Post on 18-Nov-2020
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes ii
© 2020, Tim Riset PPATK
PENILAIAN RISIKO SEKTORAL TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
HASIL TINDAK PIDANA PASAR MODAL
ISBN : 978-602-9285-36-9
Ukuran Buku : 295 x 210 mm
Jumlah Halaman : vii + 36 Halaman
Naskah : Tim Riset PPATK dan Bareskrim POLRI
Diterbitkan Oleh : Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Indonesia
Cetakan Pertama : Maret 2020
INFORMASI LEBIH LANJUT:
Tim Penyusun
Jl. Trunojoyo No.3, RT.2/RW.1, Selong, Kec. Kby. Baru,
Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12110
Telepon: (021) 7220802
website: www.polri.go.id dan www.ppatk.go.id
Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.
Dilarang memperbanyak isi buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun tanpa izin
penerbit, kecuali untuk pengutipan dalam penulisan artikel atau karangan ilmiah.
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena berkat
rahmat dan hidayah–Nya sehingga pada akhirnya
Kepolisian Negara Republik Indonesia bersama dengan
PPATK, Otoritas Jasa Keuangan, Kejaksaan Agung RI dan
Mahkamah Agung RI telah melakukan Penilaian Risiko
Sektoral Tindak Pidana Pencucian Uang Hasil Tindak
Pidana Pasar Modal tahun 2020.
Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa tindak
pidana pasar modal merupakan salah satu tindak pidana
asal pencucian uang yang berisiko tinggi. Dalam dokumen
Strategi Nasional, upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan
pendanaan terorisme tahun 2019 dimandatkan untuk dilakukannya penilaian risiko sektoral
untuk memahami risiko utama secara komprehensif serta langkah mitigasi risiko yang efektif
terhadap pencucian uang hasil tindak pidana pasar modal.
Kepolisian Negara Republik Indonesia menyambut baik penyusunan Penilaian Risiko Sektoral
Tindak Pidana Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Pasar Modal ini. Kami berharap bahwa
dokumen ini dapat bermanfaat dalam perumusan kebijakan internal dalam penanganan
perkara di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan
serta memperkuat pengawasan sektor pasar modal oleh seluruh pihak stakeholders terkait.
Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi terhadap penyusunan Penilaian Risiko Sektoral Tindak Pidana
Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Pasar Modal ini. Semoga amal usaha kita diridai Allah
SWT. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, Maret 2020 KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DRS. IDHAM AZIS, M.SI
JENDRAL POLISI
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes
iv iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena berkat
rahmat dan hidayah–Nya, maka PPATK bersama stakeholders
rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme (APU dan PPT) yang tergabung dalam Komite TPPU
dapat menyelesaikan penyusunan dokumen “Penilaian Risiko
Sektoral Tindak Pidana Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana
Pasar Modal tahun 2020”.
Melalui hasil penilaian tersebut, diharapkan dapat menjadikan
dasar dalam perumusan kebijakan strategis dan prioritas bagi
pihak pemangku kepentingan utama diantaranya Kepolisian
Negara Republik Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam memitigasi risiko utama yang
teridentifikasi dalam “Penilaian Risiko Sektoral Tindak Pidana Pencucian Uang Hasil Tindak
Pidana Pasar Modal tahun 2020”. Dokumen ini menjadi bukti komitmen Pemerintah Indonesia
dalam memitigasi risiko utama pada tindak pidana asal (predicate crime) yang berisiko tinggi
terhadap pencucian uang di Indonesia sesuai pada Indonesia’s Risk Assessment on ML
Updated 2019.
Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi terhadap penyusunan Penilaian Risiko Sektoral Tindak Pidana
Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Pasar Modal ini. Semoga amal usaha kita diridai Allah
SWT. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta Maret 2020 KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
KIAGUS AHMAD BADARUDDIN
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes v
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes vi
RINGKASAN EKSEKUTIF
Hasil Pengkinian Penilaian Risiko Indonesia terhadap Pencucian Uang Tahun 2015 telah
memetakan risiko pencucian uang berdasarkan tindak pidana asal yang menunjukan bahwa
adanya 5 (lima) Tindak Pidana Asal yang memiliki risiko tinggi, diantaranya Tindak Pidana
Narkotika, Korupsi Perbankan, Kehutanan dan Pasar Modal.
Untuk merespon hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah menyusun Strategi Nasional
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme tahun 2019 yang menyatakan` bahwa aksi prioritas untuk memitigasi
risiko tersebut diantaranya melalui penyusunan Penilaian Risiko Sektoral Penanganan
Perkara Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Pasar Modal atau Sectoral Risk Assessment
on Capital Market Crimes. Pemangku kepentingan dalam tindak lanjut Aksi Strategi Nasional
(Stranas) tersebut diantaranya Kepolisian Negara Republik Indonesia, Otoritas Jasa
Keuangan serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Penilaian sektoral ini menggunakan data kuantitatif dan kualitatif selama periode 2017 s.d.
2019 dari berbagai sumber yang diperoleh oleh anggota tim. Sumber data dan informasi ini
termasuk Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), Hasil Analisis atau Hasil
Pemeriksaan PPATK, Penyidikan, Penuntutan dan Putusan Pengadilan, serta studi kasus.
Pelaksanaan indepth study dalam penilaian ini juga dilakukan bersama Aparat Penegak
Hukum, Lembaga Pengawas dan Pengatur serta PPATK untuk melakukan self – assessment
dan identifikasi tipologi dan indikator transaksi keuangan mencurigakan yang berlaku.
Hasil analisis 3 faktor risiko (ancaman, kerentanan, dan dampak) terhadap 5 jenis delik
pidana pasar modal, diketahui bahwa Manipulasi Pasar merupakan risiko tinggi. Kemudian,
Tanpa Perizinan, Persetujuan dan Pendaftaran memiliki risiko menengah. Selanjutnya.
Informasi Menyesatkan, Fraud atau Penipuan dan Informasi Orang Dalam memiliki risiko
rendah. Berdasarkan profil pelaku kejahatan diketahui bahwa Pegawai Swasta memiliki
risiko tinggi. Selanjutnya, profil Pengusaha dan Badan Usaha (PT) memiliki risiko menengah.
Selanjutnya berdasarkan sebaran wilayah, diketahui bahwa DKI Jakarta memiliki tingkat
risiko tinggi terjadinya pencucian uang hasil tindak pidana pasar modal.
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... iv
RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... viii
PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
LATAR BELAKANG ........................................................................................................... 1
RUANG LINGKUP DAN METODOLOGI ........................................................................... 2
KLASIFIKASI RISIKO ........................................................................................................ 3
FRAMEWORK PENILAIAN RISIKO .................................................................................. 4
PENILAIAN RISIKO, TIPOLOGI DAN STUDI KASUS ......................................................... 5
REGULASI PENANGANAN PERKARA PENCUCIAN UANG HASIL TINDAK PIDANA
PASAR MODAL ................................................................................................................ 5
PASAR MODAL DAN TINDAK PIDANA PASAR MODAL .................................................. 6
HASIL PENILAIAN RISIKO SEKTORAL TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG HASIL
TINDAK PIDANA PASAR MODAL .................................................................................... 14
PENILAIAN RISIKO BERDASARKAN JENIS TINDAK PIDANA PASAR MODAL ........... 14
PENILAIAN RISIKO BERDASARKAN PROFIL PELAKU KEJAHATAN ........................... 19
TANTANGAN DAN STRATEGI MITIGASI RISIKO TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
HASIL TINDAK PIDANA PASAR MODAL ......................................................................... 33
TANTANGAN PENANGANAN PERKARA PENCUCIAN UANG HASIL TINDAK PIDANA
PASAR MODAL .............................................................................................................. 33
STRATEGI MITIGASI RISIKO TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG HASIL TINDAK
PIDANA PASAR MODAL ................................................................................................ 33
A. Bidang Pencegahan .......................................................................................... 33
B. Bidang Pemberantasan ..................................................................................... 34
C. Bidang Kerjasama ............................................................................................. 34
LAMPIRAN 1 ...................................................................................................................... 35
METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................................... 35
LAMPIRAN 2 ...................................................................................................................... 36
MATRIKS PENILAIAN RISIKO SEKTORAL TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG HASIL
TINDAK PIDANA PASAR MODAL .................................................................................. 36
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur Pasar Modal Indonesia ........................................................................... 7
Gambar 2 Pemetaan Hasil Penilaian Risiko pada Jenis Tindak Pidana Pasar Modal ......... 14
Gambar 3 Studi Kasus 1 Manipulasi Pasar ......................................................................... 16
Gambar 4 Jumlah Pengumuman Unsual Market Activity (UMA) & Suspensi ....................... 18
Gambar 5 Pemetaan Hasil Penilaian Risiko pada Profil Pelaku .......................................... 20
Gambar 6 Studi Kasus 2 – Manipulasi Pasar ...................................................................... 21
Gambar 7 Pemetaan Hasil Penilaian Risiko pada Wilayah Tindak Pidana .......................... 25
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Hasil Pengkinian Penilaian Risiko
Indonesia terhadap Pencucian Uang
Tahun 2015 telah memetakan risiko
pencucian uang diantaranya berdasarkan
tindak pidana asal yang menunjukan
bahwa Tindak Pidana Narkotika, Korupsi,
Perbankan, Kehutanan dan Pasar Modal
merupakan tindak pidana asal pencucian
uang yang memiliki risiko tinggi.
Untuk merespon hal tersebut, Pemerintah
Indonesia telah menyusun Strategi
Nasional dalam Upaya Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang dan Pendanaan Terorisme Tahun
2019 yang menyatakan bahwa aksi
priotitas untuk memitigasi risiko tersebut
diantaranya melalui penyusunan Penilaian
Risiko Sektoral Penanganan Perkara
Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana
Pasar Modal atau Sectoral Risk
Assessment on Capital Market Crimes.
Pemangku kepentingan dalam tindak lanjut
Strategi Nasional (Stranas) tersebut
diantaranya Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan.
Penilaian Risiko Sektoral Penanganan
Perkara Pencucian Uang Hasil Tindak
Pidana Pasar Modal ini bertujuan untuk
mencapai pemahaman penanganan
perkara pencucian uang hasil tindak
pidana pasar modal yang lebih baik,
mengidentifikasi risiko utama dan
mengeksplorasi strategi mitigasi untuk
mencegah dan memberantas tindak
pidana pencucian uang dari hasil tindak
pidana pasar modal.
