarakan penataran mengenai
Undang-undang Perkawinan di tingkat pusat dan propinsi yang
diikuti oleh 2.026 orang, dan tingkat kecamatan dan desa di-
ikuti oleh 36.700•orang. Sebagai pelengkap kegiatan-kegiatan
tersebut telah diadakan buku pedoman penyuluhan Undang-undang
Perkawinan sejumlah 52.400 eksemplar, buku pedoman motivasi
agama sejumlah 40.000 eksemplar.
Di sektor pendidikan selama ini telah banyak dilaksana-
kan berbagai jenis pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi
wanita balk melalui pendidikan formal maupun non formal.
Hingga tahun 1987, melalui pemberantasan "tiga buta", telah
diselenggarakan pendidikan bagi sekitar 6,7 juta warga bela-
jar yang pesertanya sebagian besar terdiri wanita. Jumlah
wanita buta huruf dalam kelompok umur 10 - 44 tahun menurun
dari 26,25% pada akhir Repelita III menjadi 18% pada akhir
Repelita IV. Dalam pendidikan formal jumlah anak perempuan
yang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar hampir sama dengan
anak laki-laki.
Di sektor kesejahteraan sosial untuk memperluas jangkau-
an pelayanan kesejahteraan sosial dan peningkatan peran serta
kaum wanita, telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang di-
arahkan untuk meningkatkan peranan wanita.
262
Dalam hubungan ini telah dilaksanakan bimbingan dan pe-
latihan kepemimpinan sosial bagi para tokoh wanita dan peng-
urus organisasi sosial wanita. Yang telah mengikuti bimbingan
dan pelatihan ini selanjutnya difungsikan untuk memberikan
bimbingan keterampilan produktif kepada wanita-wanita dari
keluarga rawan sosial ekonomi untuk dapat membantu meningkat-
kan kesejahteraan sosial keluarga mereka.
Dalam Repelita IV telah dibina wanita miskin atau wanita
bina swadaya sebanyak 12.540 orang dan pembinaan kepemimpinan
wanita sebanyak kurang lebih 3.000 orang.
Di bidang hukum Indonesia telah meratifikasi Konvensi
mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wa-
nita dengan UU No.7 Tahun 1984. Dalam rangka pengembangan
hukum nasional dalam Repelita IV telah dilakukan pengkajian
untuk mencari kemungkinan penyempurnaan terhadap beberapa ke-
tentuan peraturan perundang-undangan yang masih sering meru-
gikan wanita. Dalam pengkajian itu prioritas diberikan kepada
Undang-undang Perkawinan dan Undang-undang Ketenagakerjaan.
Selain itu telah diadakan penyuluhan bagi 37.000 wanita di
pedesaan dan pondok pesantren putri mengenai Undang-undang
Perkawinan dan peraturan pelaksanaannya. Penyuluhan Undang-
undang Perkawinan tersebut dilaksanakan oleh 297 Pusat Hukum
Masyarakat (Puskusmas) yang berada di setiap Pengadilan Ne-
geri.
Di sektor penerangan, melalui berbagai media komunikasi
massa, dalam Repelita IV telah diusahakan peningkatan moti-
vasi masyarakat serta penumbuhan kesadaran lingkungan sosial
budaya untuk mendukung peranan wanita dalam pembangunan. Usaha
itu dilaksanakan antara lain melalui siaran wanita dan pem-
bangunan dalam bentuk 102 paket siaran TVRI dan 9.250 paket
siaran radio. Yang disebut terakhir ini terdiri dari 4.632
263
paket siaran Majalah Udara Ruang Wanita dan 4.618 paket siaran
Majalah Udara Wanita Tani.Di tingkat internasional Indonesia juga telah berperan
aktif dalam berbagai konperensi tentang wanita, seperti Kon-
perensi Wanita Sedunia di Nairobi tahun 1985 dan Seminar Pe-
ranan Wanita dalam Pembangunan dan Pengelolaan Pemukiman di
Jakarta tahun 1988. Indonesia juga menjadi anggota ahli dalam
lembaga-lembaga PBB tentang wanita, seperti Dewan Pembina
Lembaga Internasional untuk Penelitian dan Pelatihan bagi Ke-
majuan Wanita (INSTRAW), Badan PBB untuk Program Lingkungan
(UNEP), Komite Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Wanita (CEDAW), dan International Council of Women (ICW).
Di samping itu di kawasan ASEAN kerja sama antara para
tokoh wanita dari negara-negara anggota ASEAN dalam ASEAN
Women's Programme (AWP) dan dalam ASEAN Confederation of
Women's Organizations (ACWO) makin erat. Baik AWP maupun ACWO
telah menyelenggarakan berbagai program regional, antara lain
pembentukan pusat informasi tentang wanita dalam pembangunan.
Hal tersebut juga telah dilaksanakan oleh berbagai lembaga di
Indonesia.
Adapun permasalahan yang perlu ditekankan sehubungan
dengan peningkatan peranan wanita dalam Repelita V antara lain
adalah sebagai berikut.
Di bidang pendidikan dua pertiga dari kelompok umur 10-44
tahun yang buta huruf adalah wanita. Disamping itu masih ter-
dapat kesenjangan partisipasi dalam mengikuti, pendidikan
antara wanita dan laki-laki, terutama sesudah pendidikan da-
sar. Mulai pada SMTP persentasi murid wanita lebih rendah
dari pada murid laki-laki. Kesenjangan tersebut makin melebar
pada SMTA dan Perguruan Tinggi terutama dalam berbagai disi-
264
plin ilmu pengetahuan alam dan teknologi. Hal ini antara lain
disebabkan karena lebih banyak anak wanita, terutama di pe-
desaan, yang menikah di bawah umur 16 tahun. Selain itu juga
banyak yang tidak melanjutkan sekolah karena harus bekerja
membantu keluarga.
Di bidang kesehatan masih dihadapi angka kematian yang
tinggi untuk wanita yang melahirkan. Pada tahun 1985 di Indo-
nesia angka kematian ibu masih tercatat antara 400 - 450 ke-
matian untuk tiap 100.000 kelahiran. Sedang di negara-negara
ASEAN yang lain rata-rata hanya sekitar 100 kematian untuk
tiap 100.000 kelahiran. Dengan demikian, peningkatan derajat
kesehatan wanita memerlukan perhatian yang lebih besar dalam
Repelita V.
Masalah lain adalah di bidang ketenagakerjaan. Jumlah
wanita yang memasuki lapangan kerja diperkirakan meningkat
dari 37,4 persen pada akhir Repelita IV menjadi 38,8 persen
pada akhir Repelita V. Lebih separuh dari tenaga kerja wanita
bekerja di sektor pertanian, selebihnya di sektor jasa dan
industri. Pada umumnya kelompok tenaga kerja wanita ini meng-
hadapi masalah kesehatan dan produktivitas kerja yang belum
sesuai dengan tuntutan lapangan kerja yang dihadapi.
Di samping itu dalam Repelita V jumlah penduduk masih
terus meningkat, termasuk jumlah penduduk wanita usia muda
yang berumur antara 15 - 29 tahun. Untuk mengimbangi tuntutan
lapangan kerja yang akan lebih banyak mengarah pada industri,
informatika dan jasa, wanita muda yang makin membesar jumlah-
nya tersebut perlu dipersiapkan sebaik-baiknya.
Berbagai masalah yang dihadapi kelompok wanita tersebut
di atas pemecahannya menjadi sulit oleh karena rendahnya
tingkat sosial ekonomi mereka. Lagi pula di antara mereka
265
banyak yang berstatus kepala keluarga. Jumlah wanita sebagai
kepala keluarga diperkirakan akan terus meningkat dalam Repe-
lita V.
I I I . KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
Atas dasar berbagai kemajuan yang dicapai dalam Repe-
lita IV dan mengingat permasalahan yang ada pada akhir kurun
waktu tersebut yang diperkirakan masih akan dihadapi dalam
Repelita V, sesuai pula dengan arahan GBHN 1988, maka untuk
lebih meningkatkan peranan wanita dalam kurun waktu lima
tahun mendatang akan ditempuh pokok-pokok kebijaksanaan dan
langkah-langkah sebagai berikut.
1. Untuk meningkatkan kedudukan wanita dalam masyarakat dan
peranannya dalam pembangunan sesuai dengan kodrat, harkat
dan martabatnya sebagai wanita, perhatian pertama-tama
akan ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan wanita
yang tergolong dalam kelompok masyarakat yang berpeng-
hasilan rendah, baik di kota maupun di desa. Kedua, per-
hatian juga diberikan kepada wanita kelompok umur 15 -
29 tahun agar dapat disiapkan untuk mengambil peranan
lebih aktif dalam berbagai bidang pembangunan.