Capaian atau Outcomes dari penilaian ini
akan menjadi dasar untuk pengembangan
koordinasi domestik antara Penegak
Hukum, Lembaga Pengawas dan
Pengatur, dan Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan dalam
mencegah dan memberantas tindak
pidana pencucian uang dari hasil tindak
pidana Pasar Modal, khususnya bagi
penyidik Polri agar menjadi dasar
penyusunan kebijakan strategis
penanganan perkara pencucian yang
berbasis risiko terkait tindak pidana pasar
modal di Bareskrim Polri di Pusat dan
Penyidik Polri di daerah serta memperkuat
kerentanan yang telah terindentifikasi.
Tim Penyusun Penilianan Risiko Sektoral
Tindak Pidana Pasar Modal ini melibatkan
para penegak hukum, lembaga pengawas
dan pengatur serta lembaga intelijen
keuangan, sebagai berikut:
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 2
a. Grup Penanganan APUPPT, Otoritas
Jasa Keuangan
b. Departemen Pengawasan Pasar
Modal 1, Otoritas Jasa Keuangan.
c. Depatemen Penyidikan Sektor Jasa
Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan.
d. Departemen Pemeriksaan dan
Penyidikan Pasar Modal, Otoritas Jasa
Keuangan.
e. Direktorat Tindak Pidana Ekonomi
Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim
Polri.
f. Direktorat Pemeriksaan, Riset dan
Pengembangan, Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan.
g. Direktorat Analisis Transaksi, Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan.
h. Direktorat Kerjasama dan Humas,
Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan
i. Direktorat Hukum, Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan.
j. Direktorat Pengawas Kepatuhan,
Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan.
k. Jaksa Agung Muda Bidang Tindak
Pidana Umum, Kejaksaan Agung RI.
l. Mahkamah Agung RI.
Anggota tim masing – masing berkontribusi
memberikan input dan pengalaman
bersama berdasarkan keahlian mereka
untuk memberikan penilaian risiko sektoral
ini.
RUANG LINGKUP DAN
METODOLOGI
Lingkup Tindak Pidana Pasar Modal dalam
penilaian risiko sektoral ini merujuk pada
Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal.
Penilaian ini berfokus pada penanganan
perkara pada tindak pidana pasar modal
dan hasil pencucian uang dari tindak
pidana pasar modal. Adapun struktur
dalam penilaian ini terdiri dari beberapa
bagian, diantaranya:
a. Identifikasi dan analisis risiko
pencucian uang pada tindak pidana
Pasar Modal berdasarkan karakteristik
jenis tindak pidana Pasar Modal;
b. Identifikasi dan analisis risiko
pencucian uang pada tindak pidana
Pasar Modal berdasarkan profil pelaku
tindak pidana Pasar Modal;
c. Identifikasi dan analisis risiko
pencucian uang pada tindak pidana
Pasar Modal berdasarkan wilayah
terjadinya tindak pidana Pasar Modal;
d. Tipologi Pencucian Uang, termasuk
profil pelaku kejahatan, pihak pelapor,
pola transaksi atau instrumen
transaksi dan jenis karakteristik tindak
pidana Pasar Modal,
e. Redflag atau Indikator Transaksi
Keuangan Mencurigakan Indikasi
Tindak Pidana Pasar Modal.
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 3
Penilaian Sektoral ini menggunakan data
kuantitatif dan kualitatif selama periode
2017 s.d. 2019 dari berbagai sumber yang
diperoleh oleh anggota tim. Sumber data
dan informasi ini termasuk Laporan
Transaksi Keuangan Mencurigakan, Hasil
Analisis atau Hasil Pemeriksaan PPATK,
Penyidikan, Penuntutan dan Putusan
Pengadilan, Studi Kasus. Pelaksanaan
Indepth Study dalam Penilaian ini juga
dilakukan bersama Pihak Penegak
Hukum, Lembaga Pengawas dan
Pengatur serta PPATK untuk melakukan
self – assessment dan identifikasi tipologi
yang berlaku.
KLASIFIKASI RISIKO1
>7 - 9 TINGGI
Kecenderungan besar terjadi dan/atau
menyebabkan dampak yang signifikan.
Hal ini memerlukan penanganan
sesegera mungkin.
>5 - 7 MENENGAH
Kecenderungan cukup sering terjadi
dan/atau menyebabkan dampak yang
cukup signifikan. Hal ini perlu adanya
upaya perbaikan.
3 - 5 RENDAH
Kecenderungan rendah terjadi dan/atau
menyebabkan dampak yang rendah
atau minimum. Hal ini perlu dilakukan
review secara berkala.
1 Berdasarkan Best Practice International-FATF Guidance. National Money Laundering and Terrorist Financing Risk Assessment. Februari 2013.
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 4
FRAMEWORK PENILAIAN RISIKO
RISIKO (Risk)
DAMPAK
(Consequence)
KECENDERUNGAN
(Likelihood)
ANCAMAN
(Threat)
KERENTANAN
(Vulnerability)
X
+
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 5
PENILAIAN RISIKO, TIPOLOGI DAN
STUDI KASUS
REGULASI PENANGANAN PERKARA PENCUCIAN UANG HASIL
TINDAK PIDANA PASAR MODAL
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang (UU
TPPU), hasil tindak pidana adalah Harta
Kekayaan yang diperoleh dari tindak
pidana:
1. korupsi;
2. penyuapan;
3. narkotika;
4. psikotropika;
5. penyelundupan tenaga kerja;
6. penyelundupan migran;
7. di bidang perbankan;
8. di bidang pasar modal;
9. di bidang perasuransian;
10. kepabeanan;
11. cukai;
12. perdagangan orang;
13. perdagangan senjata gelap;
14. terorisme;
15. penculikan;
16. pencurian;
17. penggelapan;
18. penipuan;
19. pemalsuan uang;
20. perjudian;
21. prostitusi;
22. di bidang perpajakan;
23. di bidang kehutanan;
24. di bidang lingkungan hidup;
25. di bidang kelautan dan perikanan;
atau
26. tindak pidana lain yang diancam
dengan pidana penjara 4 (empat)
tahun atau lebih,
yang dilakukan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia atau di
luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan tindak pidana tersebut
juga merupakan tindak pidana menurut
hukum Indonesia.
Kewenangan untuk melakukan
penyidikan tindak pidana pencucian
uang dilakukan oleh penyidik tindak
pidana asal sebagaimana tersebut di
atas sesuai dengan ketentuan Pasal 74
Undang-Undang No. 8 Tahun 2020
tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang. Dalam penjelasan
Pasal 74 dinyatakan bahwa Penyidik
Polri memiliki wewenang untuk
melakukan penyidikan tindak pidana
pencucian uang.
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 6
Wewenang Penyidik Polri dalam
penyidikan tindak pidana pencucian
uang mencakup:
1. memerintahkan kepada Pihak
Pelapor untuk melakukan
penundaan transaksi terhadap
Harta Kekayaan yang diketahui
atau patut diduga merupakan hasil
tindak pidana;
2. memerintahkan kepada Pihak
Pelapor untuk melakukan
pemblokiran Harta Kekayaan yang
diketahui atau patut diduga
merupakan hasil tindak pidana dari
orang yang telah dilaporkan oleh
PPATK kepada Penyidik dan/atau
Tersangka;
3. meminta Pihak Pelapor untuk
memberikan keterangan secara
tertulis mengenai Harta Kekayaan
dari orang yang telah dilaporkan
oleh PPATK kepada penyidik
dan/atau tersangka.
PASAR MODAL DAN TINDAK
PIDANA PASAR MODAL
Pasar modal (capital market) merupakan
pasar untuk berbagai instrumen keuangan
jangka panjang yang dapat
diperjualbelikan, baik surat utang
(obligasi), ekuiti (saham), reksadana,
instrumen derivatif maupun instrumen
lainnya. Pasar modal merupakan sarana
pendanaan bagi perusahaan maupun
institusi lain (misalnya pemerintah), dan
sebagai sarana bagi kegiatan
berinvestasi. Dengan demikian, pasar
modal memfasilitasi berbagai sarana dan
prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan
terkait lainnya.
Instrumen keuangan yang
diperdagangkan di pasar modal
merupakan instrumen jangka panjang
(jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti
saham, obligasi, waran, right, reksadana,
dan berbagai instrumen derivatif seperti
option, futures, dan lain – lain.
Pengaturan Pasar Modal telah diatur
dalam ketentuan Undang-Undang Nomor
8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Berdasarkan ketentuan tersebut
dinyatakan bahwa pasar modal sebagai
“kegiatan yang bersangkutan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek,
perusahaan publik yang berkaitan dengan
efek yang diterbitkannya, serta lembaga
dan profesi yang berkaitan dengan efek”.
Dalam perkembangannya, lembaga yang
berwenang menjadi Badan Pengawas
Pasar Modal Indonesia telah diambil alih
dari Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan (BAPEPAM – LK)
menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hal tersebut tercantum dalam peraturan
Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan. Secara
keseluruhan struktur Pasar Modal di
Indonesia dengan rincian sebagai berikut:
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 7
Gambar 1 Struktur Pasar Modal Indonesia
Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI)
a. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
adalah Otoritas Pasar Modal saat
ini sesuai Pasal 6 Huruf b Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan.
OJK menggantikan posisi Badan
Pengawas Oasar Modal dan
Kembaga Keuagan. OJK
melaksanakan tugas pengaturan
dan pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan di sektor
Pasar Modal.
b. Bursa efek (Bursa Efek Indonesia)
adalah pihak yang
menyelenggarakan dan
menyediakan sistem atau sarana
untuk perdagangan efek.
c. Lembaga Kliring dan Penjaminan
(Kliring Penjaminan Efek
Indonesia – KPEI) adalah pihak
yang menyediakan jasa kliring dan
penjaminan penyelesaian
transaksi bursa yang teratur, wajar
dan efisian.
d. Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian (Kustodian Sentral
Efek Indonesia-KSEI) adalah
salah satu pihak Self – Regulatory
Organization (SRO) yang
berfungsi sebagai lembaga
pengawas dan pengatur di Pasar
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 8
Modal Indonesia dengan
menyediakan jasa kustodian
sentral dan penyelesaian transaksi
efek yang teratur, wajar dan
efisien. Dalam mendukung
perkembangan Pasar Modal
terutama dari sisi peningkatan
jumlah investor dan peningkatan
jumlah penyelesaian transaksi,
KSEI telah menerapkan kewajiban
kepemilikan Single Investor
Identification (SID) dan
implementasi sistem pengelolaan
investasi terpadu (S – INVEST)
yaitu platform yang terintegrasi
untuk industri pengelolaan
investasi.
e. Perusahaan Efek adalah pihak
yang melakukan kegiatan usaha
sebagai Penjamin Emisi Efek,
Perantara Pedagang Efek, dan
atau Manajer Investasi (Pasal 1
angka 21 UU Pasar Modal).
o Manajer Investasi adalah
Pihak yang kegiatan
usahanya mengelola
Portofolio Efek untuk para
nasabah atau mengelola
portofolio investasi kolektif
untuk sekelompok nasabah,
kecuali perusahaan asuransi,
dana pensiun, dan bank yang
melakukan sendiri kegiatan
usahanya berdasarkan
peraturan
perundangundangan yang
berlaku (Pasal 1 angka 11 UU
Pasar Modal).
o Penjamin Emisi Efek adalah
pihak yang membuat kontrak
dengan Emiten untuk
melakukan Penawaran Umum
bagi kepentingan Emiten
dengan atau tanpa kewajiban
untuk membeli sisa efek yang
tidak terjual (Pasal 1 angka 17
UU Pasar Modal).
o Perantara Pedagang Efek
adalah pihak yang melakukan
kegiatan usaha jual beli Efek
untuk kepentingan sendiri
atau pihak lain (Pasal 1 angka
18 UU Pasar Modal).
f. Lembaga Penunjang Pasar Modal
adalah institusi penunjang yang
turut serta mendukung
pengoperasian Pasar Modal dan
bertugas dan berfungsi melakukan
pelayanan kepada pegawai dan
masyarakat umum. Lembaga.