2. Untuk mewujudkan dan mengembangkan keluarga sehat, se-
jahtera dan bahagia, wanita akan berperan lebih aktif
tidak saja sebagai sasaran tetapi juga sebagai pelaku
kegiatan dan penikmat hasil pembangunan, terutama di bi-
dang-bidang pendidikan, kesehatan, keluarga berencana,
koperasi, tenaga kerja, pertanian, perdagangan, industri
dan jasa, sosial, agama dan lingkungan hidup. Untuk me-
ningkatkan daya guna dan hasil guna pelaksanaan program
266
lintas sektoral akan terus dikembangkan Pola keterpaduan
lintas sektoral seperti Program Peningkatan Peranan Wa-
nita menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2W-KSS).
3. Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
wanita guna meningkatkan peranan dan tanggung jawabnya
dalam pembangunan, perhatian utama akan ditujukan untuk:
(a) membebaskan wanita dari "tiga buta" yaitu: buta ak-
sara latin, buta bahasa Indonesia, dan buta pendidikan
dasar; (b) mendorong wanita, terutama dari kelompok ber-
penghasilan rendah, untuk mendapat kesempatan lebih besar
dalam menuntut pendidikan pasca pendidikan dasar; (c)
mendorong terciptanya dukungan masyarakat yang makin luas
terhadap persamaan kesempatan bagi wanita terutama dalam
memperoleh pekerjaan di sektor formal dan informal, dan
dalam memperoleh jabatan atau kedudukan lain dalam ma-
syarakat; (d) mendorong makin ikut berperannya wanita
dalam mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan ilmu dan
teknologi bagi pembangunan; (e) meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan wanita dalam membina pertumbuhan dan
perkembangan anak secara menyeluruh.
4. Upaya untuk makin meningkatkan kesejahteraan keluarga
akan lebih banyak didasarkan atas peran serta aktif ma-
syarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan. Dalam hal
ini peranan lembaga swadaya masyarakat, terutama gerakan
PKK dan organisasi wanita, akan terus dibina dan diting-
katkan agar peran tersebut makin nyata dan makin merata
di semua bidang pembangunan dan di semua daerah.
5. Dalam rangka peningkatan peranan dan tanggung jawab wa-
nita dalam pembangunan akan ditingkatkan kemampuan dan
kesempatan bagi wanita untuk memegang peranan yang lebih
267
besar sebagai pengambil keputusan, penentu kebijaksanaan,
perencana pembangunan serta penikmat hasil pembangunan.
Selanjutnya untuk menunjang pelaksanaan kebijaksanaan
dan langkah-langkah tersebut di atas sehingga dapat terse-
lenggara secara lebih berdaya guna dan berhasil guna dilaku-
kan hal-hal seperti berikut.
1. Menyusun rencana dan melaksanakan program-program pe-
ningkatan kedudukan dan peranan wanita secara lebih ter-
koordinasi dan terpadu secara lintas sektoral baik di
tingkat pusat maupun di daerah.
2. Menyusun program khusus diperuntukkan bagi wanita, agar
wanita dapat mengejar ketinggalannya di berbagai bidang,
dan program pengintegrasian wanita, kepentingan dan as-
pirasinya dalam program-program pembangunan, terutama
dalam alur utama pembangunan nasional.
3. Meningkatkan anjuran untuk mengorganisasikan wanita dalam
kelompok-kelompok bersama yang mandiri; anjuran ini ter-
utama diarahkan pada kelompok yang berpenghasilan rendah
di daerah pedesaan dan perkotaan, dengan mengutamakan
wanita kelompok usia 15 - 29 tahun, serta wanita kepala
keluarga.
4. Meningkatkan pengertian serta dukungan keluarga dan ma-
syarakat, khususnya kaum pria, untuk memungkinkan pelak-
sanaan peran ganda wanita yang selaras dan serasi.