Penunjang ini terdiri dari Bank
Kustodian, Biro Administrasi Efek,
Wali Amanat, dan Pemeringkat
Efek.
Bank Kustodian merupakan bank
yang mendapatkan persetujuan
dari Otoritas Jasa Keuangan untuk
bertindak sebagai pihak yang
memberikan jasa penitipan efek
dan harta lain yang berkaitan
dengan efek serta jasa lain.
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 9
Termasuk menerima dividen,
bunga, dan hak-hak lain,
menyelesaikan transaksi efek,
serta mewakili pemegang
rekening yang menjadi
nasabahnya.
o Biro Administrasi Efek adalah
perseroan yang dapat
menyelenggarakan kegiatan
usaha berdasarkan kontrak
dengan Emiten untuk
pencatatan pemilikan efek
dan pembagian hak yang
berkaitan dengan efek
sebagai Biro Administrasi
Efek dan telah mendapat izin
dari Otoritas Jasa Keuangan.
o Wali Amanat adalah pihak
yang mewakili kepentingan
pemegang efek bersifat utang
atau sukuk untuk melakukan
penuntutan baik di dalam
maupun di luar pengadilan,
yang berkaitan dengan
kepentingan pemegang efek
bersifat utang atau sukuk
tersebut tanpa surat kuasa
khusus. Pengguna jasa Wali
Amanat ditentukan dalam
peraturan penggunaan jasa
Wali Amanat oleh Emiten
dalam penerbitan efek yang
bersifat utang jangka panjang
atau sukuk, seperti obligasi.
o Perusahaan Pemeringkat
Efek adalah Penasihat
Investasi berbentuk
Perseroan Terbatas yang
melakukan kegiatan
pemeringkatan dan
memberikan peringkat. Dalam
melaksanakan kegiatannya,
Perusahaan Pemeringkat
Efek wajib terlebih dahulu
mendapatkan izin usaha dari
Otoritas Jasa Keuangan.
Perusahaan Pemeringkat
Efek wajib melakukan
kegiatan pemeringkatan
secara independen, bebas
dari pengaruh pihak yang
memanfaatkan jasa
Perusahaan Pemeringkat
Efek, obyektif, dan dapat
dipertanggungjawabkan
dalam pemberian peringkat.
o Perusahaan Pemeringkat
Efek dapat melakukan
pemeringkatan atas obyek
pemeringkatan sebagai
berikut:
i. Efek bersifat utang,
sukuk, efek beragun
aset atau efek lain yang
dapat diperingkat;
ii. Pihak sebagai entitas
(company rating),
termasuk reksadana
dan dana investasi real
– estate berbentuk
kontrak investasi
kolektif.
g. Profesi Penunjang adalah pihak-
pihak yang telah terdaftar di
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 10
Otoritas Jasa Keuangan, yang
persyaratan dan tata cara
pendaftarannya ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.
Profesi penunjang membantu
pelaksanaan transaksi Emiten
atau Perusahaan Publik. Namun
demikian, kegiatan profesi
dilakukan secara independen dan
tidak dapat dipengaruhi oleh
kepentingan penggunanya (user).
Profesi penunjang ini terdiri dari
Akuntan,
Konsultan Hukum, Penilai,
Notaris, dan Profesi Lain.
o Akuntan adalah pihak yang
bertugas menyusun,
membimbing, mengawasi,
menginspeksi, dan
memperbaiki tata buku serta
administrasi perusahaan atau
instansi pemerintah.
o Konsultan Hukum adalah ahli
hukum yang memberikan
pendapat hukum kepada
pihak lain dalam bentuk
konsultasi, dan terdaftar di
Otoritas Jasa Keuangan.
o Penilai adalah pihak yang
memberikan penilaian atas
asset perusahaan dan
terdaftar di Otoritas Jasa
Keuangan.
o Notaris adalah pejabat umum
yang berwenang membuat
akta otentik dan terdaftar di
Otoritas Jasa Keuangan.
o Profesi Lain pihak jasa profesi
lain yang dapat memberikan
pendapat atau penilaian
sesuai dengan perkembangan
pasar modal di masa
mendatang dan terdaftar di
Otoritas Jasa Keuangan.
Salah satu profesi lain
contohnya adalah Tim Ahli
Syariah yang mempunyai
kriteria dan persyaratan
tertentu untuk kepentingan
penerbitan surat berharga
syariah.
Pasar Modal memiliki peran penting bagi
perekonomian suatu negara karena pasar
modal menjalankan dua fungsi, yaitu
pertama sebagai sarana bagi pendanaan
usaha atau sebagai sarana bagi
perusahaan untuk mendapatkan dana
dari masyarakat pemodal (investor).
Dalam hal melindungi sektor pasar modal
dari tindak kejahatan, telah diatur juga
mengenai tindak pidana pasar modal di
dalam Undang – Undang Nomor 8 Tahun
1995 tantang Pasar Modal. Berdasarkan
Undang-Undang tersebut, perbuatan
tindak pidana Pasar Modal, sebagai
berikut:
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 11
Pasal Delik Pidana Uraian
Pasal 90 Fraud/Penipuan Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap Pihak
dilarang secara langsung atau tidak langsung:
a. menipu atau mengelabui Pihak lain dengan
menggunakan sarana dan atau cara apa pun;
b. turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan
c. membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta
yang material atau tidak mengungkapkan fakta
yang material agar pernyataan yang dibuat tidak
menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada
saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk
menguntungkan atau menghindarkan kerugian
untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan
mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau
menjual Efek.
Pasal 91 Manipulasi Pasar Setiap Pihak dilarang melakukan tindakan, baik
langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk
menciptakan gambaran semu atau menyesatkan
mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau
harga Efek di Bursa Efek
Pasal 92 Manipulasi Pasar Setiap Pihak, baik sendiri – sendiri maupun bersama –
sama dengan Pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua)
transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak
langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa
Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan
mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau
menahan Efek
Pasal 95 Informasi Orang
Dalam/Insider
Trading
Orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik yang
mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan
pembelian atau penjualan atas Efek:
a. Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau
b. Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan
Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 12
Pasal Delik Pidana Uraian
Pasal 103 Tanpa Perizinan,
Persetujuan dan
Pendaftaran
1. Setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar
Modal tanpa izin, persetujuan, atau pendaftaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 13,
Pasal 18, Pasal 30, Pasal 34, Pasal 43, Pasal 48,
Pasal 50, dan Pasal 64 diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Setiap Pihak yang melakukan kegiatan tanpa
memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 diancam dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Pasal 107 Informasi
Menyesatkan
Setiap Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu
atau merugikan Pihak lain atau menyesatkan Bapepam,
menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan,
mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, atau
memalsukan catatan dari Pihak yang memperoleh izin,
persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten dan
Perusahaan Publik diancam dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
PENYIDIKAN DI BIDANG
PASAR MODAL
Penyidikan di bidang Pasar Modal adalah
serangkaian tindakan penyidik untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang
diperlukan sehingga dapat membuat jelas
indikasi tindak pidana di bidang Pasar
Modal yang terjadi, menemukan tersangka,
serta mengetahui besarnya kerugian yang
ditimbulkan. Dalam Pasal 101 Angka 2
Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1995
mengenai Penyidikan dinyatakan bahwa
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan Bappepam diberi kewenangan
khusus sebagai penyidik untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang Pasar
Modal berdasarkan ketentuan dalam Kitab
Undang – Undang Hukum Acara Pidana,
dimana saat ini tugas fungsi tersebut telah
diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Secara khusus, penyidikan tindak pidana di
sektor jasa keuangan oleh Otoritas Jasa
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 13
Keuangan telah diatur dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor
22/POJK.01/2015 tentang Penyidikan
Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan.
Di dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa
Penyidik OJK terdiri atas Pejabat Penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang dipekerjakan di OJK dan/atau Pejabat
Pengawai Negeri Sipil yang dipekerjakan di
OJK dan diberi wewenang khusus sebagai
penyidik. Secara kelembagaan di internal
OJK yang melakukan penyidikan sektor
jasa keuangan telah dibentuk Departemen
Penyidikan Sektor Jasa Keuangan yang
meliputi Pasar Modal, Industri Keuangan
Non-Bank, Perbankan.
Kewenangan Penyidik Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) telah diatur dalam Pasal
49 Undang – Undang Nomor 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
sebagai berikut:
a. Menerima Laporan atau Pengaduan
b. Melakukan Penelitian Kebenaran
Laporan
c. Melakukan Penelitian Setiap Orang
d. Memanggil atau Memeriksa Serta
Meminta Keterangan atau Barang
Bukti (Saksi dan Tersangka)
e. Pemeriksaan Pembukuan atau
Catatan atau Dokumen
f. Penggeledahan, Penyitaan
g. Meminta Data atau Dokumen atau Alat
Bukti Lain Cetak dan Elektronik
Kepada Penyedia Jasa Keuangan.
h. Meminta Pencegahan Orang
i. Meminta Bantuan Aparat Penegak
Hukum
j. Meminta Keterangan dari Bank
tentang Keadaan Keuangan Pihak
yang Diduga Melakukan atau terlibat
dalam pelanggaran terhadap
peraturan perundang – undangan
k. Memblokir rekening pada bank atau
Lembaga Keuangan Lain dari Pihak
yang Diduga Melakukan atau Terlibat
Dalam Tindak Pidana di Sektor Jasa
Keuangan
l. Meminta Bantuan Ahli Dalam Rangka
Pelaksanaan Tugas Penyidikan
Tindak Pidana di Sektor Jasa
Keuangan
m. Meminta Menyatakan Saat Dimulai
dan Dihentikannya Penyidikan.
Disamping itu, untuk penanganan tindak
pidana pasar modal di Kepolisian Negara
Republik Indonesia telah ditangani secara
khusus oleh Direktorat Tindak Pidana
Dalam Bidang Ekonomi dan
Keuangan/Perbankan serta Kejahatan
Khusus Lainnya di Badan Reserse Kriminal
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 14
HASIL PENILAIAN RISIKO SEKTORAL TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG HASIL TINDAK
PIDANA PASAR MODAL
PENILAIAN RISIKO BERDASARKAN JENIS TINDAK PIDANA
PASAR MODAL
Berdasarkan hasil penilaian risiko pada jenis tindak pidana Pasar Modal diketahui bahwa
Manipulasi Pasar merupakan jenis tindak pidana Pasar Modal yang berisiko tinggi. Hal
tersebut disebabkan tingginya dampak yang dihasilkan adanya manipulasi pasar yaitu dapat
melemahkan fungsi pasar keuangan dan mengganggu efisiensi pasar. Manipulasi pasar juga
dapat mengakibatkan menurunnya keyakinan para investor akan kewajaran harga – harga
yang terjadi. Turunnya kepercayaan ini membuat investor mengurangi partisipasi mereka di
bursa sehingga transaksi harian melemah. Selanjutnya, jenis kejahatan yang memiliki tingkat
risiko menengah pada tindak pidana pasar modal adalah Tanpa Perizinan, Persetujuan dan
Pendaftaran sebagaimana telah diatur dalam Pasar 103 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1985 tentang Pasar Modal. Kemudian, jenis tindak pidana pasar modal yang risiko rendah
diantaranya informasi menyesatkan, fraud atau penipuan dan Informasi Orang Dalam (IOD).
Gambar 2 Pemetaan Hasil Penilaian Risiko pada Jenis Tindak Pidana Pasar Modal
Fraud/Penipuan; 7,29
Manipulasi Pasar; 9,00
Informasi Orang Dalam/Insider Trading; 5,00
Tanpa Perizinan, Persetujuan dan
Pendaftaran; 5,86
Informasi Menyesatkan; 3,00
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0
D
A
M
P
A
K
K E C E N D E R U N G A N
KARAKTERISTIK TINDAK PIDANA PASAR MODAL
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 15
Studi Kasus 1 – Manipulasi Pasar
AA merupakan seorang Komisaris pada
Perusahaan PT SAM yang bergerak di
bidang Manajer Investasi hasil dari
pemisahan divisi Perusahaan Manajer
Investasi PT SMI. PT SAM sendiri telah
memiliki ijin sebagai Manajer Investasi dari
regulator.
AA menggunakan para pihak sebagai
nominee untuk melakukan transaksi saham
melalui 13 perusahaan efek yang berbeda -
beda. Berdasarkan identifikasi Rekening
Dana Nasabah (RDN) dari para pihak
nominee tersebut diketahui bahwa
pembukaan rekening dilakukan pada bank
yang sama yaitu Bank XX dan dalam
periode jangka waktu pembukaan rekening
sama maupun berdekatan.
Profil pekerjaan para pihak nominee yang
digunakan sangat bervariasi diantaranya
karyawan swasta dan wiraswasta yang
memiliki profil penghasilan dan usia yang
berbeda – beda bahkan terdapat
penghasilan < Rp 2 Juta per bulan.
Kemudian, AA melakukan transfer ke
rekening seluruh para pihak nominee yang
selanjutnya digunakan untuk melakukan
pembelian atas 1 jenis saham yang sama,
yaitu saham XY. Diketahui dalam periode
tahun 2016 pada rekening AA terdapat
frekuensi transaksi mencapai Rp7 Triliun.
Berdasarkan analisis transaksi keuangan
terdapat aliran dana bersifat “U Turn
Transaction” dari rekening para pihak
nominee kepada rekening milik AA. Atas
perbuatan yang dilakukan AA bersama
para pihak nominee terhadap bursa,
dilakukan analisis perbandingan antara
transaksi saham pada periode saat nilai
saham XY mencapai nilai tertinggi yang
dilakukan oleh para pihak nominee
tersebut dengan total volume
perdagangan saham XY. Diketahui bahwa
terdapat transaksi jual beli saham XY oleh
para pihak nominee tersebut dalam 1
periode waktu mencapai lebih dari 40
persen dari keseluruhan saham yang
diperdagangkan di bursa. Hal tersebut
menunjukkan signifikansi transaksi jual beli
saham XY oleh AA melalui para pihak
nominee tersebut. Selain itu, diketahui
bahwa dana yang bersumber dari AA
kepada para pihak nominee hanya
digunakan untuk bertransaksi di saham XY.
Terdapat dugaan afiliasi antara AA dengan
XY Group disebabkan AA pernah bekerja di
XY Group dan terdapat aliran dana pada
rekening AA dari beberapa anak
Perusahaan XY Group.
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 16
Gambar 3 Studi Kasus 1 Manipulasi Pasar
TIPOLOGI
Kategori
Jenis Tindak Pidana Pasar Modal
Manipulasi Pasar
Profil
Pegawai Swasta (Komisaris
Perusahaan Manajer Investasi)
Pihak Industri
Bank Swasta
Manajer Investasi
Pihak Terkait
Wiraswasta
Karyawan Swasta
Badan Usaha - PT
Instrumen Transaksi
Transfer
Produk
Efek Ekuitas Saham
Modus
Kategori
Menciptakan gambaran semu atau
menyesatkan atas harga efek di
bursa efek, sehingga harga saham
di bursa naik atau turun dengan
tujuan untuk mempengaruhi pihak
lain untuk membeli, menjual atau
menahan efek.
INDIKATOR TRANSAKSI KEUANGAN
MENCURIGAKAN
1. Adanya penggunaan para pihak
sebagai nominee untuk melakukan
transaksi hanya pada 1 (satu) jenis
saham melalui perusahaan efek yang
berbeda – beda.
2. Adanya pembukaan Rekening Dana
Nasabah (RDN) dari para pihak
nominee dilakukan pada bank yang
sama dan dalam periode jangka waktu
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 17
pembukaan rekening sama maupun
berdekatan.
3. Adanya pola transaksi “U Turn” dari
para pihak yang digunakan sebagai
nominee.
4. Adanya pola transaksi “One to Many”
dan “Many to One”.
5. Transaksi yang dilakukan tidak sesuai
data penghasilan yang diberikan.
6. Harga saham naik atau turun secara
signifikan.
7. Pihak yang melakukan transkasi,
volume, nilai transaksi dan frekuensi
mengalami kenaikan atau penurunan
secara signifikan.
Berdasarkan hasil Sectoral Risk
Assessment on Capital Market Tahun 2017
yang dihasilkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan menyatakan bahwa Manipulasi
Pasar dalam Pasar Modal sering kali
dilakukan untuk meningkatkan suatu harga
saham. Pergerakan harga yang tidak wajar
tidak didukung oleh aksi korporasi dan
fundamental keuangan yang solid. Berikut
ini karakteristik indikasi terjadinya
manipulasi pasar:
a. Terindikasi Unusual Market Activity
(UMA);
b. Tidak didukung fundamental
perusahaan;
c. Volume turun – naik secara drastis;
d. Memiliki kapitalisasi pasar yang kecil;
e. Berasal dari saham lapis kedua dan
ketiga.
Pengawasan Transaksi
Bursa Efek Indonesia yang berfungsi
sebagai Self – Regulatory Organization
(SRO) memiliki kewajiban menyediakan
sarana perdagangan efek dan memiliki
kewenangan untuk membuat peraturan
terkait dengan perdagangan efek. Salah
satu instrumen yang dimiliki bursa yaitu
melakukan identifikasi dan publikasi
Unusual Market Activity (UMA). UMA
merupakan aktifitas perdagangan dan/atau
pergerakan harga suatu efek yang tidak
biasa pada suatu kurun waktu tertentu di
bursa yang menurut penilaian bursa dapat
berpotensi mengganggu terselenggaranya
perdagangan efek yang teratur, wajar dan
efisien. Namun, pengumuman UMA tidak
serta merta menunjukkan adanya
pelanggaran di bidang pasar modal,
sehingga perlu dilakukan penelahaan lebih
lanjut oleh Lembaga Pengawas dan
Pengatur di bidang Pasar Modal.
Disamping itu, Bursa Efek Indonesia (BEI)
telah mengeluarkan Peraturan
Penghentian Sementara tentang
Perdagangan Saham (Suspensi).
Penetapan sanksi suspensi diatur dalam
Surat Edaran Nomor SE-008/BEJ/08-2004
tentang Penghentian Sementara
Perdagangan Efek (Suspensi) Perusahaan
Tercatat, alasan sanksi suspensi,
diantaranya:
1. Laporan keungan auditan perusahaan
tercatat memperoleh sebanyak 2 (dua)
kali berturut – turut opini disclaimer
(tidak memberikan pendapat) atau
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 18
sebanyak 1 (satu) kali opini Tidak
Wajar (Adverse);
2. Perusahaan Tercatat dimohonkan
pailit oleh krediturnya atau secara
suka rela mengajukan permohonan
Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU);
3. Perusahaan Tercatat tidak melakukan
keterbukaan informasi, dimana
Perusahaan Tercatat memiliki
keterangan penting yang relevan atau
mengalami peristiwa penting yang
menurut pertimbangan Bursa secara
material dapat mempengaruhi
keputusan investasi pemodal
sebagaimana yang diwajibkan oleh
Peraturan Nomor I-E tentang
Kewajiban Penyampaian Informasi
dan peraturan perundangan yang
berlaku di bidang pasar modal;
4. Terjadi kenaikan atau penurunan
harga yang signifikan dan/atau adanya
pola transaksi yang tidak wajar atas
Efek Perusahaan Tercatat.
Dalam rangka menyelenggarakan
perdagangan Efek yang teratur, wajar dan
efisien, Bursa Efek Indonesia (BEI) telah
melakukan langkah strategis untuk
meningkatkan efektivitasPengawasan
Bursa berupa:
a. Pengembangan Sistem Pengawasan
terkait Pembaharuan Sistem
Perdagangan Bursa Efek Indonesia.
b. Pengembangan alert yang digunakan
dalam sistem pengawasan.