5. Meningkatkan kegiatan pendidikan formal, non formal dan
informal serta pelatihan dan penyuluhan bagi wanita, baik
melalui kegiatan-kegiatan sektoral maupun kegiatan khusus
peranan wanita. Dalam hal ini penataran P-4 untuk wanita
akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan dengan berbagai
268
teknik dan metode yang lebih menarik, efisien dan efek-
tif. Demikian pula akan terus ditingkatkan kegiatan Bina
Keluarga dan Balita dalam masyarakat, serta pelatihan
kepemimpinan dan manajemen wanita sebagai pengambil ke-
putusan di berbagai bidang dan tingkat tanggung jawab,
baik di kalangan pemerintah maupun swasta.
6. Memberikan kemudahan bagi wanita, terutama yang berpeng-
hasilan rendah, untuk memperoleh modal usaha melalui ko-
perasi, kredit kecil dan sebagainya.
7. Mengupayakan perluasan kesempatan kerja dan peningkatan
perlindungan kerja bagi wanita, serta peningkatan pro-
duktivitas kerja wanita.
8. Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan dasar bagi wa-
nita, khususnya wanita hamil dan menyusui, melalui jalur
pelayanan kesehatan yang ada terutama di Posyandu dan
Puskesmas. Di samping itu ditingkatkan pula penyuluhan dan
pendidikan kepada orang tua tentang pengetahuan per-
tumbuhan dan perkembangan anak melalui berbagai kegiatan
program penyuluhan kesehatan masyarakat.
9. Menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang lebih
mengarah kepada peningkatan kedudukan dan kesejahteraan
wanita.
10. Meningkatkan penelitian dan pengembangan mengenai peranan
wanita dalam pembangunan, mengembangkan sistem monitoring
dan informasinya, dan memantapkan keterpaduan kelembaga-
an antara sektor pemerintah dan masyarakat.
Dengan kebijaksanaan dan langkah-langkah serta berbagai
persiapan penunjang seperti diuraikan di atas diharapkan
upaya untuk meningkatkan kualitas dan peranan wanita dalam
269
pembangunan, sebagai bagian integral dari proses pembangunan
yang terarah pada peningkatan kualitas manusia dan kualitas
kehidupan masyarakat yang bertumpu pada trilogi pembangun-
an, akan mencapai hasil yang lebih baik dalam jumlah maupun
mutu.
IV. PROGRAM-PROGRAM
Selanjutnya berbagai kebijaksanaan dan langkah-langkah
tersebut di atas akan dilaksanakan melalui program peningkat-
an peranan wanita terdiri dari kegiatan khusus dan berbagai
kegiatan yang diintegrasikan ke dalam sektor-sektor, sebagai
berikut.
Pada sektor pertanian kegiatan terutama ditujukan untuk
meningkatkan peran wanita tani dan nelayan dalam upaya pe-
ningkatan produksi, peningkatan nilai tambah dalam proses
pasca panen dan pemasarannya. Untuk itu berbagai kegiatan pe-
nyuluhan dan pelatihan keterampilan di bidang-bidang pertanian
pangan, peternakan, perikanan dan perkebunan akan lebih diin-
tensifkan. Di samping itu kepada kelompok tani wanita dan ne-
layan diberikan pula pengertian mengenai pelestarian kemampu-
an lingkungan hidup dan cara-cara pengolahan sumber daya alam.
Selanjutnya diberikan berbagai keterampilan, pengetahuan dan
kemampuan untuk aneka usaha tani di pekarangan, tanaman peka-
rangan, baik yang dikaitkan dengan kegiatan PKK dan Posyandu,
maupun untuk sumber tambahan pendapatan keluarga.
Pada sektor industri dan perdagangan kegiatan peningkat-
an peranan wanita bertujuan untuk memberikan kesempatan yang
lebih besar bagi wanita untuk berusaha dalam bentuk industri
rumah tangga, industri kecil, dan berbagai usaha lainnya di
270
sektor formal dan informal. Untuk itu akan ditingkatkan ke-
giatan bimbingan, penyuluhan dan latihan para pengrajin,
pengusaha kecil, pedagang kaki lima dan lain sebagainya.
Untuk mendukung keberhasilan wanita dalam ikut berperan dalam
sektor ini, akan diupayakan kemudahan dalam permodalan, bahan
baku, pemasaran di dalam dan di luar negeri (ekspor) dan
sebagainya.