Dalam melakukan fungsi pengawasan,
selama periode 2017 s.d. 2018, BEI telah
menerbitkan 261 pengumuman Unusual
Market Activity (UMA) dan 392 kali
melakukan penghentian perdagangan
(suspensi).
Gambar 4 Jumlah Pengumuman Unsual Market Activity (UMA) & Suspensi
Sumber: Bursa Efek Indonesia
2017 2018 2019
UMA 121 56 84
Suspensi 172 89 131
121
56
84
172
89
131
020406080
100120140160180200
JUMLAH PENGUMUMAN UNUSUAL MARKET ACTIVITY (UMA) & SUSPENSI
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 19
Disamping itu, penegakan hukum terhadap pencucian uang hasil tindak pidana pasar modal
selama periode 2017 – 2019, sebagai berikut:
Kategori 2017 2018 2019
LTKM indikasi Tindak Pidana Pasar
Modal
12 32 27
Laporan Intelijen keuangan 2 2 2
Penyelidikan dan Penyidikan Pasar
Modal oleh Polri
0 3 3
Penyelidikan dan Penyidikan Pencucian
Uang Pasar Modal oleh Polri
0 3 3
Penuntutan Tindak Pidana Pasar Modal 0 0 5
Putusan Pencucian Uang Hasil Tindak
Pidana Pasar Modal
0 0 0
PENILAIAN RISIKO
BERDASARKAN PROFIL
PELAKU KEJAHATAN
Berdasarkan jenis profil pelaku kejahatan
pencucian uang hasil tindak pidana pasar
modal, diketahui bahwa Pegawai Swasta
memiliki risiko tinggi. Hal tersebut
dikarenakan tingginya faktor ancaman
sebesar 44 persen dari total jumlah
transaksi keuangan mencurigakan, hasil
analisis, dan penyidikan yang melibatkan
Pegawai Swasta sebagai Pelaku Utama.
Sedangkan Pengusaha/Wiraswasta dan
Badan Usaha (PT) memiliki risiko
menengah. Disamping itu, terdapat
kecenderungan tinggi pada profil pelaku
Profesional.
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 20
Gambar 5 Pemetaan Hasil Penilaian Risiko pada Profil Pelaku
Studi Kasus 2 – Manipulasi Pasar
MJD merupakan seorang warga negara
asing yang bekerja sebagai konsultan
keuangan di PT JFC dan menjabat
sebagai Direktur PT RUM yang
pemiliknya sama dengan keluarga PT
SRI.
MJD aktif melakukan transaksi
pembelian dan penjualan saham milik
PT SRI dengan jumlah Rp150 Miliar
selama periode waktu 10 bulan.
Kegiatannya ini menyebabkan kenaikan
harga Saham SRIT milik PT SRI, yang
semula titik terendah harga saham
tersebut sebesar Rp123 menjadi Rp470.
Setelah kondisi tersebut Rekening Dana
Nasabah MJD tidak melakukan transaksi
saham. Diduga hal tersebut merupakan
tujuan MJD sehingga saham SRIT
miliknya dijual habis.
Pola transaksi saham yang dilakukan
dengan melakukan pembelian
beberapa kali kemudian dijual dengan
jumlah signifikan setiap 3 – 4 bulan.
Sumber dana MJD diperoleh dari SLH
yang merupakan komisaris PT RUM dan
SNO yang merupakan pihak yang
diinstruksikan oleh SLH. Adapun hasil
penjualan saham SRIT tersebut
dikirimkan ke CKN yang merupakan
Direktur Keuangan PT SRI. Diketahui
bahwa sumber dana SLH bersumber
dari PT SKT melalui beberapa setoran
tunai dan transfer. Struktur kepemilikan
PT SKT diantaranya suami dan anak dari
SLH.
Selanjutnya, hasil penjualan saham SRIT
dikirimkan ke Rekening SLH melalui
SNO. Kondisi tersebut menunjukan
bahwa SLH merupakan beneficial owner
dari dana transaksi yang dilakukan oleh
MJD. Atas perbuatan MJD tersebut
mendapatkan keuntungan penjualan
Saham SRIT sebesar Rp11 Miliar.
Peg. Swasta; 9,00
Pengusaha; 7,94
3,02
Pedagang; 4,72
3,133,00 3,003,00
Profesional; 6,31
3,00 3,003,00
Peg. Bank; 5,40
3,00 3,00
Pengurus Yayasan; 5,16
3,003,003,00 3,00
PT; 8,45
3,003,003,003,00
Yayasan; 5,64
Perkumpulan; 5,64
3,003,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0
D
A
M
P
A
K
K E C E N D E R U N G A N
Tingkat Risiko Profil Pelaku Kejahatan
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 21
Gambar 6 Studi Kasus 2 – Manipulasi Pasar
TIPOLOGI
Kategori
Jenis Tindak Pidana Pasar Modal
Manipulasi Pasar
Profil
Profesional (Konsultan Keuangan)
Direktur Perusahaan
Pihak Industri
Bank Swasta
Perusahaan Efek
Pihak Terkait
Wiraswasta
Komisaris
Direktur Keuangan
Badan Usaha – PT
Instrumen Transaksi
Transfer
Setor Tunai
Kategori
Pemindahbukuan
Produk
Efek Ekuitas Saham
Modus
Menciptakan gambaran semu atau
menyesatkan atas harga efek di
bursa efek, sehingga harga saham
di bursa naik atau turun dengan
tujuan untuk mempengaruhi pihak
lain untuk membeli, menjual atau
menahan efek.
INDIKATOR TRANSAKSI KEUANGAN
MENCURIGAKAN
1. Pembukaan Rekening Dana Nasabah
hanya aktif kurang dalam periode 1
tahun atau hanya untuk mencapai
tujuan tertentu.
2. Pengguna jasa aktif melakukan
transaksi pada satu jenis saham.
22
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes
3. Pada saat harga saham perusahaan
mencapai titik terendah, pihak
nominee digunakan untuk melakukan
transaksi jual beli saham tersebut
untuk mencapai kenaikan harga
saham, kemudian saham tersebut
dijual habis.
4. Pemanfaatan Beneficiary Ownership
oleh Komisaris dari Perusahaan yang
menjadi Emiten untuk mengendalikan
kegiatan perdagangan, keadaan pasar
atau harga saham yang sebenarnya.
Studi Kasus 3 – Tanpa Perizinan,
Persetujuan dan Pendaftaran
Pada sekitar tahun 2006, TCS
menawarkan JS untuk melakukan
investasi di bidang pasar modal dengan
Manajer Investasi PT MPI yang juga
merupakan tempat TCS bekerja sebagai
Wakil Manajer Investasi (WMI).
Selanjutnya sekitar tahun 2009, TCS
menawarkan pelapor untuk melakukan
investasi di PT SBS Investment dimana
TCS sebagai Direktur pada perusahaan
tersebut. Penawaran tersebut
dilengkapi dengan perjanjian –
perjanjian maupun perubahannya
bahwa sampai dengan 2017, total
investasi dana yang dikumpulkan
sebesar Rp. 23.445.000.000.
Bahwa sekitar akhir tahun 2016 JS
meminta 2% dari jumlah investasi
kurang lebih sebesar Rp400.000.000
kepada TCS, namun TCS tidak dapat
memberikannya.
Kemudian JS meminta kepada TCS
untuk mengembalikan pokok investasi
dalam bentuk saham (Repo Saham atau
Repurchase Agreement). Namun
faktanya transaksi Repo yang dilakukan
oleh PT SBS Investment tidak sah
karena perusahaan tersebut tidak
memperoleh perizinan maupun
memperoleh persetujuan oleh OJK.
Pada tahun 2017, JS dan TCS telah
melakukan pertemuan untuk
membahas investasi tersebut dan
terdapat niat baik dari TCS untuk
mengembalikan dana investasi dari JS.
Namun sampai saat ini, TCS dan PT SBS
Investment tidak dapat mengembalikan
dana investasi milik JS.
Akibat kejadian tersebut JS merasa
dirugikan oleh TCS dan PT SBS
Investment kurang lebih sebesar
Rp23.445.000.000.
Atas perbuatan tersebut, Pihak Otoritas
Jasa Keuangan telah menyatakan TCS
terbutkti melakukan pelanggaran di
bidang pasar modal dalam pelaksanaan
kegiatan pengelolaan investasi yakni
sebagai berikut:
a. Ketentuan angka 3 huruf d juncto
ketentuan angka 3 huruf b angka 1)
huruf g) Peraturan Nomor V.A.3
karena TCS selain sebagai Direktur
PT MPI juga merangkap jabatan
sebagai Direktur Utama PT SBS
Investment dan tidak memiliki
komitmen yang tinggi untuk
mematuhi peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
b. Ketentuan angaka 3 huruf b angka
1) huruf h) Peraturan Nomor V.A.3
karena TCS tidak memiliki
komitmen tinggi untuk
mengembangkan operasional
Manajer Investasi yang sehat.
c. Ketentuan angka 2 Peraturan
Nomor V.D.1 karena TAC tidak
melakukan pengawasan atau
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes
23
menunjuk wakil untuk melakukan
pengawasan terhadap pegawai PT
MPI.
Selanjutnya, pihak otoritas telah
melakukan pencabutan izin orang
perseorangan sebagai Wakil Manajer
Investasi kepada TCS.2 Sehubungan
dengan dicabutnya izin tersebut, maka
TCS:
a. Dilarang melakukan kegiatan
sebagai wakil manajer investasi
b. Dilarang melakukan kegiatan di
sektor pasar modal baik langsung
maupun tidak langsung.
c. Dilarang mengendalikan pihak yang
melakukan kegiatan di sektor pasar
modal baik langsung maupun tidak
langsung.
TIPOLOGI
Kategori
Jenis Tindak Pidana Pasar Modal
Tanpa Perizinan, Persetujuan dan
Pendaftaran
Profil
Pegawai Swasta
Direktur Perusahaan
Pihak Industri
Bank Swasta
Manajer Investasi
Pihak Terkait
Wiraswasta
Badan Usaha – PT
Instrumen Transaksi
Transfer
Produk
2 Pengumuman OJK Nomor: PENG-5/PM.1/2016 tentang Pencabutan Izin Orang Perseorangan
Kategori
Repo Saham atau Repurchase
Agreement
Studi Kasus 4 – Informasi Menyesatkan
AA merupakan Komisaris Utama PT
TPSF pada tahun 2017 sekaligus sebagai
pemegang saham sebesar 18 % dan
pendiri PT TPSF. Pada tanggal 27 Juli
2018 diselenggarakan Rapat Umum
Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT
TPSF.
Pada saat RUPST, JP selaku Komisaris PT
TPSF menggunakan dokumen
pemberhentian Direksi Pemegang
Saham PT TPSF antara lain PRM Limited
dan TRI Ltd yang telah menyebabkan
suara PRM dan TRI Ltd menjadi abstain
(tidak dihitung). Padahal suara PRM
Limited dan TRI Ltd menentukan hasil
keputusan RUPST.
PRM Limited dan TRI Ltd sendiri telah
menunjuk Karyawan PT TPSF sebagai
kuasa PRM Limited dan TRI Ltd dalam
RUPST PT TPSF namun dalam RUPST,
karyawan PT TPSF beserta YN sebagai
Corporate Finance dan JP sama – sama
menunjukkan surat yang menentukan
perwakilan PRM Limited dan TRI Ltd.
Selanjutnya terjadi perselisihan dalam
RUPST dan akhirnya suara PRM Limited
dan TRI Ltd dianggap abstain (tidak
dihitung). Surat tersebut diduga
dipalsukan dan digunakan oleh para
terlapor untuk dimasukan kedalam akta
otentik mengenai Berita Acara Rapat
Umum Pemegang Saham Tahunan PT
TPSF.
sebagai Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Manajer Investasi.
24
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes
Pada tanggal 21 Agustus 2018, Dewan
Komisaris PT TPSF membuat
pengumuman dan
mempublikasikannya dalam media
cetak yang menyatakan beberapa hal,
antara lain:
a. RUPST telah memutuskan untuk
memberhentikan Dewan Direksi
dan terhitung sejak RUPST,
Dewan Direksi antara lain SJM,
BIS dan HA tidak lagi berwenang
untuk mewakili PT TPSF.
b. Bahwa yang berwenang mewakili
PT TPSF baik di dalam maupun di
luar pengadilan paska RUPST
adalah dewan komisaris.
c. Penunjukkan HK selaku Komisaris
PT TPSF sebagai penerima
mandat, kuasa dan wewenang
untuk mengurus PT TPSF sesuai
dengan prinsip tata kelola
perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance).
d. Meminta dukungan dari para
pekerja, distributor, pemasok
(supplier) PT TPSF.
Pada saat Rapat Umum Pemegang
Saham Tahunan PT TPSF tersebut,
menurut keterangan AA, tidak pernah
terjadi pembahasan terkait dengan
proses perombakan dan pergantian
Direksi perusahaan. Akan tetapi para
terlapor membuat pengumuman di
media cetak yang memuat
Pengumuman Materil yang
menjelaskan bahwa pelapor sudah
diganti dari jabatannya selaku
Komisaris Utama PT TPSF.
Akibat dari kejadian tersebut AA
merasa dirugikan secara materil dan
inmateril. AA yang pada saat itu
berkedudukan sebagai Komisaris
Utama yang bertanggung jawab
kepada para pemegang saham,
secara materiil mengalami kerugian
sebesar Rp6.500.000.000.000 yang
dihitung dari 3.200.000.000 lembar
saham dikali dengan harga saham PT
TPSF pada saat itu bernilai Rp2.000
per lembar saham.
PENILAIAN RISIKO
BERDASARKAN WILAYAH
Berdasarkan hasil penilaian risiko pada
wilayah diketahui bahwa DKI Jakarta
memiliki risiko tinggi terjadinya pencucian
uang hasil tindak pidana pasar modal. Hal
tersebut disebabkan faktor ancaman yang
tinggi, mengingat 78 persen dari total
jumlah transaksi keuangan mencurigakan,
hasil intelijen keuangan, dan penyidikan
berada di wilayah DKI Jakarta. Kemudian
wilayah yang memiliki kecenderungan
yang tinggi terjadinya pencucian uang hasil
tindak pidana pasar modal adalah
Sumatera Utara, Jawa Tengah dan Jawa
Timur.
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 25
Gambar 7 Pemetaan Hasil Penilaian Risiko pada Wilayah Tindak Pidana
Selain wilayah domestik, tindak pidana
pencucian uang hasil tindak pidana pasar
modal dapat terjadi melibatkan yurisdiksi
asing. Berdasarkan hasil self – assessment
yang dilakukan oleh regulator dan aparat
penegak hukum, diketahui bahwa potensi
terjadinya laundering offshore adalah pada
negara Hongkong, Cayman Island,
Singapura, Tiongkok dan Inggris.
Studi Kasus 5 – Informasi Orang Dalam
(IOD)
IW merupakan anak dari ETW pemilik SY
Group. Diketahui bahwa IW merupakan
Komisaris Utama dari PT SMM yang
merupakan salah satu anak perusahaan
dari SY Group. PT SMM terdaftar di
Bursa Efek Indonesia sebagai emiten
dengan kode saham SMMX.
IW diduga melakukan tindak pidana
pasar modal berupa perdagangan orang
dalam (insider trading) dengan
melakukan pembelian saham SMMX
melalui perusahaan miliknya atas nama
CRC Limited yang berada di Hongkong.
Pembelian saham tersebut dilakukan
sebelum adanya pengumuman
corporate action dari PT SMM ke
perusahaan Jepang yakni PT ITC terkait
penerbitan saham baru melalui
mekanisme Penambahan Modal Tanpa
Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu
(PMTHMETD) sebanyak 10.000.000
lembar saham dengan harga Rp5.006
per lembar saham dan juga sebelum
dilakukannya pembelian 45.000 saham
PT CTO Leasing dengan nilai penyertaan
sebesar Rp45 Miliar.
Atas corporate action tersebut
berdampak pada meningkatnya volume
transaksi dan harga saham SMMX di
bursa secara signifikan.
BALI; 3,08
3,00
BANTEN; 3,08
3,003,00
DKI JAKARTA; 9,00
3,003,00
JAWA BARAT; 4,48
JAWA TENGAH; 4,75
JAWA TIMUR; 4,69
3,003,003,003,003,003,003,003,003,003,003,003,003,003,003,00
SULAWESI SELATAN; 4,08
3,003,00
SULAWESI UTARA; 3,01
SUMATERA BARAT; 4,09SUMATERA SELATAN;
4,08
SUMATERA UTARA; 5,43
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0
D
A
M
P
A
K
K E C E N D E R U N G A N
Tingkat Risiko Wilayah
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes
26
TIPOLOGI
Kategori
Jenis Tindak Pidana Pasar Modal
Informasi Orang Dalam
Profil
Pegawai Swasta
Komisaris Utama Perusahaan
Pihak Industri
Bank Swasta
Pihak Terkait
Wiraswasta
Badan Usaha - PT
Instrumen Transaksi
Transfer
Produk
Efek Ekuitas Saham
Negara
Hongkong
COUNTRY EXPERIENCES
Pada tahun 2018, Pihak Aparat
Penegak Hukum yang diketuai oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK)3 bersama PPATK, Regulator
di bidang Pasar Modal, Self –
Regulatory Organization (SRO),
Praktisi, Asosiasi telah menyusun
Pedoman Penanganan Tindak
Pidana Pencucian Uang dan
Pemulihan Aset di Pasar Modal.
Pada tahun 2019, telah dilakukan
pelatihan bersama antara Penegak
Hukum, Analis PPATK, Penyidik
Otoritas Jasa Keuangan mengenai
identifikasi risiko dan penanganan
3 https://acch.kpk.go.id/id/berkas/buku-antikorupsi/umum/pedoman-penanganan-tindak-pidana-pencucian-uang-dan-pemulihan-aset-di-pasar-modal
perkara pencucian uang hasil tindak
pidana pasar modal.
Pada periode 2017 s.d. 2019, Polri
telah melakukan penanganan
perkara pencucian uang hasil tindak
pidana pasar modal sebanyak 6
Kasus Perkara.
Pada periode 2018 s.d. 2019,
Penyidikan Pasar Modal yang
dilakukan oleh Otoritas Jasa
Keuangan sejumlah 8 Kasus
Perkara.4
Pada tahun 2019, Jumlah Investor
yang diidentifikasi melalui
kepemilikan SID (Single Investor
Identification) meningkat 107,89
persen dari tahun 2016 sebanyak
894.116 menjadi 1.858.803 pada
tahun 2019.5
Pada tahun 2019, Otoritas Jasa
Keuangan telah menyusun
Rancangan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan tentang Penyelenggaraan
Kegiatan di Bidang Pasar Modal.
Pada tahun 2019, PPATK
bekerjasama dengan Himpunan
Konsultan Hukum Pasar Modal
(HKHPM) untuk menyelenggarakan
Pendidikan dan Pelatihan terkait
Transaksi Keuangan Mencurigakan.
Pada tahun 2018, Otoritas Jasa
Keuangan telah menyelenggarakan
Sosialisasi Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme bagi Sektor
Pasar Modal.
Pada tahun 2017, Bursa Efek
Indonesia telah memperkuat
ketahanan Pasar Modal melalui
Capital Market Intelligence Center,
Business Intelligence: Pengawasan
Transaksi Perdagangan yang
digunakan untuk melakukan
4 Laporan Tahunan OJK Tahun 2018 dan 2019. 5 Laporan Kinerja KSEI Tahun 2016 – 2019.
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 27
pemantauan dan Analisa atas
transaksi bursa, pemantauan Modal
Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD)
dan Margin pada Anggota Bursa,
serta pemantauan Perusahaan
Tercatat dengan menggunakan
berbagai sumber informasi.
Pada tahun 2017, PPATK telah
melaksanakan asistensi kepada
penyelenggara Pasar Modal untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas
pelaporan kepada PPATK.
Pada tahun 2016, PPATK telah
menyusun indikator transaksi
keuangan mencurigakan indikasi
tindak pidana pasar modal guna
peningkatan kualitas pelaporan
transaksi keuangan mencurigakan.
Pada tahun 2016, Otoritas Jasa
Keuangan telah meluncurkan Global
Master Repurchase Agreement
Indonesia (GMRA Indonesia) untuk
mendorong pengaturan transaksi
Repo, pengembangan produk Repo
serta layanan penyelesaian transaksi
repo yang dilengkapi monitoring dan
konsep 3rd Party Repo.
Pada tahun 2016, Otoritas Jasa
Keuangan telah meluncurkan
Investor Alert Portal (IAP) yang berisi
perusahaan investasi keuangan yang
tidak terdaftar di OJK sebagai
langkah preventif untuk
meningkatkan kehati – hatian
masyarakat dalam melakukan
investasi.