Khusus pada sektor informal, perhatian akan diberikan
untuk membantu wanita yang berpenghasilan rendah, terutama
yang berstatus kepala keluarga. Untuk itu selain bimbingan,
penyuluhan dan pelatihan dan lain-lain seperti diuraikan di
muka, juga diberikan dukungan mental atau kejiwaan agar me-
reka terus memiliki jiwa dan semangat mandiri dan hidup pro-
duktif untuk kesejahteraan diri, keluarga dan masyarakat.
Pada sektor koperasi kemampuan wanita akan ditingkatkan
untuk perluasan jaringan, penambahan jumlah dan peningkatan
mutu koperasi wanita. Upaya peningkatan tersebut termasuk ke-
mampuan mengelola koperasi wanita baik yang sudah berbadan
hukum maupun yang belum, terutama di bidang produksi dan
pemasaran. Dengan demikian koperasi wanita juga dapat lebih
berperan dalam memperkuat Koperasi Unit Desa (KUD) di
kecamatan dan desa.
Pada sektor tenaga kerja, peranan wanita sebagai sumber
tenaga kerja yang produktif, baik di sektor formal maupun in-
formal juga akan ditingkatkan. Untuk itu wanita akan didorong
untuk dapat lebih memanfaatkan kesempatan memperoleh pendi-
dikan formal di semua jenjang dan jenis pendidikan. Untuk
menampung wanita yang tidak berkesempatan untuk melanjutkan
pendidikan formalnya akan diupayakan agar mereka memperoleh
tambahan pengetahuan dan keterampilan melalui jalur pendidik-
271
an non formal, baik di Balai Latihan Kerja dan Latihan Keli-
ling maupun melalui kegiatan Kejar Usaha, atau melalui lembaga
pendidikan dan pelatihan lainnya terutama agar fungsi repro-
duktip wanita mendapat perlindungan dan dukungan yang wajar.
Untuk memperluas kesempatan kerja wanita, latihan kete-
rampilan tidak akan dibatasi pada lapangan kerja tradisional
untuk wanita, tetapi akan diperluas ke bidang-bidang kon-
struksi, transportasi, komunikasi, listrik, gas dan air, dan
lain-lain bidang yang sebelumnya hanya dianggap sesuai untuk
pria. Namun demikian, dalam menyalurkan jenis lapangan kerja
yang makin luas, tetap diperhatikan agar tidak bertentangan
dengan kodrat, harkat dan martabat wanita Indonesia.
Untuk mengisi kesempatan kerja wanita di luar negeri,
akan terus diadakan perbaikan atau penyesuaian kebijaksanaan
yang lebih memberikan perlindungan dan menjamin keselamatan
kerja wanita sejak proses pemberangkatannya ke luar negeri
sampai pengembaliannya ke Indonesia. Di samping itu latihan
keterampilan dan pengisian jenis lapangan kerja wanita di
luar negeri akan diperluas untuk dapat mencakup bidang kerja
yang memerlukan keterampilan tinggi di luar rumah tangga.
Sejalan dengan upaya peningkatan kesempatan kerja wanita
akan ditinjau juga kebijaksanaan dan peraturan perundang-
undangan ketenagakerjaan yang ada, khususnya yang berkaitan
dengan pengawasan dan pelaksanaan perlindungan tenaga kerja
wanita, terutama yang berpenghasilan rendah. Peninjauan kebi-
jaksanaan dan peraturan perundang-undangan yang ada bertujuan
agar pekerja wanita memperoleh upah yang lebih wajar serta
jaminan keadaan gizi, kesehatan dan kesejahteraannya, terma-
suk jaminan agar mereka dapat memperoleh hak-haknya menjalani
kodrat kewanitaan seperti cuti hamil, menyusui bayinya waktu
jam kerja dan sebagainya. Dengan demikian produktivitas
272
kerjanya juga akan menjadi makin tinggi.
Pada sektor transmigrasi kegiatan peranan wanita terutama
ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ke-
terampilan wanita transmigran dalam upaya mewujudkan keluarga
sehat, sejahtera dan bahagia. Untuk itu akan dilanjutkan dan
ditingkatkan berbagai kegiatan penyuluhan dan pelatihan ke-
terampilan bagi wanita transmigran, yang mencakup pembinaan
kesejahteraan. keluarga (PKK), perbaikan gizi dan kesehatan
lingkungan, usaha tani pekarangan termasuk pengolahan serta
pemanfaatan hasilnya, dan industri rumah tangga. Dengan demi-
kian diharapkan kegiatan tersebut dapat meningkatkan daya
guna dan hasil guna usaha wanita transmigran beserta keluar-
ganya.
Pada sektor kesehatan maka kegiatan di bidang kesehatan,
gizi dan keluarga berencana bertujuan meningkatkan kesadaran,
pengetahuan dan keterampilan wanita dalam pemeliharaan kese-
hatan diri dan keluarga, dan meningkatkan peran serta aktif-
nya untuk memasyarakatkan hidup sehat, keluarga bahagia dan
sejahtera. Untuk itu berbagai kegiatan penyuluhan dan pela-
yanan kesehatan, terutama di Posyandu, akan ditingkatkan dan
diperluas jangkauannya, termasuk meningkatkan penyuluhan dan
pelayanan kesehatan ibu hamil dan melahirkan, dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan ibu.
Kelompok sasaran kegiatan ini adalah para wanita, ter-
utama dari golongan masyarakat berpenghasilan rendah, yang
terdiri dari para ibu yang berusia subur, ibu hamil, menyusui
dan yang mempunyai balita, serta wanita calon ibu dan wanita
pekerja.
Pada sektor agama akan dilanjutkan dan ditingkatkan ber-
bagai kegiatan, antara lain berupa penataran dan penyuluhan
273
mengenai Undang-undang Perkawinan, konsultasi, orientasi dan
motivasi keluarga bahagia sejahtera, baik di pedesaan maupun
perkotaan. Penataran dan penyuluhan ini juga diselenggarakan
untuk para santri pada pondok pesantren. Untuk itu akan di-
laksanakan penyediaan brosur dan buku pedoman penyuluhan Un-
dang-undang Perkawinan dan buku pedoman motivasi agama. Di
samping itu akan ditingkatkan dan diperluas kegiatan lembaga
swadaya masyarakat (LSM), yang sebagian besar anggotanya ada-
lah wanita, dalam melakukan penyuluhan melalui jalur agama
untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Kegiatan ter-
sebut dilaksanakan selaras dengan perkembangan tanggung jawab
dan peranan wanita dalam mewujudkan dan mengembangkan keluarga
sehat, bahagia dan sejahtera.
Pada sektor pendidikan akan ditingkatkan berbagai ke-
giatan pendidikan dan latihan keterampilan bagi wanita, ter-
utama untuk membebaskan wanita dari "tiga buta" (buta aksara
latin, buta bahasa Indonesia, dan buta pendidikan dasar),
khususnya bagi wanita dari kelompok masyarakat berpenghasilan
rendah. Di samping itu melalui jalur pendidikan formal, non
formal dan informal akan diupayakan agar wanita dapat menge-
jar berbagai ketinggalannya dalam bidang pendidikan, khusus-
nya dalam bidang ilmu pengetahuan alam dan teknologi.
Melalui berbagai jalur pendidikan itu juga akan diting-
katkan penghayatan kaum wanita tentang pola hidup sederhana
serta nilai-nilai lainnya yang bermanfaat bagi pendidikan da-
lam lingkungan keluarga. Melalui berbagai pelatihan akan di-
tingkatkan pula kemampuan kepemimpinan dan manajemen wanita
dalam berbagai bidang kegiatan ekonomi produktif sesuai dengan
sektor-sektor yang sudah ditangani wanita baik dalam sektor
formal maupun informal, serta akan diselenggarakan pelatihan
274
keterampilan praktis lainnya yang dapat dijadikan mata pen-
caharian untuk meningkatkan penghasilan. Akan diselenggarakan
pula pelatihan keterampilan guna meningkatkan kemampuan untuk
mengintegrasikan wanita, kepentingan dan aspirasinya dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di segala bidang.
Pada sektor kesejahteraan sosial kegiatan terutama ditu-
jukan untuk membina dan mengembangkan kelompok wanita dan ke-
luarga yang rawan sosial ekonomi, guna memperbaiki kondisi
kesejahteraan sosialnya. Untuk itu akan dilanjutkan upaya pe-
ningkatan kemampuan dan keterampilan melalui kegiatan penyu-
luhan, bimbingan, pelatihan keterampilan, dan pemberian in-
formasi berupa buku-buku keterampilan dalam usaha-usaha in-
dustri rumah tangga dan keterampilan praktis lainnya. Di
samping itu bagi wanita yang mempunyai potensi untuk menjadi
pimpinan di lingkungan desanya, akan diberikan latihan kepe-
mimpinan.