Pada tahun 2016, OJK telah
melakukan pencabutan izin orang
perseorangan sebagai wakil
penjamin emisi efek dan wakil
manajer investasi.6
6 Pengumuman OJK Nomor: PENG-5/PM.1/2016 tentang pencabutan izin
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 28
INDIKATOR ATAU REDFLAG TRANSAKSI
KEUANGAN MENCURIGAKAN INDIKASI
TINDAK PIDANA PASAR MODAL
Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan yang diperoleh berdasarkan data – data
transaksi keuangan mencurigakan, Hasil Intelijen Keuangan serta Hasil Penyidikan dan
sumber dari Financial Action Task Force (FATF) mengenai indikator transaksi keuangan
mencurigakan di Pasar Modal, diantaranya sebagai berikut:
Indikasi Tindak Pidana Indikator Transaksi
Manipulasi Pasar 1. Pengguna jasa berdagang secara pre – arranged atau
tidak kompetitif (tidak melalui mekanisme bursa,
misalnya secara negosiasi antar pihak), termasuk
perdagangan wash (jual rugi lalu dibeli kembali dalam
waktu singkat) atau cross (transaksi jual beli yang
dilakukan oleh satu broker/anggota bursa yang sama)
efek – efek yang tidak likuid atau harganya rendah.
2. Transfer Efek atau dana antarpihak tanpa hubungan
yang jelas.
3. Transaksi Efek yang melibatkan banyak yurisdiksi,
terutama dengan yurisdiksi berisiko tinggi.
4. Dua atau lebih rekening yang tidak berhubungan
bertransaksi di broker yang sama, memperdagangkan
Efek yang tidak likuid atau harganya rendah secara tiba-
tiba dan bersamaan.
5. Pengguna jasa mencatat Efek antara rekening –
rekening yang tidak berhubungan tanpa alasan bisnis
yang jelas.
6. Pengguna jasa membuka beberapa rekening dengan
penerima manfaat yang sama atau pihak pengendali
tanpa alasan bisnis yang jelas.
7. Transaksi antara pihak yang sama atau berhubungan
istimewa yang diatur sedemikian sehingga satu pihak
rugi dan satunya untung.
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 29
Indikasi Tindak Pidana Indikator Transaksi
8. Transaksi di mana satu pihak membeli Efek dengan
harga yang tinggi dan menjualnya kepada pihak lain
dengan kerugian yang besar.
9. Pelanggan mendepositkan Efek secara fisik dalam
jumlah besar di broker.
10. Efek fisik memiliki nama berbeda dengan nama di
rekening.
11. Efek fisik tidak memiliki keterangan tertentu, meskipun
sejarah Efek dan/atau volume saham yang
diperdagangkan mengindikasikan keterangan tertentu.
12. Penjelasan pengguna jasa terkait cara perolehan Efek
fisik tidak masuk akal atau terdapat perubahan.
13. Pengguna jasa mendepositkan Efek fisik secara
bersama – sama dengan permintaan untuk mencatat
saham – saham menjadi beberapa rekening yang tidak
terlihat saling berhubungan, atau menjual atau
mengalihkan kepemilikan saham – saham tersebut.
14. Perdagangan dalam jumlah besar atau berulang-ulang
Efek yang tidak likuid, nilainya rendah atau sulit dinilai
harganya.
15. Perusahaan tidak memiliki bisnis, pendapatan, atau
produk.
16. Perusahaan mengalami perubahan struktur bisnis yang
sering atau terus menerus dan/atau sering mengalami
perubahan strategi bisnis atau lini bisnis yang material.
17. Pejabat atau orang dalam di perusahaan dihubungkan
dengan perusahaan yang nilainya rendah, tidak likuid,
atau volumenya rendah.
18. Perusahaan dengan nilai rendah, tidak likuid, atau
volumenya rendah tersebut tidak melakukan
pengungkapan informasi yang dipersyaratkan.
19. Perusahaan dengan nilai rendah, tidak likuid, atau
volumenya rendah tersebut pernah disuspensi
perdagangannya.
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 30
Indikasi Tindak Pidana Indikator Transaksi
20. Transaksi pengguna jasa melingkupi pola penerimaan
Efek fisik atau menerima transfer saham masuk yang
kemudian dijual dan hasilnya ditransfer keluar dari
rekening yang bersangkutan.
21. Jual beli Efek perusahaan yang tidak terdaftar di bursa
dengan selisih harga yang besar selama periode yang
singkat.
Penipuan Penawaran Efek 22. Pengguna jasa membuka beberapa rekening untuk
beberapa badan hukum yang dikendalikan pengguna
jasa.
23. Pengguna jasa menerima banyak cek masuk atau
transfer masuk dari pihak ketiga yang tidak jelas
hubungannya.
24. Pengguna jasa mengalokasikan deposit yang masuk
dari pihak ketiga ke dalam beberapa rekening.
25. Pengguna jasa melakukan beberapa pembayaran ke
luar ke pihak ketiga dalam waktu yang berdekatan
dengan diterimanya cek masuk atau transfer masuk dari
pihak ketiga.
26. Profil pengguna jasa tidak mengindikasikan alasan
bisnis yang sah untuk menerima deposit dari banyak
pihak ketiga.
Perdagangan Orang
Dalam
27. Pengguna jasa membeli atau menjual Efek dalam
jumlah besar, sesaat sebelum adanya pemberitaan
yang mempengaruhi harga Efek.
28. Pengguna jasa diketahui memiliki teman atau anggota
keluarga yang bekerja di penerbit Efek.
29. Pola perdagangan pengguna jasa mengindikasikan
bahwa dia mungkin memiliki informasi orang dalam.
Indikasi Umum 30. Pengguna jasa melakukan transaksi dengan nilai
signifikan yang tidak sesuai profilnya.
31. Penempatan dana ke Rekening Dana Nasabah (RDN)
secara tunai.
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 31
Indikasi Tindak Pidana Indikator Transaksi
32. Transaksi Efek dengan menggunakan uang tunai,
transfer, atau cek atas nama orang lain tanpa
memberitahukan kepada perusahaan efek.
33. Pengguna jasa yang aktif melakukan transaksi pada
satu jenis saham terutama saham-saham yang
berkapitalisasi kecil atau tidak likuid.
34. Pengguna jasa yang menerima pengiriman efek dalam
jumlah yang cukup besar yang tidak sesuai dengan
profil pengguna jasa.
35. Transaksi Efek yang dilakukan di pasar negosiasi
dengan mekanisme free of payment (FoP).
36. Adanya transaksi berjumlah besar dalam waktu singkat.
37. Terjadi perpindahan saham dalam jumlah besar.
38. Pengguna jasa cenderung bertransaksi di luar bursa
dengan pihak tertentu.
39. Pengguna jasa aktif melakukan transaksi pada satu
jenis saham terutama saham – saham yang
berkapitalisasi kecil atau tidak likuid.
40. Transaksi tutup sendiri (crossing) yang pembayarannya
dilakukan langsung antara buyer dan seller.
41. Penggunaan beneficiary owner atau identitas palsu.
42. Pengguna jasa cenderung menyimpan dana tunai pada
Rekening Dana Investor (RDI) yang dikelola oleh
Perusahaan Efek dalam waktu relatif lama tanpa
melakukan transaksi.
43. Transaksi dilakukan dengan menggunakan beberapa
rekening atas nama individu yang berbeda – beda untuk
kepentingan satu orang tertentu (smurfing).
44. Transaksi yang dilakukan dalam jumlah relatif kecil
namun dengan frekuensi yang tinggi (structuring).
45. Adanya penerimaan deposit pada Rekening Dana
Nasabah (RDN) dari pihak lain dan langsung ditransfer
ke rekening lainnya di hari yang sama.
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes
32
Indikasi Tindak Pidana Indikator Transaksi
46. Pengguna jasa sering melakukan transaksi atas saham
– saham yang tidak aktif dengan tidak memperhatikan
keuntungan/ kerugiannya.
47. Transaksi jual dan beli dalam 3 hari berturut – turut
dilakukan pada 15 menit terakhir sesi II sebelum market
tutup (marking the close).
48. Transaksi yang melibatkan high risk country.7
49. Penyedia Jasa Keuangan (PJK) mendapatkan
informasi dari sumber yang dapat dipercaya (PPATK,
Lembaga Pengawas dan Pengatur, aparat penegak
hukum, media massa, atau sumber lainnya) bahwa
pengguna jasa diduga terlibat dalam aktivitas ilegal
dan/atau memiliki latar belakang tindak kriminal.
50. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK atas
dasar penyelidikan atau penyidikan yang sedang
dilakukan oleh aparat penegak hukum.
7 http://www.fatf-gafi.org/countries/#high-risk
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes
33
TANTANGAN DAN STRATEGI MITIGASI RISIKO
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG HASIL
TINDAK PIDANA PASAR MODAL
TANTANGAN PENANGANAN
PERKARA PENCUCIAN UANG
HASIL TINDAK PIDANA
PASAR MODAL
Dalam penanganan perkara pencucian
uang hasil tindak pidana pasar modal,
Regulator maupun Aparat Penegak Hukum
memiliki beberapa tantangan yang
dihadapi, diantaranya sebagai berikut:
a. Kompleksitas yang tinggi dalam
penanganan kasus pencucian uang di
pasar modal.
b. Perlunya peningkatan Kapasitas dan
Kapabilitas Sumber Daya Manusia
(SDM) bagi penegak hukum dalam
memahami penanganan pencucian
uang hasil tindak pidana di bidang
pasar modal serta perkembangan
tipologi pencucian uang hasil tindak
pidana di bidang pasar modal.
c. Identifikasi terhadap Beneficial
Ownership dan kejahatan yang
melibatkan Korporasi.
d. Hasil kejahatan di bidang pasar modal
melibatkan banyak pihak dan
yurisdiksi lainnya.
8 Buletin Statistik per Desember Tahun 2017 s.d. 2019.
e. Tingkat awareness dan kehandalan
dari Perusahaan Efek dan Manajer
Investasi dalam melakukan pelaporan
terkait transaksi para investor yang
berindikasi mencurigakan. Selama
periode 2017 s.d. 2019 diketahui
secara rata – rata jumlah Penyedia
Jasa Keuangan (PJK), dalam hal ini
Perusahaan Efek dan Manajer
Investasi yang aktif melakukan
pelaporan transaksi keuangan
mencurigakan adalah sebanyak 32
PJK dari 198 PJK yang registrasi
dalam Gathering Report and
Information Processing System
(GRIPS) per Semester I Tahun 2019.8
STRATEGI MITIGASI RISIKO
TINDAK PIDANA PENCUCIAN
UANG HASIL TINDAK PIDANA
PASAR MODAL
A. Bidang Pencegahan
1. Melaksanakan sosialisasi kepada
penyidik, penuntut umum dan hakim
terkait ketentuan Anti Pencucian Uang
dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme (APUPPT) termasuk modus
dan Tipologi Pencucian Uang Hasil
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes
34
Tindak Pidana Pasar Modal dengan
pendekatan berbasis risiko
2. Menyusun pedoman teknis
penanganan perkara pencucian uang
hasil tindak pidana pasar modal
dengan pendekatan berbasis risiko.