Selanjutnya dalam Repelita V di tiap kabupaten akan di-
rintis pembinaan atas organisasi wanita yang mampu melakukan
usaha-usaha pencegahan timbulnya kenakalan remaja, pembinaan
kesejahteraan sosial, serta usaha-usaha pelayanan dan atau
rehabilitasi sosial.
Pada sektor hukum kegiatan pengkajian hukum akan dilan-
jutkan dan ditingkatkan guna penyempurnaan dan pembaharuan
beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang masih
merugikan wanita. Di samping itu akan dikembangkan dan di-
tingkatkan penyuluhan hukum yang berkaitan dengan hak, kewa-
jiban, tanggung jawab, peranan dan kesempatan bagi wanita
dalam kedudukannya sebagai warga negara. Selanjutnya akan
lebih dimantapkan penyelenggaraan konsultasi dan bantuan
hukum bagi wanita terutama golongan yang kurang mampu.
275
Pada sektor penerangan dalam rangka peningkatan motivasi
masyarakat serta penumbuhan kesadaran lingkungan sosial bu-
daya untuk mendukung upaya peningkatan peranan wanita dalam
pembangunan, akan dilanjutkan dan ditingkatkan berbagai ke-
giatan, terutama penerangan dan penyuluhan melalui berbagai
media komunikasi massa, antara lain penyelenggaraan siaran
mengenai wanita dan pembangunan melalui radio dan televisi.
Selanjutnya akan lebih dikembangkan dan dimantapkan kerja
sama dengan organisasi kemasyarakatan terutama organisasi
wanita dan gerakan PKK serta dengan para pemuka agama, pemuka
adat dan para pakar di bidang peningkatan peranan wanita dalam
pembangunan.
Pada sektor pertahanan keamanan untuk lebih meningkatkan
pengertian dan kesadaran serta kemampuan wanita dalam bela
negara, akan ditingkatkan anjuran dan bimbingan agar wanita
meningkatkan peran sertanya dalam penyelenggaraan pertahanan
dan keamanan negara.
Selanjutnya, kerja sama internasional dan regional akan
terus ditingkatkan, terutama kerja sama antara wanita negara-
negara ASEAN, sebagai bagian dari peran serta wanita di dalam
pembangunan. Dengan demikian diharapkan peningkatan peranan
wanita Indonesia akan mencakup juga usaha untuk ikut memeli-
hara perdamaian dunia bersama anggota masyarakat lainnya.Peningkatan peran serta wanita di berbagai bidang pem-
bangunan mensyaratkan adanya pemantapan dalam kemampuan ke-
lembagaan dan mekanisme nasional untuk peningkatan kedudukan
dan peranan wanita dalam pembangunan. Untuk itu diperlukan
keterpaduan dalam perencanaan, pengelolaan dan pelaksanaan
serta pemantauan atas berbagai kegiatan peningkatan peranan
wanita. Akan dikembangkan sistem informasi yang memadai,
276
indikator sosial yang mantap, penelitian mengenai kedudukan dan peranan wanita dalam pembangunan serta pusat-pusat studi wanita.
Demikianlah diharapkan kegiatan-kegiatan tersebut dapat
menunjang tercapainya kelancaran dan keberhasilan berbagai
usaha peningkatan peranan wanita dalam pembangunan.
277
TABEL 24 - 1
SASARAN KEGIATAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN1989/90 - 1993/94
SUB-SEKTOR KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PERANAN WANITA
278
TABEL 24 - 2PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN,
1989/90 - 1993/94(dalam milyar rupiah)
KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PERANAN WANITA
1989/90 1989/90-1993/94No. Kode SEKTOR/SUB SEKTOR/PROGRAM (Anggaran (Anggaran
Pembangunan) Pembangunan)
10 SEKTOR KESEHATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PERANAN WANITA KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA 434 1 4.088,3
10.2 Sub Sektor Kesejahteraan Sosial dan Peranan Wanita 25,0 284,8
10.2.01 Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial 8,2 98,2
10.2.02 Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial 14,4 169,1
10.2.03 Program Peranan Wanita 2,4 17,5
279