3. Meningkatkan kapasitas dan
kapabilitas penyidik, penuntut umum
dan hakim terkait penanganan perkara
pencucian uang hasil tindak pidana
pasar modal dengan pendekatan
berbasis risiko.
4. Mendorong penerapan electronic book
building dan Sistem Penawaran
Umum Elektronik (SPUE).
5. Memperkuat kelembagaan Kepolisian,
Kejaksaan, dan Pengadilan serta OJK
terkait penanganan perkara pencucian
uang hasil tindak pidana pasar modal
dengan pendekatan berbasis risiko.
6. Meningkatkan alokasi sumber daya
berbasis risiko pada satuan kerja
pengawas pasar modal di lingkungan
Otoritas Jasa Keuangan.
B. Bidang Pemberantasan
1. Meningkatkan kapasitas dan
kapabilitas penegak hukum terkait
asset tracing dan asset recovery
dalam penanganan perkara pencucian
uang hasil tindak pidana pasar modal
dengan pendekatan berbasis risiko.
2. Meningkatkan pemahaman kepada
Hakim pengadilan untuk dapat
mengenakan sanksi yang lebih
memberikan efek jera dalam putusan
perkara pencucian uang hasil tindak
pidana pasar modal dengan
pendekatan berbasis risiko
3. Melakukan kerjasama dan pertukaran
informasi mengenai penanganan
perkara pencucian uang hasil tindak
pidana pasar modal antara Aparat
Penegak Hukum, PPATK dan
Regulator dengan pendekatan
berbasis risiko.
4. Meningkatkan alokasi sumber daya
berbasis risiko pada satuan kerja
penyidik di bidang pasar modal di
lingkungan Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
C. Bidang Kerjasama
1. Meningkatkan kerjasama, koordinasi
dan sinergi domestik serta kerjasama
internasional secara periodik antar
Lembaga Penegak Hukum
(Kepolisian, Kejaksaan dan
Pengadilan) dan OJK selaku Lembaga
Pengawas dan Pengatur untuk industri
pasar modal serta stakeholder terkait
penanganan perkara pencucian uang
hasil tindak pidana pasar modal
dengan pendekatan berbasis risiko.
2. Melakukan pertukaran informasi
secara lebih intensif antara Lembaga
Penegak Hukum, OJK dan Self–
Regulatory Organization (SRO) di
bidang pasar modal dalam
penanganan perkara pencucian uang
hasil tindak pidana pasar modal
dengan pendekatan berbasis risiko.
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 35
LAMPIRAN 1
METODOLOGI PENELITIAN
Risk Factors dalam Penilaian Risiko Sektoral Tindak Pidana Pencucian Uang
Hasil Tindak Pidana Pasar Modal
Catatan: Dalam proses penilaian risiko, pihak Kejaksaan Agung dan Hakim terlibat saat
kegiatan Working Group Discussion untuk memberikan expert judgement yang dilaksanakan
pada tanggal 21 – 23 Oktober 2019 di Pusdiklat PPATK.
ANCAMAN
Ancaman Riil:
•Jumlah LTKM dengan Indikasi Pencucian Uang Hasil TP Pasar Modal
•Jumlah Hasil Intelijen Keuangan PPATK indikasi Pencucian Uang Hasil TP Pasar Modal
•Jumlah Penyidikan Indikasi Pencucian Uang Hasil TP Pasar Modal
•Jumlah Penuntutan Indikasi Pencucian Uang Hasil TP Pasar Modal
•Jumlah Putusan Pengadilan Indikasi Pencucian Uang Hasil TP Pasar Modal
Ancaman Potensial:
•Self - Assessment PPATK, POLRI & OJK, Kejaksaan Agung dan Hakim
KERENTANAN
Self Assessment:
•Tingkat Kesulitan dalam Analisis Transaksi Keuangan Indikasi Pencucian Uang Hasil TP Pasar Modal
•Tingkat Kesulitan dalam Penyidikan Indikasi Pencucian Uang Hasil TP Pasar Modal
•Tingkat Kesulitan dalam Penyidikan Indikasi Pencucian Uang Hasil TP Pasar Modal.
•Tingkat Kesulitan dalam Penuntutan Indikasi Pencucian Uang Hasil TP Pasar Modal.
•Tingkat Kesulitan dalam Pemeriksaan Perkara Indikasi Pencucian Uang Hasil TP Pasar Modal
DAMPAK
Dampak Riil:
•Nilai Nominal LTKM Indikasi Pencucian Uang Hasil TP Pasar Modal
•Nilai Nominal Hasil Intelijen Keuangan Indikasi Pencucian Uang Hasil TP Pasar Modal
•Nilai Nominal Penyidikan Pencucian Uang Hasil TP Pasar Modal.
•Nilai Nominal Penuntutan Indikasi Pencucian Uang Hasil TP Pasar Modal
•Nilai Nominal Putusan Perkara Indikasi Pencucian Uang Hasil TP Pasar Modal
Dampak Potensial:
•Self - Assessment PPATK, POLRI & OJK, Kejaksaan Agung dan Hakim.
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 36
LAMPIRAN 2
MATRIKS PENILAIAN RISIKO SEKTORAL TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG HASIL TINDAK PIDANA PASAR MODAL
Delik Uraian Delik Ancaman Kerentanan Dampak Kecenderungan Risiko Tingkat Risiko
Pasal 90 Fraud/Penipuan 9,00 3,00 3,03 7,29 3,88 Rendah
Pasal 91 – 92 Manipulasi Pasar 6,60 9,00 9,00 9,00 9,00 Tinggi
Pasal 95 Informasi Orang Dalam/Insider Trading 4,20 5,00 3,00 5,00 3,00
Rendah
Pasal 103 Tanpa Perizinan, Persetujuan dan Pendaftaran 5,40 5,00 6,99 5,86 5,52
Menengah
Pasal 107 Informasi Menyesatkan 3,00 3,00 9,00 3,00 4,49
Rendah
Profil Pelaku Ancaman Kerentanan Dampak Kecenderungan Risiko Tingkat Risiko
Peg. Swasta 9,00 5,82 9,00 9,00 9,00 Tinggi
Pengusaha 6,03 7,24 5,57 7,94 5,91 Menengah
PNS 3,33 3,71 3,02 3,70 3,17 Rendah
Pedagang 3,07 5,47 3,23 4,72 3,50 Rendah
Ibu Rumah Tangga 3,20 4,06 3,13 3,85 3,25 Rendah
Pelajar 3,07 4,06 3,00 3,76 3,18 Rendah
PEPs (Pejabat Eksekutif, Legislatif, Yudikatif)
3,00 5,12 3,00 4,44 3,33 Rendah
Peg. BI/BUMN/D 3,00 5,47 3,00 4,68 3,39 Rendah
Profesional 3,64 7,24 3,96 6,31 4,30 Rendah
TNI/Polri 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Pengajar 3,00 4,06 3,00 3,72 3,17 Rendah
Petani/Nelayan 3,00 4,06 3,00 3,72 3,17 Rendah
Peg. Bank 3,00 6,53 3,00 5,40 3,55 Rendah
Buruh 3,00 4,06 3,00 3,72 3,17 Rendah
Pengurus Parpol 3,00 6,18 3,00 5,16 3,50 Rendah
Pengurus Yayasan 3,00 6,18 3,00 5,16 3,50 Rendah
Pemuka Agama 3,00 4,06 3,00 3,72 3,17 Rendah
Pengurus LSM 3,00 4,06 3,00 3,72 3,17 Rendah
Pengrajin 3,00 4,06 3,00 3,72 3,17 Rendah
Peg. PVA 3,00 4,76 3,00 4,20 3,28 Rendah
Lain-Lain 3,00 5,82 3,00 4,92 3,44 Rendah
PT 5,02 9,00 4,83 8,45 5,59 Menengah
Koperasi 3,00 5,47 3,00 4,68 3,39 Rendah
CV 3,00 5,47 3,00 4,68 3,39 Rendah
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 37
Profil Pelaku Ancaman Kerentanan Dampak Kecenderungan Risiko Tingkat Risiko
PD/UD 3,00 5,47 3,00 4,68 3,39 Rendah
Firma 3,00 5,47 3,00 4,68 3,39 Rendah
Yayasan 3,00 6,88 3,00 5,64 3,61 Rendah
Perkumpulan 3,00 6,88 3,00 5,64 3,61 Rendah
Ormas Tidak Berbadan Hukum 3,00 5,47 3,00 4,68 3,39 Rendah
Wilayah Ancaman Kerentanan Dampak Kecenderungan Risiko Tingkat Risiko
Bali 3,17 3,00 3,28 3,08 3,09 Rendah
Bangka Belitung 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Banten 3,16 3,00 3,00 3,08 3,02 Rendah
Bengkulu 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
D.I. Yogyakarta 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
DKI Jakarta 9,00 9,00 9,00 9,00 9,00 Tinggi
Gorontalo 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Jambi 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Jawa Barat 3,51 5,45 3,65 4,48 3,61 Rendah
Jawa Tengah 4,05 5,45 3,60 4,75 3,68 Rendah
Jawa Timur 3,93 5,45 3,61 4,69 3,66 Rendah
Kalimantan Barat 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Kalimantan Selatan 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Kalimantan Tengah 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Kalimantan Timur 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Kalimantan Utara 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Kepulauan Riau 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Lampung 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Maluku 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Maluku Utara 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Nanggroe Aceh Darussalam 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Nusa Tenggara Barat 3,02 3,00 3,00 3,01 3,00 Rendah
Nusa Tenggara Timur 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Papua 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Papua Barat 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Riau 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Sulawesi Barat 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Sulawesi Selatan 3,00 5,16 3,00 4,08 3,27 Rendah
Sulawesi Tengah 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Sulawesi Tenggara 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Rendah
Sulawesi Utara 3,02 3,00 3,26 3,01 3,07 Rendah
Sumatera Barat 3,02 5,16 3,00 4,09 3,27 Rendah
Sumatera Selatan 3,00 5,16 3,00 4,08 3,27 Rendah
Sumatera Utara 3,62 7,24 3,38 5,43 3,78 Rendah
Sectoral Risk Assessment on Capital Market Crimes 38